Setelah menempuh perjalanan Bandung-Jakarta yang tidak terlalu
membutuhkan waktu lama. Akhirnya Dina dan jagoan kecil yang sangat
disayanginya itu pun tiba dirumah mewah yang menjadi tempat tinggalnya
bersama Bisma dan Franda. Ia diantar oleh Dicky adik Dina satu-satunya.
Lelaki bertubuh tidak terlalu besar itu begitu baik hingga mau
mengantarkan kakak dan keponakan tirinya pulang ke Jakarta.
"Dicky gak mampir dulu yah kak, Dicky mau langsung pulang ke Bandung lagi.
Kakak hati-hati disini, jaga kesehatan kakak juga.
Mmuach, Dicky sayang kakak.." Dicky mengecup pipi Dina yang tengah
menggendong Elfaris itu. Wajahnya entah kenapa seperti yang sangat
enggan jika harus mampir dan beristirahat sejenak dirumah milik suami
dari kakaknya itu.
"Yaudah kalau emang gak mau mampir. Nanti dijalan jangan ngebut. Titip salam kakak buat tante di Bandung sana yah?
Kakak juga sayang kamu, muach! Hati-hati Ky.." Dina berujar begitu
lembut. Ia mengecup pipi Dicky sebelum akhirnya Dicky masuk kembali
kedalam mobil sedan putihnya.
Dicky hanya mengangguk kecil meng-iyakan. Ia sama sekali tidak
mempedulikan Elfaris yang memandangnya tanpa kedip. Bocah tampan itu
berharap sapaan kecil dari Dicky yang sejak tadi tidak didapatnya.
"Hey, ko anaknya bunda malah bengong cih? Ais kenapa sayang, hem?"
tiba-tiba Dina membuyarkan lamunan jagoan kesayangannya itu. Menepuk
pipi Elfaris pelan hingga bocah tampan itu menoleh menatapnya.
"Ais kenapa? Ko Ais malah bengong sayang?" tanyanya lagi. Elfaris
masih tetap diam. Ia mengalihkan pandangannya menatap mobil Dicky yang
mulai melaju pergi.
"Om Iki ko gak pamit sama Ais bun? Tlus om Iki juga enggak mau
bicala sama Ais. Om Iki benci Ais yah? Om Iki pasti ga suka sama Ais.."
pertanyaan yang begitu bertubi Elfaris lontarkan dengan polosnya.
seketika wajahnya berubah menjadi sedih mengingat sikap dingin Dicky
terhadapnya tadi.
"Om Dicky nya mungkin lagi buru-buru sayang. Yaudah yuk kita masuk?
Ais gak boleh punya fikiran yang macem-macem. Yuk masuk? Ayah sama
bunda Franda pasti udah nunggu.." ujar Dina mengalihkan pembicaraannya.
Baginya mungkin sikap Dicky memanglah cuek seperti itu.
Elfaris pun mengangguk kecil meng-iyakan. Meski dirinya masih dibuat
bingung akan sikap Dicky tadi. Tapi kebingungannya itu tidak berangsur
lama, terlebih saat Dina menyebutkan kalimat ayah dan bunda. Rasanya
bibirnya langsung saja tersenyum kala mengingat dua sosok yang sangat
berarti dalam hidupnya itu.
Dina segera berlalu masuk kedalam rumahnya. Elfaris sendiri masih
tetap setia digendongnya. Ia memang sangat menyayangi Elfaris seperti
menyayangi putra kandungnya sendiri. Apapun demi kebahagiaan Elfaris
pasti akan Dina lakukan. Termasuk pulang cepat dari Bandung menuju
Jakarta. Ia pun rela melakukannya meski harus meminta bantuan Dicky
untuk mengantarnya.
**
"Ayo dong Nda, obatnya dimakan dulu. Susunya juga sekalian, biar
bayinya sehat sayang, trus kamunya juga sehat. Ayo?" Bisma rupanya
tengah membujuk Franda. Ia duduk disamping istrinya yang tengah duduk
seraya menonton acara televisi.
