Rabu, 01 Januari 2014

Diantara Tiga Cinta #Part 32

Setelah selesai membersihkan tubuhnya. Perempuan cantik berwajah natural ini segera keluar dari dalam kamar mandi. Ia berjalan pelan mendekati tempat tidurnya. Bibirnya tersenyum kecil saat mendapati bocah tampan yang menemaninya tidur semalam ternyata masih dalam posisi yang sama.
Ia kemudian duduk ditepi tempat tidurnya itu. Duduk disamping bocah tampan yang ternyata Elfaris. Sungguh sangat berbeda sekali raut wajah perempuan yang menjadi istri pertama Bisma ini.



"Pokoknya malam ini Ais mau tidul sama tante. Ais mau temani tante aja. Ais mau bobo disini tan.."

"Tante ko malah diam? Memangnya Ais gak boleh yah bobo disini?.."

"Ais pingin peluk tante.. Tante baik. Ais sayang tante.. Ais mau bobo sambil peluk tante.."

Kalimat demi kalimat yang diucapkan oleh Elfaris saat malam tadi seolah terus terngiang dibenaknya. Dina, perempuan cantik ini tak henti memandang wajah polos Elfaris yang masih tertidur pulas. Jemarinya mulai mengelus lembut puncak kepala Elfaris. Pipi, hidung, mata, bahkan bibir Elfaris diusapnya dengan pelan.

"B..bissmaaa.. Wajah Ais mirip sekali dengan kamu Bbiss..." bibir Dina seakan bergetar hebat menatap dengan lekat wajah malaikat kecil yang menjadi sumber kebahagiaan terbesar suaminya itu.

Air mata Dina tiba-tiba keluar dari pelupuk matanya. Dua sungai kecil itu mengalir tanpa bisa ditahan lagi membasahi pipi putih Dina.


"Bundaaaa...!!" bocah kecil dengan wajah tampan ini berlari dari arah belakang menghampiri Dina. Ia membawa benda berbentuk bulat yang habis dimainkannya bersama sang ayah.

Dina menoleh. Bibirnya tersenyum mendapati buah hati tercintanya itu. Ia kemudian beranjak. Berdiri dan meraih pipi putih bocah tampan tersebut.

"Putra dari mana sayang? Ko bajunya kotor gini sih hem?" ujarnya pelan penuh kelembutan menatap wajah san buah hati.

"Putra abis main bola bun sama ayah. Tapi ayah kalah mainnya. Ayah gak bisa main bola bunda.." suara lucu nan polos itu terlontar begitu saja dari mulut Putra membuat Dina terkekeh.

"Tapi kenapa bajunya kotor sayang? Kan Putra baru saja mandi tadi. Ko udah main kotor-kotoran lagi hem?" Dina meraih tubuh mungil bocah berusia empat tahun itu. Menggendongnya seraya mengelus kening Putra yang sedikit berkeringat.

"Putra kan pingin dadi pemain bola bunda. Dadi maaf kalau baju Putra dadi kotor.." jelasnya polos.

Dina hanya tersenyum mendengar penuturan buah hatinya yang sangat lucu itu. Ia mengusap kening Putra yang dipenuhi keringat. Bibir serta hidung mancung Putra pun ikut ia usap pelan. Dirinya begitu kagum melihat wajah buah hatinya yang selalu bisa membuat ia tersenyum.

Namun tiba-tiba saja sosok bocah tampan yang dipanggilnya Putra itu menghilang dari gendongannya. Bocah itu ternyata tidak ada. Lamunan Dina terbuyar. Ia baru menyadari kalau dirinya rupanya tengah ber-imaginasi.
Dina melihat sekelilingnya yang tidak ada siapapun. Dihadapannya hanya ada Elfaris yang masih terlelap. Seketika wajah Dina pun menjadi murung dan sedih.

