Rabu, 07 Mei 2014

Maniac Cinta #Part 34

Tubuh Abiela kini hanya bisa terbaring lemah diatas ranjang rumah sakit. Kondisinya masih belum sadarkan diri setelah semalaman kritis. Kedua kelopak matanya terpejam. Pergelangan lengan kanannya dialiri selang infus. Sedangkan lengan kirinya terdapat perban akibat luka gores yang sengaja Abie goreskan sendiri tepat diatas urat nadinya.


Ilham duduk dikursi samping Abiela. Ia memegang lengan Abie dan sesekali mengelusnya pelan. Wajahnya tampak sangat sedih dan cemas, rupanya Ilham sangat mengkhawatirkan kondisi kesehatan musuh bebuyutannya ini.

"lo tuh bodoh tau gak!
Ngapain coba harus ngegores dan ngelukai tangan lo sendiri?
Akhirnya jadi kayak gini kan?
Gue tuh khawatir tau Bie, kalau loe kenapa-napa gimana?
Gue gak mau kehilangan lo.
Harusnya kalau lo punya masalah lo tuh cerita. Gue pasti akan dengerin cerita lo, gue juga pasti akan bantuin lo, asal lo gak nyoba buat mengakhiri hidup lo kayak gini. Gue gak suka Bie, gak suka.."ujar Ilham terus berceloteh sendiri. Satu sisi ia sangat kesal dan marah. Tapi disisi lain ia khawatir dan cemas akan kondisi kesehatan Abiela.

"lo tuh satu-satunya cewek yang selalu bisa buat gue ketawa dan senyum.
Gue gak mau kehilangan lo Bie.
Lo harus bangun, lo harus sembuh. Kalo lo gak bangun berati lo tega buat gue sedih dan gak senyum lagi.
Gue janji gak akan pernah tinggalin lo Bie. Gue akan terus jagain lo disini asal lo bangun, gue janji Bie.."Ilham memejamkan matanya lirih. Pergelangan tangan Abiela diciumnya lembut penuh kasih sayang. Rupanya Ilham benar-benar sangat menyayangi perempuan cantik ini.

"Dokter bilang kemungkinan besar kamu lo itu korban pemerkosaan. Makanya lo frustasi dan trauma, ketakutan sendiri sampe ngambil jalan pintas yang gak pantes kayak gini.
Maafin gue. Harusnya gue bisa jadi teman sekaligus sahabat buat lo. Tapi gue malah gak ada, gue juga gak nyangka kalau kejadian buruk kayak gini bisa menimpa lo.
Pokoknya lo harus bangun, lo harus sembuh Bie. Gue janji akan berhenti jadi musuh lo asal lo bangun. Gue akan jadi sahabat lo Bie kalau lo mau itu juga. Pokoknya lo harus bangun yah? Gue gak mau kehilangan lo.."ujarnya lagi kini sampai meneteskan air mata.

Bisma yang sedari tadi berdiri diluar ruangan kamar rawat Abiela tampak sedang berfikir. Kedua bola matanya menyorot tajam kearah Ilham juga Abiela.
Sebenarnya tujuan Bisma datang kerumah sakit ini untuk mencari Rafael. Namun justru malah adegan haru Ilham dan Abie yang dilihatnya sejak tadi.

"ohh jadi adiknya si baj*ngan itu korban pemerkosaan?
Trus dia nyoba buat bunuh diri, sampai akhirnya kondisi dia jadi kritis kayak gini?"pikir Bisma menerka-nerka. Bibirnya tersirat senyuman licik penuh kemenangan.

"ini berati karma buat lo Raf! Tuhan udah ngebales semuanya, berati gue gak perlu ngotorin tangan gue lagi buat balesin dendam untuk adik gue karna adik lo udah dapetin itu semua."batin Bisma tersenyum puas. Ia kemudian beranjak dan berlalu meninggalkan Ilham juga Abiela tanpa mau mengusik mereka berdua karna masih ada urusan penting lain yang harus segera ia urus.




Sementara itu..


Rangga tengah duduk sendirian dicafe tempat ia biasanya nongkrong. Wajahnya tampak sedikit pucat seperti orang ketakutan, sedangkan tangannya sendiri sedari tadi hanya membolak-balikkan sebuah dompet kecil berwarna putih yang tak sengaja terbawa olehnya saat kejadian malam beberapa hari lalu.

