Bibirnya semakin melebar, deretan gigi putihnya yang rapi pun ia tunjukkan.
Ia telihat begitu menikmati pemandangan didepan kedua bola matanya yang sangat mengagumkan.


"Ternyata kamu gak seburuk yang aku kira Nda.." ujarnya pelan tanpa berkedip.


"Ayo dong makanannya dikunyah, masa dari tadi malah lihatin bunda terus, hem?"

"Hihi, wajah bunda cantik.." ceplos Elfaris polos.

Franda terkekeh. Ia menaruh sendok yang tengah dipegangnya. Sehelai tisu pun segera ia raih karna melihat dagu Elfaris yang sedikit terdapat noda makanan.

"Kalau makan jangan lihatin bunda terus dong sayang. Nanti makannya gak selesai-selesai. Trus jadi belopetan gini kann.." Franda mengusap pelan bagian bawah bibir jagoan ktecilnya penuh kelembutan.

Elfaris hanya diam. Matanya tetap menatap wajah sang bunda tanpa kedip. Ia memperhatikan begitu serius saat Franda tengah membersihkan noda pada bagian mulutnya.

"Biasanya bibi yang suka lapin bibil Ais abis makan, biasanya bibi juga yang suapin Ais, dan wajah bibi yang Ais lihat dali dekat.
Tapi sekalang Ais lihat bunda. Wajah cantik bunda yang Ais lihat, bukan bibi lagi. Yang suapin Ais juga sekalang bunda.
Ais sayang banget sama bunda buun..." Elfaris membatin lirih dengan apa yang dilihat dan dirasakannya kali ini.

"Lohh, ko jagoannya bunda malah bengong sih sayang?
Ais kenapa cih, hem?" Franda membuyarkan lamunan buah hati tercintanya.

Elfaris hanya tersenyum. Lagi-lagi ia menubruk tubuh sang bunda dan memeluknya erat. Melingkarkan kedua tangan mungilnya seraya menenggelamkan wajah tampannya didada sang bunda.

"Dia peluk aku lagi. Kayaknya anak aku sekarang jadi pendiam gak kaya Ais yang dulu.
Kamu kenapa sih sayang? Apa bunda terlalu kejam sama Ais sampe Ais bersikap kaya gini terus sama bunda?
Maafin bunda ya nak.. Bunda minta maaf.." Franda membalas dekapan buah hati kecilnya. Matanya sampai ia pejamkan merasakan kerinduan darah dagingnya yang selalu memeluk dirinya terus-menerus.
Rasa sesal itu pun muncul didalam benaknya.

"Pokoknya Ais gak akan bialin bunda pelgi lagi.
Ais akan minta bunda tetap disini telus.
Ais gak akan bialin bunda pulang. Ais mau bunda disini telus, sama Ais. Ais gak mau ditinggal bunda lagi buun..hiks." Elfaris membatin terisak. Ia semakin mempererat pelukannya. Bulir bening air mata tak kuasa ditahannya lagi. Seketika ia menjadi cengeng dan sering kali menangis karna takut kehilangan.


"Dududuhh.. Ko cuma bundanya aja sih yang dipeluk?
Ayah gak dipeluk juga nih..? Hem?"

Tiba-tiba Bisma membuka juga suaranya. Setelah sekian lamanya ia berdiam diri memperhatikan istri dan jagoan kecilnya dari jauh.

Franda dan Elfaris memekik kaget mendengar suara yang sangat tidak asing ditelinganya.
Elfaris melepaskan pelukannya dan menatap sosok lelaki tampan yang memiliki wajah sangat mirip dengannya.

"AYAH?!!" bola mata Elfaris membola tidak percaya.

"B..Bisma?!" Franda ikut memekik kaget tidak menyangka.

Lelaki tampan yang memang adalah Bisma itu pun tersenyum. Ia melangkah pelan menghampiri istri beserta jagoan kecilnya.

"Ayaaaaaah!!" tiba-tiba Elfaris turun cepat dari kursi makan yang didudukinya. Ia berlari Bisma sosok yang sangat dirindukannya.

"Ayaaahh.. Ayah Ais kangen ayah... Ais kangen ayaah..." Elfaris terisak lirih. Ia menubruk tubuh Bisma dan memeluk erat pinggang Bisma yang bisa dijangkaunya. Wajah Elfaris ditenggelamkan diperut datar Bisma. Ia menangis tersedu merasakan pelukan yang baru bisa dirasakannya lagi.

"Hiks.. Ayaah... Hiks..ayaaah.." lirihnya terdengar parau.

Bisma tak kuasa menahan air mata. Ia menjatuhkan dua kantung plastik putih berisi mainan-mainan Elfaris yang dibelinya tadi. Tubuh mungil bocah tampan itu pun diraihnya dan ia gendong dari depan.

"Maafin ayah ya sayang. Ayah baru bisa kesini lagi. Ayah minta maaf..
Ayah akhir-akhir ini sibuk terus dikantor. Maafin ayah yah.. Maafin ayah.." Bisma berujar pelan penuh sesal. Ia mengusap punggung Elfaris dan berkali-kali menciumi wajah tampan putra tunggalnya itu.

"Ayaaah... Ayaah.. Ais kangen ayah.. Ais kangen ayah.." Elfaris mengalungkan kedua tangannya dipundak Bisma. Wajahnya kembali ia tenggelamkan didada bidang sang ayah. Menyembunyikannya dan merasakan aroma tubuh sang ayah yang sangat dirindukannya.

Bisma mengecup puncak kepala Elfaris beberapa kali. Pelukan Elfaris pun disambutnya begitu hangat dan erat. Franda sendiri sampai menitikan air mata melihat adegan haru jagoan kecil dengan suaminya.