"Ya Allah.. Ternyata aku sedang berhayal.. Aku fikir Putra benar-benar ada disini. Aku fikir dia ada disini ya Allah.." Dina terduduk lemas disamping Elfaris. Ia memandang wajah polos Elfaris yang sangat mirip dengan Bisma itu.

"Andai kecelakaan maut itu gak pernah terjadi. Andai aku bisa dengerin ucapan Bisma. Andai aku gak bandel. Mungkin kamu bisa hidup lebih lama lagi dirahim bunda. Lahir dengan selamat dan menjadi Putra kesayangan bunda.." Dina bergumam lirih. Ia menatap perut datarnya. Mengusapnya pelan dan kembali mengingat masa-masa saat kehamilannya dulu.

"Bayinya gerak-gerak Bis. Coba kamu pegang deh, dari tadi dia gerak terus.."

"Mana sayang? Sini coba aku pegang.." Bisma menyentuh perut Dina yang kala itu tengah hamil putra pertamanya. Bisma menaruh kedua telapak tangannya diatas perut Dina. Sekilas bibirnya langsung tersenyum begitu merasakan gerakan bayinya yang sangat aktif.

"Gerak kan? Dari tadi nendang-nendang terus loh, kayaknya dia gak sabar pingin cepat-cepat keluar dari sini.." ujar Dina pelan diiringi senyum. Bibirnya sedikit meringis karna cukup terasa sakit akibat bayinya yang terlalu aktif.

"Kayaknya emang iya sayang. Tapi kan usia kandungannya baru 7bulan, tinggal nunggu 2bulan lagi.
Anak kita ini pasti pingin jadi pemain sepak bola nantinya. Uhh anak ayaah.. Muah-muah-muuach.." Bisma mengecup beberapa kali perut buncit istrinya itu. Wajahnya terlihat sangat bahagia sekali. Begitupun dengan Dina yang kebahagiaannya sangat luar biasa bisa merasakan semua itu.


Air mata Dina kembali menetes. Perut buncitnya itu kini sudah tidak membesar lagi. Perutnya datar. Bahkan tidak ada gerakan bayi dalam kandungannya yang bisa ia rasakan lagi. Semuanya hanya dirasakan kala lalu. Sekarang justru hanya kesedihan dan duka yang Dina rasakan karna bayinya lahir tanpa melihat dunia. Bayinya itu telah pergi sebelum bisa melihat wajahnya. Bayi itu meninggal karna kecelakaan maut yang menimpanya. Ia bahkan harus menerima kenyataan pahit jika rahimnya harus diangkat karna rusak akibat kecelakaan maut saat itu.


"Ya Allah.. Kenapa cobaan ini begitu berat..
Rasanya aku ingin sekali mengakhiri semuanya. Itu benar-benar berat Ya Rob.." Dina memejamkan matanya lirih. Hatinya terasa sesak menghadapi kenyataan yang sangat tidak pernah diduganya bisa menjadi seperti ini.

Dina kembali membuka matanya. Ia memandang tubuh mungil Elfaris. Wajah polos yang masih terlelap itu ditatapnya begitu lekat.

"Andai saja anak ini anakku. Andai dia Putra. Dia anak yang lahir dari rahimku, bukan dari rahim Franda. Mungkin aku adalah satu-satunya perempuan yang sangat bahagia karna bisa memiliki anak setampan ini dan itu darah daging dari suamiku sendiri.." Dina membatin diiringi senyuman miris dan air mata yang terus keluar dari pelupuk mata indahnya.

Dina mengusap wajahnya. Air matanya segera ia hapus. Ia tidak mau kalau sampai ada yang melihatnya menangis meratapi nasib mirisnya ini.

