Setelah selesai membersihkan tubuhnya. Perempuan cantik berwajah natural
ini segera keluar dari dalam kamar mandi. Ia berjalan pelan mendekati
tempat tidurnya. Bibirnya tersenyum kecil saat mendapati bocah tampan
yang menemaninya tidur semalam ternyata masih dalam posisi yang sama.
Ia kemudian duduk ditepi tempat tidurnya itu. Duduk disamping bocah
tampan yang ternyata Elfaris. Sungguh sangat berbeda sekali raut wajah
perempuan yang menjadi istri pertama Bisma ini.
"Pokoknya malam ini Ais mau tidul sama tante. Ais mau temani tante aja. Ais mau bobo disini tan.."
"Tante ko malah diam? Memangnya Ais gak boleh yah bobo disini?.."
"Ais pingin peluk tante.. Tante baik. Ais sayang tante.. Ais mau bobo sambil peluk tante.."
Kalimat demi kalimat yang diucapkan oleh Elfaris saat malam tadi
seolah terus terngiang dibenaknya. Dina, perempuan cantik ini tak henti
memandang wajah polos Elfaris yang masih tertidur pulas. Jemarinya mulai
mengelus lembut puncak kepala Elfaris. Pipi, hidung, mata, bahkan bibir
Elfaris diusapnya dengan pelan.
"B..bissmaaa.. Wajah Ais mirip sekali dengan kamu Bbiss..." bibir
Dina seakan bergetar hebat menatap dengan lekat wajah malaikat kecil
yang menjadi sumber kebahagiaan terbesar suaminya itu.
Air mata Dina tiba-tiba keluar dari pelupuk matanya. Dua sungai
kecil itu mengalir tanpa bisa ditahan lagi membasahi pipi putih Dina.
"Bundaaaa...!!" bocah kecil dengan wajah tampan ini berlari dari
arah belakang menghampiri Dina. Ia membawa benda berbentuk bulat yang
habis dimainkannya bersama sang ayah.
Dina menoleh. Bibirnya tersenyum mendapati buah hati tercintanya
itu. Ia kemudian beranjak. Berdiri dan meraih pipi putih bocah tampan
tersebut.
"Putra dari mana sayang? Ko bajunya kotor gini sih hem?" ujarnya pelan penuh kelembutan menatap wajah san buah hati.
"Putra abis main bola bun sama ayah. Tapi ayah kalah mainnya. Ayah
gak bisa main bola bunda.." suara lucu nan polos itu terlontar begitu
saja dari mulut Putra membuat Dina terkekeh.
"Tapi kenapa bajunya kotor sayang? Kan Putra baru saja mandi tadi.
Ko udah main kotor-kotoran lagi hem?" Dina meraih tubuh mungil bocah
berusia empat tahun itu. Menggendongnya seraya mengelus kening Putra
yang sedikit berkeringat.
"Putra kan pingin dadi pemain bola bunda. Dadi maaf kalau baju Putra dadi kotor.." jelasnya polos.
Dina hanya tersenyum mendengar penuturan buah hatinya yang sangat
lucu itu. Ia mengusap kening Putra yang dipenuhi keringat. Bibir serta
hidung mancung Putra pun ikut ia usap pelan. Dirinya begitu kagum
melihat wajah buah hatinya yang selalu bisa membuat ia tersenyum.
Namun tiba-tiba saja sosok bocah tampan yang dipanggilnya Putra itu
menghilang dari gendongannya. Bocah itu ternyata tidak ada. Lamunan Dina
terbuyar. Ia baru menyadari kalau dirinya rupanya tengah ber-imaginasi.
Dina melihat sekelilingnya yang tidak ada siapapun. Dihadapannya
hanya ada Elfaris yang masih terlelap. Seketika wajah Dina pun menjadi
murung dan sedih.
"Ya Allah.. Ternyata aku sedang berhayal.. Aku fikir Putra
benar-benar ada disini. Aku fikir dia ada disini ya Allah.." Dina
terduduk lemas disamping Elfaris. Ia memandang wajah polos Elfaris yang
sangat mirip dengan Bisma itu.
