Rabu, 01 Januari 2014

Diantara Tiga Cinta #Part 34

Sosok bocah tampan bermata sipit ini rupanya sudah terlihat sangat rapi dengan pakaian santainya. Ia mengenakan kaos hijau berkerah dengan sedikit corak garis putih biru lurus diantara kaos tersebut. Celana coklat pendek pun dikenakannya. Tak lupa ia juga menggenggam sebungkus permen pemberian sang ayah tadi.


"Nah, udah ganteng. Sekarang, kita tinggal berangkat. Ayo sayang?" Dina menurunkan tubuh bocah kecil itu dari atas tempat tidurnya. Setelah ia pakaikan pakaian dengan rapi, tubuh Elfaris diturunkannya, diajaknya keluar untuk menemui Bisma yang sudah menunggunya didepan.

"Bilang maaf sama mamah papah ya Din karna aku gak bisa ikut ke Bandung. Titip Ais juga yah? Kalau dia nakal, marahin aja gak papa.
Pokoknya Ais gak boleh nakal, meski bunda gak ikut, tapi bukan berati gak ada yang awasin Ais. Masih ada ayah sama bunda Dina yang akan ngawasin Ais. Bunda minta maaf gak bisa ikut. Hati-hati ya sayang, mmuach bunda sayang Ais.." Franda mengecup pipi Elfaris. Ia menghentikan langkahnya tepat didepan kamar Elfaris. Memberikan pesan serta meminta maaf karna hari ini ia tidak bisa ikut pergi ke Bandung bersama Dina dan Bisma.

"Ais sebenalnya sebel sama bunda. Tapi Ais gak bisa benci bunda. Maafin Ais ya bun, Ais halus tinggalin bunda. Ais halus ikut ayah sama bunda Dina. Ais juga kangen sama Oma Opa. Bunda baik-baik disini, ental pulangnya Ais bawain oleh-oleh.." Elfaris berujar dengan begitu polosnya. Bibir Franda dan Dina seketika tersenyum lebar. Sangat pintar sekali bocah tampan ini.

"Gak perlu khawatir ya Fran, Ais pasti baik-baik aja ko. Harusnya kamu ikut. Mamah sama papahnya Bisma pasti nanyain kamu nanti. Kenapa gak ikut sih, hem?" Dina mendekati Franda. Mengelus puncak kepala Elfaris yang masih berdiri dihadapan bundanya itu.

"Aku gak papa ko, aku emang gak bisa ikut aja. Pokoknya aku titip Ais, titip salam juga buat mamah papah yah? Sebelumnya makasih Din.." jelas Franda sedikit menyembunyikan kekesalannya dan apa yang dirasakannya hari ini.

"Iya nanti aku sampein. Yaudah aku berangkat ya? Bisma udah nungguin diluar. Ayo sayang kita berangkat? Bye Fran.." pamit Dina segera menuntun tangan mungil Elfaris dan melangkahkan kakinya keluar dari kamar.

"Hati-hati Din.." balas Franda tersenyum kecil menatapi kepergian jagoan kecilnya juga istri pertama dari suaminya itu.

"Kasian bunda, pasti bunda gak mau ikut gala-gala belantem sama ayah tadi.." Elfaris menoleh sekilas, matanya menatap lirih wajah cantik bunda tercintanya itu. Kedua kakinya pun semakin jauh melangkah meninggalkan Franda. Membuntuti langkah Dina untuk segera menemui sang ayah yang sudah menunggunya diluar sana.



**
"Dasar egois! Udah dari kemaren marah-marah terus, diajak kedokter gak mau, diajak ke Bandung juga gak mau, Franda tuh sebenernya kenapa sih? Bikin emosi aku naik aja!" Bisma menggerutu kesal didalam hatinya. Ia memberhentikan mobil sedan hitam yang tengah dikemudikannya. Setelah menempuh perjalanan yang cukup lama. Akhirnya ia juga Dina dan Elfaris tiba dirumah kedua orang tuanya di Bandung.

