Franda terlihat tengah menenangkan Elfaris. Ia memangku dan mendekap jagoan kecilnya yang tidak mau berhenti menangis.
Dina sendiri terlihat panik, tidak biasanya ia melihat Elfaris menangis sehisteris ini.
"Udah Din gak papa, Ais emang suka kayak gini ko. Waktu kami masih
tinggal berdua juga dia suka kayak gini. Dan sekarang mungkin lagi kumat
dia.." ujar Franda lembut seraya mengusap puncak kepala Elfaris.
"T..tapi itu beneran gak papa Fran?
Aku..aku gak tau, tadi sih dia gak papa, tidurnya malah sangat
lelap, tapi tiba-tiba aja jadi nangis dan kayak gini. Susah diberhentiin
tangisnya. Aku aja gak tau harus gimana. Maaf ya Fran.." jelas Dina
seolah menyesal tidak bisa menenangkan tangisan Elfaris.
"Iya Din gak papa. Ais pasti mimpi buruk.
Gak papa ko, nanti juga tenang sendiri.." Franda tersenyum memandang wajah istri pertama suaminya itu.
Dina ikut tersenyum, ia menarik nafas lega. Dirinya kemudian duduk didekat Franda ditepi tempat tidur Elfaris.
"Hiks.. Buun, hiks.. Buunda.. Hiks-hiks.. Bundaa.." isak tangis Elfaris masih terdengar sesekali.
"Iya sayang, bunda disini ko. Udah Ais gak perlu takut. Bunda kan ada disini, bunda akan terus sama Ais.
Jangan nangis lagi ya? Bunda gak akan kemana-mana.." Franda mengusap pipi cuaby Elfaris yang basah dengan air mata.
Bocah tampan itu masih saja terisak. Entah bermimpi buruk apa ia sampai menangis seperti ini.
Elfaris mendekap tubuh Franda begitu erat. Memeluknya tanpa mau
melepaskannya. Ia benar-benar ketakutan. Wajahnya pun ditenggelamkan
pada dada Franda, menyembunyikannya dan merasakan begitu hangat dan
nyamannya dekapan sang bunda.
"Ais punya kebiasaan jelek Din.
Dia kalu udah mimpi buruk kayak gini.
Makanya dulu aku suka takut kalau biarin dia tidur sendiri.." Franda berujar kembali.
"Tapi sama kamu dia tenang yah? Tadi aku gendong tangisnya malah makin kenceng. Aku coba bujuk juga susah.
Ais emang gak bisa jauh dari kamu kayaknya Fran.." balas Dina tersenyum kecil menyentuh rambut hitam Elfaris.
"Mungkin karna dari dia bayi aku yang urusin sendiri Din. Dia baru
bisa deket sama ayahnya aja sekarang ini. Dan itu mungkin berkat kamu
juga.
Maafin aku ya Din, kalau kehadiran aku dirumah ini menjadi orang ketiga diantara kalian.
Jujur dari awal aku gak ada maksud, aku mau nikah sama Bisma juga
alasannya karna Ais. Dia dulu sering banget nanyain dimana ayahnya.
Aku lelah dan gak tega harus nyembunyiin semuanya dari dia terus.
Makanya aku mau nikah sama Bisma. Tapi aku gak pernah sedikit pun
berfikiran untuk rebut Bisma dari kamu. Sumpah demi apapun aku gak
pernaah.."
"Fran, kamu bicara apa sih?
Kamu gak pernah ko jadi orang ketiga diantara aku dan Bisma. Justru kalau semuanya diputar dari awal, akulah yang salah Fran.
Tapi sekarang semuanya udah terjadi. Gak ada yang perlu disalahin, dan gak perlu juga kita saling nyalahin diri kita.
Elfaris memang berhak atas Bisma, begitu pun kamu.
Aku cukup bahagia dengan semua ini. Bahagia Fran.." jelas Dina
begitu bijak meski sebenarnya hatinya sendiri sangat teriris akan takdir
yang diberikan oleh Tuhan ini.
Franda tersenyum, kedua bola matanya sedikit berkaca mengeluarkan
setetes bulir bening air mata mendengar penuturan Dina yang begitu tegar
dan berhati tulus.
Tak lama ia berhambur memeluk Dina. Kedua perempuan cantik yang
sama-sama menjadi istri sahnya Bisma ini saling berpelukan, Elfaris pun
berada ditengah-tengah antara keduanya.
"Kamu baik. Bisma beruntung punya istri sebaik dan setulus kamu Din.