"Lo lihat Bis, ini semua tuh gara-gara lo tau gak!
Coba aja lo gak buat gue kecewa.
Coba juga kalo lo gak egois dan keras kepala terus. Semuanya pasti gak akan kaya gini. Lo egois Bisma, lo egois!!
Lo tega nyakitin anak lo sendiri. Lo egois Bis, EGOIS!!" batin Franda menatap kesal Bisma penuh kebencian.
Pipinya yang basah segera ia usap karna tidak mau kalau sampai Bisma atau Elfaris tahu dirinya menangis.


"Bundaa.." tiba-tiba Elfaris memanggil Franda.

"I..iya sayang.. Bunda disini nak.." Franda buru-buru berjalan menghampiri Elfaris yang masih Bisma gendong.

Elfaris tersenyum. Ia memandang wajah cantik sang bunda juga wajah tampan ayahnya yang baru bisa dilihatnya lagi.

"Ayah peluk bunda dong.. Ais pingin peluk bunda juga yah.." pintanya pelan.

Bisma menatap Elfaris kaget. Begitu pun Franda yang tidak percaya akan permintaan jagoan kecilnya.

"Ko ayah sama bunda malah diem?
Yaudah, bial Ais aja yang peluk bunda. Sini buun.. Ais pingin peluk bunda sama ayah.."

Franda mendekat. Pundaknya segera Elfaris rangkul dengan tangan kirinya. Sedangkan tangan kanannya sendiri masih menggantung dipundak kiri sang ayah.

"Ayah sama bunda tangannya peluk Ais. Bial Ais bisa lebih ngelasain lagi pelukannya buun.."

Bocah tampan itu membuat kedua orang tuanya kikuk. Franda dan Bisma mau tidak mau mengikuti apa yang diinginkannya.
Tangan kanan Franda pun perlahan merangkul pinggang Bisma. Begitu pun dengan Bisma yang merangkul pinggang Franda dengan tangan kanannya.
Bisma menarik Franda agar lebih dekat dengannya. Ia memeluknya meski sedikit sulit karna Elfaris berada ditengah-tengah antara mereka.

"Sumpah demi apapun, kalau bukan Elfaris yang minta. Aku gak sudi dipeluk sama kamu kayak gini Bis!
Ini bener-bener menyakitkann! Apalagi kalau aku ingat kata-kata kamu yang selalu kasar sama aku!" Franda membatin penuh kebencian. Ia memalingkan wajahnya tanpa mau melihat wajah Bisma yang sangat dekat dengannya.

"Kayaknya cuma anak ini yang bisa satuin kita.
Jujur kalau kamu bisa bersikap baik dan berhenti berkeras kepala dan egois. Aku bisa lebih bersikap baik lagi sama kamu Nda.
Mungkin kita bisa perbaiki semuanya. Kita mulai lagi dan gak usah ngungkit soal perjanjian itu. Tapi kamu sulit. Kamu bersikap manis sama aku cuma didepan Elfaris aja. Selebihnya kamu gak bisa tunjukkin sifat dan sikap baik kamu kaya dulu.
Padahal aku masih sangat sayang kamu Nda.." Bisma membatin dengan bibirnya yang melebar. Senyuman itu terukir saat dapat merasakan memeluk istri dan anaknya seperti ini.

"Ini kelen..
Ais ahilnya bisa peluk ayah sama bunda lagi.
Yeee ini benelan keleenn.." Elfaris membuka matanya yang sedari tadi ia pejamkan. Bibirnya terukir senyuman lebar. Wajahnya begitu ceria dan bisa dilihat kalau ia sangat-sangat bahagia dengan lengkapnya sang ayah dan bunda disisinya.






**
"Jadi sekarang kamu udah ada dirumah anakmu itu Bis?"

"Yaudah, kenapa gak langsung aja minta maaf?
Bukannya memang dari awal kamu yang salah yah?"

"Ya ampuun. Apa salahnya sih mengalah?
Katanya gak mau marahan terus?
Gak baik loh menyimpan dendam apalagi sama istri sendiri dengan waktu lama. Usia anak kamu sekarang udah empat tahun. Masa mau marah-marahan terus hem?"

"Udaah.. Minta maaf aja.
Kamu cowok. Kamu yang harus memulai semuanya dulu. Masa istrimu itu, gak gak lucu.
Mengalah demi kebaikan tak apalah, yang penting akhirnya baik. Iya gak?"

"Nah.. Yaudah. Sana cepetan minta maaf. Mumpung lagi dirumah anak kamu dan kalian bisa bertatap muka langsung.
Jangan sia-siakan kesempatan yang ada karna kesempatan itu gak akan datang dua kali.
Jadi..."

"Haha iya tuh bisa ngerti.
Yaudah, semoga berhasil.. Jangan lupa minta maaf, jangan besarin ego dan kepalamu itu. Ingat sama anak."

"Yaudah bye.."

"Tuut...tuut.."

Rafael mengakhiri sambungan telfonnya. Pemuda berwajah putih dengan mata sipit dan lesung dikedua pipinya itu tersenyum.
Wajahnya sangat tampan, kepribadiannya yang dewasa membuat siapapun akan terkagum-kagum padanya.


"Hemm.. Bisma-Bisma.
Andai kamu tau akan arti dan makna cinta yang sebenarnya, mungkin kamu gak perlu aku ceramahin terus untuk urusan kisah kamu ini.
Semuanya padahal begitu indah Bis, tapi malah kamu sia-siakan.
Walau hanya rekan kerja, tapi kamu sudah aku anggap saudara sendiri.
Apalagi kamu sangat terbuka bercerita tentang kisahmu.
Semoga kamu mau dengarkan ucapan aku tadi. Yaa lumayan kan bisa dijadikan masukkan. Siapa tau istri kamu bisa luluh dan mau maafin kamu." ujarnya penuh harap dengan senyuman manis yang tak henti terukir dari bibirnya.