"Ayaaaah.." Elfaris memanggil dengan nada suara manjanya. Sejenak raut wajah Bisma yang semula kesal pun menjadi tersenyum senang melihat jagoan kecilnya itu.

"Ais udah bangun sayang? Yuk kita keluar sama ayah. Kita udah sampai nih.." ujarnya lembut diiringi senyum. Bisma keluar dari mobilnya. Beranjak membukakan pintu mobil untuk Elfaris dan Dina sang istri.

"Ais ko ketidulan sih yah? Pelasaan tadi Ais enggak tidul deh.." ucap Elfaris polos. Ia mengucek kedua mata sipitnya. Dina dan Bisma hanya terkekeh melihat wajah nan suara polos bocah tampan itu.

"Masa sih Ais enggak sadar? Dari tadi tangan bunda sampai kesemutan nih Ais tidurin.. Ternyata Ais nya malah enggak ingat.." Dina terkekeh lucu.

"Hihi, belati Ais lupa bun.." Elfaris ikut tertawa polos.

"Yaudah. Sini Ais sama ayah, kasihan bundanya pasti pegel dari tadi pangku Ais terus. Sini sama ayah sayang, uhhh anak ayah udah besar ternyata. Badannya berat. Oma sama opa pasti gak akan kuat nih kalau gendong Ais, uuhhh" Bisma mengulurkan kedua tangannya. Meraih tubuh mungil Elfaris dan beralih menggendongnya.

"Bunda bilang juga Ais itu belat yah, makanya kalau bunda gendong Ais gak mau, kan Ais udah besal.." ujar Elfaris lagi-lagi mampu membuat Bisma dan Dina terkekeh.

"Iya, makanya harusnya Ais tuh udah punya adik. Udah pas banget kalau kamu dikasih adik sayang. Tapi bunda kamu susah diajak komprominya. Sekarang dia malah marah-marah terus. Hufh.." Bisma membatin. Ia membuang nafasnya berat saat mengingat sosok Franda yang akhir-akhir ini selalu bersikap ketus padanya.

Bisma dan Dina pun akhirnya melangkahkan kakinya menuju pintu utama. Berjalan dengan langkah beriringan seraya sesekali bercakap kecil. Senyum serta raut wajah mereka tampak begitu bahagia. Tidak sedikitpun raut kesedihan mereka tunjukkan. Keduanya sama-sama mampu mengubur kesedihan itu menjadi senyum kebahagiaan. Dina dan Elfaris juga terlihat seperti seorang ibu dan anak kandungnya. Elfaris sangat menyayangi Dina, begitu pun dengan Dina yang sangat-sangat menyayangi Elfaris melebihi apapun.




**
"Huueeek-huueee!!"

Franda sedari tadi terus saja memuntahkan cairan bening dari mulutnya. Wajahnya terlihat sangat pucat. Tubuhnya yang lemas sampai membuatnya tak mampu untuk berdiri lagi. Tubuh Franda terkulai lemas diatas lantai kamar mandi rumahnya itu.

"Ya Tuhan.. Ko makin mual gini sih? Huueek!
Kepala aku juga makin pusing.. Sebenarnya aku itu kenapa? Gak biasanya perut aku gak enak gini.." fikir Franda bingung akan apa yang terjadi padanya.

Tak lama ia kemudian mencoba beranjak. Keluar dari kamar mandinya meski langkahnya sangat pelan karna kondisinya sangat lemas.

Franda duduk mendekati tempat tidurnya. Tiba-tiba pandangannya terhenti saat melihat layar BB nya yang berdering tanda panggilan masuk.

Ayah Bii Calling...

"Bisma? Mau apalagi sih dia? Gak tahu apa kalau istri lagi mual-mual terus! Pake acara nelpon segala lagi!" ketusnya sebal. Entah kenapa emosinya kembali memuncak saat melihat panggilan masuk dari suaminya itu.

