Setibanya dirumah. Bisma langsung buru-buru masuk kedalam rumahnya. Tak
lupa ia juga mengangkat tubuh Elfaris yang terlelap didalam mobilnya. Ia
memang sengaja membawa Elfaris pulang. Walau awalnya Franda melarang,
tapi tetap aja jagoan kecilnya itu ia bawa agar Franda tidak kerepotan
mengurus Elfaris ditempat Rafael.
Bisma membuka pintu rumahnya. Ia memang membawa kunci cadangan, hingga tak perlu menunggu Dina membukakan pintu untuknya.
"Aku fikir kamu gak akan pulang.."
Tiba-tiba Bisma menghentikan langkahnya. Ia menoleh kaget saat
hendak menaiki anak tangga rumahnya. Suara Dina terdengar disana
menyapanya meski dengan nada dingin.
"Aku antar Ais ke kamarnya dulu ya?" ujar Bisma pelan. Ia pun kembali meneruskan langkahnya.
Dina hanya diam. Ia mengikuti langkah Bisma. Membuntutinya menuju kamar Elfaris.
"Wajah Bisma kayaknya kecapean. Maafin aku Bis, aku gak bermaksud
buat kamu kerepotan kayak gini. Aku cuma mau kamu benar-benar tepatin
janji kamu dan berusaha adil dalam hal apapun sama aku juga Franda.."
Dina membatin iba melihat Bisma yang sepertinya memang sangat kelelahan.
**
"Ayah jangan pelgi.. Ayah bobo disini aja sama Ais. Ayah ga boleh
pelgi.." Elfaris menahan lengan Bisma saat hendak beranjak
meninggalkannya.
Bisma membuang nafas berat. Ia kembali mendekati Elfaris dan duduk ditepi tempat tidur jagoan kecilnya itu.
"Ayah gak kemana-mana ko. Ais bobo lagi ya? Ayah temenin Ais disini.
Ayah gak akan pergi.." ujar Bisma mengelus rambut Elfaris lembut.
Elfaris mengangguk. Ia memejamkan kedua kelopak matanya lagi. Jemari
kecilnya memegang tangan Bisma, rupanya ia benar-benar takut
ditinggalkan sendirian oleh sang ayah.
"Kasihan kamu sayang, pasti gak enak banget ya sakit kayak gini?"
Bisma tersenyum miris melihat wajah Elfaris yang pucat dan tampak lemas.
Tak lama Dina beranjak dari tempatnya. Sedari tadi ia memang berdiri
diambang pintu kamar Elfaris. Memandang dari jauh apa yang dilakukan
Bisna terhadap putra kecilnya.
"Sebenarnya bunda pingin temenin Ais. Bunda ingin rawat Ais yang
lagi sakit. Tapi hati bunda juga lagi sakit sayang. Maafin bunda Dina
yah? Bunda gak bisa temani Ais dulu.." Dina membatin lirih. Ia menyeka
ir mata yang hampir saja keluar membasahi pipinya.
Dina beranjak. Ia keluar dari kamar Elfaris dan membiarkan Bisma tetap disana bersama Elfaris.
**
"Maafin aku yah?" tiba-tiba Bisma masuk menghampiri Dina didalam kamarnya.
Dina menoleh. Wajahnya sedikit basah akibat air matanya yang terus ia biarkan mengalir bebas.
"Aisnya baru tidur dan baru bisa aku tinggal. Aku gak bermaksud
lupain kamu Din.. Aku harap kamu bisa ngerti, maaf kalau aku jadi
abaikan kamu kayak gini.." Bisma kembali berujar. Ia melangkah mendekati
Dina.
Namun lagi-lagi Dina malah diam. Ia memalingkan wajahnya seolah tidak mau melihat wajah Bisma.
"Jangan marah dong. Aku kan udah minta maaf. Sekarang aku udah disini, Franda aku tinggalin dirumah Rafael.
Kamu jangan marah lagi ya, hem?" Bisma meraih bahu Dina dan memutarnya agar Dina mau menatap dirinya.
Dina mendongakan wajahnya. Ada sesikit rasa takut terlihat dari raut
wajahnya itu. Tubuh Bisma kemudian ia peluk, ia mendekapn tanpa
mengeluarkan kalimat. Hanya air mata saja yang ia keluarkan akan
kepedihan yang dirasakannya ini.
"Aku tau aku salah Din.
Gak semudah itu ternyata memiliki dua istri.
Kamu jangan berfikir yang macam-macam yah? Aku tetep sayang kamu ko,
kamu itu tetp bagian dari hidup aku. Maafin aku sayang.." Bisma
membalas dekapan Dina. Memeluknya erat seraya sesekali mngecup pundak
dan mengelus rambut panjang Dina. Memberikan kehangatan serta kenyamanan
untuk Dina agar bisa lebih tenang.
"Besok katanya pingin ke Bandung, mau aku antar gak, hem?" Bisma
bertanya lembut. Ia melepaskan dekapannya. Menyingkirkan sedikit poni
lurus Dina yang menghalangi wajah cantik istrinya itu.
"Tapi gimana sama Franda? Dia pastii..?"
"Gak papa ko sayang, Franda nanti aku kasih tau. Elfaris kita ajak,
sekalian kita kerumah mamah. Katanya mamah sama papah kangen pingin
ketemu Ais.." jelas Bisma tersenyum berkata dengan lembutnya.
"Tapi nanti kita nginap disana ya? Aku kangen berdua sama kamu Bis.
Disana kita ada Vila juga kan? Kita berlibur beberapa hari disana. Aku
bosan disini Bis.
Please satu atau dua hari aja, yah? Setelah ituu..."
"Jangan sekarang sayang, usia kandungan Franda udah sembilan bulan.