Rafael beranjak. Ia keluar dari ruangan kamar pribadi miliknya. Kamar yang biasa ia gunakan untuk menyelesaikan pekerjaannya yang belum sepenuhnya selesai saat dikantor.
Kamar itu pula yang menjadi banyak kenangan saat mengingat istri pertamanya yang telah tiada lima tahun silam.


"Huh, patesan Arfa tuguin dai tadi gakual-kual, tenyata papah maah asik disini. Uhh!"

Rafael terkekeh melihat sosok bocah kecil yang wajahnya serupa dengannya. Bocah yang ternyata Arfa utu berkacak pinggang menunjukkan ekspresi kesalnya.

Rafael membungkukkan badannya. Ia berjongkok menyamai tinggi putra tunggalnya yang baru berusia lima tahun itu.

"Papah tadi abis nerima telfon.
Pekerjaan papah juga baru selesai.
Arfa jangan ngambek terus dong. Nanti gantengnya hilang.." ujarnya mengelus lembut rambut hitam Arfa.

"Abis papah Arfa tuguin lama.
Mamah dai tadi nyaiin pah. Tapi papah maah asik disini.." Arfa masih saja memasang wajah kusutnya.

"Iya-iya. Papah minta maaf. Yaudah kita temuin mamah yuk?
Kasihan mamah pasti sendirian dikamar.. Muach! Anak papah.." ajak Rafael mengacak poni Arfa dan mengecupnya sekilas. Tangan mungil bocah kecil itu pun diraihnya untuk ia tuntun.

"Arfa mau digendong.." tiba-tiba Arfa berujar manja.

Rafael menghentikan langkahnya. Kepalanya menggeleng saat melihat wajah putra tunggalnya yang tersenyum manja padanya.

"Ayo dong paah.. Arfa kan udah lama ga papah gedong.."

"Iya-iya. Yaudah sini Arfa naik punggung papah. Kita kekamar mamah sekarang, dan Arfa harus bobo." Rafael dengan penuh keikhlasan tanpa paksaan menuruti keinginan putra kesayangannya. Ia berjongkok kembali dan membiarkan Arfa naik diatas punggungnya untuk ia gendong dari belakang.

"Udah?" Rafael menoleh kebelakang.

"Udah pah. Ayo sekaang jalan.." Arfa melingkarkan kedua tangan mungilnya dileher sang papah. Ia menyenderkan kepalanya dipunggung Rafael yang kekar itu.

"Aku sayang sama anak ini Re, apapun yang dia mau, aku selalu coba turutin. Termasuk memberinya mamah baru.
Aku memang udah dapat penggant kamu.
Tapi kamu jangan khawatir, aku akan tetap ingat kamu dan membuat Arfa selalu mengingat siapa mamahnya.
Dia sangat menyayangi kamu juga Indah mamahnya yang sekarang.
Semoga kamu bisa bahagia lihat kebahagiaan jagoan kecil kita ini.
Aku menikah lagi bukan karna keinginan pribadi aku aja, tapi demi anak kita juga Re.
Dia bahagia saat ini. Kamu pasti bisa lihat senyumannya yang begitu tulus tanpa paksaan.."

Rafael membatin kagum akan semua yang dirasakannya saat ini. Kebahagiaan untuk Arfa selalu diutamakannya. Namun menikah lagi dengan perempuan lain juga merupakan keinginannya dan Arfa. Indah adalah istri keduanya sekarang, dan kasih sayang Rafael terhadap Indah maupun Arfa tidak pernah berkurang sedikit pun.
Ia selalu mengutamakan keduanya. Maka tak heran jika keluarga kecilnya ini sangat-sangat bahagia dirasakannya.





**
Berbeda dengan Arfa. Bocah tampan yang satu ini pun tak kalah bahagianya.
Ia sedari tadi tak henti memandang wajah cantik bundanya yang sangat ia sayangi itu. Matanya tidak mau ia pejamkan, padahal waktu sudah cukup malam dan biasanya jam segini ia sudah terlelap dialam tidurnya.


"Ko Ais belum tidur juga sih sayang? Memangnya Ais gak ngantuk, hem?" Franda menatap bingung jagoen kecilnya yang tidak mau terpejam.

"Ais mau nuguin ayah dulu bunn. Bial bisa bobo sama ayah juga bunda disini.." jelas Elfaris mengutarakan maksud dan keinginannya.

Franda sedikit kaget. Ia tidak menyangka kalau Elfaris menginginkannya agar tidur bersama juga sang ayah.

"Ayah lama, tadi katanya cuma mau angkat tefon aja sebental, tapi ko lama ya bun?" Elfaris memandang pintu kayu kamarnya.

"Yaudah, dari pada nungguin ayah. Mending sekarang Ais bobo yah?
Nanti bunda usapin keningnya. Ais kan paling seneng kalau bunda usapin sebelum bobo." bujuk Franda lembut.

"Tapi Ais mau nugu ayah buun. Bial Ais bisa bobo sama ayah juga bunda. Ayah kan tadi udah janji mau temenin Ais bobo."

Franda menghela nafasnya mendengar penuturan buah hati kecilnya itu. Ia berusaha tersenyum dan mengikuti apa kemauan jagoan kecilnya.

"Nah itu ayah! Ayaaah..." Elfaris tersenyum sumringah saat melihat sosok Bisma yang datang memasuki kamarnya.

"Loh ko belum bobo sih sayang? Kan ini udah malem.
Kenapa belum bobo hem?" Bisma mendekat dan duduk disamping Elfaris. Meaih puncak kepala jagoan kecilnya itu lalu ia kecup.

