Sosok bocah tampan bermata sipit ini rupanya sudah terlihat sangat rapi
dengan pakaian santainya. Ia mengenakan kaos hijau berkerah dengan
sedikit corak garis putih biru lurus diantara kaos tersebut. Celana
coklat pendek pun dikenakannya. Tak lupa ia juga menggenggam sebungkus
permen pemberian sang ayah tadi.
"Nah, udah ganteng. Sekarang, kita tinggal berangkat. Ayo sayang?"
Dina menurunkan tubuh bocah kecil itu dari atas tempat tidurnya. Setelah
ia pakaikan pakaian dengan rapi, tubuh Elfaris diturunkannya, diajaknya
keluar untuk menemui Bisma yang sudah menunggunya didepan.
"Bilang maaf sama mamah papah ya Din karna aku gak bisa ikut ke
Bandung. Titip Ais juga yah? Kalau dia nakal, marahin aja gak papa.
Pokoknya Ais gak boleh nakal, meski bunda gak ikut, tapi bukan
berati gak ada yang awasin Ais. Masih ada ayah sama bunda Dina yang akan
ngawasin Ais. Bunda minta maaf gak bisa ikut. Hati-hati ya sayang,
mmuach bunda sayang Ais.." Franda mengecup pipi Elfaris. Ia menghentikan
langkahnya tepat didepan kamar Elfaris. Memberikan pesan serta meminta
maaf karna hari ini ia tidak bisa ikut pergi ke Bandung bersama Dina dan
Bisma.
"Ais sebenalnya sebel sama bunda. Tapi Ais gak bisa benci bunda.
Maafin Ais ya bun, Ais halus tinggalin bunda. Ais halus ikut ayah sama
bunda Dina. Ais juga kangen sama Oma Opa. Bunda baik-baik disini, ental
pulangnya Ais bawain oleh-oleh.." Elfaris berujar dengan begitu
polosnya. Bibir Franda dan Dina seketika tersenyum lebar. Sangat pintar
sekali bocah tampan ini.
"Gak perlu khawatir ya Fran, Ais pasti baik-baik aja ko. Harusnya
kamu ikut. Mamah sama papahnya Bisma pasti nanyain kamu nanti. Kenapa
gak ikut sih, hem?" Dina mendekati Franda. Mengelus puncak kepala
Elfaris yang masih berdiri dihadapan bundanya itu.
"Aku gak papa ko, aku emang gak bisa ikut aja. Pokoknya aku titip
Ais, titip salam juga buat mamah papah yah? Sebelumnya makasih Din.."
jelas Franda sedikit menyembunyikan kekesalannya dan apa yang
dirasakannya hari ini.
"Iya nanti aku sampein. Yaudah aku berangkat ya? Bisma udah nungguin
diluar. Ayo sayang kita berangkat? Bye Fran.." pamit Dina segera
menuntun tangan mungil Elfaris dan melangkahkan kakinya keluar dari
kamar.
"Hati-hati Din.." balas Franda tersenyum kecil menatapi kepergian jagoan kecilnya juga istri pertama dari suaminya itu.
"Kasian bunda, pasti bunda gak mau ikut gala-gala belantem sama ayah
tadi.." Elfaris menoleh sekilas, matanya menatap lirih wajah cantik
bunda tercintanya itu. Kedua kakinya pun semakin jauh melangkah
meninggalkan Franda. Membuntuti langkah Dina untuk segera menemui sang
ayah yang sudah menunggunya diluar sana.
**
"Dasar egois! Udah dari kemaren marah-marah terus, diajak kedokter
gak mau, diajak ke Bandung juga gak mau, Franda tuh sebenernya kenapa
sih? Bikin emosi aku naik aja!" Bisma menggerutu kesal didalam hatinya.
Ia memberhentikan mobil sedan hitam yang tengah dikemudikannya. Setelah
menempuh perjalanan yang cukup lama. Akhirnya ia juga Dina dan Elfaris
tiba dirumah kedua orang tuanya di Bandung.