"Andai kecelakaan maut itu gak pernah terjadi. Andai aku bisa
dengerin ucapan Bisma. Andai aku gak bandel. Mungkin kamu bisa hidup
lebih lama lagi dirahim bunda. Lahir dengan selamat dan menjadi Putra
kesayangan bunda.." Dina bergumam lirih. Ia menatap perut datarnya.
Mengusapnya pelan dan kembali mengingat masa-masa saat kehamilannya
dulu.
"Bayinya gerak-gerak Bis. Coba kamu pegang deh, dari tadi dia gerak terus.."
"Mana sayang? Sini coba aku pegang.." Bisma menyentuh perut Dina
yang kala itu tengah hamil putra pertamanya. Bisma menaruh kedua telapak
tangannya diatas perut Dina. Sekilas bibirnya langsung tersenyum begitu
merasakan gerakan bayinya yang sangat aktif.
"Gerak kan? Dari tadi nendang-nendang terus loh, kayaknya dia gak
sabar pingin cepat-cepat keluar dari sini.." ujar Dina pelan diiringi
senyum. Bibirnya sedikit meringis karna cukup terasa sakit akibat
bayinya yang terlalu aktif.
"Kayaknya emang iya sayang. Tapi kan usia kandungannya baru 7bulan, tinggal nunggu 2bulan lagi.
Anak kita ini pasti pingin jadi pemain sepak bola nantinya. Uhh anak
ayaah.. Muah-muah-muuach.." Bisma mengecup beberapa kali perut buncit
istrinya itu. Wajahnya terlihat sangat bahagia sekali. Begitupun dengan
Dina yang kebahagiaannya sangat luar biasa bisa merasakan semua itu.
Air mata Dina kembali menetes. Perut buncitnya itu kini sudah tidak
membesar lagi. Perutnya datar. Bahkan tidak ada gerakan bayi dalam
kandungannya yang bisa ia rasakan lagi. Semuanya hanya dirasakan kala
lalu. Sekarang justru hanya kesedihan dan duka yang Dina rasakan karna
bayinya lahir tanpa melihat dunia. Bayinya itu telah pergi sebelum bisa
melihat wajahnya. Bayi itu meninggal karna kecelakaan maut yang
menimpanya. Ia bahkan harus menerima kenyataan pahit jika rahimnya harus
diangkat karna rusak akibat kecelakaan maut saat itu.
"Ya Allah.. Kenapa cobaan ini begitu berat..
Rasanya aku ingin sekali mengakhiri semuanya. Itu benar-benar berat
Ya Rob.." Dina memejamkan matanya lirih. Hatinya terasa sesak menghadapi
kenyataan yang sangat tidak pernah diduganya bisa menjadi seperti ini.
Dina kembali membuka matanya. Ia memandang tubuh mungil Elfaris. Wajah polos yang masih terlelap itu ditatapnya begitu lekat.
"Andai saja anak ini anakku. Andai dia Putra. Dia anak yang lahir
dari rahimku, bukan dari rahim Franda. Mungkin aku adalah satu-satunya
perempuan yang sangat bahagia karna bisa memiliki anak setampan ini dan
itu darah daging dari suamiku sendiri.." Dina membatin diiringi senyuman
miris dan air mata yang terus keluar dari pelupuk mata indahnya.
Dina mengusap wajahnya. Air matanya segera ia hapus. Ia tidak mau
kalau sampai ada yang melihatnya menangis meratapi nasib mirisnya ini.
"Gak! Aku gak boleh kayak gini. Aku udah punya Elfaris. Bagaimana
pun juga dia tetap anak aku. Dia memang anak kandung Franda. Tapi dia
juga telah menjadi anak aku karna dia anak dari Bisma.
Aku udah punya semuanya. Aku udah punya suami yang sangat sayang sama aku. Dan jagoan kecil ini juga ternyata menyayangi aku.