"Ya gimana mau tidur, orang dia nungguin ayahnya terus!" ujar Franda ketus seraya memalingkan wajahnya.

Bisma melirik. Ia berusaha mengingat ucapan Rafael tadi. Amarahnya pun ia coba tahan agar tidak terpancing kembali.

"Yaudah, sekalang kan ayah udah datang, ayo yah bobo.." Elfaris menarik tangan Bisma agar naik keatas tempat tidur dan berbaring disampingnya.

"I..iya sayang, ayah bobo disini.
Ayo come on.." Bisma menurut dan mengiyakan keinginan jagoan kecilnya. Begitu pun dengan Franda yang ikut berbaring disamping Elfaris hingga posisi Elfaris berada ditengah antara mereka.

"Hihii.. Ahilnya Ais bisa bobo baleng ayah bunda lagi.." Elfaris membatin penuh senyuman. Ia memandang wajah Franda lalu menoleh dan bergantian memandang wajah Bisma.

"Ko malah lihatin ayah sih?
Katanya mau bobo, hem?" Bisma mengelus puncak kepala Elfaris dan memandangnya teduh.

"Ais gak papa yah.. Ais cuma takut ayah sama bunda pelgi aja, tlus tinggalin Ais lagi."

"Bunda gak akan pergi ko, kan bunda ada disini.. Sama Ais, muach.." Franda ikut mengelus puncak kepala Elfaris dan mengecupnya sekilas.

Elfaris tersenyum. Ia berbalik menatap Franda lalu memberikan kecupan diatas pipi bundanya.

"Muah! Ais sayang banget sama bunda." ujarnya lembut.

"Bunda juga sayang banget sama Ais. Muach-muach..
Bobo ya sayang.. Udah malem.." Franda mendekap tubuh mungil buah hatinya itu kedalam pelukannya.

"Ayah juga peluk Ais." Elfaris menarik tangan Bisma agar ikut memeluknya.

"I..iya sayang, nih ayah peluk Ais.." Bisma mengangguk setuju. Elfaris tersenyum saat merasakan pelukan sang ayah dari belakang.

Bola mata Franda sendiri langsung melotot kaget. Ia merasakan tangan Bisma menyentuh pundaknya karna posisi Franda memeluk Elfaris dengan tubuh menyamping. Sedangkan Bisma memeluk Elfaris dari belakang dan memeluk dirinya juga.

"Kenapa? Ini yang minta anak kita. Bukan gue." ujar Bisma sedikit berbisik agar Elfaris tidak mendengarnya.

"Issh, tapi gak usah erat juga kali, sesek tau gak!" protes Franda mencoba melepaskan tangan Bisma dari atas punggungnya.

Bisma tidak mempedulikan. Ia malah semakin erat memeluk tubuh Franda tanpa peduli jagoan kecilnya berada ditengah-tengah antara mereka.

"Biss lepassin, atau gue bakalan dorong lo sampe jatuh!" ancam Franda menendang-nendang kecil kaki Bisma.

"Tinggal nikmatin aja apa susahnya sih?
Emangnya lo gak kangen sama pelukan gue?
Kalau kangen tinggal diem aja. Nikmatin dan rasain gimana nyaman dan hangatnya.
Gausah protes terus, gue juga gak bakalan ngelakuin ini kalau bukan karna permintaan anak kita.
Bisa ngerti gak sih lo!" jelas Bisma sedikit geram berbisik ditelinga istrinya.

Franda pun akhirnya diam. Ia berhenti memberontak meski tubuhnya terasa sesak. Namun lama-kelamaan rasa sesak tersebut berubah menjadi nyaman penuh kehangatan.

"Akhirnya bisa diem juga.
Kamu itu terlalu munafik Nda.
Aku tau ko, kamu itu sangat kangen sama pelukan ini.
Jadi kayaknya diam itu lebih bagus deh.." Bisma tersenyum penuh kemenangan. Ia memandang Franda diiringi senyum meski wajah perempuan cantik itu langsung memejamkan matanya saat dipandangi Bisma.

"Haha. Malu ya Nda dilihatin sama suami sendiri.
Andai aja Ais gak ada ditengah-tengah kita. Mungkin tubuh aku udah bisa langsung menempel sama tubuh kamu. Aku juga bisa peluk kamu bebas tanpa halangan. Bisa luapin semua rasa rindu aku sama kamu.
Bisa juga rasain aroma farfum dileher kamu yang sangat aku suka itu.
Hufh.. Semoga besok waktu yang tepat untuk aku minta maaf.
Pokoknya aku gak mau terus-terusan nyiksa hati aku sendiri.
Aku gak bisa jauh dari kamu Nda.
Kalau soal pengakuan itu, aku emang masih belum bisa akui kamu didepan siapapun kecuali didepan Rafael.
Maaf karna aku emang belum siap.."

Bisma membatin sebelum akhirnya kedua kelopak matanya ikut ia pejamkan. Selimut tebal pun ditariknya untuk menutupi tubuh ia juga istri dan jagoan kecilnya yang sudah terlelap sejak tadi.

"Good night sayang..
Semoga ini awal yang baik untuk kita semua.
Ayah sayang kalian.. Muaach.." Bisma mengecup puncak kepala Elfaris. Yang membelakanginya. Ia juga mencoba memberanikan diri mengecup kening Franda walau sulit.

"Bisa gak sih gak usah nyuri kesempatan terus?" tiba-tiba Franda membuka matanya saat Bisma hendak mengecup keningnya.

"Siapa juga yang mau mencuri kesempatan?
Orang gue mau meremm.." Bisma buru-buru mengurungkan niatnya.