"Ayaaaah.." Elfaris memanggil dengan nada suara manjanya. Sejenak
raut wajah Bisma yang semula kesal pun menjadi tersenyum senang melihat
jagoan kecilnya itu.
"Ais udah bangun sayang? Yuk kita keluar sama ayah. Kita udah sampai
nih.." ujarnya lembut diiringi senyum. Bisma keluar dari mobilnya.
Beranjak membukakan pintu mobil untuk Elfaris dan Dina sang istri.
"Ais ko ketidulan sih yah? Pelasaan tadi Ais enggak tidul deh.."
ucap Elfaris polos. Ia mengucek kedua mata sipitnya. Dina dan Bisma
hanya terkekeh melihat wajah nan suara polos bocah tampan itu.
"Masa sih Ais enggak sadar? Dari tadi tangan bunda sampai kesemutan
nih Ais tidurin.. Ternyata Ais nya malah enggak ingat.." Dina terkekeh
lucu.
"Hihi, belati Ais lupa bun.." Elfaris ikut tertawa polos.
"Yaudah. Sini Ais sama ayah, kasihan bundanya pasti pegel dari tadi
pangku Ais terus. Sini sama ayah sayang, uhhh anak ayah udah besar
ternyata. Badannya berat. Oma sama opa pasti gak akan kuat nih kalau
gendong Ais, uuhhh" Bisma mengulurkan kedua tangannya. Meraih tubuh
mungil Elfaris dan beralih menggendongnya.
"Bunda bilang juga Ais itu belat yah, makanya kalau bunda gendong
Ais gak mau, kan Ais udah besal.." ujar Elfaris lagi-lagi mampu membuat
Bisma dan Dina terkekeh.
"Iya, makanya harusnya Ais tuh udah punya adik. Udah pas banget
kalau kamu dikasih adik sayang. Tapi bunda kamu susah diajak
komprominya. Sekarang dia malah marah-marah terus. Hufh.." Bisma
membatin. Ia membuang nafasnya berat saat mengingat sosok Franda yang
akhir-akhir ini selalu bersikap ketus padanya.
Bisma dan Dina pun akhirnya melangkahkan kakinya menuju pintu utama.
Berjalan dengan langkah beriringan seraya sesekali bercakap kecil.
Senyum serta raut wajah mereka tampak begitu bahagia. Tidak sedikitpun
raut kesedihan mereka tunjukkan. Keduanya sama-sama mampu mengubur
kesedihan itu menjadi senyum kebahagiaan. Dina dan Elfaris juga terlihat
seperti seorang ibu dan anak kandungnya. Elfaris sangat menyayangi
Dina, begitu pun dengan Dina yang sangat-sangat menyayangi Elfaris
melebihi apapun.
**
"Huueeek-huueee!!"
Franda sedari tadi terus saja memuntahkan cairan bening dari
mulutnya. Wajahnya terlihat sangat pucat. Tubuhnya yang lemas sampai
membuatnya tak mampu untuk berdiri lagi. Tubuh Franda terkulai lemas
diatas lantai kamar mandi rumahnya itu.
"Ya Tuhan.. Ko makin mual gini sih? Huueek!
Kepala aku juga makin pusing.. Sebenarnya aku itu kenapa? Gak
biasanya perut aku gak enak gini.." fikir Franda bingung akan apa yang
terjadi padanya.
Tak lama ia kemudian mencoba beranjak. Keluar dari kamar mandinya meski langkahnya sangat pelan karna kondisinya sangat lemas.
Franda duduk mendekati tempat tidurnya. Tiba-tiba pandangannya
terhenti saat melihat layar BB nya yang berdering tanda panggilan masuk.
Ayah Bii Calling...
"Bisma? Mau apalagi sih dia? Gak tahu apa kalau istri lagi mual-mual
terus! Pake acara nelpon segala lagi!" ketusnya sebal. Entah kenapa
emosinya kembali memuncak saat melihat panggilan masuk dari suaminya
itu.
