Minggu, 05 Januari 2014

TRUE STORY (Cerpen Smashblast)

PROLOG




Huft, gue harus mulai darimana nih cerita? Dari perkenalan? Oke Gue Dian Arianti Griselda. Sesuai dengan namanya, kelihatan banget kalau gue cantik *PDGila. Gue akui kalau gue termasuk keluarga kalangan atas, tapi gue gak perlu uang atau barang. Yang gue ingin cuma rasa perhatian dari nyokap dan bokap gue. Just that.

Selain orang tua, orang yang paling berarti buat gue ialah Bisma Karisma. Bisma udah gue anggap sebagai kakak sendiri, walaupun nyatanya emang kami gak ada ikatan keluarga pun. Dan satu orang lagi muncul dalam kehidupan gue, namanya Morgan. Gue gak tahu kenapa, tapi gue ngerasa benci banget sama dia. Gimana gak benci, Morgan itu orangnya jutek dan cuek banget. Berbanding terbalik dengan Bisma yang perhatian dan baik, yah walaupun sedikit usil.

“Oke, gue kesana.” Gue mengakhiri ucapan lewat handphone. Gue langsung tancap gas ke rumah Bisma dengan si Speva. Gue peringatkan bahwa Speva itu nama motor kesukaan gue, bukan nama selingkuhan!
Berkat si Speva, gak butuh waktu yang lama buat sampai di rumah Bisma. Di rumah berlantai dua yang terkesan megah itu, gue berjalan santai melewati pak satpam yang bertugas. Ia tersenyum ke arah gue.

“Pasti pengen ketemu mang Bisma ya.” ucapnya.

Gue balik senyum, “Iya, pak. Bismanya ada?”

“Ada, neng.” Ia mengangguk mengiyakan. Gue langsung cabut menuju teras rumah dan masuk tanpa salam atau permisi ke kamar Bisma. Tenang, gue sering ke rumah Bisma, lagian buktinya tuh pak satpam dengan mudahnya mempersilahkan gue masuk tanpa menanyakan identitas, menunjukkan kartu KTP, SIM, dan STNK*abaikan!

Gue berada di pintu kamar Bisma. Tengok kanan-kiri, gak ada orang. Mungkin ortu Bisma lagi kerja di
kantor, biasa orang sibuk~ Tanpa ragu, gue langsung ngeloyor masuk dan tepat dihadapan gue, dua
orang lelaki tengah bertelanjang dada. Aazaaa!!!

“Woi, jangan teriak-teriak di rumah gue!” pemilik suara serak basah itu Bisma. Ya, dua lelaki yang gue
maksud itu ialah Bisma dan.. Orang yang gue benci. You know..

“Lagian loe kenapa kurang kerjaan banget sih buka baju. Elo lagi homoan sama Morgan ya.” ceplos gue. Gue lalu duduk di bibir tempat tidur yang empuk itu. Yups! Anda benar, gue dan Bisma gak berdua. Ada Morgan, tapi tunggu, kenapa dia ada disini?

“Sembarangan banget loe ngomong! Gue gerah tau.” Bisma melempar bantal kecil ke arah gue.

Gue pindah duduk ke samping Bisma lalu sedikit berbisik, “Bis, tuh si sipit kenapa dia disini?”

“Si sipit? Siapa dia?” Bisma menautkan alisnya.

“Si Morgan, kenapa dia ada di rumah loe. Loe tau sendiri kan kalau gue paling enek sama keberadaan dia.” celoteh gue.

“Hitung-hitung buat bikin rumah gue rame.”

“Tapi gak harus ngundang Morgan juga kali. Kenapa gak loe suruh Reza atau Dicky? Mereka kan teman loe, masa' loe gak nyuruh mereka berdua kesini.”

“Yaelah, percuma gue undang mereka. Toh, mereka sibuk. Dicky lagi ngurus skripsinya, sedangkan Reza,
dia lagi asik weekend sama pacarnya.” ujar Bisma. Benar-benar ya, semua teman Bisma udah kayak karyawan kantor aja. Sibuk bener!