"Alesan!" Franda memalingkan wajahnya sebal.

Bisma hanya terkekeh. Padahal sedikit lagi kecupan itu akan mendarat, tapi orangnya keburu bangun dan kembali ketus padanya.

"Hemm.. Baru juga mau kasih kiss sedikit, tapi udah ketahuan.
Hufh.. Tapi ko gue kaya yang takut yah sama Franda?
Masa iya suami takut sama istrinya, issh gak banget.." Bisma ngedumel sendiri didalam hatinya. Kelopak matanya buru-buru ia pejamkan dan berhenti mengoceh sebelum Franda mengetahuinya.

"Franda bodoh! Kenapa gak dibiarin aja sih?
Udah lama juga Bisma gak pernah ngecup lagi.
Issshh padahal kangen banget. Pengen dikecup sama dia.
Issshh gue tuh emang bener-bener bodoh, issshh!!
Kayaknya Bisma juga udah mau berubah, kenapa sikap egois ini gak bisa dikontrol sih? Kenapa coba?" Franda ngedumel sendiri didalam hatinya. Rupanya apa yang ia ucapkan sama sekali tidak serupa dengan apa yang ada didalam hatinya.
Ya seperti itulah sifat Franda, terlalu munafik akan perasaannya terhadap Bisma.






**
Sore hari yang cerah..

Sejak Elfaris memintanya agar tidak dulu pulang, akhirnya Bisma dan Franda mau tidak mau harus menuruti keinginan putra satu-satunya itu. Bisma merelakan pekerjaan kantornya yang terbengkalai, begitu pun Franda yang harus meng'cancel semua meetingnya dengan client-client lain dikantor.

"Tumben mau nurutin keinginan Ais? Biasanya juga suka maksain tetep pergi.." Bisma melirik istrinya yang tengah duduk dikursi ayunan bersamanya.

"Suka-suka gue dong! Mau gue nurutin kek, mau enggak kek, emang masalah buat lo?!" ketus Franda sewot.

Bisma menelan ludahnya. Rasanya menyesal ia sudah bertanya seperti itu yang hanya memancing kemarahan Franda saja.

"Lo sendiri ngapain gak pulang?
Biasanya juga lo disini cuma sejam dua jam doang. Kenapa sampe sekarang lo belum pulang?
Gak takut apa kalo kerjaan lo entar jadi...."

"Usst berisik! Udah deh. Gue tuh disini karna keinginan anak gue.
Dia yang minta biar gue tetep disini, jadi ya mana mungkin gue tolak!" Bisma menatap Franda kesal.

Franda pun diam. Rupanya Bisma jika sedang marah cukup menakutkan juga. Jadi perempuan cantik itu hanya bisa memalingkan wajahnya dan berhenti berucap.

"Duhh, kenapa gue gak bisa ngontrol emosi gue terus sih?
Kalo kayak gini, gimana bisa minta maafnya?" Bisma membatin penuh sesal.


"Den Fariss..!! Sudah to Denn..
Ini sudah sore, aden bisa sakit kalo berenangnya kelamaan.
Ayo to cah bagus.. Sudah berenangnyaaa.."

Tiba-tiba Franda mendengar suara bi Min yang berteriak ditepi kolam renang yang dapat dipandangnya dari tempat ia duduk.

"Sebental bi.. Ais masih mau belenang.. Ental dulu, Ais masih selu bi.." sahut Elfaris yang tetap asik mengapung diatas air kolam dengan ban yang melingkar dibadannya.

Franda semakin tersenyum lebar. Ia beranjak dari tempatnya duduk. Berjalan mendekati jagoan kecilnya ditepi kolam renang.

"Eh, eh? Lo mau kemana?" Bisma menatap Franda bingung karna tiba-tiba meninggalkannya.

"Yaah.. Malah pergi lagi. Isssh padahal kan gue belum ngomong soal minta maaf itu. Kenapa susah banget si, isshh!!" Bisma mendengus kesal. Ia ikut beranjak dan mengikuti langkah Franda dari belakang.


"Ayo den.. Ayo udahan berenangnya. Nanti aden bisa sakit kalo berenangnya lama-lama. Ayo toh cah bagus.. Ayoo.." lagi-lagi bi Min berteriak memanggil Elfaris agar mau menepi dan berhenti berenang.

Namun tetap saja bocah tampan itu tidak mau mendengarkan. Ia malah semakin berenang ketengah dengan ban bebek-bebekan berwarna biru melingkar diperutnya. Kacamata renang pun ia pakai dan melingkar menutupi kedua mata sipitnya.
Elfaris memang sangat senang berenang. Dan kolam berbentuk persegi panjang itu kedalamannya rata dan sangat aman untuk Elfaris.

"Udah bi, biar sama aku aja.
Bibi kedalam aja, nanti Aisnya biar sama Franda.." ujar Franda tiba-tiba. Ia meraih handuk putih yang bi Min pegang dengan senyuman yang tak henti tersungging dari bibir tipisnya.

"Non Franda?
T..tapi non.."

"Gak papa bi. Sama Franda aja. Bibi pasti capek jagain Ais terus dari tadi. Gak papa biar Franda yang jagain dia sekarang.." jelas Franda lembut.

Bi Min tersenyum. Ia mengangguk dan meng-iyakan apa yang diucapkan oleh majikannya.

"Yasudah non, bibi permisi masuk dulu. Mau nyiapin buat makan malam nanti.
Monggo non.." pamit bi Min beranjak masuk meninggalkan Franda juga Elfaris.

Franda mengangguk setuju dan membiarkan bi Min pergi.
Bibirnya tersenyum kembali saat memandang jagoan kecilnya yang masih asik berenang.