Aku udah punya semuanya. Aku gak perlu ngeluh lagi. Aku udah
bahagia. Sangat-sangat bahagia.." Dina mendekap tubuh mungil Elfaris. Ia
mengusap rambut poni Elfaris. Kening bahkan pipi Elfaris ia kecup
beberapa kali. Dirinya tidak mau kalau harus terus berlarut dalam
kesedihan, apalagi kebahagiaan kini sudah ada didepan matanya.
Kebahagiaan yang mungkin memang membutuhkan pengorbanan besar yang harus
direlakannya.
Dina menarik nafas panjang. Membuang semua sesak dihatinya. Bibirnya coba ia sunggingkan senyum untuk menyambut kebahagiaan itu.
"Aku yang memilih jalan ini. Aku juga yang telah meng'ikhlashkan Bisma untuk menikahi Franda.
Aku bahagia jika suamiku bahagia. Dan aku sekarang lebih bahagia
karna Elfaris menyayangi aku. Makasih Fran, kamu telah kasih aku dan
Bisma kebahagiaan besar yang gak pernah bisa aku rasakan sebelumnya.
Terimakasih Franda.." Dina berujar dalam hati.
**
Berbeda dengan Dina. Perempuan cantik berwajah Chinnese ini justru
masih tidak percaya akan kejadian semalam. Kejadian yang dialaminya
bersama Bisma suaminya itu.
Franda terbengong. Dia bingung. Entah harus bahagia atau justru
bersedih. Ia hanya bisa diam seraya melihat kedalam selimut tebal
berwarna putih yang menutupi tubuhnya itu.
"B..berati Bisma beneran udah nyentuh aku?" fikirnya bingung.
Franda menolehkan pandangannya. Dilihatnya Bisma masih pulas tidur
disampingnya. Tangan kiri Bisma sendiri masih diletakkan diatas perut
Franda. Memang selama malam Bisma tidur dalam posisi memeluk istrinya
itu.
"B..bis.. Apa ini gak terlalu berlebihan?
K..kalau nanti aku hamil lagi gimana?
Gimana sama Dina Bis?
Kenapa kamu gak mikirin perasaan dia sih?
Tidur sama kamu aja hati Dina pasti sakit. Apalagi kalau dia tahu
kamu nyentuh aku. Aku gak bisa bayangin perasaan dia gimana.." Franda
membatin cemas. Mimik wajahnya seketika berubah menjadi takut. Ia bahkan
sampai memegang erat selimut tebal yang menutupi sebagian tubuhnya itu.
"Ngh~ udah pagi ternyata.. Ng~ kamu udah bangun sayang?.." tiba-tiba
Bisma terusik. Ia menggeliat menggerakkan tubuhnya. Kepalanya menoleh
memandang Franda yang malah diam tidak bergeming.
Bisma tersenyum. Ia membenarkan posisinya menjadi duduk bersender
diatas tempat tidurnya. Mendekatkannya dengan Franda dan menatap lebih
dekat wajah cantik istri yang disayanginya itu.
"Kamu gak papa kan sayang hem?" Bisma bertanya diiringi senyum. Ia menyingkirkan poni yang sedikit menutupi wajah Franda.
Franda hanya menoleh. Mendelikkan mata sipitnya menatap Bisma balik.
Bisma lagi-lagi tersenyum. Ia menarik nafasnya panjang. Mengusap rambut panjang Franda dan mengelusnya pelan.
"Makasih ya buat yang semalam.. Aku bahagia banget Nda. Semoga kita
cepet punya baby lagi yah? Semoga diperut kamu ini cepat tumbuh anak
kedua kita. Muaach. Aku sayang kamu.." Bisma membungkukkan badannya.
Mengusap perut datar Franda yang masih tertutup dengan selimut tebal
itu. Mengecupnya penuh kasih sayang. Ia tampaknya sangat bahagia,
terbukti raut wajahnya yang berseri dan penuh senyuman.
