Setelah membuat puas jagoan kecil dan kedua istrinya berbelanja. Wajah
Bisma tampak berseri bahagia. Bibirnya tak henti tersenyum. Pancaran
mata beningnya menyorot penuh keteduhan. Ia bahagia, bahkan
sangat-sangat bahagia karna telah membuat ketiga malaikat hatinya
bahagia.
"Hem, baru kali ini ngerasain dompet jebol. Ternyata cukup menguras
juga. Tapi gak papa deh. Melihat mereka bahagia kayak gini, rasanya gak
terbayar dengan sejumlah uang yang dikeluarkan.." Bisma bergumam
diiringi senyum. Ia memandang kedua malaikat hatinya yang tengah asik
mencoba beberapa baju yang dibeli tadi. Sedangkan Elfaris sendiri asik
membuka kotak-kotak mainan barunya.
"Yah, ini kelen banget yah.. Kita main balapan yuk yah? Ais pingin
balapan mobilnya sama ayah!!" tiba-tiba Bisma menoleh mendengar ajakan
jagoan kecilnya. Ia berjalan mendekati Elfaris. Menghampiri bocah tampan
nan lucu itu.
"Jadi ceritanya Ais mau nantangin ayah nih?" Bisma berjongkok menyamai tinggi putranya.
"Iya. Ais mau tatangin ayah! Ais pasti bisa ngalahin ayah. Ayo yah
kita main!" dengan penuh semangatnya Elfaris beranjak. Menarik
pergelangan tangan Bisma dengan mainan mobil-mobilan berwarna merah yang
dipeluk oleh tangan kirinya.
Bisma tersenyum. Kepalanya menggeleng kecil penuh kekaguman. Ia
kemudian ikut beranjak. Mengambil mainan mobil-mobilan serupa namun
berwarna hitam.
"Kalau nanti seandainya ayah menang. Ais harus kasih ayah hadiah yah?" Bisma berujar pelan.
"Iya. Nati Ais kasih ayah hadiah. Tapi kalau Ais yang menang, belati
ayah yang halus kasih Ais hadiah." balas Elfaris mantap. Bisma terkekeh
mendengar suara lucu yang masih belum bisa berbicara dengan kalimat
benar itu.
"Oke. Ayah setuju. Pokoknya kalau nanti Ais kalah. Ais harus kasih
sesuatu buat ayah." Bisma meraih tubuh jagoan kecilnya itu. Mengecup
pipi Elfaris dan mengacak poni hitamnya.
"Muah! Nanti Ais kasih ayah pelmen kalau ayah menang.." Elfaris mengecup pipi Bisma sekilas.
"Masa permen?"
"Yaudah coklat deh, kalau gitu. Nanti Ais main kelumah om Laffa dulu buat minta coklatnya untuk ayah.."
"Haha, masa coklat juga? Mana dapet minta lagi. Hem anak ayah ini.."
"Hihii.. Abis Ais bingung halus kasih apa buat ayah. Ayah kan udah punya semua."
"Hem, yaudah kita main aja sekarang deh yah? Hadiah apapun yang Ais
kasih nanti. Ayah pasti terima. Tapi kalau Ais yang menang, ayah harap
Ais gak minta yang macem-macem sama ayah." Bisma langsung membawa jagoan
kecilnya itu menuju halaman belakang.
"Ais cuma mau mintaa.."
Bisma menoleh. Memandang penuh rasa penasaran akan apa yang diinginkan Elfaris padanya.
"Hihii. Gajadi deh. Nanti aja. Ais takut ayah malah.." Elfaris
menutup mulut kecilnya. Ia menahan senyum dan tawa saat melihat ekspresi
ayahnya.
"Dasar anak ayah! Anaknya bunda Franda. Selalu aja bikin ayah
penasaran. Hemm muach.. Kita main sekarang yah?" Bisma menggelengkan
kepalanya. Bibirnya tersenyum kecil. Puncak kepala Elfaris dikecupnya
lagi. Tanpa menunggu lama, Bisma segera meneruskan langkahnya menuju
halaman belakang.
"Ais cuma mau minta ayah bial selalu sayangin Ais sama bunda. Ais
gamau kehilangan ayah lagi. Ais gamau ditinggalin sama ayah. Ais sayang
ayah.." Elfaris membatin. Ia menyenderkan kepalanya didada bidang Bisma.