Gini deh kondisi gue kalau lengket sama Morgan, eh, gak lengket sih, cuman ketemu. Mulut gue gak henti ngomel sendiri. Dan yang lebih mirisnya, Bisma yang dapat apesnya dari omelan gue.

“Loe sengaja deketin kami ya, biar Morgan sama gue jadi akrab. Jadinya gue sama dia gak ribut lagi kayak Tom and Jerry.” selidikku

“Ada sih niat gue kayak gitu, tapi Morgan ke sini datang tanpa gue undang.”

“Wah, kalau gue jadi elo. Gak ada pintu masuk buat dia.” ujar gue. Sesekali gue melirik ke arah Morgan yang pandangannya fokus pada novelnya. Gue menduga kalau Morgan punya pacar. Pacarnya: Novel.

Bisma mengusap kepala gue, “Loe itu gak boleh ngomong seperti itu. Morgan ada alasan tersendiri buat ke rumah gue.”

“Alasan apa?”

“Dasar kepo. Udah ah, lagian ini rumah gue. Jadi, terserah gue dong mau nerima dia atau enggak.”

Bibir gue langsung jadi manyun. Huft, kalau bukan karena Bisma yang nyuruh gue kesini, mungkin gue udah tertidur pulas di tempat tidur.

Bisma berdiri dan berjalan menuju ke luar kamar, “Gue ngambil minum sama cemilan dulu. Awas jangan berantem kalian berdua.”

Bayangan Bisma lenyap dari pandangan gue. Sekarang gue harus apa bersama lelaki ini? Gue mengamati setiap detail kamar Bisma. Mata gue berhenti jatuh pada sebuah bingkai coklat tua berisi sebuah foto yang terlihat familiar bagi gue.

Ketika gue ke kamar Bisma, bingkai foto itu selalu diletakkan tepat di meja samping tempat tidurnya. Foto gadis yang kira-kira seusia dengan gue, dia cantik dengan wajahnya yang polos itu. Setiap gue tanya siapa gadis di foto tersebut, Bisma malah menjawab, “Gak usah dibahas. Lagian dia itu masa lalu gue.” Rasa kepo gue udah gak ditahan lagi (?). Gue beralih menatap Morgan.

“Gan..

“Hemm” ia hanya berdehem.

“Loe tau gak cewek yang ada di foto itu?” Gue menunjuk arah bingkai foto tersebut. Morgan sedikit meliriknya dan kembali fokus dengan novelnya.

“Bisma gak pernah cerita?” tanyanya.

Gue menggeleng, “Gue selalu tanya hal itu ke Bisma. Tapi, kayaknya Bisma gak mau ngasih tahu sedikitpun tentang cewek itu. Yang gue ketahui, dia itu orang dalam masa lalu Bisma.”

Morgan menutup novel yang sedari tadi dibacanya. Ia menghembuskan nafas panjang,
“Sebenarnya Bisma melarang gue untuk cerita hal ini ke orang lain, termasuk elo. Tapi, gue mohon. Setelah gue cerita semuanya, elo jangan pernah kembali menyangkut hal ini ke Bisma.”

“Apa cewek itu sangat penting bagi Bisma?” Gue mengira-ngira.
Morgan menggangguk, “Dia Vanya, mantan Bisma.”

“Terus?” Gue gak kaget soal itu. Gue udah menduga kalau cewek yang ada di dalam foto itu mantannya Bisma. Bisma itu cowok ganteng, jadinya wajar dia punya mantan pacar banyak.

“Bisma dan Vanya pernah bertengkar hebat hanya karena kesalahpahaman. Dan pertengkaran itu membuat Vanya memintanya putus dalam hubungan. Yang membuat Bisma lebih prustasi, Vanya dikabarkan hilang setelah itu.”