Franda ikut tersenyum. Rasanya melihat Bisma seperti ini adalah
kebahagiaan besar untuknya. Ia menganggukkan kepalanya. Ikut mengusap
perut datarnya lalu memandang wajah Bisma teduh.
"Aku mau mandi dulu yah? Habis itu aku mau siapin makanan buat
sarapan pagi kita juga yang lain.." Franda beranjak dari atas tempat
tidurnya. Selimut tebalnya tetap ia tarik agar tidak terlepas dari
tubuhnya.
"Mau aku temenin gak?" Bisma tersenyum jahil.
"Kamu mau ini yah?" Franda menunjukkan kepalan tangannya.
"hemm yaudah aku mandinya dikamar Ais aja deh. Sekalian aku mau
lihat jagoan kita itu udah bangun atau belum. Awas aja kalau belum, aku
bakalan cubit bundanya nanti!" ancam Bisma ngasal seraya menahan tawa.
Ia ikut beranjak dari tempat tidurnya. Kaos putih yang tergeletak
disampingnya segera ia pakai, karna dirinya tadi hanya mengenakan boxer
hitam saja.
"Ais yang belum bangun, tapi kenapa jadi aku yang mau kamu cubit?
Issh dasar aneh!" Franda ngedumel bingung membuat Bisma semakin terkekeh
melihat ekspresi lucu perempuan bermata sipit itu.
"Mandinya jangan lama-lama yah?
Hari ini aku gak mau ngantor dulu. Kita jalan-jalan nanti. Sekalian
sama Ais juga Dina. Aku bakalan ajak kalian belanja sepuas hati.
Pokoknya hari ini kita seneng-seneng deh.." ujar Bisma tiba-tiba.
"T..tapi Bis?"
"Tenang aja sayang.. Aku bakalan sama Ais ko. Jadi biar kamu sama
Dina gak cemburu nantinya, aku bakalan sama Ais aja belanja beli mainan
buat dia. Kamu bisa berdua sama Dina dan beli apapun yang mau kalian
beli nanti.
Gak perlu khawatir. Aku tau ko apa yang harus aku lakukan didepan kalian berdua.." jelas Bisma lembut diiringi senyum.
Franda sedikit kaget. Ia tidak menyangka kalau Bisma ternyata memang
memikirkan hati kedua istrinya. Ya mungkin memang dengan cara itu Bisma
menunjukkan kasih sayangnya terhadap Franda maupun Dina. Dengan cara
itu pula ia menunjukkan kalau dirinya tidak pernah membedakan antara
Dina maupun Franda, bahkan Elfaris sekalipun.
"Yaah malah bengong. Mandi sayaaang. Kamu mau aku mandiin yah hem?"
Bisma berjalan mendekati Franda. Membuat perempuan cantik itu sedikit
kaget dan gugup.
"I..iya a..aku mau mandi ko.
Y..yauda kamu sana! Awas jangan ngintip. Aku mau mandi." usir Franda
ketus dengan ekspresi gugup yang membuat Bisma menahan tawanya karna
lucu.
Ia masuk kedalam kamar mandinya tanpa menghiraukan Bisma lagi.
"Hufh.. Aku benar-benar bahagia sekali pagi ini. Semoga tidak ada yang aku sakiti didalam keluarga kecilku ini.
Aku akan berusaha kuat semampu aku buat bahagiain kamu juga Dina dan Elfaris.
Kalian bertiga harta terindah aku, kebahagiaan aku, dan sumber
senyuman aku. Semoga aku bisa bahagiain kalian seperti kalian bahagiain
aku. Semoga.." Bisma menarik nafasnya panjang. Ia bergumam pelan
kemudian segera keluar dari kamar Franda. Menuju kamar Elfaris dan Dina
untuk melihat keadaan dua malaikat hatinya yang lain.
**
"Ais mau yang itu aja yah, yang itu tuuh, yang walna hijau yah.."
teriak Elfaris menunjuk mainan miniatur helikopter bercorak hijau
tentara itu.