Entah apa maksudnya berbicara seperti itu. Sepertinya ia tampak begitu
takut akan kehilangan sang ayah lagi.
**
Setelah mengetahui kabar kehamilan istrinya. Kini Reza benar-benar
menjadi seorang yang super sibuk. Selain ia harus aktif di dunia
kedokterannya. Ia juga harus tetap memberikan perhatiannya untuk sang
istri. Terlebih ia tidak mau kalau sampai membuatmu marah dan merasa
diduakan lagi dengan profesinya itu. Jadi tak jarang Reza jadi sering
melupakan kesehatannya sendiri.
"Iya sebentar lagi Eja sampai. Ini udah didepan rumah ko. Sabar yah,
sebentar lagi rujak manggaynya datang.." Reza menempelkan BB hitamnya
ketelinga. Ia membuka pintu mobil sedan putihnya. Keluar dari mobil
tersebut untuk memasuki rumah mewahnya karna kamu memang sudah menunggu
sejak tadi.
Reza melangkahkan kakinya masuk. Bibirnya tiba-tiba tersenyum lebar
karna sosokmu sudah berdiri diambang pintu seraya berkacak pinggang dan
menatap Reza penuh rasa kesal.
"Hehe, maaf deh sayang kalau lama. Tadi Eja ada urusan sebentar,
makanya pas Eja lagi beli rujak, Eja mampir kerumah sakit dulu. Jadinya
lama. Maaf yah?" Reza berujar penuh sesal.
Kamu hanya diam. Melirik dengan tampang ketus suamimu yang sudah membuat kamu menunggu selama hampir 2jam lebih itu.
"KALAU nanti anak kamu ileran, jangan salahin aku!!" ketusnya
kemudian berlalu masuk begitu saja. Sepertinya ia benar-benar marah.
"Yaah.. Ngambek lagi. Padahal ini juga udah sambil lari-larian
bolak-balik kerumah sakit dan tukang rujak. Tapi tetep aja marah.." Reza
menyenderkan tubuhnya lemas. Ia menjatuhkan kantung plastik berisikan
sebungkus rujak mangga pesananmu tadi.
Reza memandang bungkusan plastik putih yang diinginkan olehmu sejak
tadi. Mungkin kesalahannya memang fatal karna sering membuatmu kesal.
Membuatmu menunggu lama bahkan sampai berjam-jam, terlebih kesalahan
seperti ini sering kali Reza lakukan.
"Badan Eja anget. Kalau orang lain mungkin udah harus minum obat.
Eja tahu harusnya Eja tuh lebih ekstra lagi kasih perhatian buat
(Nama Kamu). Tapi apa (Nama Kamu) juga gak mau kasih perhatiannya buat
Eja.
Eja lelah, Eja capek, Eja juga bisa sakit loh sama seperti pasien
Eja yang lain." lirihnya kemudian bangkit dan berjalan lunglai masuk
kedalam rumahnya menuju kamar utama dilantai atas.
"Aku mau makan ice cream. Aku mau nasi goreng buatan Eja. Ayo dong buatin. Kalau gak nanti anaknya ileran loh.."
"Iya-iya, nanti Eja buatin dan Eja beliin es krim nya. Tapi jangan
ileran dong. Masa papahnya udah ganteng maut gini anaknya ileran. Kan
gak lucu.."
"Hihi, makanya ayo buatin. Dedenya loh yang minta.."
Reza mengelus perut datarnya. Langkah kakinya semakin gontai. Ia
membuka pintu kamarnya. Menjatuhkan tubuh lkelahnya diatas kasur.
Bayangan demi bayangan diingatnya seolah terus terbayang dimemori
ingatannya.
"Eja lapar.. Dari pagi Eja belum makan. Dari pagi juga yang Eja
urusin cuma rumah sakit sama (Nama Kamu). Tapi Eja sendiri lupa sama
perut Eja.." ujarnya terdengar miris.
Reza kemudian kembali menyentuh keningnya. Hangat yang ia rasakan. Sepertinya ia terlalu capek hingga mengalami sedikit demam.