"Gak! Aku gak boleh kayak gini. Aku udah punya Elfaris. Bagaimana pun juga dia tetap anak aku. Dia memang anak kandung Franda. Tapi dia juga telah menjadi anak aku karna dia anak dari Bisma.
Aku udah punya semuanya. Aku udah punya suami yang sangat sayang sama aku. Dan jagoan kecil ini juga ternyata menyayangi aku.
Aku udah punya semuanya. Aku gak perlu ngeluh lagi. Aku udah bahagia. Sangat-sangat bahagia.." Dina mendekap tubuh mungil Elfaris. Ia mengusap rambut poni Elfaris. Kening bahkan pipi Elfaris ia kecup beberapa kali. Dirinya tidak mau kalau harus terus berlarut dalam kesedihan, apalagi kebahagiaan kini sudah ada didepan matanya. Kebahagiaan yang mungkin memang membutuhkan pengorbanan besar yang harus direlakannya.

Dina menarik nafas panjang. Membuang semua sesak dihatinya. Bibirnya coba ia sunggingkan senyum untuk menyambut kebahagiaan itu.

"Aku yang memilih jalan ini. Aku juga yang telah meng'ikhlashkan Bisma untuk menikahi Franda.
Aku bahagia jika suamiku bahagia. Dan aku sekarang lebih bahagia karna Elfaris menyayangi aku. Makasih Fran, kamu telah kasih aku dan Bisma kebahagiaan besar yang gak pernah bisa aku rasakan sebelumnya. Terimakasih Franda.." Dina berujar dalam hati.



**
Berbeda dengan Dina. Perempuan cantik berwajah Chinnese ini justru masih tidak percaya akan kejadian semalam. Kejadian yang dialaminya bersama Bisma suaminya itu.
Franda terbengong. Dia bingung. Entah harus bahagia atau justru bersedih. Ia hanya bisa diam seraya melihat kedalam selimut tebal berwarna putih yang menutupi tubuhnya itu.

"B..berati Bisma beneran udah nyentuh aku?" fikirnya bingung.

Franda menolehkan pandangannya. Dilihatnya Bisma masih pulas tidur disampingnya. Tangan kiri Bisma sendiri masih diletakkan diatas perut Franda. Memang selama malam Bisma tidur dalam posisi memeluk istrinya itu.

"B..bis.. Apa ini gak terlalu berlebihan?
K..kalau nanti aku hamil lagi gimana?
Gimana sama Dina Bis?
Kenapa kamu gak mikirin perasaan dia sih?
Tidur sama kamu aja hati Dina pasti sakit. Apalagi kalau dia tahu kamu nyentuh aku. Aku gak bisa bayangin perasaan dia gimana.." Franda membatin cemas. Mimik wajahnya seketika berubah menjadi takut. Ia bahkan sampai memegang erat selimut tebal yang menutupi sebagian tubuhnya itu.

"Ngh~ udah pagi ternyata.. Ng~ kamu udah bangun sayang?.." tiba-tiba Bisma terusik. Ia menggeliat menggerakkan tubuhnya. Kepalanya menoleh memandang Franda yang malah diam tidak bergeming.

Bisma tersenyum. Ia membenarkan posisinya menjadi duduk bersender diatas tempat tidurnya. Mendekatkannya dengan Franda dan menatap lebih dekat wajah cantik istri yang disayanginya itu.

"Kamu gak papa kan sayang hem?" Bisma bertanya diiringi senyum. Ia menyingkirkan poni yang sedikit menutupi wajah Franda.

Franda hanya menoleh. Mendelikkan mata sipitnya menatap Bisma balik.

Bisma lagi-lagi tersenyum. Ia menarik nafasnya panjang. Mengusap rambut panjang Franda dan mengelusnya pelan.

"Makasih ya buat yang semalam.. Aku bahagia banget Nda. Semoga kita cepet punya baby lagi yah? Semoga diperut kamu ini cepat tumbuh anak kedua kita. Muaach. Aku sayang kamu.." Bisma membungkukkan badannya. Mengusap perut datar Franda yang masih tertutup dengan selimut tebal itu. Mengecupnya penuh kasih sayang. Ia tampaknya sangat bahagia, terbukti raut wajahnya yang berseri dan penuh senyuman.