"Itu jelek. Mending yang ini aja. Bagus nih sayang.. Nanti kita beli
dua. Trus kita balapan nanti sama ayah. Gimana?" Bisma meraih
mobil-mobilan balap berukuran cukup besar yang membuatnya lebih tertarik
terhadap mainan tersebut.
"Gamau yah, Ais maunya yang itu aja. Yang itu tuuh yaah.." Elfaris
melepaskan diri dan turun dari gendongan Bisma. Ia berlari cepat masuk
kedalam toko mainan anak itu mengambil mainan yang diinginkannya.
Bisma hanya menghela nafasnya. Menggaruk belakang kepalanya. Mainan
yang dipegangnya itu kembali ia taruh karna jagoan kecilnya itu sama
sekali tidak menyukainya.
"Hemm.. Ko seleranya Ais beda sama aku ya? Padahal aku suka banget
nih kalau sama mobil-mobilan balap kayak gini. Kan seru, apalagi kalau
mainnya ada temennya. Uhh bisa ditabrak-tabrakkin tuh nanti.." Bisma
berujar bingung.
"Yaah.. Ais mau yang ini juga ya? Ini bagus yah.. Walnanya hijau
kayak mobil tentala. Ais mau yang ini aja. Ini kelen.." tiba-tiba bocah
imut itu kembali berteriak seraya menunjukkan mainan yang lain. Mainan
yang sebenarnya sama percis dengan yang Bisma pilih tadi. Hanya saja
corak dan warnanya yang berbeda.
"Loh, bukannya ini sama kayak yang tadi ya? Tadi katanya gak mau,
pengen helikopter, tapi sekarang malah milih yang ini juga. Hemm gimana
sih anak ayah ini hem?" Bisma meraih tubuh mungil Elfaris.
Menggendongnya dan mengecup pipi cuaby Elfaris.
"Tapi ini walnanya milip mobil tentala yah? Ini kelen. Ais kan
pingin jadi tentala, pokoknya Ais suka yang ini.." jelas Elfaris dengan
kalimat polosnya yang lucu.
Bisma terkekeh. Ternyata jagoan kecilnya ini menyukai apa yang
disukainya juga. Hanya saja dalam pemilihan warna mereka berbeda
pendapat. Mungkin Elfaris terlalu menyukai warna bercorak hijau seperti
baju tentara. Makanya ia menunjuk warna tersebut.
"Yaudah kalau Ais suka yang ini, Ais boleh ambil. Pokoknya Ais boleh
ambil mainan apapun yang Ais suka, ayah gak akan larang.." Bisma
mengusap puncak kepala Elfaris. Menurunkannya kembali tubuh bocah tampan
itu.
"Asiikk!! Belati Ais boleh pilih mainan yang banyak yah?" Elfaris tampak tidak percaya.
Bisma mengangguk setuju diiringi senyum.
"Mainan apapun?" tanya Elfaris lagi.
"Iya sayang. Apapun, berapapun, kalau itu Ais suka, Ais boleh
ambil.." jelas Bisma membungkukkan badannya menyamai tinggi jagoan
kecilnya itu.
"Yeee!! Makasih ayaah.. Ayah baik. Ais sayang sama ayah. Makasih
yaaah muah-muah-muuaah! Ais sayang ayaah.." Elfaris meloncat berteriak
senang. Kedua pipi Bisma dikecupnya berkali-kali. Ia sangat bahagia
karna baru kali ini bisa mendapatkan mainan apapun yang diinginkannya.
Padahal biasanya Franda sang bunda hanya membolehkannya memilih satu
atau dua mainan saja. Tidak seperti sekarang yang boleh memilih sepuas
hatinya.
Elfaris berlari menuju mainan-mainan yang lain. Ia sangat antusias
memilih mainan-mainan yang banyak disukainya itu. Entah mobil-mobilan,
miniatur pesawat terbang, helikopter mainan, bahkan kereta api juga
mainan tembak-tembakan yang diambil dan dipilihnya untuk dibelinya
nanti. Ia sangat bahagia. Sangat-sangat bahagia.