Jujur aku gak pernah menginginkan semua ini. Dari dulu aku udah coba
berlari dan menjauh dari kamu dan Bisma. Aku udah coba buat hidup
sendiri dan mengurus Elfaris sendiri. Aku coba buat ikhlasin semuanya
dan tegar akan semua ini. Tapi ternyata takdir berkata lain. Bisma
justru bisa bertemu dan dekat sama Ais tanpa sepengetahuan aku. Aku
bahkan bertemu sama kakak aku lagi.
Aku..aku gak pernah menduga semuanya bisa kayak gini.
Maafin aku Din.. Andai waktu bisa diputar, mungkin aku akan memilih
tinggal diluar negri berdua sama Ais, biar aku gak pernah ada disini
mengusik keluarga kamu sama Bisma. Sekali lagi aku minta maaf.." Franda
berujar lirih diiringi dua sungai kecil yang membasahi pipinya.
Dina menggeleng. Ia ikut menangis mendengar penuturan Franda. Entah
siapa yang harus disalahkan akan semua ini. Semuanya sudah menjadi jalan
takdir yang Tuhan berikan. Hati Dina terasa sesak, nafasnya sedikit
tersenggal membayangkan begitu tegar dan baiknya Franda. Ia bahkan
seolah menjadi malu sendiri karna sempat mengiri akan kasih sayang yang
sedikit berbeda dari Bisma untuk Franda dan dirinya.
"Ya Allah.. Kenapa Franda bisa setegar ini?
Kalau aku yang ada diposisi dia mungkin aku akan marahin Bisma, akan
caci maki dia, minta dia untuk bertanggung jawab dan tinggalin
istrinya. Aku akan minta Bisma untuk bertanggung jawab atas semuanya.
Aku pasti akan tuntut dia karna semua penderitaan ini memang berawal
dari kesalahan dia.
Aku..akuu hiks, Fran.. Maafin aku, aku jadi merasa bersalah sama
kamu Fran.. Maafin aku.." Dina membatin lirih. Ia mendekap tubuh Franda
dan merasakan ketulusan dan ketegaran perempuan cantik bermata sipit
itu. Ia seolah baru menyadari dan mengetahui hati Franda yang
sebenarnya.
"Kenapa jadi serumit ini?
Aku tahu ini semua berawal dari kesalahan aku.
Andai aku gak pernah ngelakuin hal buruk itu. Aku pasti gak akan pernah nyakitin kamu Nda.
Tapi aku gak bisa pungkirin. Aku juga bersyukur..
Karena kejadian itu aku jadi punya Elfaris.
Aku bisa memiliki anak yang selama ini aku impikan.
Aku memang menyesal, tapi dibalik semua itu ada rasa syukur meski harus menyakiti istri pertama aku.
Aku janji akan terus berusaha bahagiain kalian.
Diantara cinta Dina dan Franda juga Elfaris.
Kalian adalah hidup dan nyawa aku.
Aku sangat menyayangi kalian.." Bisma membatin lirih melihat adegan
yang didepan kedua bola matanya. Ia berdiri mematung diambang pintu
kamar Elfaris. Menyaksikan sendiri apa yang tengah dilakukan dan terjadi
pada ketiga cintanya.
Tak lama Bisma melangkah keluar. Ia tidak mau menggangu apa yang dilakukan Franda juga Dina.
Nafas Bisma terlalu sesak jika harus melihat isak tangis dan air
mata yang keluar dari orang-orang yang dicintainya. Maka dari itu ia
lebih memilih untuk pergi dan membiarkan semuanya mereda tanpa ia
ganggu.
**
Beberapa hari kini telah berlalu, minggu bahkan bulan pun seolah dilalui begitu cepat tanpa terasa.
Keluarga kecil yang memiliki kepala keluarga seorang Bisma Karisma
ini pun tampak bahagia dengan segala tangis, tawa, canda serta cinta
yang memenuhi semuanya.
"Ahaha iya kerasa Fran. Bayinya nendang-nendang yah? Kerasa banget
beneran deh.." Dina tampak antusias merasakan gerakan bayi didalam perut
Franda.
"Mana-mana buun, coba Ais pingin lasain.." suara bocah tampan itu pun ikut terdengar disana.
"Nih sayang, tangan Aisnya tempelin disini, sebelah kiri, pegang dan
rasain. Dede bayinya nendang-nendang.." jelas Franda meraih tangan
mungil Elfaris dan meletakkan diatas perut buncitnya.
"Hihi iya kelasa bun. Gelak, nendang. Belati dede bayinya hidup.