"Ternyata Dokter juga bisa sakit. Nanti kalau anak kita udah lahir
dan besar, pokoknya dia gak boleh jadi dokter. Mending jadi yang lain
aja. Kasian nanti giliran sakit, gak ada yang ngobatin, kayak Eja
sekarang ini.." Reza membalikkan tubuhnya. Sebuah guling yang terdapat
disampingnya ia peluk. Sungguh sangat memilukan sekali melihatnya
seperti ini. Sedangkan kamu sendiri entah berada dimana. Mungkin
diruangan lain karna kamu masih marah pada Reza akibat tragedi rujak dan
menunggu 2jam lebih tadi(?).
**
"Loh, ko kamu ada disini? Bukannya tadi lagi sama Ais?" Franda
memandang bingung begitu keluar dari kamar mandi dan mendapati sosok
Bisma sudah berbaring diatas tempat tidurnya.
Tapi tidak hanya Bisma, rupanya Elfaris juga sudah berbaring disana. Ia bahkan sudah terlelap dialam mimpinya.
Franda diam. Ia berjalan pelan menghampiri tempat tidurnya. Menatap
dengan bingung sosok jagoan kecilnya yang sudah terlelap itu.
"Ais beneran udah tidur?" Franda bertanya polos.
"Kayaknya dia kecapean deh. Padahal tadi dibawah dia masih asik
ngoceh sama mainan robot-robotannya. Trus main mobil-mobilan sambil
tiduran diatas karpet. Ehh pas aku lihat dia udah tidur. Pantesan
suaranya gak kedengeran, udah lelap dia.." Bisma menjelaskan seraya
memandangi wajah tampan malaikat kecil yang sangat disayanginya itu.
Franda tersenyum. Ia kemudian duduk didekat Elfaris. Lengannya mengelus kening jagoan kecilnya itu.
"Dia lelah. Seharian ini dia main terus. Tadi siang juga dia gak
tidur siang. Jadinya kayak gini.." Franda berujar pelan diiringi senyum.
"Dia lucu yah? Lagi tidur aja wajahnya bisa selucu ini. Mirip aku ya Nda?" ucap Bisma tiba-tiba.
"Bukan cuma mirip. Tapi memang percis kayak kamu. Kalau lagi marah,
lagi kesel, bahkan lagi perhatian. Itu mirip kamu banget Bis.." Franda
tak henti tersenyum memandangi buah hatinya itu. Begitu pun dengan Bisma
yang memandang kagum wajah jagoan kecilnya.
"Elfaris Putra Karisma. Dari awal dengar nama itu, sebenarnya aku
cukup heran dan bertanya-tanya. Kenapa kamu kasih dia nama Elfaris Putra
Karisma Nda? Kenapa gak nama yang lain?" Bisma mengalihkan pandangannya
menatap wajah cantik Franda. Posisi duduknya sedikit ia geser agar
dapat lebih dekat dengan istri keduanya itu.
"Elfaris.. Awalnya sih aku bingung harus kasih dia nama apa. Waktu
itu aku kalut Bis. Aku kalut antara aku harus bahagia atau justru
bersedih.
Satu sisi aku memang bahagia saat mendengar tangisan pertamanya.
Bahagia sekali Bis, ternyata perjuangan aku gak sia-sia buat ngelahirin
dia. T..tapi.. Tapi saat ingat kamuu.. Aku, aku justru langsung drop.
Sakit banget Bis. Mungkin rasa sakitnya melebihi rasa sakit saat
berjuang untuk melahirkan Elfaris. Dimana aku harus melahirkan seorang
anak tanpa ayah. Sangat sakit. Aku bahkan gak tahu harus gimana. Tapi
saat aku lihat wajah Ais. Semua rasa sakit dan sesak itu hilang. Dia
bagai nyawa kedua buat aku Bis.. Makanya aku gak bisa kehilangan dia.
Aku gak bisa kehilangan nyawa kedua aku. Elfaris nyawa kedua aku.." air
mata Franda menetes begitu mengingat masa lalunya. Ia tak sanggup
membayangkan kepahitan dan kesakitan saat Elfaris lahir dulu. Dimana
Bisma belum mendampinginya seperti sekarang. Itu benar-benar sangat
menyakitkan untuk diingat apalagi dikenang.
Bisma menarik kepala Franda kedalam dekapannya. Memeluknya dan mengelus puncak kepala perempuan cantik itu.