"Kejadian seperti ini yang aku inginkan selama ini. Dimana aku
membuat darah dagingku bahagia, buah cintaku berjingkrak-jingkrak senang
karna aku belikan mainan. Berterimakasih, mengecup kedua pipiku. Ini
benar-benar baru aku alami sekarang. Aku bahagia. Sangat-sangat bahagia.
Terimakasih Tuhan atas kebahagiaan besar ini.." Bisma membatin diliputi
rasa haru dan bahagia. Ia kemudian menghampiri Elfaris dan membantu
jagoan kesayangannya itu untuk memilih-milih mainan yang hendak
dibelinya.
**
"Ayo dong Fran, jangan diem terus. Kamu pilih bajunya juga. Masa
cuma aku aja sih? Ayo pilih.." Dina menarik lengan Franda dan
membantunya memilih-milih baju yang berjejer rapi. Yang membuatnya
tertarik dan antusias.
"Adduh Din, Aku enggak deh.. Kamu aja yang pilih. Aku gak usah.." tolah Franda halus.
"Isssh gak boleh kayak gitu. Pokoknya kamu juga harus pilih. Naah
ini bagus nih, kayaknya cocok buat kamu. Mau yah?" Dina meraih baju dres
putih yang cukup simple namun terlihat anggun itu dan mendekatkannya
kearah Franda.
"E..enggak usah. Pokoknya kamu aja yang pilih.. Aa..aku gak usah deh Din.." lagi-lagi Franda menolak.
"Bisma itu jarang-jarang loh mau ngajakin belanja sepuasnya kayak
sekarang. Dia itu biasanya cuma ngajakin aku belanja dan paling hanya
bolehin aku pilih baju-baju yang hanya beberapa aja. Dia jarang banget
bolehin pilih sepuasnya. Ya kecuali kalau aku sama dia lagi marahan aja.
Makanya kita tuh harus pandai memanfaatkan momen saat ini. Pokoknya
kita harus buat dompet dia jebol hari ini. Ayo Fran?" Dina berujar
ngasal dengan ekspresinya yang lucu. Franda terkekeh. Rupanya ini alasan
dia menyuruh Franda ikut memilih-milih baju juga.
"T..tapi kalau nanti kita pilihnya terlalu banyak, apa Bisma gak akan marah?" Franda mulai ikut memilih-milih baju dihadapannya.
"Bisma itu selalu teguh sama ucapannya Fran. Ya meskipun nanti
dompetnya akan jebol, tapi dia gak akan marah. Paling cuma ngedumel
doang sih.. Hihii biarin aja deh, lagian dia yang nyuruh ko. Iya gak?"
"Hihii.. Iya juga sih. Tapi kasian juga Din.."
"Gak papa. Dia uangnya banyak ko. Jadi gak mungkin langsung bangkrut hanya karna membuat aku dan kamu puas aja.. Iya kan? Hihii"
"Ahaha kamu bisa aja. Kamu btuh ternyata lucu yah? Hemm yaudah aku
ikut pilih deh. Kayaknya ngelihat ekspresi dia kaget itu lucu. Aku jadi
gak kebayang.."
"Haha yaudah makanya kita ngeborong aja apapun yang kita suka. Biar
dia cengo Fran. Trus nanti ekspresi wajahnya kita abadikan. Pasti lucu
tuh..
"Haha kamu bener Din.. Ahaha, pasti lucu.."
"Hahaha.. Wajib diabadikan, ahaha.."
"He'em. Nanti aku suruh Ais yang photo deh.."
"Ahaha boleh-boleh. Itu ideh bagus Fran.."
"Ahaha istri-istri yang jahil.." Franda dan Dina tertawa begitu
puas. Mereka rupanya ingin membuat suaminya itu bangkrut seketika hari
itu juga. Keduanya sama-sama tertawa lepas. Sangat ceria, bahagia dan
seperti tidak ada beban sedikitpun dihatinya.
Bersambung..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Nggak Komentar, Nggak Kece :p