Bunda hebat, didalam pelut bunda benelan ada dede bayinya. Hihii Ais
jadi seneng bun.." Elfaris berujar dengan begitu polos dan senangnya.
"Ya tentu hidup dong sayang, kalau gak hidup, perut bunda Franda gak
mungkin bisa sebesar ini. Ais gimana cih, hem?" Dina mengangkat tubuh
Elfaris dan memangkunya. Mengecup pipi bocah tampan itu gemas.
"Hihi kan Ais ga tau bunda, Ais pikil dede bayinya enggak hidup,
tapi telnyata bisa belgelak. Ais pelcaya deh sekalang. Belati tinggal
nunggu dede bayinya lahil, abis itu Ais punya adik deh.." Elfaris
mengalungkan kedua tangan mungilnya dileher Dina.
"Iya, tapi kalau dede bayinya udah lahir. Ais gak boleh sering
nangis lagi, gak boleh repotin bunda Franda terus, kan bisa sama bunda
Dina. Kasihan bunda Frandanya sayang. Ais ngerti kan?" jelas Dina
menasehati lembut.
Elfaris mendengarkan begitu serius. Kepalanya menggeleng lalu
mengangguk. Entah ia benar mengerti atau tidak akan ucapan Dina.
Tingkahnya benar-benar menggemaskan. Tak heran kalau Dina sangat dekat
dan sangat menyayangi Elfaris seperti ini.
Franda hanya tersenyum melihat buah hatinya yang tidak pernah
menganggap Dina ibu tiri atau pun orang asing. Elfaris sangat menyayangi
Dina sama seperti menyayangi dirinya. Kepolosan sikapnya, dan tulus
kasih sayangnya membuat kebahagiaan didalam hidup Franda seolah menjadi
semakin lengkap. Ditambah sebentar lagi buah hati keduanya akan segera
lahir, hanya tinggal menunggu antara satu atau dua bulan lagi kelahiran
bayi keduanya itu.
"Hufh.. Ternyata kalian disini. Dari tadi ayah cariin ternyata malah disini.
Dipanggil gak ada yang nyahutin. Kalian bertiga tega ya sama ayah.."
Tiba-tiba Elfaris Dina dan Franda menoleh secara bersamaan. Dua
perempuan cantik serta bocah tampan itu tersenyum melihat kedatangan
Bisma ayah dari Elfaris dan tentunya suami tercinta dari Franda dan
Dina.
"Ayaah..!" Elfaris berujar senang. Ia buru-buru turun dari pangkuan Dina dan berlari kecil menghampiri Bisma.
"Uhh! Anak ayaah, ko tadi ayah gak dibukain pintu sih sayang? Ayah
tadi panggilin Ais sama bunda. Tapi gak ada yang sahutin. Ais nakal nih,
masa ayah gak dibukain pintu, hem.." Bisma meraih tubuh Elfaris dan
menggendongnya. Mengecup pipi serta kening Elfaris dengan gemas penuh
kasih sayang.
"Kan Ais enggak dengel yah, bunda juga gak dengel kan bun?
Makanya Ais dadi enggak tau.." ujar Elfaris dengan polos dan lugunya.
Bisma Franda serta Dina terkekeh kecil melihat tingkah Elfaris.
Bisma kemudian berjalan mendekati kedua istrinya yang masih asik duduk diruang tengah itu seraya menggendong Elfaris.
"Bayinya gak nakal kan bun? Masih suka kontraksi gak, hem?" Bisma
mengecup kening Franda lalu menurunkan Elfaris dari gendongannya.
"Ya pasti masih sering kontraksi lah yah, kamu itu gimana sih?
Namanya juga bayinya hidup." sahut Dina sedikit geram akan pertanyaan
aneh Bisma.
"Hehe biasa aja dong sayang, gak usah ngotot gitu? Kan ayah cuma
nanya.." Bisma terkekeh geli. Ia mengecup kening Dina lalu duduk
ditengah antara Franda dan Dina.
"Abis kamu tuh nanyanya aneh. Masa nanyanya masih sering kontraksi
atau enggak. Ya pasti sering lah yah, aneh ihh.." Dina masih saja
memprotes tidak terima membuat Franda terkekeh melihatnya.
"Iya-iya. Yaudah pertanyaannya diganti deh. Bundanya masih sering gerak-gerak gak? Eh salah yah? Ahaha.."
"Issh Bisma! Kamu tuh nyebelin ya yah? Udah mau punya dua anak juga." Dina cemberut sebal.