Franda meraih BB hitamnya. Ia menekan tombol merah kemudian melempar
BB tersebut begitu saja. Menjauhkan dari dirinya karna kepalanya terasa
semakin pusing mendengar suara dering BB tersebut.
"Astaga di riject! Sebenarnya mau kamu apa sih Nda? Udah sering
marah tanpa sebab, diajak ke Bandung gak mau, sekarang suami nelpon
malah diriject, gak tau apa kalau aku khawatir banget sama kamu" Bisma
mendengus kesal. Ia kembali menekan tombol hijau pada BB nya untuk
melakukan panggilan terhadap Franda. Bisma sampai berulang-ulang
melakukan hal tersebut karna Franda terus saja meriject panggilan telpon
darinya.
Hingga akhirnya, dengan nada ketus dan kesal, suara perempuan cantik itu pun terdengar diseberang telpon sana.
"Mau apalagi sih? Ini tuh udah malem tau gak! Kamu mau buat aku gila
yah? Aku tuh mau istirahat Bis, tapi kamu malah telponin terus. Kalau
lagi di Bandung yaudah di Bandung aja. Gak usah deh nelpon-nelponin
terus!" bentaknya kesal penuh emosi.
Bisma hanya diam. Hatinya terasa sedikit lega saat mendengar suara Franda lewat BB yang digenggamnya itu.
"Aku khawatir sama kamu Nda, perasaan aku gak enak banget. Fikiran
aku gak tenang. Aku khawatir sama kamu, kamu gak papa kan disana?" Bisma
berujar pelan nan lembut.
Sejenak Franda pun langsung diam saat mendengar suara halus yang begitu dapat menenangkan hatinya.
"Aku sekarang lagi dijalan. 30menit lagi aku sampai di jakarta. Aku
gak bisa tinggalin kamu lama-lama. Aku cemas Nda, aku benar-benar
khawatirin keadaan kamu. Satu jam setelah sampai di Bandung aku langsung
kembali pulang. Elfaris sama Dina aku tinggal disana. Aku benar-benar
cemas, aku khawatirin kamu terus Nda.." ujarnya lagi. Kini nada suara
Bisma terdengar lebih pelan dan lirih.
Air mata Franda sejenak tak dapat dibendungnya lagi. Fikiran negatif
serta emosi yang terus diberikannya kepada Bisma justru dibalas dengan
perhatian dan kecemasan yang teramat sangat mendalam. Ia menunduk, dua
sungai kecil itu kini sudah mengalir bebas membasahi kedua pipi
putihnya.
"Hiks, maafin akuu.." ujar Franda terisak. Bisma sampai ikut
meneteskan air mata mendengar suara parau istrinya itu. Ia seolah dapat
merasakan apa yang dirasakan istrinya saat ini.
"Jangan kemana-mana yah? Sebentar lagi aku sampai, aku nyetir
mobilnya ngebut ko, tunggu aku dirumah, nanti kita kerumah sakit yah?
Aku gak mau kamu bantah lagi. Aku tahu kamu tuh lagi sakit Nda. Pokoknya
sekarang kamu istirahat. Jangan nangis, aku pulang sebentar lagi,
tinggal beberapa menit lagi aku tiba disana. Tunggu ya sayang.." Bisma
berujar pelan dan penuh kelembutan. Ia kemudian mengakhiri sambungan
telponnya agar bisa cepat tiba dirumahnya. Franda sendiri semakin
terkulai lemas. Ia benar-benar merasa bodoh karna sedari tadi yang
dilakukannya hanya memarahi dan membenci Bisma. Padahal Bisma begitu
tulus menyayangi dan sangat mengkhawatirkannya.
"Maafin aku Bis, aku tuh gak bermaksud buat kamu cemas.. Aku cuma
gak mau kamu berlebihan sama aku, karna aku beneran gak papa. Aku tuh
enggak sakit Bisma.." Franda menundukkan kepalanya. Kedua bola matanya
kini ia alihkan memandang bingkai photo Bisma dan dirinya yang berukuran
cukup besar yang terpajang rapi didalam kamarnya.
