Gadis kecil berkulit putih dengan rambut panjangnya ini melesat cepat berlari dari arah kejauhan.
Langkahnya sungguh cepat, hingga dalam hitungan detik Ia sudah bisa berdiri dihadapan Arfa.
"hosh-hosh.. Kamu ga apa-apa kan? Maafin teman Keyla yang tadi
yah?.."ucapnya begitu lembut dengan nafas yang sedikit
tersenggal-senggal
Arfa malah diam mengerutkan keningnya menatap wajah gadis kecil yang berdiri dihadapannya ini
"suala kamu tadi bagus dan ini buat kamu.."lanjutnya seraya menyodorkan selembar uang lima puluh ribu kearah Arfa
namun lagi-lagi Arfa malah diam, entahlah apa yang ada didalam
fikirannya, padahal sudah jelas-jelas gadis kecil ini memuji dan
memberinya rezeki yang begitu besar
"KEYLA!!"
tiba-tiba suara teriakan sang papi terdengar kembali, kali ini
langkah kaki lelaki bermata sipit itu semakin dekat menghampiri Keyla
dan Arfa
"aduh, Papi Keyla udah manggil..
Uangnya ambil yah? Suara kamu tadi benar-benar bagus..."
dengan tergesa-gesa gadis kecil ini pun meraih pergelangan tangan
Arfa dan menaruh lembaran uang yang dipegangnya. Bibir mungilnya
tersenyum kemudian berlari menjauhi Arfa karna sang Papi sudah
memanggilnya
"ta..tapi ini uannya tealu besal.. A..Arfa ga bisa nelima!!"Arfa
berteriak mencoba menghentikan langkah Keyla. Namun lagi-lagi Keyla
malah tersenyum menoleh kearah Arfa kemudian segera masuk kedalam mobil
Honda Jazz Hitam milik sang Papi
"Lain kali, Papi gak akan nurutin keinginan kamu lagi, berhenti
dikeramaian jalan raya dan berlari keluar dari mobil begitu saya. Papti
tidak suka Keyla.."tegas Rafael memperingati sang buah hati
"Im sorry Papi, Keyla ga sengaja.."balasnya sedikit menyunggingkan senyum
"hufh, yasudah kali ini papi maafin, tapi next time no!"tegasnya
lagi. Keyla hanya tersenyum menutup mulutnya menahan tawa, namun
pandangannya sesekali menoleh kearah Arfa yang masih berdiri
dipertengahan lampu merah dengan akua yang dipegangnya
"anak itu lucu, Keyla pingin punya teman kaya anak laki-laki tadi,
semoga kelak kita bisa bertemu lagi.."harap Keyla menatap kearah Arfa
lewat kaca jendela mobilnya
"hemz.. Anak jalanan itu benar-benar membuat Bian kesal! Awas saja
kalau sampai Keya suka sama gembel kecil itu, Bian akan buat
perhitungan!"Bian menatap kesal melihat tingkah Keyla yang duduk
disampingnya ini. Tangannya mengepal seolah ingin sekali meluapkan
kekesalannya karna Keyla lebih membela pengamen jalanan tadi dibanding
Ia sendiri.
**
"kayaknya anak kecil tadi saah nasih uang deh buat Arfa, hausnya kan
egak sebesal ini, ini tealu besar.."pikir Arfa menatap lirih mobil
Honda Jazz Hitam yang sudah hampir tidak terlihat itu
"hausnya tadi Arfa ga neima uang ini, Arfa ga mau dapat uang hana
kalna lasa kasihan, Arfa masih muda, Arfa masih bisa keja denan keinat
Arfa sendii, jadi Arfa ga peu dikasianin..."lirihnya begitu merasa
bersalah mendapatkan lembaran uang berwarna biru tua tersebut
namun tiba-tiba perut kecilnya kembali mengeluarkan suara. Ia pun menatap perutnya itu dan memegangnya
"Arfa tau Arfa lapal, om itu juda lapal, tapi apa Arfa haus gunain
uang ini? Baati sama aja Arfa kaya penemis? Arfa kan bukan penemis yan
bisa dikasih uang ditu aja, Arfa masih bisa keja, Arfa bukan
penemis..."
air mata Arfa tiba-tiba menetes, Ia menggelengkan kepalanya seolah
kalau yang dilakukan gadis kecil tadi adalah sebuah kesalahan, entahlah
mungkin pemikirannya memang sangat tidak seperti kebanyakan anak kecil
lainnya, apa yang menurutnya salah berarti memang salah, dan apa yang
menurutnya benar itu tidak bisa dibilang salah, pendiriannyas angat kuat
tidak mudah untuk terpengaruh
"ko Gue jadi belajar banyak hal banget yah dari anak jalanan yang satu ini.
Gue aja terkadang suka mencari jalan pintas buat ngedapetin duit,
bahkan gak jarang Gue juga sering ngebohongin sahabat atau teman Gue
biar mereka mau ngasih Gue duit, bahkan Dicky sendiri pun pernah Gue
palakin walau sangat susah, tapi Dia?