Rangga membuka pelan dompet tersebut. Dibacanya kartu nama dibalik kartu tanda penduduk pemilik dompet tersebut.

"Abiela Putri Tanubrata?
Ta-nu-braa?
Jangan-jangan cewek ini Abie adiknya si Rafael yang sering dia ceritain ke gue lagi.
Aaargghh!! Kalo beneran iya, bisa mampus gue"wajah Rangga terlihat semakin panik dan takut. Ia memang bersahabat lama dengan Rafael, namun Rangga tidak terlalu mengenal adik Rafael karna hanya pernah bertemu sekali saja.

Rangga kembali mengingat sosok perempuan yang telah dinodainya beberapa hari lalu. Suara tangisan, rintihan, bahkan wajah perempuan itu Rangga mencoba mengingat-ingat lagi.

"enggak! I..ini gak mungkin, ini.. Inii..."

"Ga! Akhirnya lo bisa gue temuin juga.
Gue butuh bantuan lo nih, pokoknya lo harus bantuin gue"

Tiba-tiba jantung Rangga seakan berhenti mendadak. Orang yang ditakutinya justru malah datang menghampirinya. Bola mata Rangga melotot kaget dengan tubuh kaku dan mulut yang tak bisa berucap karna takut.

"lo kenapa sih? Lo lihatin apa?
Ko kaya yang abis ngelihat hantu aja"tanya Rafael bingung.

"e..enggak! G..gue gak papa ko Raf. G..gue gak papa, gue gue gak papa.."jawab Rangga gugup mengeluarkan keringat dingin dari dahinya. Kedua tangannya sampai bergetar hingga dompet putih yang dipegangnya pun terjatuh.

"dompet? Sejak kapan dompet lo berubah jadi putih gitu?"Rafael mengerutkan keningnya. Namun Rangga buru-buru mengambil dompet tersebut dan menyembunyikannya.

"i..ini b..bukan punya gue ko Raf. B..bukan punya gue"ujar Rangga gugup.

"sini gue lihat!"Rafael langsung mengambil dompet tersebut dari tangan Rangga. Ia melihatnya dan membuka dompet tersebut.

"Ini kan dompet adik gue. Kenapa bisa ada di elo Ga?"bola mata Rafael melotot kaget tidak percaya.

"i..itu, g..gue.. Guee.."

"JAWAB GA!!"bentak Rafael mendadak emosi. Tangannya sampai mencengkram kerah baju Rangga. Saat ini apapun yang berhubungan dengan adiknya pasti akan membuat Rafael emosi, apalagi keadaan adik Rafael sendiri masih belum sadarkan diri sampai sekarang.

"g..guee.. Gue gak tau Raf.
I..ituu, itu gue cumaaa.."

"JANGAN BOHONG!!"bentaknya lagi. Rangga semakin dibuat gugup dan takut melihat ekspresi Rafael.

"t..tapi gue beneran gak tau R..raf!
G..gue b..berani sumpah.
G..gue pergi dulu, g..gue pamit."Rafael melepaskan cengkraman tangannya. Ia membiarkan Rangga berlalu pergi begitu saja dari hadapannya.

"sebenarnya apa yang lo sembunyiin dari gue Ga?
Gue rasa lo nyembunyiin sesuatu dari gue. Gue harus cari tahu, iya HARUS!!"batin Rafael yakin. Ia ikut beranjak dari duduknya. Berlalu keluar dan membuntuti langkah Rangga dari belakang.



**
"Cieeett..."

Mobil Ferrari biru Rangga berhenti tepat didepan mobil Honda Jazz Rafael. Yapz setelah cukup lama membuntuti Rangga akhirnya Rafael dapat mengejar mobil Rangga dan menghalangi jalannya.

Rafael keluar dari dalam mobilnya. Ia berjalan cepat menghampiri Rangga. Wajahnya cukup terlihat menyeramkan penuh amarah.

"KELUAR LO!!"bentaknya kasar seraya menggedor pintu mobil Rangga.

"gue gak akan keluar. Gue gak mau mati konyol ditangan loe Raf!"Rangga tersenyum licik. Ia memutar stir mobilnya dan berbalik arah. Melajukan mobil Ferrari birunya itu dan segera berlalu meninggalkan Rafael.