"Aku bisa ambil sendiri ko Bis, kamu gak usah terlalu berlebihan.
Aku masih bisa sendiri, kalau cuma minum obat sama buatin susunya, aku
masih bisa.." jelas Franda sedikit geram akan perlakuan Bisma yang
membuatnya risih karna terlalu berlebihan padanya.
"Ya kan sekalian, udah tinggal diminum aja, gak usah pake marah bisa kan, hem?
Ibu hamil itu gak boleh marah-marah terus tau, nanti malah jadi cepeet.."
"Cepet apa?" Franda langsung mendelik ketus.
Bisma terkekeh, ia menghentikan ucapannya. Wajah Franda saat
mendelik menatapnya begitu lucu, baru kali ini ia melihat sifat Franda
yang selalu saja sensitif padanya.
"Ibu hamil tuh beda yah?
Selain suka marah-marah, ternyata lumayan galak juga.." ujar Bisma tiba-tiba.
"Maksud kamu?" lagi-lagi Franda mendelikkan matanya menatap Bisma.
"Hehe becanda ih, becanda suer.." Bisma tertawa kecil melihat ekspresi Franda yang hendak mulai emosi lagi.
"Gak lucu tau gak! Gak usah becanda deh! Aku lagi gak mau becanda!"
ketus Franda sebal. Ia memalingkan wajahnya tanpa mau menatap Bisma
lagi.
Bisma hanya menutup mulutnya menahan tawa. Ia kemudian mendekatkan
posisi duduknya. Kedua tangannya pun tak lama hinggap dipinggang Franda.
Melingkar disana dengan dagu yang menopang tepat dipundak Franda.
"Anaknya ayah lagi apa yah?" ujarnya pelan. Ia menatap perut datar Franda seraya mengelusnya dari belakang.
Franda yang tadinya tengah marah pun akhirnya hanya diam. Ia merasakan sentuhan yang begitu lembut diatas perut datarnya.
"Bayinya masih kecil ya Nda?
Kalau udah besar pasti kerasa kalau dia nendang-nendang. Aku jadi
inget waktu Dina hamil dulu.." Bisma masih asik mengelus perut datar
Franda. Kepalanya kini ia turunkan dari pundak Franda. Mendekati perut
datar Franda dan tepat berada didepan perut datar Franda.
Franda hanya tersenyum melihat apa yang Bisma lakukan padanya.
"Anaknya ayah lagi apa sayang? Pasti lagi bobo yah?
Ayah disini gak sabar nunggu kelahiran kamu.
Cepat besar yah, cepat lahir juga, biar bisa ayah gendong.
Mmmuuuuach! Ayah sayang kamu nak, saangat sayang kamu.." Bisma mengecup
perut datar Franda. Menempelkan telinga dan pipinya diatas perut Franda.
Ia rupanya sangat ingin tahu apa yang tengah dilakukan calon buah
hatinya didalam rahim Franda.
Lagi-lagi Franda hanya bisa tersenyum kecil. Kedua bola matanya
sedikit berkaca mendapat perlakuan yang begitu istimewa dari Bisma. Ia
benar-benar beruntung bisa memiliki suami seperti Bisma.
"Andai hanya aku saja istri kamu Bis..
Andai hanya aku yang menjadi milik kamu..
Aku gak tahu betapa bahagianya aku jika hal itu terjadi.
Aku pasti sangat-sangat bahagia. Aku pasti bahagia Bis memiliki
suami seperti kamu.." Franda membatin lirih. Wajah Bisma dipandangnya
begitu pilu. Ia mengingat sosok Dina yang masih menjadi istri pertama
Bisma. Hatinya menjadi semakin sakit jika mengingat kehadiran Dina,
karna dirinya sendiri memang berada ditengah antara Bisma dan Dina.