Ada yang ngasih Dia uang aja malah berfikir begitu jauhnya, Ia malah
berfikiran kalau Ia bukan pengemis, padahal gadis kecil tadi itu udah
jelas-jelas ngasih Dia duit karna suaranya tadi, bukan karna kasihan...
Ya Tuhan.. Kenapa Gue gak bisa yah berfikiran seperti anak ini? Gue
gak pernah berfikir kalau ternyata banyak hal yang enggak Gue tau di
dunia yang kejam ini..."
air mata Bisma tiba-tiba menetes melihat kegigihan Arfa, sikap dan
sifatnya yang polos dan sungguh tegar membuat Bisma tak mampu menatap
wajah Arfa berlama-lama lagi. Rasanya Ia sudah seperti lelaki yang
sangat buruk dan bodoh. Ia terlalu banyak mengeluh dan terkadang juga
berputus asa, padahal nasibnya sama sekali lebih beruntung dari pada
Arfa
Bisma pun segera menyeka air matanya, Ia keluar dari balik pohon
besar ini dan segera melangkah pergi. Entahlah kenapa Ia tidak menemui
Arfa dan malah pergi begitu saja. Mungkin hatinya sungguh malu karna
telah memperlakukan Arfa begitu buruk dan kasar.
**
Cuaca siang hari ini semakin terasa panas menyengat tubuh.
Orang-orang yang berlalu-lalang dikota besar ini juga terlihat semakin
ramai, yaps itu karna sekarang sudah saatnya jam makan siang. Para
pekerja kantoran, pedagang bahkan buruh kasar pun mulai merebahkan
tubuhnya sejenak untuk beristirahat dan menyantap makan siangnya.
Arfa sendiri masih saja asik berjalan menelusuri pinggiran jalan
raya ditengah keramaian ini. Bibirnya sedikit menyunggingkan senyum
dengan langkah kecil yang Ia percepat agar bisa segera sampai dirumah
kosan yang tadi pagi sempat Ia datangi bersama om yang belum Ia ketahui
namanya itu
"sekaang Arfa udah dapat uang, Arfa juda udah dapat makanan buat om
yan tadi. Hufh.. Waaupun cuma nasi bukus, tapi Arfa haap om itu mau
makan nasi ini, Arfa ga puna uang banak buat bei makanan yan lebih enak.
Arfa juda ga baani pakain uang yan bewana biru ini.. Arfa bakaan simpan
dan kembaiin uang ini, Arfa bukan penemis, jadi Arfa ga behak atas uang
ini..."jelasnya meyakinkan dirinya sendiri. Memang seperti inilah sifat
Arfa. Kehidupan jalanan yang teramat sangat keras membuatnya sedikit
tau tentang arti kehidupan, Ia bahkan hendak mengembalikan uang yang
diberikan Keyla padanya tadi. Dan lebih memilih mencari uang ditempat
lain dengan hasil kerja kerasnya
Langkah kaki Arfa pun akhirnya berhenti tepat didepan sebuah rumah
kosan yang ditempati Dicky setelah sebelumnya Ia harus melewati gang
sempit dan beberapa jalan pintas lainnya
"Mudah-mudahan aja om tadi egak pisan kana keapalan karna Arfa
keamaan nali makanannya.."ucap Arfa penuh harap. Ia pun mendekati pintu
utama yang sedikit terbuka itu
"tenyata Arfa eman keamaan, om nya aja sape ketiduan ditu.. Hufh, maafin Arfa ya om..."
Arfa mendekat kearah Bisma, wajahnya mendadak lemas karna
kedatangannya terasa sia-sia melihat Bisma terlalu lama menunggu, tangan
kanannya pun mencoba mengelus kening Bisma. Ia menyingkirkan rambut
Bisma dan tersenyum
"om ini danteng juda. Kaau udah besal nanti Arfa mau puna wajah yan
danteng kaya om ini.."pikir Arfa menyunggingkan senyum yang begitu manis
"nghh.. Apaan sih?"tiba-tiba Bisma terusik dan menepis tangan kanan
Arfa, Ia mungkin merasa terganggu karna elusan tangan Arfa yang
menyentuh keningnya
"ma..maaf om, A..Arfa ga senaja, maafin Arfa yah?.."ucap Arfa sedikit gugup dan takut
Bisma pun beranjak dan mengubah posisinya menjadi duduk. Ia kembali
teringat akan kejadian tadi pagi, makanya emosinya segera Ia tahan
jangan sampai meluap dan bersikap kasar pada Arfa
"loe dari mana aja hah? Kenapa jam segini baru balik?