"Maafin aku yah? Kesalahan aku terlalu fatal. Aku janji gak akan
pernah biarin kamu merasakan hal yang serupa lagi. Aku akan bahagiain
kamu dan Elfaris Nda. Aku janji.." Bisma mengecup kening Franda cukup
lama. Bulir bening air mata tiba-tiba keluar dari sudut matanya. Hatinya
terasa sesak jika mengingat penderitaan yang diderita anak dan istrinya
itu karena ulahnya dimasa lalu. Sangat-sangat sesak dan menyakitkan.
"Nama Elfaris itu sebenarnya aku ambil dari nama kamu dan aku Bis.." tiba-tiba Franda berujar kembali.
Bisma melepaskan dekapannya. Beralih memandang wajah Franda teduh penuh rasa penasaran.
"Elfaris. Huruf E aku ambil dari nama depan aku, Efranda. Sedangkan Faris.."
"Pasti karena kamu pingin pergi ke Faris iya?" Bisma menebak asal.
"Iss bukan Bisma. Masa karna aku pingin ke Paris sih.. Ngaco kamu.." Franda memprotes kecil diiringi tawa.
"Hehe kan aku cuma nebak aja. Kirain karna kamu mau pergi ke Paris
tapi gak kesampean.. Makanya anak kita dikasih nama Elfaris.." Bisma
tertawa kecil dengan candaan lucunya itu.
"Yang pasti aku ambil dari beberapa huruf dari nama kamu Bis. Bisma,
aku ambil huruf i sama S nya. Jadinya is. Harusnya sih namanya EfraBis.
Efranda Bisma. Tapi terlalu sulit untuk disebut. Makanya aku singkat
jadi Efaris. Biar lucu dan unik aja. Hihii.."
"Tapi keren Nda. Berbeda sama yang lain. Bagus lagi. Kalau nanti
kita punya anak lagi, harus pakai nama kita juga yah? Misalnya Binda
atau Frasma atau apalah gitu. Yang penting ada nama kitanya.."
"Kalau itu sih gimana nanti aja. Lagian belum tentu kan aku bisa
kasih kamu anak lagi? Aku rasa cukup Ais aja deh. Gak usah ada anak
kedua"
"Loh? Ko gitu?"
"Aku gak mau aja. Rasanya masa lalu yang itu sangat menyakitkan Bis. Aku gak mau ngulangin itu lagi. Aku takut.."
"Tapi kan sekarang aku udah disini. Aku akan temanin kamu. Aku juga akan terus dampingi kamu. Jadi kamu gak perlu takut.."
Franda diam. Kepalanya menunduk. Ia menoleh memandang wajah Elfaris kembali.
"Hemm.. Yaudah, kamu gak usah fikirin masa yang lalu lagi. Kita sekarang udah ada dimasa saat ini. Masa yang sedang kita jalani.
Aku gak mau kamu sedih terus. Lupain aja ya sayang masa lalu buruknya. Aku akan ganti dengan masa yang indah nanti..
Aku keluar dulu. Malam ini aku tidur sama Dina. Muach! Jangan sedih
yah? Aku gak akan biarin kamu bersedih seperti ini. Aku sayang kamu.."
Bisma beranjak dari duduknya. Ia menarik kepala Franda dan mengecup
kening Franda lembut. Kalimatnya begitu pelan dan menenangkan.
"Salam buat Dina yah? Bilang maaf karna aku udah buat kamu kelamaan dikamar ini.." ujar Franda diiringi senyum.
"Gak papa sayang. Yaudah aku keluar. Titip Ais yah? Kalau dia nangis
bangunin aku aja. Muach! Anak ayah jangan nakal.. Ayah temui bunda Dina
dulu.. Muach!!" Bisma mengecup kening dan pipi Elfaris. Terlihat kalau
ia sangat menyayangi Elfaris melebihi apapun.
Bismakeluar dari kamar Franda. Membiarkan Franda agar tidur ditemani
jagoan kecilnya. Ia tidak bisa egois, mungkin kalau disuruh memilih ia
ingin tidur menemani istri dan anaknya itu. Tapi ia masih memiliki Dina.
Dan dia tidak bisa egois kalau harus melupakan istri pertamanya itu.
"Bunda bangga sama ayah kamu. Dia laki-laki yang hebat. Bunda senang
dia bisa berlaku adil sama kita semua. Sama Bunda, sama Aism juga sama
bunda Dina. Semoga Ais bisa jadi anak kebanggaan bunda ya sayang..