"Kayaknya waktu hamil kamu gak ngidam pengen ikan hidup deh.
Tapi kenapa Ais kayak ikan yah? Hobbynya berenang.. Duhh beneran aneh.." celetuk Bisma yang tiba-tiba saja muncul disamping Franda.

"Issh apaan sih? Dia anak manusia kali, bukan anak ikan! Ngomong jangan asal aja, kalo Ais kayak ikan, berati elo bapaknya ikan!!" protes Franda sewot. Kemudian berlalu menjauhi Bisma.

"Haha, becanda doang juga. Sensi amat sih Nda." Bisma terkekeh melihat ekspresi marah Franda yang lucu.

Franda berjalan mendekati Elfaris ditepi sebelah kiri. Bocah tampan itu asik menenggelamkan kepalanya dengan menatap jernihnya air kolam dengan kacamata renang yang ia pakai. Meski belum bisa berenang, tapi ban yang melingkar dibadan Elfaris mampu membuat kecemasan dan ke khawatiran pada Franda juga Bisma berkurang, karna itu cukup aman.


"Sayang.. Udah yuk berenangnya. Ais gak dingin, hem?.." Franda berjongkok ditepi kolam disamping Elfaris yang dapat dijangkaunya.

Elfaris menoleh. Kacamata renangnya ia buka, sekilas bibirnya pun langsung tersenyum melihat sosok bundanya berada dekat dengannya.

"Yuk udah? Nanti kalau kelamaan Ais bisa masuk angin sayang..
Sini sama bunda yuk?" Franda menarik pelan tangan Elfaris agar menepi.

Bocah tampan itu menurut. Ia naik ketepi kolam dan melepas ban yang melingkar diperutnya.

"Uhh badan kamu sampe dingin gini nak..
Kalau masuk angin gimana coba?" Franda melingkarkan handuk putih yang dipegangnya agar menutupi tubuh Elfaris dan mengeringkan badan bocah tampan itu.

"Hii.. Dinginn buunn..
Ais mau lasung mandi aja yah? Didalam. Bunda gapelu lepot, Ais bisa sendili ko.
Ais bisa mandi sendili bunda. Mmuah! Dah bundaa.." Elfaris mengecup pipi Franda sekilas kemudian berlari masuk kedalam rumahnya.

"Iya sayang, hati-hati jangan lari.." Franda hanya tersenyum kecil memandang buah hatinya yang sudah menjauh masuk.

"Lucu, pintar, manja hanya kemarin aja. Tapi sekarang dia bersikap biasa lagi, cuma gak mau jauh aja dari aku.
Nyesel banget bunda gak bisa ngurusin Ais sendiri dari dulu.. Maafin bunda ya sayang.. Maaf naak.." Franda memandang lirih sosok buah hatinya yang mulai lenyap dan tidak terlihat karna sudah masuk.


"EKHEMZ!! Kenapa jadi bengong sih?
Kesambet entar tau rasa lo!"

Tiba-tiba suara Bisma terdengar mengagetkan ditelinga Franda.

Perempuan cantik itu menoleh dengan tatapan geram dan emosi yang kembali naik.

"Wisssh sabar dong.. Kan gue cuma nyapa doang.
Lagian kenapa sih lo bengong disini?
Nyesel yah baru bisa deket sama anak kita sekarang ini?
Apa mau batalin perjanjiannya sekarang, hem?" Bisma mendekat menatap Bisma dengan senyuman kecilnya.

Kening Franda mengerut, matanya memicing tidak mengerti dengan apa yang diucapkan suaminya ini.

"Oh iya yah gue lupa.
Lo kan egois! Dan lo itu keras kepala!
Jadi perjanjian itu tetap berlanjut sampe sekarang.
Gak capek apa bohongin hati sendiri terus?
Gak cakep jauh dari darah daging sendiri, hem?" Bisma menatap serius wajah Franda yang berjarak sangat dekat dengannya.

Franda menatap balik dengan tatapan tajam. Kedua tangannya sampai mengepal menahan kesal.

"Apa? Lo mau marah? Mau caci gue? Tampar gue? Atau mau pukul gue?" Bisma semakin dekat menatap wajah Franda. Perempuan cantik itu sampai mundur satu langkah dari tempatnya berdiri.

"Lo kenapa sih? Udah deh lo minggir! Gue mau masuk, gue mau TEMUIN anak gue!!" tegas Franda sebal. Ia mendorong tubuh Bisma agar menjauh dari hadapannya.

"Eits gak bisa! Gue mau bicara sebentar sama lo!" Bisma menarik lengan Franda.

"Isssh apalagi sih? Lepassin gak!"

"Gak! Gue mau bicara serius sama lo!"

"T..tapi gue gak mau. Issh leppassin!!"

"Gak bisa!"

"Leppasss.."

"Gak biss..."


"BYURRR!!!"

Tiba-tiba tubuh Franda jatuh tercebur kedalam kolam renang bersama Bisma. Keduanya sama-sama saling bersikukuh sendiri, dan Bisma tidak sengaja melepaskan tangan Franda hingga Franda tercebur.
Bisma sendiri ikut tersebut karna Franda menarik baju Bisma.


"Issshhh elo tuh yah! Errrrrr Bismaaaa!!!" Franda berteriak kesal dengan seluruh tubuh yang basah dan badan yang terendam sedada.

"Ah elo sih! BB gue sampe basah nih, jam tangan gue juga. Aaahh ELO!!" Bisma tak kalah kesal dan sebal. Ia pun cepat-cepat melangkah menepi pada tepian kolam renang untuk beranjak naik.

"Issh lo ko malah marahin gue sih? Kan lo sendiri tadi yang dorong gue! Dasar cowok GILA! Bantuin gue kek! Bukannya marah-marah!!" gerutu Franda emosi.