"Hehe becanda sayaang.. Jangan marah gitu dong, Franda aja gak kenapa-napa, tapi kamu malah.."
"Ya karna Franda tuh gak berani sama kamu." jelas Dina memotong ucapan Bisma.
"Jadi kalau bunda berani gitu, hem?"
"Y..ya enggak juga sih yah. Hehee.."
"Huu dasar.. Kirain berani sama ayah.." Bisma mengacak pelan poni
lurus Dina. Alhasil perempuan cantik itu hanya cengengesan kecil
membalas ucapan suaminya.
"Oh iya, duh sampe lupa. Ini pesenan kamu tadi bun. Katanya mau
makan rujak serut, udah ayah beliin nih, sesuai permintaan bunda.."
tiba-tiba Bisma teringat akan apa yang dibelinya saat diluar tadi.
"Iya, tapi gak terlalu pedes kan yah?" Franda membuka bungkusan plastik berisi rujak pesanannya.
"Enggak lah, kalau terlalu pedes kan bahaya juga buat bayinya
nanti." balas Bisma pelan diiringi senyum. Ia sedikit membungkukkan
badannya. Mengelus perut buncit Franda lalu mengecupnya sekilas.
"Kalau pesanan Ais mana yah? Tadi kan Ais pesan es klim, ayah pasti
lupa." tiba-tiba bocah tampan yang sedari tadi berdiam diri itu pun ikut
membuka suara. Ia menagih pesanannya pada Bisma sang ayah.
"Duh! Iya yah? Tadi Ais pesen es krim. Kayaknya ayah lupa deh.." goda Bisma berpura-pura.
"Ah ayaah.. Ayah gak asik nih, masa es klimnya bisa kelupaan, ayaah nih.." kesal Elfaris ngambek.
Bisma terkekeh, begitu pun dengan Franda. Tak lama Bisma
mengeluarkan kantung plastik berisi dua bungkus ice cream magnum pesanan
jagoan kecilnya.
"Nih.. Ayah gak mungkin lupa ko. Magnumnya udah ayah beliin, rasa
coklat dan ada dua. Buat Ais semua, nih ambil gih." Bisma mengeluarkan
dua bungkus magnum untuk Elfaris. Senyum pun mengembang dibibir bocah
tampan itu.
"Makasih ayaah. Ais sayang sama ayah, muuah!" Elfaris berujar diiringi senyum. Ia mengecup pipi Bisma senang.
"Oh iya, aku ke kamar dulu ya?
Fran, yah? Bunda kekamar dulu.." tiba-tiba Dina beranjak dari duduknya dan berpamitan.
"Loh mau kemana Din? Gak mau cobain rujaknya dulu?" Franda memandang Dina bingung.
"Gak ah, aku gak terlalu suka rujak. Buat kamu aja, lagian kamu kan yang ngidam pingin rujaknya.
Aku kamar dulu ya? Yah bunda kekamar.." tolak Dina halus. Ia kembali berpamitan pada Bisma suaminya.
"Iya bun, yaudah tar ayah nyusul kesana.." balas Bisma tersenyum kecil.
"Ais ikuutt!!" tiba-tiba Elfaris beranjak dan berlari menyusul Dina.
Perempuan cantik itu pun menghentikan langkahnya, bibirnya tersenyum
melihat sosok Elfaris sudah berdiri dibelakangnya.
"Ais mau ikut kekamal bunda. Nanti Ais kasih bunda es klimnya deh.
Buat Ais satu, buat bunda satu. Tapi ntal bunda temenin Ais main games
yah? Ais mau main buun.." pinta Elfaris dengan nada polos dan lucunya.
"Iya sayang. Yaudah kita kekamar yuk?" Dina setuju. Ia meaih tangan
mungil Elfaris dan menuntunnya menaiki anak tangga menuju lantai atas.
"Anak pintar.. Lagi-lagi dia bisa nyeimbangin.
Ayah tau kamu pasti gak mau ganggu ayah sama Franda bun.
Tapi Ais beneran pintar. Dia bisa jadi Bisma kedua buat Dina.
Dia tau apa yang dibutuhkan Franda untuk saat ini. Ais pasti mau aku
temani Franda dulu, dari kemarin aku sering sama Dina. Kasian, Franda
sebenarnya lebih butuh banyak perhatian aku, apalagi anak kedua aku
didalam perutnya." Bisma membatin kagum melihat apa yang dilakukan
jagoan kecilnya. Bibirnya tersenyum, tak lama ia kembali merapatkan
posisi duduknya didekat Franda.
"Dina gak ngambek kan yah?" Franda bertanya cemas.