Franda meraih BB hitamnya. Ia menekan tombol merah kemudian melempar BB tersebut begitu saja. Menjauhkan dari dirinya karna kepalanya terasa semakin pusing mendengar suara dering BB tersebut.

"Astaga di riject! Sebenarnya mau kamu apa sih Nda? Udah sering marah tanpa sebab, diajak ke Bandung gak mau, sekarang suami nelpon malah diriject, gak tau apa kalau aku khawatir banget sama kamu" Bisma mendengus kesal. Ia kembali menekan tombol hijau pada BB nya untuk melakukan panggilan terhadap Franda. Bisma sampai berulang-ulang melakukan hal tersebut karna Franda terus saja meriject panggilan telpon darinya.

Hingga akhirnya, dengan nada ketus dan kesal, suara perempuan cantik itu pun terdengar diseberang telpon sana.

"Mau apalagi sih? Ini tuh udah malem tau gak! Kamu mau buat aku gila yah? Aku tuh mau istirahat Bis, tapi kamu malah telponin terus. Kalau lagi di Bandung yaudah di Bandung aja. Gak usah deh nelpon-nelponin terus!" bentaknya kesal penuh emosi.

Bisma hanya diam. Hatinya terasa sedikit lega saat mendengar suara Franda lewat BB yang digenggamnya itu.

"Aku khawatir sama kamu Nda, perasaan aku gak enak banget. Fikiran aku gak tenang. Aku khawatir sama kamu, kamu gak papa kan disana?" Bisma berujar pelan nan lembut.

Sejenak Franda pun langsung diam saat mendengar suara halus yang begitu dapat menenangkan hatinya.

"Aku sekarang lagi dijalan. 30menit lagi aku sampai di jakarta. Aku gak bisa tinggalin kamu lama-lama. Aku cemas Nda, aku benar-benar khawatirin keadaan kamu. Satu jam setelah sampai di Bandung aku langsung kembali pulang. Elfaris sama Dina aku tinggal disana. Aku benar-benar cemas, aku khawatirin kamu terus Nda.." ujarnya lagi. Kini nada suara Bisma terdengar lebih pelan dan lirih.

Air mata Franda sejenak tak dapat dibendungnya lagi. Fikiran negatif serta emosi yang terus diberikannya kepada Bisma justru dibalas dengan perhatian dan kecemasan yang teramat sangat mendalam. Ia menunduk, dua sungai kecil itu kini sudah mengalir bebas membasahi kedua pipi putihnya.

"Hiks, maafin akuu.." ujar Franda terisak. Bisma sampai ikut meneteskan air mata mendengar suara parau istrinya itu. Ia seolah dapat merasakan apa yang dirasakan istrinya saat ini.

"Jangan kemana-mana yah? Sebentar lagi aku sampai, aku nyetir mobilnya ngebut ko, tunggu aku dirumah, nanti kita kerumah sakit yah? Aku gak mau kamu bantah lagi. Aku tahu kamu tuh lagi sakit Nda. Pokoknya sekarang kamu istirahat. Jangan nangis, aku pulang sebentar lagi, tinggal beberapa menit lagi aku tiba disana. Tunggu ya sayang.." Bisma berujar pelan dan penuh kelembutan. Ia kemudian mengakhiri sambungan telponnya agar bisa cepat tiba dirumahnya. Franda sendiri semakin terkulai lemas. Ia benar-benar merasa bodoh karna sedari tadi yang dilakukannya hanya memarahi dan membenci Bisma. Padahal Bisma begitu tulus menyayangi dan sangat mengkhawatirkannya.

"Maafin aku Bis, aku tuh gak bermaksud buat kamu cemas.. Aku cuma gak mau kamu berlebihan sama aku, karna aku beneran gak papa. Aku tuh enggak sakit Bisma.." Franda menundukkan kepalanya. Kedua bola matanya kini ia alihkan memandang bingkai photo Bisma dan dirinya yang berukuran cukup besar yang terpajang rapi didalam kamarnya.