"Mudah-mudahan bayinya nanti perempuan yah? Aku pingin banget punya
anak perempuan. Biar nanti bisa dijagain sama Ais. Elfaris kan udah
laki-laki. Biar sepasang Nda." Bisma kembali berujar. Pandangannyta kini
menatap wajah Franda, namun lengannya masih tetap asik mengelus perut
datar Franda.
"Aku juga berharap bayinya nanti perempuan. Semoga saja yah? Semoga
apa yang kamu inginkan bisa terwujud.." balas Franda pelan. Nada
bicaranya kini tidak ketus lagi. Bisma mengangguk dan melemparkan
senyuman manisnya. Kepalanya kembali ia taruh diatas perut datar Franda.
Entah apa yang tengah ia lakukan, baginya itu cara terbaik untuk
mendekatkan dirinya dengan calon buah cinta keduanya.
"Ya Tuhan.. Kenapa aku bisa terjebak didalam masalah yang serumit ini?
Jujur aku bahagia Bis bisa kasih kamu keturunan lagi.
Aku bahagia bisa kasih apa yang kamu inginkan yang gak bisa Dina berikan buat kamu.
Tapi aku takuut..
Aku takut semua ini menyakiti perasaan Dina.
Aku yakin dia pasti akan sedih Bis..
Aku sangat yakin itu.." Franda kembali membatin lirih. Sosok Dina
istri pertama Bisma seolah muncul difikirannya. Entah terbuat dari apa
perempuan cantik bermata sipit ini. Ia begitu peduli terhadap perasaan
orang lain, termasuk Dina.
**
"Ini makan malamnya udah aku siapin. Eja mau makan yang mana? Udah
aku siapin banyak nih, dimakan yah?" kamu menyodorkan beberapa piring
makanan yang telah kamu siapkan tadi, menaruhnya diatas meja agar bisa
segera dinikmati oleh Reza suamimu.
Reza sendiri hanya diam. Ia tidak menyangka sikapmu bisa menjadi
selembut dan seperhatian ini padanya. Sesekali bibirnya tersenyum kecil,
perutmu yang sudah terlihat mulai membesar pun dipandangnya tanpa
henti. Sungguh merasa bahagia sekali Reza saat ini.
"Nasinya aku ambilin yah? Sekalian sama minumnya juga. Eja pasti
capek banget, pokoknya Eja harus makan banyak. Biar sehat.." kamu
kembali berujar. Kamu mengambilkan Reza nasi diatas piring makannya.
Menyendokinya beberapa macam makanan kesukaan Reza. Kamu benar-benar
menjadi istri idaman Reza saat itu juga.
"Makannya sambil Eja pangku yah? Nanti Eja suapin. Kita makan
berdua.." pinta Reza tiba-tiba. Matamu seketika membola kaget mendsengar
keinginan suamimu itu.
"Tapi gimana sama ini? Udah mulai gede loh Ja, nanti Eja bisa
berat.." kamu melirik perutmu yang memang mulai terlihat membuncit.
Reza hanya terkekeh. Ia beranjak dari duduknya. Mendekat kearahmu lalu merubah posisinya menjadi setengah membungkuk.
"Kayaknya jagoan papah udah besar aja. Tapi papah masih kuat ko buat
pangku kamu sama mamah, gendong kalian aja papah kuat.." ujar Reza
seraya mengelus perutmu. Kamu hanya tersenyum kecil melihat apa yang
dilakukan oleh suamimu itu.
"Makannya disana aja yuk? Kita maun suap-suapan. Nanti (nama kamu)
Eja suapin. Tapi duduk dipangkuan Eja. Eja pengen lebih deket lagi sama
istri dan calon anak Eja.
Eja kan sekarang udah banyak luangin waktu dirumah buat (Nama kamu)
juga calon anak kita. Jadi Eja gak mau sia-siain kesempatan ini." jelas
Reza pelan nan lembut. Kedua bola mata beningnya menatap lekat matamu.