Franda ikut tersenyum. Rasanya melihat Bisma seperti ini adalah kebahagiaan besar untuknya. Ia menganggukkan kepalanya. Ikut mengusap perut datarnya lalu memandang wajah Bisma teduh.

"Aku mau mandi dulu yah? Habis itu aku mau siapin makanan buat sarapan pagi kita juga yang lain.." Franda beranjak dari atas tempat tidurnya. Selimut tebalnya tetap ia tarik agar tidak terlepas dari tubuhnya.

"Mau aku temenin gak?" Bisma tersenyum jahil.

"Kamu mau ini yah?" Franda menunjukkan kepalan tangannya.

"hemm yaudah aku mandinya dikamar Ais aja deh. Sekalian aku mau lihat jagoan kita itu udah bangun atau belum. Awas aja kalau belum, aku bakalan cubit bundanya nanti!" ancam Bisma ngasal seraya menahan tawa. Ia ikut beranjak dari tempat tidurnya. Kaos putih yang tergeletak disampingnya segera ia pakai, karna dirinya tadi hanya mengenakan boxer hitam saja.

"Ais yang belum bangun, tapi kenapa jadi aku yang mau kamu cubit? Issh dasar aneh!" Franda ngedumel bingung membuat Bisma semakin terkekeh melihat ekspresi lucu perempuan bermata sipit itu.

"Mandinya jangan lama-lama yah?
Hari ini aku gak mau ngantor dulu. Kita jalan-jalan nanti. Sekalian sama Ais juga Dina. Aku bakalan ajak kalian belanja sepuas hati. Pokoknya hari ini kita seneng-seneng deh.." ujar Bisma tiba-tiba.

"T..tapi Bis?"

"Tenang aja sayang.. Aku bakalan sama Ais ko. Jadi biar kamu sama Dina gak cemburu nantinya, aku bakalan sama Ais aja belanja beli mainan buat dia. Kamu bisa berdua sama Dina dan beli apapun yang mau kalian beli nanti.
Gak perlu khawatir. Aku tau ko apa yang harus aku lakukan didepan kalian berdua.." jelas Bisma lembut diiringi senyum.

Franda sedikit kaget. Ia tidak menyangka kalau Bisma ternyata memang memikirkan hati kedua istrinya. Ya mungkin memang dengan cara itu Bisma menunjukkan kasih sayangnya terhadap Franda maupun Dina. Dengan cara itu pula ia menunjukkan kalau dirinya tidak pernah membedakan antara Dina maupun Franda, bahkan Elfaris sekalipun.

"Yaah malah bengong. Mandi sayaaang. Kamu mau aku mandiin yah hem?" Bisma berjalan mendekati Franda. Membuat perempuan cantik itu sedikit kaget dan gugup.

"I..iya a..aku mau mandi ko.
Y..yauda kamu sana! Awas jangan ngintip. Aku mau mandi." usir Franda ketus dengan ekspresi gugup yang membuat Bisma menahan tawanya karna lucu.
Ia masuk kedalam kamar mandinya tanpa menghiraukan Bisma lagi.

"Hufh.. Aku benar-benar bahagia sekali pagi ini. Semoga tidak ada yang aku sakiti didalam keluarga kecilku ini.
Aku akan berusaha kuat semampu aku buat bahagiain kamu juga Dina dan Elfaris.
Kalian bertiga harta terindah aku, kebahagiaan aku, dan sumber senyuman aku. Semoga aku bisa bahagiain kalian seperti kalian bahagiain aku. Semoga.." Bisma menarik nafasnya panjang. Ia bergumam pelan kemudian segera keluar dari kamar Franda. Menuju kamar Elfaris dan Dina untuk melihat keadaan dua malaikat hatinya yang lain.




**
"Ais mau yang itu aja yah, yang itu tuuh, yang walna hijau yah.." teriak Elfaris menunjuk mainan miniatur helikopter bercorak hijau tentara itu.