**
"Jadi gimana Dok, istri saya sakit apa? D..dia gak sakit apa-apa kan
Dok?" Bisma bertanya cemas saat Dokter paruh baya ini selesai memeriksa
keadaan Franda istrinya. Franda sendiri langsung duduk disamping Bisma,
kondisi yang masih sangat lemas itu membuatnya hanya diam tak banyak
bicara.
Dokter paruh baya itu hanya menyunggingkan senyuman kecilnya.
Kepalanya menggeleng pelan. Ia meraih pergelangan tangan Bisma, menjabat
tangan lelaki yang sangat mengkhawatirkan kondisi istrinya itu.
"Selamat yah, sebentar lagi anda akan segera menjadi seorang ayah
kembali. Usia kandungannya sudah menginjak enam minggu. Sekali lagi
selamat.." ungkapnya dengan perasaan senang. Bola mata Bisma dan Franda
seketika melonjak kaget mendengar kabar yang sama sekali tidak pernah
diduganya.
"M..maksud Dokter, istri saya hamil Dok? J..jadi saya akan punya
anak lagi Dokter?" terka Bisma dengan senyum yang mengembang dibibir
tipisnya.
Dokter itu mengangguk mantap. Wajahnya sangat berseri saat memberitahukan kabar bahagia untuk sepasang suami istri dihadapannya.
"Alhamdulillah.. Ya Allah alhamdulillah.. Nda kamu hamil katanya
sayang, kamu hamil lagi Nda. Alhamdulillah ya Allah.. Alhamdulillah..."
Bisma langsung berhambur memeluk tubuh Franda. Hatinya benar-benar
bahagia. Ia tidak menyangka kalau ternyata Franda tengah mengandung buah
cinta keduanya.
Franda hanya diam. Ia menangis saat Bisma memeluknya. Entah kenapa
rasanya begitu haru dan bahagia mendengar dan melihat Bisma sampai
mengucap syukur berulang-ulang. Ia tidak percaya kalau dirinya kembali
diberikan kepercayaan oleh sang pencipta untuk menjaga dan merawat
titipannya.
"Sayang, makasih banyak yah? Kamu akan kasih aku anak kedua. A..aku
bener-bener gak nyangka Nda. Ternyata bisa secepat ini, makasih sayang..
Makasiih.." Bisma menciumi lengan Franda. Mengecupnya berulang-ulang.
Tubuh Franda pun kembali ia peluk. Ia sampai melupakan seorang Dokter
yang masih duduk dihadapannya memandanginya penuh senyum.
"Ngh~ Bis, malu ih sama Dokternya.. Nanti diterusin dirumah aja.."
ujar Franda. Ia mendorong pelan tubuh suaminya itu. Sang Dokter pun
hanya tertawa kecil melihat sikap Bisma yang terlalu berlebihan pada
istrinya.
"Tidak apa-apa. Yasudah, ini saya berikan resep untuk menghilangkan
rasa mual serta pusing dan lemasnya. Nanti obatnya bisa diambil di
apotik. Sekali lagi selamat yah? Mohon agar dijaga dengan baik
kandungannya agar kelak lahir dengan sehat dan selamat. Saya permisi
dulu.." Dokter tersebut beranjak dari duduknya. Ia menyodorkan secarik
kertas putih berisikan resep obat yang harus Bisma tebus nanti.
"I..iya Dokter, makasih.." balas Bisma tersenyum senang.
Dokter itu pun keluar dari ruangannya. Sama halnya dengan Bisma yang
ikut keluar. Menuntun Franda dan membantunya berjalan, ia menjadi
sangat perhatian dan semakin menunjukkan sifat penyayangnya terhadap
istri yang akan memberikannya keturunan lagi itu.
"Ya Allah, aku bener-bener gak nyangka Nda. Aku gak nyangka, aku gak
tahu harus bilang apa sama kamu. Aku bahagia banget sayang.
Sangat-sangat bahagia.." Bisma membatin. Wajahnya sampai meneteskan air
mata haru. Ia terus menuntun Franda membantunya keluar menuju mobilnya
diparkiran depan rumah sakit. Franda sendiri masih tidak mau
mengeluarkan banyak kalimat, ia menjadi lebih pendiam setelah mengetahui
kalau tengah tumbuh janin didalam rahimnya.