Kamu seolah tersihir oleh keinginan suamimu ini. Kepalamu mengangguk
kecil tanda setuju. Tak lama kamu pun beranjak dari dudukmu. Reza
menuntunmu perlahan menuju sofa panjang diruang tengah yang ukurannya
lebih pas dan nyaman jika untuk kalian duduki.
"Makanannya Eja yang bawa, pokoknya kita romantisan. Biar anak kita
tahu kalau papah sama mamahnya ini sangat romantis. Iya kan sayang?
Muach, papah sayang kamu nak.." sambil berjalan menuntunmu Reza masih
sempat-sempatnya mengecup perutmu yang mulai membesar itu. Bibirmu tak
henti tersenyum mendapatkan perlakuan istimewa dari Reza.
"Ternyata Reza itu sosok suami yang sangat baik. Selama ini aku
terlalu egois. Aku selalu ingin dimengerti oleh Reza tanpa mau mengerti
dia.
Maafin aku ya Ja, maafin (nama kamu). Aku janji akan berusaha
mengerti Eja dan menjadi istri terbaik buat Eja. Aku janji.." batinmu
yakin dengan seuntai senyum yang terus tersirat dari bibir tipismu.
**
"Bis.."
"hmm.."
"Bisma.."
"Iya sayang, ada apa, hem?" Bisma membalikkan tubuhnya menghadap perempuan cantik yang kini tengah berbaring disamping kanannya.
"Aku.. Akuu"
"Muach! Kamu kenapa sih? Ko malah gugup gitu?" Bisma malah mengecup bibir perempuan cantik yang ternyata Dina itu sekilas.
"Issh jahil! Enak aja maen cium-cium!" ketus Dina risih. Ia mengusap
bibir tipisnya yang tadi sudah dicuri satu kecupan oleh suaminya.
Bisma kemudian merubah posisinya menjadi menyender pada tempat
tidurnya. Dina sendiri langsung ikut merubah posisinya. Menaruh
kepalanya diatas dada Bisma yang menjadi bantal untuk kepalanya.
"Aku boleh bicara sesuatu?" tanya Dina tiba-tiba.
"Tanya apa?" Bisma bertanya balik. Tangan kirinya kini asik memainkan helaian rambut panjang milik Dina.
"Enggak jadi deh.." Dina mengurungkan niatnya. Kening Bisma mengerut. Ia menatap bingung sikap aneh Dina.
"Isshh.. Jangan lihatin aku kayak gitu ish!" Dina menjauhkan wajah Bisma risih.
"Ya abis tadi katanya mau tanya, tapi malah gak jadi. Emang mau
tanya apa sih? Jujur aja kenapa, hem?" Bisma melingkarkan kedua
tangannya diperut Dina. Memeluk tubuh istrinya itu dari belakang.
Bibirnya sendiri tidak tiggal diam, ia malah mengecupi leher jenjang
Dina membuat perempuan cantik itu geli dan tertawa karna ulahnya.
"Haha Bisma geli ih! Kamu tuh apa-apaan sih? Ahaha Bisma geli!" Dina
mencoba melepaskan lengan Bisma yang mendekapnya semakin erat. Mencoba
menjauhkan lehernya dari serangan kecupan-kecupan Bisma. Tawa kecil pun
terus keluar dari mulutnya, tawa yang begitu lepas dan memang selalu
dirasakannya bila sudah bersama dengan Bisma.
"Aku gak bakalan berhenti sebelum kamu bicara jujur. Ayo makanya
jujur, hem? Mau jujur gak nih? Muach-muach-muach!" Bisma kembali
mengecupi leher Dina. Kini pipi Dina bahkan menjadi sasaran berikutnya.
Kedua tangannya pun menggelitik kecil perut Dina, membuat perempuan
cantik itu semakin tak kuasa menahan tawa akibat geli.
"Ahaha, haha. Iya-iya.. Iya aku jujur, ahaha.. Tapi udah dong.. Haha udah Bisma! Issh geli tau!"