**
"Jadi gimana Dok, istri saya sakit apa? D..dia gak sakit apa-apa kan Dok?" Bisma bertanya cemas saat Dokter paruh baya ini selesai memeriksa keadaan Franda istrinya. Franda sendiri langsung duduk disamping Bisma, kondisi yang masih sangat lemas itu membuatnya hanya diam tak banyak bicara.

Dokter paruh baya itu hanya menyunggingkan senyuman kecilnya. Kepalanya menggeleng pelan. Ia meraih pergelangan tangan Bisma, menjabat tangan lelaki yang sangat mengkhawatirkan kondisi istrinya itu.

"Selamat yah, sebentar lagi anda akan segera menjadi seorang ayah kembali. Usia kandungannya sudah menginjak enam minggu. Sekali lagi selamat.." ungkapnya dengan perasaan senang. Bola mata Bisma dan Franda seketika melonjak kaget mendengar kabar yang sama sekali tidak pernah diduganya.

"M..maksud Dokter, istri saya hamil Dok? J..jadi saya akan punya anak lagi Dokter?" terka Bisma dengan senyum yang mengembang dibibir tipisnya.

Dokter itu mengangguk mantap. Wajahnya sangat berseri saat memberitahukan kabar bahagia untuk sepasang suami istri dihadapannya.

"Alhamdulillah.. Ya Allah alhamdulillah.. Nda kamu hamil katanya sayang, kamu hamil lagi Nda. Alhamdulillah ya Allah.. Alhamdulillah..." Bisma langsung berhambur memeluk tubuh Franda. Hatinya benar-benar bahagia. Ia tidak menyangka kalau ternyata Franda tengah mengandung buah cinta keduanya.

Franda hanya diam. Ia menangis saat Bisma memeluknya. Entah kenapa rasanya begitu haru dan bahagia mendengar dan melihat Bisma sampai mengucap syukur berulang-ulang. Ia tidak percaya kalau dirinya kembali diberikan kepercayaan oleh sang pencipta untuk menjaga dan merawat titipannya.

"Sayang, makasih banyak yah? Kamu akan kasih aku anak kedua. A..aku bener-bener gak nyangka Nda. Ternyata bisa secepat ini, makasih sayang.. Makasiih.." Bisma menciumi lengan Franda. Mengecupnya berulang-ulang. Tubuh Franda pun kembali ia peluk. Ia sampai melupakan seorang Dokter yang masih duduk dihadapannya memandanginya penuh senyum.

"Ngh~ Bis, malu ih sama Dokternya.. Nanti diterusin dirumah aja.." ujar Franda. Ia mendorong pelan tubuh suaminya itu. Sang Dokter pun hanya tertawa kecil melihat sikap Bisma yang terlalu berlebihan pada istrinya.

"Tidak apa-apa. Yasudah, ini saya berikan resep untuk menghilangkan rasa mual serta pusing dan lemasnya. Nanti obatnya bisa diambil di apotik. Sekali lagi selamat yah? Mohon agar dijaga dengan baik kandungannya agar kelak lahir dengan sehat dan selamat. Saya permisi dulu.." Dokter tersebut beranjak dari duduknya. Ia menyodorkan secarik kertas putih berisikan resep obat yang harus Bisma tebus nanti.

"I..iya Dokter, makasih.." balas Bisma tersenyum senang.

Dokter itu pun keluar dari ruangannya. Sama halnya dengan Bisma yang ikut keluar. Menuntun Franda dan membantunya berjalan, ia menjadi sangat perhatian dan semakin menunjukkan sifat penyayangnya terhadap istri yang akan memberikannya keturunan lagi itu.

"Ya Allah, aku bener-bener gak nyangka Nda. Aku gak nyangka, aku gak tahu harus bilang apa sama kamu. Aku bahagia banget sayang. Sangat-sangat bahagia.." Bisma membatin. Wajahnya sampai meneteskan air mata haru. Ia terus menuntun Franda membantunya keluar menuju mobilnya diparkiran depan rumah sakit. Franda sendiri masih tidak mau mengeluarkan banyak kalimat, ia menjadi lebih pendiam setelah mengetahui kalau tengah tumbuh janin didalam rahimnya.