“Vanya menghilang?” Morgan kembali mengangguk,
“Sampai saat ini, Bisma rupanya masih sayang sama Vanya. Dia masih belum sepenuhnya menerima kenyataan.”

“Kasihan Bisma.” ujar gue.

“Gue mohon, jangan pernah cerita hal ini ke siapapun.”

“Kenapa memangnya?”

“Karena gue gak tega ngelihat teman gue, Bisma, terpuruk dalam kesedihannya lagi cuma karena
Vanya. Udah saatnya dia harus move on.”

Gue setuju dengan ucapannya, gue lalu merebahkan tubuh lemas ini ke kasur kecil. “Bisma, cemilannya mana?! Gue laper!”


***

Gue menatap langit-langit kamar bernuansa abu-abu ini, sebenarnya ini bukan kamar gue. Gue sengaja nginap di rumah Bisma, lagian besok gue ada cuti kuliah, hahaha. Morgan pulang ke rumahnya sejak dua jam yang lalu. Dia gak nginap karena malas tidur sama Bisma si tukang dengkur. Padahal gue dengar dari Bisma, Morgan kalau dengkur lebih hebat bunyinya dibanding Bisma. Dasar..

Ntah, rasanya tenggorokan gue gak enak. Gue beranjak dari tempat tidur, lalu berjalan menuju ke luar kamar. Gue melirik ke jam dinding, ternyata sudah menunjukkan tepat pukul 12 malam.

Bisma pintar banget milih kamar yang letaknya tidak jauh dari dapur. Gue berjalan ke dapur untuk mengambil segelas air minum. Tapi, daritadi gue ngerasa ada yang ngikutin gue. Gue cuek dan mengubrisnya. Namun tiba-tiba..


BRUKKK


“Arght!” jerit gue. Gue merasakan ada yang memukul tubuh bagian belakang gue dengan semacam kayu. Rasa sakit di sekitar punggung gue mulai terasa. Perlahan, gue juga merasakan pusing di kepala, dan akhirnya gue jatuh pingsan.



***

Kedua mata gue perlahan terbuka dengan penglihatan yang masih buram. Perlahan, pandangan gue menjadi jelas. Gue memandang sekeliling di tempat gue berada. Di sebuah kamar yang tidak terlalu luas, bercatkan warna kuning, dan tentunya sangat asing bagi gue.

Sialan! Gue ternyata diculik! Kedua tangan gue terasa diikat oleh sesuatu. Mulut gue juga terasa sulit digerakkan karena ditutupi lakban. Arght! Dasar penculik g*la!!!


Prok, Prok, Prok

Suara tepuk tangan itu membuat gue mendongakkan kepala.

“Sudah sadar adikku tersayang?”

“BISMA?!” batin gue. Apa maksud dia membuat gue jadi begini?!

“Hmmppp..” Gue berusaha melepaskan ikatan di pergelangan tangan gue. Tapi emang dasarnya gue cewek lemah, ikatan itu terlalu kuat. Pengen rasanya gue menghajar wajah Bisma dengan tangan gue sendiri. Namun saat ini, gue gak bisa apa-apa.

“Kenapa adikku, kamu pengen kabur? Tenang, gue bakal lepasin elo, kok.” Ia tersenyum licik ke gue. Gue menundukkan kepala, gak mau menatap wajah si br*ngs*k itu.

Ia berjalan ke arah gue dan menyamakan posisinya dengan gue.
“Sini gue bantu lepasin lakban yang nempel di mulut loe. Pasti elo pengen ngucap sesuatu.”

Dengan kasar, ia melepas lakban itu. Sakit memang, tapi gue hiraukan. Gue lalu menatap sinis ke arahnya.
“Loe Bisma, kan! Bisma teman gue! Kenapa elo memperlakuin gue kayak gini?!”