Mmuach! Bunda sayang kamu nak.." Franda mengecup pipi cuaby Elfaris. Ia
menarik selimut tebalnya untuk menutupi tubuh mungil jagoannya itu.
Franda berbaring disamping Elfaris. Memeluk Elfaris hingga dirinya ikut
terlelap bersama jagoan kesayangannya itu.
**
2 bulan kini telah berlalu. Keluarga kecil nan bahagia ini terlihat
semakin harmonis dipenuhi kebahagiaan. Kasih sayang dan saling mengerti
satu sama lain. Saling berbagi, perhatian penuh dan tidak pernah saling
membenci. Bisma benar-benar beruntung bisa menjadi kepala keluarga yang
bisa menjadi imam untuk kedua istri dan jagoan kecilnya itu. Ia sosok
ayah dan suami yang luar biasa. Franda dan Dina tidak pernah sedikit pun
saling iri atau dengki. Semuanya saling mengerti satu sama lain. Jadi
tak heran kalau Bisma begitu lebih betah berada dirumahnya dari pada
harus berlam-lama ditempat kerja.
"Jadi ayah pulangnya sole? Ayah benelan gak pulang malam kan?"
Elfaris berbicara dengan sang ayah lewat sambungan telpon rumahnya.
"Iya jagoan. Ayah udah selesai ko. Sebentar lagi ayah pulang. Ais mau titip apa nanti? Biar sekalian ayah beliin.."
"Ais mau es klim lasa colkat yah. Tapi belinya empat. Satu buat Ais,
satu buat bunda. Tlus buat ayah, sama buat bunda Dina. Jadi semuanya
dapat yah.."
"Haha ayah fikir empat ice creamnya buat Ais semua. Hemm yaudah ayah
pulang sekarang yah? Nanti empat ice cream rasa coklatnya ayah beliin
secepatnya."
"Asiikk..!! Makasih ayaah. Ayah baik.. Ais sayang sama ayah.
Muah-muahh.. Ais sayang ayaah.." Elfaris meloncat-loncat senang. Ia
sampai mengecup gagang telpon yang tengah dipegangnya berkali.
Memberikan kecupan-kecupan itu untuk sang ayah.
Bisma terkekeh. Tingkah jagoan kecilnya ini memang selalu bisa
membuatnya tersenyum. Ia kemudian mengakhiri sambungan telponnya.
Membereskan berkas-berkas kerjanya agar bisa segera untuk pulang.
"Hemm.. Besok mau ambil cuti buat libur ah.. Pengen main kerumah
mamah di Bandung. Sekalian ajak Dina Franda sama Ais jalan-jalan. Udah
lama juga gak ajak mereka jalan-jalan. Elfaris pasti seneng.." gumam
Bisma yakin. Bibirnya tersenyum membayangkan raut wajah bahagia ketiga
malaikat hatinya itu. Ia berjalan keluar dari ruangan kantornya agar
bisa segera untuk pulang.
**
"Ayaaahh!!" Elfaris berlari menubruk tubuh Bisma. Memeluknya dengan
erat seolah begitu bahagia mendapati sosok ayah tercintanya sudah
pulang.
"Uhh anak ayah.. Gimana dirumahnya sayang? Ais gak nakal kan? Trus
disekolah tadi gimana? Gak ada yang Ais nakalin kan hem?" Bisma meraih
tubuh Elfaris dan menggendongnya. Bertanya dengan lembut tentang
kegiatan jagoan kecilnya yang memang sudah ia masukkan sekolah TK sejak
bulan lalu.
"Ais gak nakal ko yah. Dia justru baik banget. Cuma tadi katanya dia
nangis disekolah karna aku telat jemput. Lucu sih, pak satpamnya sampai
nelponin terus karna Ais gak mau berhenti nangis. Franda sendiri gak
bisa jemput karna badannya lagi agak kurang fit. Makanya aku yang
gantiin jemput. Dia beneran lucu loh, giliran dikasih es krim baru
berhenti nangis. Lucu banget anaknya bunda ini.." jelas Dina tiba-tiba.