"Ini yang kamu inginkan Bis, dan ini yang aku takutkan. Jujur sebenarnya aku masih takut untuk hamil lagi. Aku trauma karna kehamilan pertama dulu. Aku takut Bis, aku takut kamu tinggalin aku, aku takut kejadian dulu terulang lagi. Aku benar-benar takut.." Franda membatin lirih seraya memegangi perut datarnya. Entah kenapa wajahnya menjadi cemas dan khawatir seperti ini. Mungkin kehamilannya yang pernama memang menyisakan kenangan buruk untuknya yang membuatnya menjadi ketakutan seperti ini.




**
"Naah, sekarang kamu istirahat yah? Udah malam sayang, aku ambilin obatnya dulu. Tunggu sebentar.." Bisma membaringkan tubuh Franda perlahan. Ia kemudian buru-buru mengambil kantung plastik putih berisikan obat-obatan untuk istrinya itu.

"Nah, ini obatnya sayang. Kamu minum dulu yah? Ada vitaminnya juga. Obat penghilang rasa mual dan pusing. Biar kamunya gak muntah terus. Ayo sayang diminum.." suruhnya lembut. Ia kembali membantu Franda bangun. Membuka satu persatu bungkusan obat tersebut. Segelas air putih penuh pun ia sodorkan pada Franda untuk diteguknya bersama obat tersebut.

"Ehm pinter ternyata. Sekarang istirahat ya sayang? Kamu harus jaga kondisi kamu, jaga bayi kita juga, jangan sampai kamu dan dia kenapa-napa.." Bisma kembali berujar. Lengannya menyentuh perut datar Franda. Kasih sayang dan perhatiannya teramat sangat penuh dilimpah curahkan untuk istrinya.

Franda hanya diam, air matanya tiba-tiba berlinang melihat adegan haru yang baru kali ini bisa didapat dan dirasakannya.

"Kamu nangis?" Bisma melonjak kaget melihat pipi Franda yang sudah basah dengan air mata.

"E..enggak. Aku..aku gak papa ko Bis, aku gak nangis.." Franda menggeleng bohong. Dengan cepat ia segera menyeka air matanya.

"Kamu kenapa? Apa kamu gak seneng sama kehamilan kedua kamu ini? Apa kamu gak seneng kasih aku anak lagi Nda?" Bisma menerka cemas.

"Enggak Bis, aku seneng ko. Aku seneng.." air mata Franda lagi-lagi mengalir membasahi pipi putihnya.

Bisma yang merasa aneh pun semakin tidak mengerti dengan apa yang terjadi pada istrinya ini.

"Kalau kamu gak suka bilang Nda. Aku gak akan pernah nyentuh kamu lagi kalau kamu emang gak suka. Aku gak akan paksa kamu buat kasih aku keturunan lagi. Harusnya kamu bilang dari awal, jangan kayak gini Nda.." Bisma berkata lirih. Sekilas raut wajahnya terlihat penuh rasa kecewa.

Tiba-tiba Franda langsung berhambur memeluk tubuhnya. Kedua lengan Franda mendekap tubuh Bisma begitu erat. Air matanya pun semakin tumpah membasahi baju Bisma. Kepalanya menggeleng lemah. Ia tidak bermaksud membuat Bisma bersedih dan menuduhnya tidak senang akan kehamilan keduanya ini. Franda justru senang, ia sangat-sangat senang. Hanya saja ada sedikit ketakutan yang menyelimuti dirinya.

"Sekarang semuanya udah terjadi. Kamu jangan sampai gugurin bayinya ya sayang? Sebelumnya aku minta maaf kalau aku udah kembali menanam benih aku dirahim kamu. Aku gak bermaksud buat ka.."

