Kamis, 11 April 2013

Arfa Ohh Arfa #Part 4

Mobil Sport berwarna Biru ini terlihat berhenti tepat didepan rumah kostan yang Bisma dan Arfa tempati.
Didalam mobil itu Dicky sang penghuni rumah kosan tersebut keluar. Rupanya mobil itu milik sahabat Dicky yang tadi Ia tengah Ia temui

"Gue masuk ya Ga? Thanks udah repot-repon nganterin Gue sampe kerumah, besok Gue pasti bakalan bantuin loe lagi. Tenang aja okhay?.."


Dicky menatap kearah pintu kaca mobil Sport milik Rangga sahabatnya itu. Bibirnya tersenyum karna hari ini Rangga memberinya pekerjaan baru

Rangga sendiri tidak membalas ucapan Dicky. Ia hanya menyunggingkan sedikit senyum kemudian berlalu pergi begitu saja tanpa menghiraukan Dicky lagi.


"Hufh.. Mantep juga, cuma kerja kaya gitu doang bisa dapet duit banya, beuhhh bisa kaya mendadak Gue kalau dapet Job terus.."gumam Dicky mengeluarkan secarik amplop berwarna coklat mua dari sakunya. Hidungnya menghirup aroma uang yang cukup banyak terdapat didalam amplop tersebut

"wissh.. Satu juta Broo.. Cuma gitu doang Gue dapat satu juta? Aaarrghh..!! Bisa seneng-seneng nih nyari gebetan baru, cihuyy.."

Wajah Dicky begitu bahagia melihat pendapatan yang Ia peroleh hari ini. Ia sampai meloncat kegirangan melihat lembaran uang ratusan berwarna merah tersebut

Dicky pun segera merapikan uangnya kembali, langkahnya semakin Ia percepat memasuki kamar kost nya. Mungkin Ia juga takut Bisma melihat uangnya tersebut, karna Ia masih ingat kalau didalam rumahnya itu ada sahabatnya bernama Bisma dan bocah kecil yang juga Bisma bawa.


Bisma sendiri sekarang tengah tertidur pulas bersama Arfa. Mereka berdua tidur saling berdampingan diatas kursi kayu yang terdapat didalam rumah kost Dicky tersebut. Bisma memang tidak bisa tidur didalam kamar Dicky karna kamarnya sengaja Dicky kunci

"hemz.. Pemalas banget sih? Jam segini malah enak-enakan tidur? Gimana bisa dapat uang coba?
Hufh.. Untung aja loe sahabat Gue Bis, kalo bukan udah Gue usir loe sama tuh Bocil!"

Dicky menatap kecut melihat Bisma dan Arfa yang tertidur begitu pulas, Ia pun melanjutkan langkahnya kembali dan masuk kedalam kamarnya


"om Bima.."

tiba-tiba Arfa terbangun dari tidurnya, Ia sedikit menggeliat, kedua bola mata sipitnya pun mengerjap-ngerjap menatap kesekeliling ruangan sempit tersebut

"uhh.. Badan Arfa sakit, om Bima ko tidur teus sih?
Ini kan udah soe?.."pikir Arfa menatap bingung wajah Bisma. Ia pun mulai beranjak dari atas kursi kayu yang membuat tubuhnya seakan remuk itu

"om banun.. Udah soe om..
Masa om ga mau banun sih?.."

Arfa mengguncangkan pelan tubuh Bisma. Ia juga menepuk-nepuk pipi Bisma, bahkan Arfa sampai menarik baju Bisma agar pemuda cungkring ini segera bangun

"aduhh Fa, loe kalo mau bangun bangun aja deh sendiri.. Bentar lagi juga malem, jadi kaga perlu bangun sekalian, males Gue bangun juga, udah loe tidur lagi aja deh.."

Bisma membalikkan tubuhnya membelakangi Arfa. Kedua matanya masih Ia tutup rapat, rupanya pemuda ini memang sangat pemalas, benar apa yang Dicky katakan tadi.

"ko ditu sih om? Eman om ga mau mandi duu? Kan om dai pagi bum mandi? Arfa juda bum mandi nih om.. Tapi Arfa bingung, kao Arfa mandi tal baju Arfa ga ada ladi.."Arfa menatap lirih baju berwarna hijau yang lumayan kucel ini sudah beberapa hari menempel ditubuhnya.
Arfa memang tidak membawa baju ganti setelah kabur dari orang tua aangkatnya beberapa hari lalu

"baju Arfa semuanya ada diumah Bapak sama Ibu yan watu itu. Arfa ga baani kaau haus puang keumah itu ladi.
Bapak sama Ibu jahat sama Arfa. Meeka baik cuma satu hari aja sama Arfa.
Arfa lebih suka tigal diumah yan watu itu. Disana Ibu Umi baik banet sama Arfa, tapi gaa-gaa Bapak sama Ibu itu adopsi Arfa, Arfa jadi ada di kota Jakarta ini. Meeka baik cuma didepan Ibu Umi, seteah disini Arfa dimaahin teus, bahkan Arfa disuuh keja..
Kenapa Arfa haus nalamin kejadian ini yah?
Salah Arfa apa ya Allah.."