"Aargghh!! Baj*ngan lo Ga!
Gue yakin lo itu PASTI orang yang udah merkosa adik gue!
Lo emang bener-bener brengs*k! Baj*ngan! Argghhhh!!!"Rafael berteriak emosi. Melihat dari semua gelagat dan sikap Rangga memang sangat mencurigakan. Apalagi tadi Rafael sempat mendengar kalimat mengejutkan dari mulut Rangga. Jadi tak heran kalau ia begitu yakin Rangga lah penyebab dari kekerasan dan tindakan pelecehan seksual yang diterima oleh adiknya Abiela.

"Gue bunuh lo Ga! Gue akan bunuh lo!!"Rafael mengepalkan kedua tangannya. Ia masuk kembali kedalam Honda Jazz hitamnya untuk mengejar mobil Rangga tanpa mau kehilangan jejak lelaki yang sudah dicapnya sebagai bajingan itu.




*
"kalau kayak gini caranya gue bisa ketangkep.
Gue gak mau mati konyol apalagi ditangan Rafael.
Lo bener-bener gila Raf! Tapi gue akan lebih gila lagi kalau lo berhasil nangkep gue.
Ini bukan kemauan gue. Gue sama sekali gak tahu!
Kalau gue tahu cewek yang gue sentuh itu adik lo, gue pasti gak akan berani nyentuh. Tapi semuanya udah terjadi. Mungkin setelah ini akan ada darah yang mengalir dan mengakhiri semuanya. Gue gak takut! Karna gue merasa GUE GAK PERNAH SALAH!!"bibir Rangga tersenyum licik melihat kaca spion mobilnya. Disana ia melihat mobil Rafael melaju begitu cepat mengejar mobilnya.

"ini daerah kekuasaan gue! Disini lo pasti akan mampus Raf!
Sekali lagi gue tegasin. Ini bukan kemauan gue. Tapi ini jalan yang lo pilih sendiri. Selamat menikmati akhir hidup lo!"Rangga membatin. Ditempelkannya Bb hitam miliknya ketelinga. Ia memang hendak menghubungi seseorang. Mungkin anak buahnya atau orang suruhannya, yang pasti mobilnya seketika langsung menghilang dari pandangan Rafael.

"Arrghhh SIAAL!!"Rafael memukul stir mobilnya. Memberhentikan mobil Jazz hitamnya itu. Satu senyuman licik penuh kemenangan mengembang dari bibir Rangga.

"haha selamat menikmati hari akhir lo sobat.
Sekali lagi ini pilihan lo. Bukan kemauan gue.
Jangan pernah macam-macam sama gue. Think Smart!"Rangga melajukan mobilnya kembali dari kejauhan. Entah kenapa Rafael tiba-tiba tidak bisa menemukannya. Memang terdapat jalan rahasia diarea tersebut. Tak lama beberapa mobil serta motor banyak yang berdatangan. Yapz. Inilah maksud dari semua ucapan Rangga tadi. Ini bukan kemauannya tapi ini pilihan yang diambil Rafael sendiri.

"RANGGAAAAAAAAA!!!"teriak Rafael tampak emosi memuncak.





**
Bisma berdiri didepan pagar rumah mewah yang dihuni oleh Morgan. Ia memandang lirih sosok Morgan yang sudah lama ditunggunya sejak tadi.

Bisma berjalan pelan menghampiri mobil Morgan. Morgan sendiri tampak mengacuhkannya walau ia menyadari kedatangan Bisma.

"mana Melody?"tanya Bisma tiba-tiba.

Morgan menoleh sekilas. Hanya sekilas, setelah itu ia kembali meneruskan langkahnya hendak memasuki rumahnya.

"gue tanya dimana Melody Gan."Bisma menarik pergelangan tangan Morgan. Membuat Morgan kembali menoleh dan menghentikan langkahnya. Menepis tangannya seolah merasa jijik kalau Bisma menyentuh lengannya.

"pergi! sebelum gue ngelakuin hal kasar buat lo!"ancam Morgan dengan ekspresi datarnya tanpa ekspresi.

"gue gak akan pergi!"

Morgan kembali menoleh.

"gue mau ketemu Melody Gan.
Please kasih tau gue dimana dia.
Gue tahu gue salah.
G..gue mau minta maaf sama dia.
G..gue menyesal.."Bisma tertunduk lirih.