Ia meraih tas kerja Bisma dan membawakannya masuk. Dia menceritakan hal
yang terjadi hari ini. Ia memang menjadi bunda Elfaris juga. Tugasnya
dengan Franda sama-sama menjadi bunda terbaik untuk Elfaris. Beruntung
sekali bocah tampan yang lucu itu bisa memiliki kedua bunda yang sangat
menyayanginya.
"Masa jagoan ayah nangis? Katanya mau jadi jagoan tapi ko nangis
sih?" Bisma menatap wajah Elfaris. Membenarkan poni hitamnya yang
sedikit berantakan itu.
"Abis bunda jaat! Bunda jemput Ais telat. Sekolahnya udah sepi yah..
Untung bunda Dina datang. Ais jadi gak takut lagi deh.." Elfaris
berujar polos seraya menikmasi es krim rasa coklat yang Bisma bawakan
untuknya.
Bisma dan Dina hanya terkekeh mendengar penuturan lucu Elfaris.
"Oh iya, memangnya Franda masih sakit sayang? Kepalanya masih
pusing?" tanya Bisma tiba-tiba. Ia menurunkan tubuh Elfaris dari
gendongannya dan beralih menatap Dina.
"Katanya sih pusingnya itu Bis gak mau hilang, dia juga suka
muntah-muntah. Badannya lemes, tapi gak demam atau panas. Mungkin cuma
kecapean aja sih. Aku udah ajakin dia ke Dokter, tapi dianya gak mau.."
Dina menjelaskan.
"Hem.. Dia tuh emang susah kalau diajak ke Dokter. Yaudah, aku temui
Franda dulu ya sayang? Kamu tolong bawain tas kerja aku kekamar. Besok
aku gak kerja ko. Kita kerumah mamah aja di Bandung sekalian kita
jalan-jalan. Aku udah kangen banget sama mamah papah. Kita kesana besok
pagi. Muach!" Bisma mengecup bibir Dina sekilas kemudian segera
melangkahkan kakinya menuju kamar Franda.
"Ketemu mamah? Hemm.. Aku juga kangen sama mamah kamu Bis.. Berati
harus buat kue nih. Mamah kan suka banget sama kue buatan aku.. Hihi
siapa tahu aja mamah suka nantinya.." fikir Dina tersenyum senang. Ia
melangkahkan kakinya menuju kamarnya yang memang bersebelahan dengan
kamar Franda.
Sedangkan Elfaris sendiri sudah ngacir entah kemana. Mungkin bermain
diruang tengah dengan mainan-mainannya yang sangat banyak itu. Atau
justru masih asik menikmati ice cream coklatnya pemberian Bisma tadi.
**
"Yaah udah tidur.." Bisma membuka pintu kamar Franda dan mendapati istrinya itu sudah terlelap.
Bisma berjalan masuk mendekati Franda. Memandang penuh senyuman istri yang disayanginya itu.
"Wajahnya pucat banget, kamu sakit apa sih Nda? Ko bisa sampai kayak
gini?" Bisma duduk disamping Franda. Membelai lembut wajah cantik
istrinya yang sedikit terlihat pucat itu.
"Ngh~ Bisma?" tiba-tiba Franda membuka matanya. Ia terusik akan belaian lembut suaminya itu.
"Kamu sakit? Kita kerumah sakit yah?" Bisma menyentuh kening Franda
dengan punggung tangannya. Franda menggeleng lemah. Ia mencoba bangun
dan bersender pada tempat tidurnya.
"Aku gak papa Bis, cuma kecapean aja ko. Badan aku juga lemes,
mungkin karna setiap makanan yang aku makan aku muntahin lagi. Rasanya
mual banget, kepala juga pusing. Tapi aku beneran gak papa ko. Mungkin
cuma masuk angin biasa aja.." jelas Franda dengan nada sedikit melemah.
"Kita kerumah sakit. Aku gak mau kalau kamu sakit kayak gini." Bisma hendak membantu Franda untuk berdiri.
"Gak usah Bis! Kamu baru pulang kerja. Pasti masih capek. Aku udah
minum obat ko tadi. Aku beneran gak papa. Gak usah yah?" tolak Franda
menghentikan lengan Bisma yang hendak membantunya bangun.
"Kamu sakit Nda. Jangan bandel deh.. Kalau terjadi apa-apa sama
kamu. Aku juga yang repot nantinya. Jadi gak usah nolak. Please nurut
sama aku. Ini juga buat kebaikan kamu." ujar Bisma sedikit kesal.