Arfa menatap lirih mengingat masa lalu buruk yang pernah dilaluinya, masa-masa indah disaat Ia tinggal disebuah rumah panti dulu seolah hanya bisa menjadi kenangan manis. Sekarang nasibnya benar-benar diluar dugaan. Kehidupan dikota Jakarta memanglah sangat kejam, terlebih Ia tidak punya siapa-siapa lagi sekarang, dan hanya Bisma lah yang menjadi harapan Arfa untuk bisa mendapatkan teman dan perlindungan


"Arfa makan yang banyak yah? Ibu sengaja buatin makanan yang enak-enak nih buat Arfa. Ibu juga punya beberapa baju yang bagus buat Arfa, pokoknya Arfa pasti akan betah tinggal dirumah Ibu.."

Arfa hanya tersenyum mendengar penuturan wanita paruh baya ini, mulut kecilnya tak henti mengunyah makanan yang terhidang dihadapannya. Wajah putihnya pun terlihat begitu chuaby dan menggemaskan

"Sekarang Arfa bobo, besok pagi Ibu akan buatin sarapan untuk Arfa lagi, bobo yah sayang.."

ucapan lembut itu kembali keluar dari mulut wanita paruh baya ini. Arfa sungguh tidak tahu harus menjawab apa, Ia hanya bisa tersenyum dan menganggukan kepalanya penuh rasa bahagia.
Malam pertama Ia menginap dirumah orang tua barunya pun begitu terasa Indah dan menyenangkan..

Namun itu sungguh tidak berlangsung lama, hanya 2hari Arfa mendapatkan perlakuan baik itu, keesokan harinya Arfa justru langsung mendapatkan perlakuan kasar. Ia sama sekali tidak pernah diberi makan lagi kalau Ia belum mendapatkan uang. Ia bahkan disuruh menjadi pengamen bahkan pengemis jalanan.
Sungguh sangat diluar dugaan Arfa bisa mendapatkan perlakuan seperti itu

"hiks.. Arfa gak mau Bu, Arfa ga mau.. Arfa ga mau jadi penemis ladi, itu ga halal Bu, Arfa kan bukan anak pemaas.. Arfa ga mau.."

Isak tangis Arfa terdengar begitu pilu menusuk hati. Wanita paruh baya ini tak segan-segan membentak, memarahi bahkan memuluki baan Arfa hingga merah-merah, begitu pun dengan suaminya yang sama-sama bersikap keras dan kasar terhadap Arfa

"aduh! Sakit Bu, sakiit!! Pugung Arfa peihh, udah Bu sakiit.. Apuun.."

Arfa berteriak menahan rasa sakit akibat pukulan yang dilayangkan pada punggungnya. Ia hanya bisa berteriak dan menangis, tenaganyayang kecil tidak bisa menghentikan aksi brutal dan gila orang tua angkatnya ini


"hiks, sakit Bu sakiit..."lirih Arfa terisak, punggungnya sudah dipenuhi luka memar dan merah. Wanita ini memang sangat kejam. Ia bagaikan kehilangan kejiwaannya karna tidak merasa iba sedikit pun kalau sudah menyiksa Arfa


Air mata Arfa kembali menetes mengingat kejadian buruk itu. Hatinya bergetar pilu. Ia tidak tahu kalau seandainya Ia masih tinggal disana sekarang, mungkin perlakuan buruk itu masih tetap Ia dapatkan jika tidak bisa memberikan uang atau bekerja seperti yang wanita gila itu inginkan

"hiks.. Sekaang Arfa cuma puna om Bima..
Arfa haap om Bima ga kasal sama Arfa ya Om..
Arfa ga mau kaau sapai om pukuin Arfa kaya Ibu angkat Arfa duu, Arfa takut om, badan Arfa lasun sakit kaau udah dipukuin..
Arfa jaji akan buat om seneng, Arfa janji akan kasih uang buat om, asal om tetap ajak Arfa dan janan pukuin Arfa, Arfa sayan sama om..."

Arfa mendekatkan wajahnya diwajah Bisma. Pipinya yang basah pun menempel dipipi Bisma. Tangan kecilnya berusaha memeluk tubuh Bisma.
Entah kenapa Arfa merasa yakin dan tidak takut kalau Bisma kelak akan berlaku sama seperti Ibu angkatnya dulu.
Hatinya justru merasa berbeda dan sangat dekat dengan Bisma, mungkinkan Arfa dan Bisma memang memiliki ikatan darah hingga bisa merasa sedekat dan seyakin ini?
Entahlah biarkan hanya Tuhan yang tahu. Dan biarkan waktu yang kelak akan menjawabnya.