Bisma menghentikan langkahnya. Ia berbalik arah dan menatap perempuan cantik yang basah kuyup akibat tak sengaja didorongnya.

"Yaudah sini gue bantuin.." ujarnya pelan tanpa emosi. Bisma mendekat. Mengulurkan tangannya dan hendak membantu Franda menepi.

"Gak usah pegang-pegang!" Franda menolak dan menepis tangan Bisma yang hendak merangkul bahunya.

"Heuhh gimana gue bisa minta maaf coba kalo sikap dia kayak gini terus?
Yang ada bendera merah terus berkibar ini sih namanya!" Bisma membatin geram. Dengan sangat terpaksa ia pun mengurungkan niatnya untuk merangkul Franda dan membantunya naik keatas tepian kolam.


Akhirnya tubuh Bisma dan Franda pun sudah menepi ditepian yang dangkal, hanya sebatas lutut saja dikeduanya.
Bisma menaruh BBnya yang basah ditepian kolam, begitu pun jam tangan serta dompetnya yang basah kuyup ia taruh disana.


"Kalung gue mana yah?" tiba-tiba wajah Franda berubah menjadi cemas. Ia memegang bagian lehernya yang tidak terdapat kalung putih yang selalu dipakainya.

"Kenapa lo? Sini cepetan naik! Gak dingin apa lo disana terus." Bisma menatap Franda bingung.

Franda tidak menggubris pertanyaan Bisma. Ia malah kembali ketengahan kolam dimana tempat ia tersebur tadi. Wajahnya semakin panik dan khawatir karna kalung yang dimaksudnya tidak juga ia temukan.

"Kalung gue.. Duhh kalung itu dimana?
Perasaan tadi masih dileher gue. Tapi sekarang..." Franda mencari-cari didasar kolam yang jernih itu kalung putih kesayangannya. Ia berjalan semakin ketengah hingga sebatas leher.

"Fran! Lo kenapa sih? Lo nyari apaan disana?" Bisma semakin dibuat tidak mengerti.

"Hiks..kalung gue..
Kalung gue hilang tau gak!
Dan itu gara-gara lo.. Hiks kalung guee.." Franda terisak lirih. Rupanya kalung itu termasuk benda berharga yang sangat disayanginya.

"Kalung? Kalung apaan sih?
Yaudah tar beli lagi aja! Kayak orang susah banget lo, cuma kalung-kalung doang juga!" ceplos Bisma asal.

"Isshh lo tuh gak ngerti!
Itu kalung berharga banget buat gue.. Gue sayang sama kalung itu. Gue sayang banget Biss..hiks.. Kalung gue.." Franda terus mencari-cari benda berwarna putih perak itu didasar kolam. Kakinya melangkah semakin menjauh dan sesekali bahkan kepalanya ia tenggelamkan kedasar kolam untuk mencari kalungnya.

"Asshh!! Kalung apaan sih? Ko Franda bisa sampe segitunya, isshh!!"

Karna penasaran Bisma buru-buru masuk kedalam kolam lagi. Ia berenang menghampiri Franda berniat untuk membantu mencari kalung Franda yang hilang.


"Kalungnya kayak gimana sih?
Masa bisa sampe hilang?
Lagian cuma kalung doang juga. Lo tuh kayak kehilangan apaan aja."

"Hiks..tapi gue sayang banget sama kalung itu..
Gue gak mau kehilangan kalung itu Biss.. Gue sayang sama kalungnya.." Franda tidak menghiraukan ucapan Bisma dan tetap fokus mencari kalungnya.

Bisma menarik nafas panjang. Ia menenggelamkan seluruh badannya termasuk kepala. Kedua matanya pun dengan jeli mencari kalung tersebut didasar kolam.


"Hosh-hosh-hosh.. Kalungnya tetep gak ada! Hosh.. Mungkin gak jatuh disini.. Ditempat lain kali." Bisma muncul dari tengah permukaan air dengan nafas tersenggal.

"Itu semua pasti gara-gara lo!
Coba tadi lo gak dorong gue. Coba tadi lo gak mancing emosi gue. Kalungnya pasti gak akan jatuh daaan...."

Tiba-tiba kalimat Franda terhenti. Ia merasakan menginjak sesuatu.

"Kenapa?" Bisma menatap Franda bingung.

"Kaki gue.. K..kalungnya.." Franda menunjuk kaki kirinya.

Bisma yang mengerti pun segera menyelam kembali. Ia mendekati kaki Franda dan mengambil sesuatu yang memang terinjak oleh Franda.

"Kalung apaan sih ini? Ko sampe bisa bikin Franda sepanik itu?" Bisma mencoba membuka genggaman tangannya yang sudah berhasil mendapatkan kalung tersebut.


"DEGG!!"

Tiba-tiba jantung Bisma seolah berhenti berdetak. Ia melihat kalung yang sangat familiar diingatannya.
Kalung emas putih dengan inisial huruf B yang sangat ia kenali.

Bisma pun buru-buru mengeluarkan kepalanya dari permukaan air. Berenang mendekati Franda setelah melihat kalung tersebut.


"Nih kalungnya.." ujarnya memberikan kalung berinisial B itu pada Franda.

Namun saat Franda hendak mengambilnya, Bisma justru mengambil kembali kalung tersebut.

"Biss...?"

"Jawab dengan jujur pertanyaan gue.
Ini kalung yang pernah gue kasih sama lo kan?
Ini kalung dari gue kan Nda?" Bisma menunjukkan kalung tersebut tepat didepan wajah Franda.

Franda tidak menjawab. Air matanya malah keluar mendengar Bisma bertanya seperti itu.