"Tapi aku beneran gak mau Bis! Kamu jangan paksa aku dong. Kalau aku
bilang gak papa. Ya berati aku enggak apa-apa!!" jelas Franda tetap
kekeuh menolak ajakan Bisma.
"Keras kepala banget! Kalau gak mau nurut sama suami, kamu mau nurut
sama siapa hem?" Bisma sedikit mencoba sabar menyikapi sikap Franda
yang memang cukup bandel kalau soal kesehatannya.
"Aku beneran GAK PAPA! Kalau kamu tetap maksa, AKU akan marah!!"
tegas Franda sedikit menekan kata-katanya. Ia bahkan menepis tangan
Bisma dan berlalu menuju kamar mandi karna perutnya kembali terasa mual.
"Aku gak peduli kamu mau marah atau apapun, aku cuma gak mau kamu
sakit kayak gini. Aku tuh sayang sama kamu Nda. Jangan buat aku
khawatir.. Aku gak mau kamu kenapa-napa.."
"Tapi aku beneran gak papa Bis!! Hueek.." sahut Franda berteriak
dari dalam kamar mandinya diakhiri muntahan akibat rasa mual diperutnya.
Bisma hanya menghela nafasnya berat. Mengusap wajahnya kasar seraya memandangi pintu kamar mandi.
"Keras kepala banget sih! Pantes aja Elfaris juga suka nolak kalau
disuruh minum obat. Ternyata dia menuruni sifat kamu Nda! Hufh,
bener-bener keras kepala!!" Bisma berujar kesal dengan ekspresi wajah
seperti menahan marah.
"Aku emang egois dan ngesein!! Dan sikap aku emang kayak gini. Kalau
kamu gak suka, ngapain kamu nikahin aku!!" tiba-tiba mata Bisma membola
kaget begitu mendengar ucapan Franda dan mendapati sosoknya yang sudah
berdiri didepan pintu kamar mandi.
"N..nda? M..maksud aku tuh gak gitu.. Aku, aku tuh cuma.. Aku cuma khawatir aja sama kamu Nda. Akuu.."
"Kalau emang gak suka sama sifat buruk aku, bilang Bis!!
Aku tuh emang kayak gini dari dulu. Ngeselin, keras kepala dan
egois! Jangan baru bilang sekarang!!" bentak Franda marah. Entah kenapa
ia menjadi sensitif seperti ini. Bisma semakin kaget dan tidak percaya
jika dengan kalimatnya tadi bisa membuat Franda semarah ini.
"M..maksud aku tuh gak kayak gitu Nda. Aku tuh cumaa.."
"Udah deh, mending kamu keluar aja sana! Aku mau istirahat. Aku
capek, aku mau tidur aja, aku juga gak mau ngerepotin kamu, jadi aku
harap kamu keluar dan tinggalin aku sendiri!"
"T..tapi Nda?"
"Keluar Bis! Tinggalin aku sendiri!!" jelas Franda mengusir Bisma.
"Yaudah aku keluar. Ternyata kamu tuh emang beneran egois.." Bisma
berujar pasrah. Ia keluar dari kamar Franda dan membiarkan istrinya itu
sendirian tanpa kehadirannya.
"Udah tahu istri lagi mual dan muntah terus, pake maksa-maksa
kerumah sakit segala lagi. Kalau aku bilang gak mau ya gak mau! Ngeselin
banget sih kamu tuh Bis!" dumel Franda menggerutu kesal.
"Aneh, beberapa hari ini perasaan Franda sering marah-marah terus.
Dia tuh sensitif banget. Kayak ibu hamil aja. Perasaan dulu dia gak
kayak gini deh.. Tapi? Apa jangan-jangan?" Bisma langsung menghentikan
langkah dan ucapannya.
"Ah gak mungkin! Kalau lagi hamil pasti gak akan kayak gini. Dina
dulu juga gak terlalu suka marah-marah. Dia malah manja banget. Ini sih
Franda nya aja yang keras kepala dan egois. Dikasih perhatian malah
marah-marah. Hufh.. Sensitif banget.." Bisma kembali melanjutkan
langkahnya. Menggerutu dan ngedumel sendiri karna sikap Franda yang aneh
dan tidak pernah ia duga sebelumnya.
Bersambung..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Nggak Komentar, Nggak Kece :p