Dokter bilang tinggal mengitung hari untuk menunggu kelahiran bayinya.
Please jangan sekarang ya? Kita di Bandungnya cuma sehari aja, itu pun
gaka sampai nginep. Aku harap kamu mau ngerti Di. Aku gak bermaak..."
"Emang yah, kayaknya cuma Franda aja yang lebih kamu fikirkan. Kamu
gak pernah mau mikirin aku!" Dina menepis tangan bisma ketus.
"Dina maksud aku gak gitu. Aku cuma takut nanti terjadi apa-apa sama Franda kalau aku tingg.."
"Udah deh! Malas aku debat sama kamu. Mending kamu gak usah pulang
aja. gak usah temui aku, gak usah antar aku, dan GAK USAH dekat sama aku
lagi! NGERTI?" Dina tampak emosi. Ia mendorong tubuh Bisma kesal lalu
beranjak keluar dari kamarnya.
"Din maksud aku tuh gak kayak gitu sayang .." Bisma menatap lirih sosok Dina yang sudah berlalu meninggalkannya.
Tubuhnya seketika menjadi lemas mendapati sikap Dina yang tiba-tiba menjadi pemarah dan pencemburu seperti ini.
"Aku harus gimana lagi sih? Kayaknya apapun yang aku lakukan akan
tetap salah. Ya allah tolong aku.." Bisma memejamkan matanya. Kedua
tangannya mengusap rambutnya berat. Ingin sekali rasanya ia berteriak
dan keluar dari permasalahan sulit yang menimpa dirinya ini.
Sementara itu..
Franda rupanya masih tetap setia menunggu Rafael. Ia sampai terlelap
disamping kakak kandung satu-satunya itu. Posisinya sendir tengah duduk
dan hanya menopang kepalanya saja pada tepian tempat tidur.
"Duhh.. Aku ko bisa sampai ketiduran sih?" Franda terkejut dan
segera membuka kesua kelopak matanya. Ia membenarkan posisi duduknya.
"Kayaknya Cocoh udah lelap banget. Cepet sembuh ya Coh, Nda akan
terus temenin Cocoh disini.." ujarnya tersenyum kecil melihat wajah
Rafael yang sudah terlelap.
Franda menarik selimut tebal didekatnya, ia lalu menyelimuti tubuh Rafael sang kakak dengan selimut tersebut.
"Aduuh, kayaknya calon keponakan kedua Cocoh ini kontraksi terus
dari tadi. Udah gak sabar pingin keluar kali dia ya? Iya ya sayang?"
tiba-tiba Franda sdikit merintih merasakan pergerakan aktif bayi didalam
perutnya. Ia tersenyum kecil dan mengelus perut buncitnya itu.
"Kalau mau lahir, tunggu ayah ada disini ya sayang? Tunggu ayahnya
ada sama kita. Biar bunda gak takut.. Bunda gak mau kalau harus
mengalami hal yang serupa seperti saat kakak kamu lahir dulu. Bunda
pingin ayah ada disamping kita. Biar dia bisa saksiin sendiri kelahiran
kamu nanti.." Franda bergumam penuh harap seraya terus menatap perut
buncitnya dan mengelusnya penuh kasih sayang.
**
Pagi ini cuaca masih terlihat mendung. Namun raut wajah Dina justru
tampak cerah dan berseri. Ia memasuki kamar Elfaris penuh semangat dan
rasa senang.
"Duuh jagoan kesayangan bunda udah siap belum niihh?" ujarnya bertanya lembut menghampiri Elfaris.
"Udah dong buun. Tapi kita benelan akan kepuncak kan? Ke Vila ayah
yang disana? iya kan buun?" Elfaris bertanya antusias. Demam yang sudah
menurun membuatnya kembali ceria seperti Elfaris yang biasanya.
"Iya sayang. Nanti kita kepuncak. ke Vila ayah, lalu kita ke
perkebunan teh milik ayah yang ada disana. Kita naik kuda sambil
main-main diperkebunan. Pokoknya nanti kita seneng-seneng.." jelas Dina
tersenyum lebar sambil mengelua poni hitam Elfaris.
"Asiikk naik kuda. Yeeeee belati Ais bisa dadi koby lagi. Ntal
mampil ke kebun stobeli juga ya buun. Buat metik stobelinya.." Elfaris
bersorak senang antusias.
Dina mengangguk setuju. Mengiyakan apa yang diinginkan oleh jagoan kecil kesayangannya itu.
"Lihat Bis, Ais aja begitu seneng.. Makasih ya? Kamu emang suami
paling baik yang pernah aku miliki. Makasih sayang..." Dina membatin
senang.
**
"Bis, bayinya makin sering kontraksi. Perut aku juga kadang kerasa
sakit. Kamu kesini ya? Aku takut.. Kamu cepetan kesini.. Jangan
lama-lama. Aku tunggu.."
Setelah mengetik pesan singkatnya untuk Bisma, akhirnya Franda mengirim pesan tersebut melalui BB miliknya kepada Bisma.
"Semoga kamu cepet baca sms yang aku kirim. Dari tadi nomor kamu
diluar jangkauan terus, BBM juga pending. Aku takut Bis.. Perut aku udah
kerasa terus, aku juga jadi sering bolak-balik kamar mandi karna pingin
buang air terus dan mulas. Aku gak berani cerita sama Cocoh, aku takut
dia jadi cemas dan kondisinya drop lagi. Cepet pulang yah, Nda
mohoon..." Franda membatin penuh harap. Ia juga sesekali merintih
seperti menahan rasa sakit. perutnya terkadang ia cengkram pelan akibat
rasa sakit tersebut.
Bersambung....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Nggak Komentar, Nggak Kece :p