**
Suasana sore hari di halaman belakang rumah Rafael yang sangat luas dan sejuk ini begitu terlihat indah dipandang mata.
Rerumputan hijau disana sungguh tertata rapi, bebatuan alam juga kolam ikan berukuran kecil pun terdapat disana. Bahkan dua buah ayunan pun terdapat bergelayut dari atas pohon yang cukup besar didekat kolam ikan tersebut. Sungguh sangat nyaman sekali jika berada ditempat ini, suasananya sangat menyejukkan hati dan sangat pas jika menjadi area bermain sang buah hati.

"Kelihatannya Albi dan Bian akrab banget sama anak kita ya Raf?
Aku seneng lihat mereka akur seperti itu, tidak ribut terus seperti dulu waktu usianya masih batita.."

Perempuan cantik berambut panjang ini tersenyum memperhatikan tingkah putri semata wayangnya, bibirnya mengembang cukup lebar karna Keyla Landry Putri. Putri satu-satunya itu sekarang telah menjadi gadis kecil yang sangat cantik, tak heran hatinya begitu bahagia melihat perkembangan sang buah hati

"Albi sama Bian kan memang selalu akur kalau sama Keyla, tapi Aku tidak habis fikir saat dilampu merah tadi, kenapa Albi sama Bian bersikap seperti itu yah? Kasihan kan pengamen kecil tadi??"

Rafael menatap lirih wajah sang istri, fikirannya tiba-tiba menerawang jauh mengingat akan sosok pengamen kecil saat dilampu merah tadi.
Entahlah kenapa Ia bisa memikirkan anak itu terus, yang pasti hatinya tidak bisa berbohong kalau Ia sangat iba melihat wajah polos pengamen tadi yang tak lain adalah Arfa


"Papi!!"

tiba-tiba terdengar teriakan Keyla malaikat kecil yang sangat disayanginya itu. Rafael dan sang istri pun menoleh kaget, rupanya disana Keyla tengah diperebutkan oleh dua anak kembar Albi dan Bian


"Bian apaan sih? Kan tadi kamu udah main ayunannya, jadi harus gantian dong, kak Albi juga kan pingin main ayunan sama Keyla.."bentak Albi menarik paksa pergelangan tangan Bian

"nanti dulu dong kak, Bian kan masih mau main sama Keyla, kak Albi yang ayunin aja deh, gak usah main.."tolak Bian menepis tangan saudara kembarnya ini

"enggak! Kak Albi juga mau main, Bian jangan egois dong, masa kakak terus yang ayunin kamu sama Keyla. Pokoknya harus gantian!"kesal Albi kembali menarik tangan Bian

Keyla yang melihat pertengkaran dua kakak beradik ini hanya menutup kedua telinganya, satu teriakan pun kembali terdengar dari mulut mungilnya

"PAPiiii!!"

Teriak Keyla cukup kencang. Rafael dan sang istri yang mendengarnya pun segera mendekat menghampiri sang buah hati. Sementara Albi dan Bian dalam waktu sekejap langsung diam menghentikan aksi perkelahiannya

"keyla kenapa? Ko teriak-teriak terus sih? Kan ada Albi sama Bian disini.. Masa teriak-teriak mainnya?"

Rafael mengelus lembut rambut panjang putri kesayangannya ini, nada bicaranya begitu lembut terdengar, Ia memang sangat menyayangi putri kecilnya ini

"Albi sama Bian Pi, pasa meleka libut telus.."adu Keyla lirih memeluk tubuh Rafael

Rafael hanya tersenyum melihat ekspresi wajah kesal putrinya ini. Ia pun mengangkat tubuh Keyla dan menggendongnya

"mainnya pindah didalam aja yah? Eyang nungguin Key la tuh, kebetulan ada Eyang Winata juga didalam.
Albi sama Bian juga ikut masuk yah? Eyang Winata udah datang.."

Rafael mengajak Keyla masuk. Albi dan Bian pun ikut masuk menyusul Rafael, didalam sana kakeknya yang bernama Winata itu sudah datang, tadi Morgan sang Ayah memang menyuruh pak Winata untuk kerumah Rafael karna kedua cucunya ada disana, makanya tak heran kalau Pak Winata datang kerumah Rafael

"yess ada Eyang, kamu bakal kakak aduin sama Eyang. Kamu itu gak pernah mau ngalah sama kakak, selalu kakak yang ngalah terus, biar dimarahin Eyang nanti didalam.."ujar Albi begitu bahagia, Ia pun menoyor kepala Bian sekilas kemudian segera berlari kecil membuntuti Rafael

"huh, siap-siap deh Bian dapat pencerahan lagi. Kak Albi itu orangnya pengaduan, sedikit-sedikit ngadu, huh dasar kakak yang buruk!
Coba mamah masih ada, pasti Bian yang akan aduin kak Albi ke mamah.."gerutu Bian mendengus kesal. Ia berjalan sambil menghentakkan kakinya, Wajah tampannya pun terlihat kusut seketika akan sikap Albi sang kakak.