"Itu jelek. Mending yang ini aja. Bagus nih sayang.. Nanti kita beli dua. Trus kita balapan nanti sama ayah. Gimana?" Bisma meraih mobil-mobilan balap berukuran cukup besar yang membuatnya lebih tertarik terhadap mainan tersebut.

"Gamau yah, Ais maunya yang itu aja. Yang itu tuuh yaah.." Elfaris melepaskan diri dan turun dari gendongan Bisma. Ia berlari cepat masuk kedalam toko mainan anak itu mengambil mainan yang diinginkannya.

Bisma hanya menghela nafasnya. Menggaruk belakang kepalanya. Mainan yang dipegangnya itu kembali ia taruh karna jagoan kecilnya itu sama sekali tidak menyukainya.

"Hemm.. Ko seleranya Ais beda sama aku ya? Padahal aku suka banget nih kalau sama mobil-mobilan balap kayak gini. Kan seru, apalagi kalau mainnya ada temennya. Uhh bisa ditabrak-tabrakkin tuh nanti.." Bisma berujar bingung.

"Yaah.. Ais mau yang ini juga ya? Ini bagus yah.. Walnanya hijau kayak mobil tentala. Ais mau yang ini aja. Ini kelen.." tiba-tiba bocah imut itu kembali berteriak seraya menunjukkan mainan yang lain. Mainan yang sebenarnya sama percis dengan yang Bisma pilih tadi. Hanya saja corak dan warnanya yang berbeda.

"Loh, bukannya ini sama kayak yang tadi ya? Tadi katanya gak mau, pengen helikopter, tapi sekarang malah milih yang ini juga. Hemm gimana sih anak ayah ini hem?" Bisma meraih tubuh mungil Elfaris. Menggendongnya dan mengecup pipi cuaby Elfaris.

"Tapi ini walnanya milip mobil tentala yah? Ini kelen. Ais kan pingin jadi tentala, pokoknya Ais suka yang ini.." jelas Elfaris dengan kalimat polosnya yang lucu.

Bisma terkekeh. Ternyata jagoan kecilnya ini menyukai apa yang disukainya juga. Hanya saja dalam pemilihan warna mereka berbeda pendapat. Mungkin Elfaris terlalu menyukai warna bercorak hijau seperti baju tentara. Makanya ia menunjuk warna tersebut.

"Yaudah kalau Ais suka yang ini, Ais boleh ambil. Pokoknya Ais boleh ambil mainan apapun yang Ais suka, ayah gak akan larang.." Bisma mengusap puncak kepala Elfaris. Menurunkannya kembali tubuh bocah tampan itu.

"Asiikk!! Belati Ais boleh pilih mainan yang banyak yah?" Elfaris tampak tidak percaya.

Bisma mengangguk setuju diiringi senyum.

"Mainan apapun?" tanya Elfaris lagi.

"Iya sayang. Apapun, berapapun, kalau itu Ais suka, Ais boleh ambil.." jelas Bisma membungkukkan badannya menyamai tinggi jagoan kecilnya itu.

"Yeee!! Makasih ayaah.. Ayah baik. Ais sayang sama ayah. Makasih yaaah muah-muah-muuaah! Ais sayang ayaah.." Elfaris meloncat berteriak senang. Kedua pipi Bisma dikecupnya berkali-kali. Ia sangat bahagia karna baru kali ini bisa mendapatkan mainan apapun yang diinginkannya. Padahal biasanya Franda sang bunda hanya membolehkannya memilih satu atau dua mainan saja. Tidak seperti sekarang yang boleh memilih sepuas hatinya.

Elfaris berlari menuju mainan-mainan yang lain. Ia sangat antusias memilih mainan-mainan yang banyak disukainya itu. Entah mobil-mobilan, miniatur pesawat terbang, helikopter mainan, bahkan kereta api juga mainan tembak-tembakan yang diambil dan dipilihnya untuk dibelinya nanti. Ia sangat bahagia. Sangat-sangat bahagia.