“Hust, jangan keras-keras. Kebiasaan deh, elo selalu teriak.”
Bisma meninggalkan gue. Tak lama, ia kembali datang dengan bersama cewek. Cewek yang ada di foto tadi!!

“Elo Vanya, kan?”

Vanya hanya menunduk, tapi jelas gue melihat wajahnya ada beberapa luka cakaran dan lebam. Gue yakin, dia seperti itu karena perlakuan kasar dari Bisma.

“Oh, ternyata kedua bidadari gue udah kenal. Bagus, deh.” ucap Bisma lalu mendorong keras tubuh Vanya. Vanya tersungkur tepat di samping gue.

“Heh Bisma! Elo itu benar-benar keterlaluan! Apa maksud loe buat gue sama Vanya kayak gini, kenapa!!” teriak gue penuh emosi.

“Gue kayak gini karena kalian berdua.” ucap Bisma.

“Maksud loe?! Gue gak ngerti!”

“Loe itu b*go atau t*lol? Vanya udah buat gue stres dan sakit hati karena dia!” Jari telunjuk Bisma tepat dihadapan Vanya.

“Dia udah mutusin gue secara sepihak! Loe gak tau gimana rasanya elo jadi gue! LOE GAK TAU!!!” wajah Bisma kini memerah. Rupanya, ini alasannya mengapa Vanya menghilang sejak tiga bulan yang lalu. Bisma yang telah menghilangkan Vanya dan selama tiga bulan ini, Vanya hanya bisa mendapat perlakuan tidak manusiawi dari Bisma. Memang pria bodoh!

“Dan elo!” Dia menatap sinis ke gue.

“Gue ada salah apa ke elo?! Gue itu udah nganggap loe kakak gue, Bis! Gue gak pernah ada dendam sama elo, tapi apa balasannya!! Elo nyiksa gue!” teriak gue enggak kalah lantangnya. Air mata gue langsung menetes membasahi pipi gue.

“Jangan nangis dong, sayang. Elo emang gak punya salah. Gue cuman iseng nyekap elo biar tau semua rahasia gue. Elo kan orangnya kepo.” Bisma menghampiri gue dengan bibir menyunggingkan senyuman. Senyuman licik yang gue maksud.

“Loe mau apa, Bis!”

“Tenang aja, kok. Gue cuma pengen ngasih loe kebahagiaan doang.” Ia duduk tepat di depan gue. Gue menyandarkan tubuh gue menjauhi Bisma.

“Kalau loe macam-macam, gue bakal teriak!” ancam gue. Shit! Bisma menghiraukan ucapan gue.

“Tuhan, aku minta tolong padaMu. Tolong kami dari lelaki ini, Tuhan. Tolong, kirimkan pesan permohonanku ke Morgan. Hanya Engkau dan Morganlah yang bisa ku minta pertolongan.” Gue memejamkan mata seraya berdoa. Gue gak bisa apa-apa, gue hanya bisa memohon pertolongan dalam hati.


BUGG


Bisma tersungkur dan gue melihat siapa yang memukulnya. OMG! Keajaiban menimpa gue dan Vanya. Akhirnya doa gue terkabul! Morgan datang beserta beberapa aparat polisi di belakangnya, “Tangkap dia, pak!”

Polisi itu mengangguk dan membawa Bisma yang sempat terkena pukulan dari Morgan ke luar menuju kantor polisi. Good Job, Morgan!

“Elo gak pa-pa?” tanyanya dengan wajah panik seraya melepas ikatan di sekitar pergelangan tangan gue. Ia lalu beralih membantu Vanya.

Gue menghembuskan nafas dengan perasaan lega. Sekarang gue baru percaya akan adanya mukzizat dan gue baru aja mendapatkannya.
“Thank's God.”



***

“Gue bisa nyelamatin elo karena gue ngelihat.” Morgan.

“Maksud loe?” Gue.

“Emang terdengar konyol, sih. Gue gak balik ke rumah. Tapi, gue mantau elo dari luar rumah Bisma, tepatnya di mobil gue yang letaknya cukup dekat.”