Keesokan harinya...


Terlihat Dicky sudah bangun pagi-pagi sekali. Penampilannya pun sudah sangat rapi, entahlah Ia akan kemana, yang pasti sebelumnya tadi Dicky sempat menerima telpon dari Rangga sahabatnya


"Gue ada urusan lagi Bis..
Jadi Gue harus cepet-cepet pergi lagi. Kalau loe masih mau tinggal dikosan Gue sih terserah, tapi kalau emang loe ngerti ya pasti loe akan segera pergi dari sini.."

Dicky duduk sejenak didekat Bisma. Pandangan matanya asik menatap BB baru yang diberikan oleh Rangga kemarin

"Gue ngerti ko, thanks sebelumnya.
Pagi ini juga Gue bakalan pergi. Gue mau cari rumah kontrakan yang deket sama kampus Gue.
Gue gak mau kalau sampai kuliah Gue terlantar terlalu lama.
Gue gak akan tinggal disini lagi, loe gak perlu khawatir.."

Bisma beranjak dari duduknya menghampiri Dicky. Terlihat raut wajahnya sedikit kecewa akan sikap sahabatnya ini

"syukur deh kalo loe ngerti. Gue cuma gak bisa aja kalo loe terlalu lama disini. Gue juga akhir-akhir ini lagi sibuk. Kalau soal kuliah sih Gue udah males kuliah lagi. Toh Sarjana diluaran sana pun banyak yang gak bisa kerja dan menjadi pengangguran. Jadi buat apa lah Gue kuliah juga, yang penting sekarang Gue udah bisa cari duit sendiri.."jelas Dicky sedikit menyindir Bisma. Ia pun ikut beranjak dari duduknya karna sebentar lagi mobil Rangga pasti akan datang menjemputnya

Arfa sendiri hanya terpelongo berdiri dibelakang badan Bisma. Tubuhnya bersembunyi dibaju Bisma karna Ia sungguh taku kalau sudah melihat orang dewasa berbicara sedikit keras seperti ini

"Enggak semua sarjana itu pengangguran Dick, elo salah kalau berfikiran seperti itu. Gue bakal buktiin kalau Gue bisa jadi orang besar nanti. Sebentar lagi skripsi Gue selesai. Gue bakal cari kerja di perusahaan besar, Gue pasti bisa. Gue gak mau kerja gak jelas kaya loe.
Mending Gue jadi pengamen atau gembel sekalian dari pada harus kerja yang TIDAK JELAS halal atau enggaknya kaya loe"

Bisma menatap tajam wajah Dicky kemudian berlalu pergi begitu saja. Rupanya Ia tahu apa yang Dicky kerjakan hingga bisa menghasilkan uang dalam waktu singkat. Wajah Dicky pun mendadak gugup dan ketakutan seketika. Dari mana Bisma bisa tau dan berani berbicara seperti itu?
Mungkin itu yang ada difikiran Dicky saat ini

"Aaargghh!! Apaan sih? Ini hidup Gue. Jadi Gue berhak tentuin apapun yang akan menjadi jalan hidup Gue.
Gue gak butuh apapun lagi. Gue bahkan bisa lebih sukses dari loe Bis.."batin Dicky menatap Bisma penuh amarah

Bisma malah tersenyum menoleh kearah Dicky sekilas kemudian melangkahkan kakinya kembali meninggalkan Dicky


"kita bakal kemana ladi om?
Om bakal teus ajak Arfa kan?
Om ga akan nigalin Arfa kan??"

Arfa berjalan membuntuti Bisma dari belakang, tangannya memegang kaos hitam yang Bisma kenakan

"kita bakal cari kehidupan baru yang lebih jelas..
Om bakalan ajak Arfa terus asal arfa ga bikin om kesel dan marah. Kalau sampai Arfa bikin om marah atau kesel, om akan tinggalin Arfa dan gak akan peduli lagi.."jelas Bisma menekan kata-katanya membuat Arfa bergidig takut

"Arfa pasti akan nuut sama om, Arfa jaji om. Arfa ga akan nakal, asal Arfa ikut sama om.."ucap Arfa meyakinkan. Bisma hanya tersenyum kecil mengelus rambut hitam Arfa. Langkahnya semakin Ia percepat untuk mencari tempat tinggal baru untuknya dan Arfa..



Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Nggak Komentar, Nggak Kece :p