"Ini yang kamu inginkan Bis, dan ini yang aku takutkan. Jujur
sebenarnya aku masih takut untuk hamil lagi. Aku trauma karna kehamilan
pertama dulu. Aku takut Bis, aku takut kamu tinggalin aku, aku takut
kejadian dulu terulang lagi. Aku benar-benar takut.." Franda membatin
lirih seraya memegangi perut datarnya. Entah kenapa wajahnya menjadi
cemas dan khawatir seperti ini. Mungkin kehamilannya yang pernama memang
menyisakan kenangan buruk untuknya yang membuatnya menjadi ketakutan
seperti ini.
**
"Naah, sekarang kamu istirahat yah? Udah malam sayang, aku ambilin
obatnya dulu. Tunggu sebentar.." Bisma membaringkan tubuh Franda
perlahan. Ia kemudian buru-buru mengambil kantung plastik putih
berisikan obat-obatan untuk istrinya itu.
"Nah, ini obatnya sayang. Kamu minum dulu yah? Ada vitaminnya juga.
Obat penghilang rasa mual dan pusing. Biar kamunya gak muntah terus. Ayo
sayang diminum.." suruhnya lembut. Ia kembali membantu Franda bangun.
Membuka satu persatu bungkusan obat tersebut. Segelas air putih penuh
pun ia sodorkan pada Franda untuk diteguknya bersama obat tersebut.
"Ehm pinter ternyata. Sekarang istirahat ya sayang? Kamu harus jaga
kondisi kamu, jaga bayi kita juga, jangan sampai kamu dan dia
kenapa-napa.." Bisma kembali berujar. Lengannya menyentuh perut datar
Franda. Kasih sayang dan perhatiannya teramat sangat penuh dilimpah
curahkan untuk istrinya.
Franda hanya diam, air matanya tiba-tiba berlinang melihat adegan haru yang baru kali ini bisa didapat dan dirasakannya.
"Kamu nangis?" Bisma melonjak kaget melihat pipi Franda yang sudah basah dengan air mata.
"E..enggak. Aku..aku gak papa ko Bis, aku gak nangis.." Franda menggeleng bohong. Dengan cepat ia segera menyeka air matanya.
"Kamu kenapa? Apa kamu gak seneng sama kehamilan kedua kamu ini? Apa
kamu gak seneng kasih aku anak lagi Nda?" Bisma menerka cemas.
"Enggak Bis, aku seneng ko. Aku seneng.." air mata Franda lagi-lagi mengalir membasahi pipi putihnya.
Bisma yang merasa aneh pun semakin tidak mengerti dengan apa yang terjadi pada istrinya ini.
"Kalau kamu gak suka bilang Nda. Aku gak akan pernah nyentuh kamu
lagi kalau kamu emang gak suka. Aku gak akan paksa kamu buat kasih aku
keturunan lagi. Harusnya kamu bilang dari awal, jangan kayak gini Nda.."
Bisma berkata lirih. Sekilas raut wajahnya terlihat penuh rasa kecewa.
Tiba-tiba Franda langsung berhambur memeluk tubuhnya. Kedua lengan
Franda mendekap tubuh Bisma begitu erat. Air matanya pun semakin tumpah
membasahi baju Bisma. Kepalanya menggeleng lemah. Ia tidak bermaksud
membuat Bisma bersedih dan menuduhnya tidak senang akan kehamilan
keduanya ini. Franda justru senang, ia sangat-sangat senang. Hanya saja
ada sedikit ketakutan yang menyelimuti dirinya.
"Sekarang semuanya udah terjadi. Kamu jangan sampai gugurin bayinya
ya sayang? Sebelumnya aku minta maaf kalau aku udah kembali menanam
benih aku dirahim kamu. Aku gak bermaksud buat ka.."
"Enggak Bis, kamu ngomong apa sih? Ko ngomongnya kayak gitu?