Loe masih kecil aja udah berhasil bikin Gue kesel, kalo sampe ada
orang jahat diluar sana gimana? Gue juga yang repot tau gak!"jelas Bisma
menatap Arfa dengan wajah kesalnya, ternyata tidak bisa dipungkiri
kalau Bisma itu sebenarnya mengkhawatirkan keadaan Arfa
"Arfa tadi abis cai makanan om, maafin Arfa yah. Ini Arfa udah bawa
makanannya buat om.."ucap Arfa dengan suara kecil. Ia menyodorkan
kantong plastik berwarna hitam berisi nasi bungkus dan teh hangat yang
dikemas dalam plastik kearah Bisma
"apaan tuh?"tanya Bisma lagi. Ia benar-benar tidak bisa mengerti
niat tulus bocah kecil didepannya, sikapnya masih saja cuek dan ketus
"itu nasi bukus om, Arfa ga dapat uang banak hai ini, jadi cuma bisa
bei nasi bukus sama teh hanat aja.."jawab Arfa menunduk takut
"yaudah sini! Gue laper!"pinta Bisma meraih paksa kantong plastik
tersebut kemudian menaruhnya dimeja dan membukanya dengan sangat
tergesa-gesa
sementara Arfa sendiri hanya menelan ludahnya melihat Bisma begitu lahap menyantap nasi bungkus tersebut
"harusnya loe tuh dari tadi datangnya, kaga tau apa kalo perut Gue
udah kelaperan banget. Mana disini juga gak ada air setetes pun lagi,
untung aja Gue kaga mati kelaperan..."ketus Bisma terus menyantap nasi
bungkus tersebut begitu lahap tanpa menghiraukan Arfa yang hanya menelan
ludahnya melihat Bisma memakan nasi bungkus tersebut
"astaga.. Bego banget sih Gue!!"tiba-tiba Bisma menghentikan acara
makannya. Pandangan matanya menoleh kearah Arfa dan sekilas terpintas
difikirannya kalau Ia benar-benar bersikap egois
"ko om behenti makannya? Nasinya ga enak ya om? Atau om mau nabah
ladi? Nati Arfa namen ladi deh om.. Maafin Arfa yah kaau makanannya
kuang enak.."lirih Arfa merasa bersalah
Bisma beranjak dari duduknya, Ia mendekat kearah Arfa merangkul pundak bocah kecil ini
"nasinya enak ko, bahkan sangat enak, tapi semua itu akan terasa
lebih enak lagi kalau kita makan bersama.."jelas Bisma berbisik
ditelinga kanan Arfa
"masud om?"tanya Arfa menoleh bingung. Bisma malah tersenyum kemudian mengangkat tubuh Arfa dan menggendongnya
"maksud om itu.. Kita makan bersama.. Karna kalau makan sendiri
semuanya tidak akan terasa enak. Maafin om yah? Om udah egois.."Bisma
duduk kembali dikursi kayu didalam rumah Dicky ini, sedangkan Arfa duduk
dipangkuannya
"tapi kan Arfa bei makanannya buat om, jadi itu hak om bukan
Arfa.."tolak Arfa menggelengkan kepalanya sambil menutu mulut kecilnya
karna Bisma hendak menyuapinya nasi tersebut
"makan dulu, kalau gak mau makan om Gak Akan ngijinin buat ikut om
lagi. Mending makan atau om suruh pergi biar gak ada temennya
lagi?"ancam Bisma sedikit menakuti. Dengan segera Arfa pun menggeleng
"Arfa ga mau, Arfa tetep mau ikut om, janan suuh Arfa pegi ya om,
Arfa bakaan lakuin apapun asal om ga suuh Arfa pegi.."lirih Arfa
berkaca-kaca
"yaudah makanya makan. Om janji ga akan nyuruh loe pergi asal loe
harus nurut sama om. Sekarang makan yah? buka mulutnya.."Bisma kembali
menyodorkan makanyan tersebut kearah Arfa
"Ayo buka, ga usah takut, om gak akan marah atau kesal kalau kamu
juga gak bikin om kesel.. Buka yah?"suruh Bisma lagi, kali ini nada
bicaranya terdengar lembut. Bibirnya pun sedikit tersirat senyuman
Dengan sedikit keraguan dan merasa tidak enak hati, akhirnya Arfa
pun mau membuka mulut mungilnya. Ia mengunyah makanan tersebut saat
masuk kedalam rongga mulutnya
"enak kan?"Bisma melirik kearah Arfa
"enak om, tapi om juda haus ikut makan ladi yah?"Arfa tersenyum
mantap, tangannya ikut mengambil makanan tersebut lalu mengarahkannya
kearah Bisma
Bisma sungguh merasa ada sebuah perbedaan pada diri bocah kecil ini.
Kenapa hatinya merasa dekat dan bahagia melihat senyuman mengembang
diwajah mungilnya. Siapa sebenarnya bocah kecil ini? Apa hubungannya
dengan Dia? Apakan masih ada ikatan lain? Atau??..
Hemz.. Entahlah, mungkin itu hanya perasaan Bisma saja, atau memang
sebuah rahasia Tuhan yang belum bisa terungkap untuk saat ini.
Bersambung..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Nggak Komentar, Nggak Kece :p