"hah? Gue gak salah denger?
Lo gak perlu acting didepan gue Bis, karna itu gak akan buat gue tertarik!"Morgan tersenyum kecut menyepelekan.

"Gan, gue serius!"

"gue gak peduli"

"tapi gan.."

"gue tetep gak peduli"

"please kasih gue kesempatan.."

"gue akan tetap gak peduli.."

"Gaan.."

"Kaak.."

Morgan dan Bisma seketika menoleh kaget. Melody keluar dari mobil sedan hitam Morgan.

"M..mel?"Bisma langsung berjalan cepat menghampiri Melody. Mencoba mendekatinya dengan bibir yang tersenyum bahagia karna akhirnya bisa bertemu dengan Melody.

"jangan sentuh dia!"

Tiba-tiba Morgan menepis tangan Bisma. Tangan yang hendak berhambur memeluk tubuh perempuan cantik itu.

Bisma diam. Ia menatap Morgan dan Melody lirih.

"kita masuk sekarang.
Kamu harus banyak istirahat, ingat apa ucapan Dokter tadi kan?
Kamu baru saja mengeluarkan janin dari seorang lelaki baj*ngan. Jadi kamu harus banyak beristirahat karna kondisi kamu masih sangat lemah."

"JLEGG!!"

Tubuh Bisma seolah tersambar petir mendengar ucapan Morgan. Ia tetap dengan posisinya yang berdiri mematung tanpa bergerak sedikit pun.

"J..jadi? K..kamu udah gugurin anak kita?
K..kamu udah gugurin anak aku Mel?"tanya Bisma tampak begitu sesak tidak percaya.

"hah? Anak lo?
Bukannya lo sendiri yang bilang kalau anak itu bukan anak lo?
Sejak kapan lo berfikiran kalau anak yang pernah tumbuh dirahim Melody anak lo?"Morgan terkekeh. Namun Melody hanya diam tanpa berani bersuara.

"g..gue tahu gue salah.
G..gue minta maaf atas semua sikap buruk gue.
T..tapi harusnya lo bisa cegah Melody Gan. Bayi itu gak salah. Bayi itu anak gue, gue yang udah buat dia ada dan tumbuh dirahim Melody. Gue gan! Harusnya lo gak ngebiarin Melody buat gugurin bayi itu, enggak Gan.."sesal Bisma berkaca.

"baj*ngan kayak lo emang pintar buat beracting.
Lebih baik lo pergi sekarang juga dari hadapan gue.
Gue udah muak sama lo Bis.
Selama ini lo selalu memperlakukan Melody buruk, lo bahkan sampai menodai dia tanpa mau bertanggung jawab. Lo juga nyuruh dia buat bunuh calon bayinya sendiri yang GAK PERNAH sedikit pun mau lo akui! Dan sekarang? Lo bilang menyesal?
Gak akan pernah ada seorang pun yang mau percaya lagi dengan ucapan lo. GAK AKAN Bis!"

"t..tapi Gan?"

"gue bilang pergi!"

"please kasih gue kesempatan..
Gue tahu gue salah, gue bahkan udah berburuk sangka terhadap lo Gan. Please ijinin gue buat tebus semua kesalahan gue. Gue bener-bener menyesal Gan. G..guee"

"Gue bilang pergi!"

"Gan.."

"PERGI!!

"kaak.."

Melody memandang lirih melihat apa yang Morgan lakukan pada lelaki yang sangat dicintainya itu. Ia menggeleng pelan seolah ingin sekali mendengarkan penjelasan Bisma dan memberikannya kesempatan.

"gak Mel! Mending sekarang kita masuk, jangan pernah kamu percaya laki-laki baj*ngan ini lagi. Ingat! Kamu UDAH janji sama kakak."tegas Morgan tetap kekeuh. Namun Melody tidak mau mengikuti ucapannya. Ia melepaskan tangan Morgan, berjalan pelan mendekati Bisma dengan air mata yang terus mengalir membasahi pipinya.

"Meel.. A..aku minta maaf.
Aku mohon maafin aku Mel..
Aku tahu aku salah..
Selama ini aku udah nyakitin hati kamu..
Aku menyesal Mel..
Please maafin aku.
Aku janji gak akan pernah nyakitin kamu lagi.
Aku janji akan bertanggung jawab Mel,
aku pasti akan nikahin kamu, please maafin aku..
Kasih aku kesempatan untuk menebus semua kesalahan-kesalahan aku..
Kasih aku kesempatan Mel.."lirih Bisma ikut meneteskan air mata bersalahnya.