Aku seneng ko. Aku seneng dengan kehamilan ini. Aku seneng. Aku bisa
kasih kamu keturunan lagi, aku juga bisa kasih Ais adik. Aku seneng
Bis.." Franda langsung memotong ucapan Bisma. Wajahnya seketika berubah
menjadi penuh senyum meski air matanya masih mengalir. Ia berusaha
meyakinkan Bisma kalau dirinya memang sangat bahagia akan kehamilannya.
Bisma diam. Rupanya ia melihat ada sedikit kebohongan dimata bening
Franda. Lengannya perlahan melepaskan lengan Franda yang menggenggam
kedua tangannya.
"Bis.." panggil Franda pelan. Namun Bisma tetap saja diam. Ia beranjak dan melangkahkan kakinya hendak keluar dari kamar Franda.
"Sayang, tolong bilangin sama ayah. Bunda beneran gak marah. Bunda
justru bahagia, bunda sangat bahagia bisa merasakan kehadiran kamu
didalam perut bunda. Bunda seneng nak, bunda seneng bisa merasakan detak
jantung kamu didalam rahim bunda ini. Tolong bilang sama ayah. Bunda
gak pernah benci, bunda juga gak pernah nyesel bisa merasakan kehadiran
kamu didalam rahim bunda. Bunda seneng sayang, tolong bilangin sama
ayah. Ayah jangan salah faham, bunda beneran seneng.. Bunda seneng
sayang..."
Tiba-tiba Bisma menghentikan langkahnya. Ia membalikkan tubuhnya
menatap Franda. Memandangi lirih perempuan cantik yang mengajak bicara
bayi yang masih dalam kandungannya itu. Sejenak hati Bisma pun menjadi
luluh melihat adegan haru tersebut.
"Maafin ayah bun.. Maafin ayah.. Ayah bukannya gak percaya, ayah
cuma takut.. Maafin ayah ya? Maafin ayah sayang..." dengan langkah cepat
Bisma langsung berhambur memeluk tubuh Franda, mendekap erat tubuh
istrinya itu. Menenangkannya dan menangis bersamanya.
"Maafin ayah yah? Ayah gak bermaksud benci dan marah.. Ayah sayang
kalian.." Bisma mengelus perut datar Franda. Ia mengecupnya. Bibirnya
tersenyum sesaat setelah memandang wajah Franda dan melihat wajah cantik
istrinya itu tersenyum.
"Aku akan jaga dan rawat anak ini sampai dia lahir nanti Bis. Aku
janji, aku sayang sama dia, aku menginginkannya sama seperti kamu. Kita
akan besarin dia sama-sama nanti.." Franda ikut menyentuh perut
datarnya. Menatapnya sekilas dan meyakinkan Bisma kalau dirinya memang
sanggup untuk menjaga dan merawat calon buah cintanya itu.
"Makasih sayang, makasih.. Aku percaya kamu bisa rawat dan jaga dia.
Elfaris saja bisa kamu jaga hingga sebesar itu. Aku janji akan menjadi
ayah yang baik buat dia kelak. Aku juga janji akan selalu ada disamping
kamu. Aku janji sayang.." Bisma menarik kepala Franda kedalam
dekapannya. Mengecup puncak kepala istrinya itu penuh kasih sayang.
Jemari Franda digenggamnya. Perut datar Franda pun ikut ia pegang dan
usap lembut.
"Makasih yah.. Aku beruntung bisa menjadi bagian dari hidup kamu
Bis.. Semoga kamu bisa menghilangkan rasa takut aku. Semoga kamu
benar-benar akan selalu ada disamping aku.. Aku sangat berharap itu.."
Franda membatin. Kepalanya terus ia senderkan didada bidang Bisma.
Merasakan kehangatan dan kenyamanan yang sangat teramat nyaman. Kedua
bola matanya pun ia pejamkan. Rasanya begitu enggan merubah posisi
tersebut karna bisa membuat hatinya tenang.
Bersambung..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Nggak Komentar, Nggak Kece :p