“Maksudnya, elo begadang gitu di mobil? Untuk apa elo lakuin itu?”

“Untuk.. Ehm..” ia sejenak terdiam.
“Oh ya, gue lakuin ini buat ngungkapin kebenaran.”

“Elo ngapain aja selama gue lagi asyik tidur?”

“Main PSP sambil baca novel.”

“Emangnya elo tahu kalau Bisma nyekap Vanya di apartemen bobrok itu?”

“Feeling gue yang berkata. Gue sempat ngikutin Bisma dengan mobil, setelah tiba, ternyata dia pergi ke tempat itu. Gue sempat curiga apa yang dia lakukan, makanya gue sedikit was-was saat gue dengar ternyata elo nginap di rumah Bisma. Takutnya elo diapa-apain.”

“Ciee, perhatian nih ceritanya sampai khawatir kayak gitu.”

“Apaan sih! Gue kan bilang sedikit was-was. Bukan banyak!”

“Intinya sih perhatian, hahaha.”

Suasana kembali hening. Hanya ada hembusan angin sepoi yang mengibaskan rambut gue dan suara bahagia dari anak kecil yang berlalu lalang di taman kota. Seperti mereka. Gue juga bahagia.

“Ehmm, elo punya pacar?” Gue sedikit malu menanyakan hal itu.

“Belum. Elo?”

“Kalau gue sih belum juga. Kalau orang yang elo taksir, ada enggak?”

Ia mengembangkan senyum, “Ada. Dia itu cantik, putih, tapi pesek. Dia itu sering banget bikin gue emosi. Dia selalu bilang gue itu cuek jutek bebek. Dan dia itu,yang bikin gue jatuh cinta untuk pertama kalinya. Tahu kan orangnya?”

Gue tampak berpikir, sepertinya ciri- ciri yang diucapkan Morgan kayak gambaran gue. “Elo naksir gue, Gan?!”

Ups!! Kenapa gue ngucap itu. Acara gue kacau! Huaa!!



***

#EPILOG

Di setiap awal, pasti ada akhir. Seperti cerita gue kali ini. Gue mengambil hikmah dari apa yang gue alami. Gue masih dilanda rasa penasaran, mengapa dan kenapa Bisma berubah drastis karena kejadian itu. Akibatnya, Bisma sekarang ditahan di kantor polisi dan sebentar lagi akan menjalani masa pengadilan.

Sebenarnya gue gak tega dan miris ngelihat orang yang udah gue anggap kakak sendiri, saat ini kesepian di balik jeruji besi. Tapi mau diapakan lagi? Karena kesalahan dan keegoisannya, dia yang membawa dirinya ke penjara. Tiap minggu sekali atau dua kali, gue rutin jenguk kondisi Bisma. Gue hanya bisa berharap agar Bisma memperoleh pelajaran yang positif selama menjalani aktifitasnya di sana.

Soal Vanya, dia sekarang sudah membaik. Gue mulai detik ini bersahabat dengannya. Vanya memutuskan sementara tinggal di Bandung bersama orang tuanya. Mungkin sebulan lagi, ia akan kembali ke Jakarta untuk merintis kariernya yang tertunda itu.

Oh iya, gue mau kenalin seseorang. Dia itu masuk ke daftar orang nyebelin, jutek, dan cuek. Sebelumnya gue benci sama dia. Tapi, setelah itu gue ternyata salah menilai dia. Dia ternyata baik dan peduli sama orang di sekitarnya. Oke, dengan bangga gue kenalin calon tunangan gue. Handi Morgan Winata.





THE END

1 komentar:

  1. Bagus bangattttt waw kok bisma mylaff jadi gitu sihh :'( . Ihh kak morgan jadi penyelamtnya gua hahah Keren..keren.. Pertahankan

    BalasHapus

Nggak Komentar, Nggak Kece :p