"Haha jelek! Kalau ngambek jelek ih.. Aku cium juga nih?"
"Gak mau! Bosen diciumin kamu terus. Mending dicium Ais aja, ble':p"
"Loh? Ko bosen sih? Emang udah gak sayang lagi sama aku hem? Atau udah gak cinta lagi?"
"Enggak. Aku cintanya sama Ais aja, aku juga mau sayang sama Ais aja, gak mau sama kamu terus, ble':p"
"Isshh ko gitu? Gak bisa dong.."
"Ahaha becanda tau.. Isssh dasar Bisma jeleek.. Aku tetep sayang ko sama kamu."
"Serius?"
"He'em.."
"Yaudah kalau gitu tadi mau tanya apa? Jujur aja. Aku gak mau kalau ada yang ditutup-tutupin.."
"T..tapi Bis? Aku tuh beneran.."
"Jujur aja sayang.. Gak papa ko. Ya?"
sejenak Dina pun menjadi diam. Ia memandang wajah Bisma. Entah
apakan ia sanggup untuk berkata jujur. Hatinya kini diliputi ketidak
beranian untuk mengungkapkan sesuatu yang berkecamuk didalam hatinya.
"Jujur aja. Aku gak akan marah ko.." ujar Bisma lagi. Dina menghela
nafasnya berat. Entah berani atau kan tidak ia berbicara jujur pada
suaminya itu.
**
"Bun, Ais gabisa tidul.." Elfaris membalikkan tubuhnya menghadap
Franda. Saat ini dirinya memang tidur dikamar Franda untuk menemani sang
bunda.
Namun tidak ada jawaban disana, Elfaris memandang wajah bundanya yang rupanya sudah terlelap sejak tadi.
"Bunda ko udah bobo? Padahal Ais gabisa bobo. Ais gabisa tidul, mata
Ais gamau melem.." Efaris berucap polos. Ia merubah posisinya menjadi
duduk. Memandangi wajah sang bunda yang terlihat lelah dengan segala
penah dan cobaan kehidupan yang menimpanya.
Tiba-tiba mata sipit Elfaris melirik perut datar Franda yang tidak tertutupi selimut.
"Ayah bilang sebental lagi Ais mau punya adik, tlus dede bayinya
masih ada dipelut bunda. Belati dede bayinya sekalang udah tidul. Bunda
juga kan lagi tidul.." pikirnya benar-benar polos. Ia menarik selimut
tebalnya menutupi tubuh Franda agar tertutup hingga bagian dada.
Elfaris kembali berbaring disamping Franda. Meski kedua kelopak
matanya tidak mau terpejam, tapi ia berusaha berbaring menemani
bundanya.
"Ais sayang bunda. Ais gak akan bialin siapapun sakitin bunda.
Bunda itu segalanya buat Ais.
Pokoknya Ais akan telus jagain bunda. I Love You bun.. Ais sayang
bunda.." Elfaris mengecup pipi putih Franda, tangan kecilnya mencoba
memeluk tubuh bunda tercintanya yang tetap terlelap itu. Ia menempelkan
kepalanya dengan kepala Franda. Kedua matanya sesekali ia tutup lalu
dibukanya lagi. Bibirnya pun tersenyum sendiri kala memandang wajah sang
bunda dari dekat.
"Bunda Ais cantik. Mukanya milip ayah. Tapi Ais lebih milip ayah..
Hihi Ais seneng punya bunda kayak bunda. Pokoknya Ais sayang sama bunda,
mmuuuah-muah! Ais sayang bunda.." Elfaris kembali mengecup pipi Franda.
Kelopak matanya berusaha ia pejamkan. Tangan mungilnya pun terus
memeluk tubuh Franda tanpa mau melepaskannya.
Hingga akhirnya ia pun terlelap disamping Franda masih dengan posisi yang serupa yaitu memeluk Franda.
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Nggak Komentar, Nggak Kece :p