Melody hanya diam. Ia tidak tahu harus melakukan apa. Satu sisi ia masih sangat mencintai Bisma, tapi disisi lain, hatinya juga begitu teramat sakit atas semua sikap buruk Bisma yang diberikan padanya.
Melody memegang perut datarnya. Ia memandangnya pilu, butiran bening air mata kembali menetes membasahi pipinya.

"harusnya kamu gak perlu bunuh calon anak kita.
Dia gak salah Mel, dia gak berdosa.
Yang salah itu aku. Kalau kamu mau bunuh, bunuh saja aku Mel. Aku memang pantas untuh dibunuh.. Bunuh aku Mel, bunuh Akuu.."

"hiks.."

"bunuh aja aku Meel.. Aku emang salah.. Aku pantas buat dibunuh.. Hiks.. Maafin papah sayang, maafin papaah..."tubuh Bisma terkulai lemas. Kedua kakinya ia tekuk diatas lantai, tangannya menyentuh perut Melody, kepalanya menunduk penuh rasa sesal. Ia bahkan sampai menangis menyesali semua perbuatannya terhadap Melody.

Morgan terdiam. Ia berusaha menyembunyikan air matanya yang hampir menetes itu.

"aku gak sekejam itu Bis..
Aku gak sekejam itu.."

Tiba-tiba Bisma mendonga kaget. Ia memandang Melody masih dengan kedua bola mata yang berkaca menahan air mata.

Melody memegang bahu Bisma. Ia membantu Bisma berdiri.

"aku gak sekejam itu Bis..
Aku gak mungkin bunuh anak aku sendiri, dan aku juga gak mungkin bisa bunuh kamu meski kamu udah nyakitin aku. Gak bisa Bis, gak akan pernah bisa.."Melody menggeleng lirih. Perlahan tangan Bisma diraihnya, didekatkannya dengan perutnya yang masih datar itu.

"j..jadi? C..calon anak aku masih hidup?"Bisma tidak percaya.

Melody mengangguk kecil meng-iyakan. Air mata Bisma mengalir semakin tak kuasa ditahannya.

"aku..akuu..
Aku gak harus bicara apa Mel..
Aku minta maaf.. Sekali maafin aku..
Maafin aku Mel.. Hikss.."Bisma berhambur memeluk tubuh Melody. Rasanya begitu tidak percaya kalau ternyata calon bayinya masih tumbuh sehat didalam rahim Melody. Bahkan perempuna yang selalu disakitinya ini sama sekali tidak memaki atau pun membencinya. Melody memang teramat sangat mencintai Bisma, hingga rasa cintanya mengalahkan kebenciannya terhadap Bisma.

Melody menangis dipelukan Bisma. Begitu pun sebaliknya. Kedua insan ini sama-sama menangis haru bercampur bahagia.

"aku janji akan bertanggung jawab. Aku janji Mel. Secepatnya kita pasti akan menikah..
Sekali maafin aku.. Makasih kamu udah jaga dan biarin calon anak aku tumbuh dirahim kamu.. Makasih yah? Aku udah salah menilai kamu selama ini. Maafin aku Meel.. Maafin akuu..."lirih Bisma semakin mempererat pelukannya.

"aku udah maafin kamu Bis..
Sebelum kamu meminta maaf pun aku udah maafin kamu, karna aku gak pernah bisa benci sama kamu.. Aku sayang kamu.. Aku terlalu sayang kamu Bis.. Aku terlalu mencintai kamu.."lirih Melody terisak dipelukan Bisma.

"Ya Tuhan..
Apa aku harus marah?
Apa aku harus bahagia Tuhan?
Aku memang sangat membenci Bisma karna dia telah menyakiti Melody bertubi-tubi.
Tapi Melody tampak begitu bahagia dengannya.
Aku menginginkan kebahagiaan Melody. Semoga Bisma bisa kupercaya untuk membahagiakan Melody.
Semoga saja Tuhan, semoga.."Morgan memejamkan matanya lirih.






Bersambung...

1 komentar:

Nggak Komentar, Nggak Kece :p