"Enggak Bis, kamu ngomong apa sih? Ko ngomongnya kayak gitu?
Aku seneng ko. Aku seneng dengan kehamilan ini. Aku seneng. Aku bisa kasih kamu keturunan lagi, aku juga bisa kasih Ais adik. Aku seneng Bis.." Franda langsung memotong ucapan Bisma. Wajahnya seketika berubah menjadi penuh senyum meski air matanya masih mengalir. Ia berusaha meyakinkan Bisma kalau dirinya memang sangat bahagia akan kehamilannya.

Bisma diam. Rupanya ia melihat ada sedikit kebohongan dimata bening Franda. Lengannya perlahan melepaskan lengan Franda yang menggenggam kedua tangannya.

"Bis.." panggil Franda pelan. Namun Bisma tetap saja diam. Ia beranjak dan melangkahkan kakinya hendak keluar dari kamar Franda.

"Sayang, tolong bilangin sama ayah. Bunda beneran gak marah. Bunda justru bahagia, bunda sangat bahagia bisa merasakan kehadiran kamu didalam perut bunda. Bunda seneng nak, bunda seneng bisa merasakan detak jantung kamu didalam rahim bunda ini. Tolong bilang sama ayah. Bunda gak pernah benci, bunda juga gak pernah nyesel bisa merasakan kehadiran kamu didalam rahim bunda. Bunda seneng sayang, tolong bilangin sama ayah. Ayah jangan salah faham, bunda beneran seneng.. Bunda seneng sayang..."

Tiba-tiba Bisma menghentikan langkahnya. Ia membalikkan tubuhnya menatap Franda. Memandangi lirih perempuan cantik yang mengajak bicara bayi yang masih dalam kandungannya itu. Sejenak hati Bisma pun menjadi luluh melihat adegan haru tersebut.

"Maafin ayah bun.. Maafin ayah.. Ayah bukannya gak percaya, ayah cuma takut.. Maafin ayah ya? Maafin ayah sayang..." dengan langkah cepat Bisma langsung berhambur memeluk tubuh Franda, mendekap erat tubuh istrinya itu. Menenangkannya dan menangis bersamanya.

"Maafin ayah yah? Ayah gak bermaksud benci dan marah.. Ayah sayang kalian.." Bisma mengelus perut datar Franda. Ia mengecupnya. Bibirnya tersenyum sesaat setelah memandang wajah Franda dan melihat wajah cantik istrinya itu tersenyum.

"Aku akan jaga dan rawat anak ini sampai dia lahir nanti Bis. Aku janji, aku sayang sama dia, aku menginginkannya sama seperti kamu. Kita akan besarin dia sama-sama nanti.." Franda ikut menyentuh perut datarnya. Menatapnya sekilas dan meyakinkan Bisma kalau dirinya memang sanggup untuk menjaga dan merawat calon buah cintanya itu.

"Makasih sayang, makasih.. Aku percaya kamu bisa rawat dan jaga dia. Elfaris saja bisa kamu jaga hingga sebesar itu. Aku janji akan menjadi ayah yang baik buat dia kelak. Aku juga janji akan selalu ada disamping kamu. Aku janji sayang.." Bisma menarik kepala Franda kedalam dekapannya. Mengecup puncak kepala istrinya itu penuh kasih sayang. Jemari Franda digenggamnya. Perut datar Franda pun ikut ia pegang dan usap lembut.

"Makasih yah.. Aku beruntung bisa menjadi bagian dari hidup kamu Bis.. Semoga kamu bisa menghilangkan rasa takut aku. Semoga kamu benar-benar akan selalu ada disamping aku.. Aku sangat berharap itu.." Franda membatin. Kepalanya terus ia senderkan didada bidang Bisma. Merasakan kehangatan dan kenyamanan yang sangat teramat nyaman. Kedua bola matanya pun ia pejamkan. Rasanya begitu enggan merubah posisi tersebut karna bisa membuat hatinya tenang.




Bersambung..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Nggak Komentar, Nggak Kece :p