"Kejadian seperti ini yang aku inginkan selama ini. Dimana aku membuat darah dagingku bahagia, buah cintaku berjingkrak-jingkrak senang karna aku belikan mainan. Berterimakasih, mengecup kedua pipiku. Ini benar-benar baru aku alami sekarang. Aku bahagia. Sangat-sangat bahagia. Terimakasih Tuhan atas kebahagiaan besar ini.." Bisma membatin diliputi rasa haru dan bahagia. Ia kemudian menghampiri Elfaris dan membantu jagoan kesayangannya itu untuk memilih-milih mainan yang hendak dibelinya.




**
"Ayo dong Fran, jangan diem terus. Kamu pilih bajunya juga. Masa cuma aku aja sih? Ayo pilih.." Dina menarik lengan Franda dan membantunya memilih-milih baju yang berjejer rapi. Yang membuatnya tertarik dan antusias.

"Adduh Din, Aku enggak deh.. Kamu aja yang pilih. Aku gak usah.." tolah Franda halus.

"Isssh gak boleh kayak gitu. Pokoknya kamu juga harus pilih. Naah ini bagus nih, kayaknya cocok buat kamu. Mau yah?" Dina meraih baju dres putih yang cukup simple namun terlihat anggun itu dan mendekatkannya kearah Franda.

"E..enggak usah. Pokoknya kamu aja yang pilih.. Aa..aku gak usah deh Din.." lagi-lagi Franda menolak.

"Bisma itu jarang-jarang loh mau ngajakin belanja sepuasnya kayak sekarang. Dia itu biasanya cuma ngajakin aku belanja dan paling hanya bolehin aku pilih baju-baju yang hanya beberapa aja. Dia jarang banget bolehin pilih sepuasnya. Ya kecuali kalau aku sama dia lagi marahan aja. Makanya kita tuh harus pandai memanfaatkan momen saat ini. Pokoknya kita harus buat dompet dia jebol hari ini. Ayo Fran?" Dina berujar ngasal dengan ekspresinya yang lucu. Franda terkekeh. Rupanya ini alasan dia menyuruh Franda ikut memilih-milih baju juga.

"T..tapi kalau nanti kita pilihnya terlalu banyak, apa Bisma gak akan marah?" Franda mulai ikut memilih-milih baju dihadapannya.

"Bisma itu selalu teguh sama ucapannya Fran. Ya meskipun nanti dompetnya akan jebol, tapi dia gak akan marah. Paling cuma ngedumel doang sih.. Hihii biarin aja deh, lagian dia yang nyuruh ko. Iya gak?"

"Hihii.. Iya juga sih. Tapi kasian juga Din.."

"Gak papa. Dia uangnya banyak ko. Jadi gak mungkin langsung bangkrut hanya karna membuat aku dan kamu puas aja.. Iya kan? Hihii"

"Ahaha kamu bisa aja. Kamu btuh ternyata lucu yah? Hemm yaudah aku ikut pilih deh. Kayaknya ngelihat ekspresi dia kaget itu lucu. Aku jadi gak kebayang.."

"Haha yaudah makanya kita ngeborong aja apapun yang kita suka. Biar dia cengo Fran. Trus nanti ekspresi wajahnya kita abadikan. Pasti lucu tuh..

"Haha kamu bener Din.. Ahaha, pasti lucu.."

"Hahaha.. Wajib diabadikan, ahaha.."

"He'em. Nanti aku suruh Ais yang photo deh.."

"Ahaha boleh-boleh. Itu ideh bagus Fran.."

"Ahaha istri-istri yang jahil.." Franda dan Dina tertawa begitu puas. Mereka rupanya ingin membuat suaminya itu bangkrut seketika hari itu juga. Keduanya sama-sama tertawa lepas. Sangat ceria, bahagia dan seperti tidak ada beban sedikitpun dihatinya.





Bersambung..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Nggak Komentar, Nggak Kece :p