"Enggak lah bun. Ayah tau ko gimana sifat dia." balas Bisma.
"Tapii..?"
"Gak papa bun. Udah sini, rujaknya mau dimakan gak?
Mau ayah suapin, hem?" tawar Bisma lembut.
"Pingin sih, eh enggak deh. Nda bisa sendiri." tolak Franda. Ia
mengambil alih rujak serut yang sudah Bisma buka dan hendak disendoki
olehnya.
"Udah biar ayah suapin. Kemarin aja ayah nyuapin Dina waktu makan nasi goreng. Bahkan ayah sempet kii.. Eh gajadi deh.
Sekarang ayah mau suapin bunda Franda rujak serutnya. Ayo buka
mulutnya bun? Jangan sampai ayah buka paksa pakai mulut ayah nanti kayak
Dina kemaren, ayo?" bujuk Bisma sedikit memaksa.
Franda menggeleng. Ia menutup mulutnya seraya menahan tawa.
"Yakin mau dipaksa? Yaudah. Jangan salahin ayah ya kalau bibir Nda
ayah tempelin pake ini." Bisma tersenyum jahil seraya menunjuk bibirnya.
"Issh jangan deh Bis, awas aja kalau sampai kayak gitu." ancam Franda.
"Ko manggilnya Bis sih? Kan kita udah janji buaa.."
"Iya-iya maksudnya ayah. Nda lupa.
Yaudah sini, mau makan sendiri aja, gak mau disuapin apalagi sampai
dipaksa pake itu nyuapinnya. Ih gak mau." Franda mengambil alih sendok
yang Bisma pegang.
"Gak mau. Tapi kalau udah nempel gak mau dilepas. Bunda kamu tuh
lucu ya sayang? Lucuu banet. Ayah jadi gemes deh, gemmess.." Bisma
mengelus perut Franda dan berbicara dengan nada seperti anak kecil. Ia
juga mengecupnya membuat Franda terkekeh geli melihat tingkah suaminya
itu.
"Itu juga karna gak bisa dilepas yah, bukan gamau lepas. Jangan
bicara ngarang deeh.." jelas Franda seraya menikmati rujak serut yang
tengah dimakannya.
"Kalau ayah minta lagi gimana bun?"
"Uhuk! M..maksudnya?" Franda menoleh kaget menatap Bisma.
"Yaa.. Maksudnya ayah pingin itu. Mumpung Dina lagi sama Ais.
Udah lama ayah gak pernah ngerasain itu bunda yang tipis dan manis
itu. Boleh ya bun?" Bisma mendekat dan menunjuk bibir mungil Franda yang
menggodanya.
"Engh~ gak usah deh. Jangan sekarang, dan jangan disini. K..kamuu.."
"Cuma sebentar ko bun, yah? Sebentar.." Bisma mulai mendekatkan
wajahnya. Bibirnya tersenyum lebar, bola matanya tertuju pada satu
titik, menatap tanpa kedip bibir mungil Franda.
"B..bis.. K..kamuu?"
"Cuma sebentar. Jangan nolak please.."
"T...tapii?"
Akhirnya Franda hanya bisa diam. Pasrah akan apa yang akan dilakukan oleh Bisma.
Meski perut buncitnya sedikit terhimpit saat ia merasakan sentuhan lembut pada bibir tipisnya.
Franda tidak bisa menolak, bagaimana pun juga ini hak Bisma, apa
yang ingin dilakukannya itu sudah menjadi kewajiban Franda untuk membuat
Bisma senang.
"Semoga Dina gak lihat.
Dua hari lalu aku lihat kamu kissing sama Dina aja aku gak kuat Bis. Apalagi kalau Dina lihat ini.
Kita sama-sama bisa rasain sakitnya, karna bagaimana pun juga aku dan Dina itu perempuan.
Sekuat-kuatnya hati perempuan, jika melihat suaminya bermesraan
dengan perempuan lain pasti akan terasa sakit. Dan itu selalu aku dan
Dina rasakan. Pasti.." batin Franda. Ia memejamkan kedua kelopak
matanya. Lengannya Bisma angkat dan letakkan agar mengalung dileher
Bisma. Posisi Franda sendiri duduk bersender pada sofa panjang.
Sedangkan Bisma tampak menutupi wajah Franda dengan kepalanya.
(Ceritanya author gabisa lihat, adegannya ngebelakangin author. Jadi
cuma bisa dilihat dari belakang) hahaha abaikan!
Bersambung..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Nggak Komentar, Nggak Kece :p