"Kenapa Nda?
Kalung ini udah lama banget aku kasih buat kamu. Tapi kalung ini ternyata masih ada. Bahkan kamu bilang tadi kalau kalung ini sangat berharga buat kamu.
Kenapa sih kamu gak pernah mau jujur?
Kenapa kamu gak bilang kalau kamu emang masih sayang sama aku.
Kenapa Nda? Kenapa?" kedua bola mata Bisma tampak berkaca.

Franda menunduk. Ia tidak kuasa menjawab pertanyaan Bisma apalagi menatap mata Bisma yang selalu membuatnya luluh.

"Dulu kamu pernah buang kalung ini didepan aku. Dan aku lihat itu.
Tapi sekarang kalung ini masih ada. Padahal dulu kamu bilang gak suka, kamu bahkan benci sama kalung ini.
Trus kenapa sekarang masih ada Nda?
Aku gak ngerti sama kamu..
Kenapa sih kamu harus bohongin diri kamu sendiri?
Apa kamu gak capek Nda?
Apa kamu..."

"Udah Bis cukup!
Cukup Bisma cukuup...hiks."

Bisma diam. Ia menatap wajah Franda yang sudah berani menatapnya lagi. Ia mencari kejujuran dari semua pertanyaannya. Bola mata Franda yang bening ia tatap penuh arti.


"Kamu masih sayang sama aku kan Nda?" tanyanya pelan.

Franda tidam menjawab. Ia kembali menunduk menyembunyikan air matanya.

"Jawab Nda. kamu MASIH SAYANG sama aku kan NDA?
Kamu MASIH SAYANG KAN FRANDA?!!" Bisma menekan kata-katanya penuh emosi. Kedua bahu Franda ia guncang paksa agar Franda mau berbicara jujur padanya.

Namun lagi-lagi Franda diam. Isakan tangis yang terdengar keluar dari mulutnya. Perempuan cantik itu tidak mau berbicara apalagi jujur akan perasaannya.

Bisma memejamkan matanya. Ia menarik tubuh Franda kedalam dekapannya. Ia memeluk tubuh perempuan cantik itu dengan sangat erat seolah takut untuk kehilangan.

"Aku sayang banget sama kamu Nda..
Aku sayang banget sama kamuu.." suara Bisma terdengar lirih.

Franda memejamkan matanya. Air matanya kembali keluar. Perlahan kedua tangannya pun melingkar dipunggung Bisma dan membalas pelukan hangat Bisma meski masih berada didalam kolam.

"Hiks..aku juga sayang sama kamu Biss...
Aku sayang banget sama kamuu..hiks.." Franda membatin terisak. Wajahnya ia tenggelamkan didada bidang Bisma tanpa mau melepaskannya lagi.

"Kenapa kamu diam terus sih Nda?
Kenapa kamu gak mau jawab pertanyaan aku?
Aku gak mau kita kayak gini terus..
Aku mau kita benar-benar jadi suami istri yang seutuhnya.
Aku mau kamu seutuhnya Nda..
Aku gak mau kaya gini terus..." Bisma mempererat pelukannya. Pundak Franda sampai berkali-kali ia kecup. Matanya pun sesekali ia pejamkan merasakan pelukan sang istri yang baru bisa dirasakannya lagi. Air matanya keluar membasahi pipi putihnya yang masih basah terkena air kolam.

"Hiks..maafin aku Biss..
Aku juga gak mau kaya gini terus..
Aku gak mau kehilangan kamu.
Aku gak mau jauh dari kamu Bisma..hiks.. Maafin aku.." Franda tetap saja tidak mau bicara. Ia hanya berbicara didalam hatinya tanpa mau mengungkapkan semua yang ia rasakan.


Perlahan Bisma mencoba melepaskan pelukannya. Ia melepaskan satu tangannya yang tadi merangkul pinggang Franda. Wajah perempuan cantik itu pun ditatapnya begitu dalam.

Lagi-lagi Franda hanya menunduk. Ia tidak berani membalas tatapan Bisma yang selalu membuatnya luluh dan salah tingkah.

Bisma menyentuh dagu Franda. Ia menariknya agar Franda mau membalas tatapan matanya.

"Aku sayang banget sama kamu Nda.
Aku benar-benar sangat sayang sama kamu.." ujar Bisma pelan tanpa melepaskan tatapan matanya.

Franda menatap mata Bisma yang bening. Ingin sekali ia mengalihkan pandangannya. Namun dagunya Bisma pegang dan Franda benar-benar tidak dapat berkutik.

Bisma mendekatkan wajahnya. Dagu Franda ditariknya pelan agar dekat dengan wajahnya.



"Cuuuuuup...."

Kecupan yang begitu lembut dapat Franda rasakan. Air mata Franda keluar. Ia sungguh sangat merindukan kecupan tersebut, namun dirinya tidak bisa berbuat apa-apa an hanya bisa diam dengan apa yang Bisma lakukan padanya.

Bisma menarik pinggang Franda agar melekat pada perutnya. Kecupannya pun tetap ia lekatkan tanpa mau ia lepas. Bisma sangat merindukan kecupan hangat tersebut. Ia tidak peduli walau Franda tidak meresponnya sekalipun.

"Awss!!" Franda merintih saat Bisma mengigit bibir bawahnya. Mulutnya seketika terbuka dan Bisma begitu bebas bermain-main dengan bibirnya. *please jangan dibayangin! (Kalo dibayangin sendal Ais melayang!)


"Ya Tuhan...
Kenapa Bisma bisa bersikap kaya gini lagi?
Kenapa aku gak bisa nolak.. Kenapa ini?.." Franda membatin bingung dengan apa yang dilakukan Bisma terhadapnya. Kedua matanya coba ia buka dan menatap wajah Bisma yang begitu dekat dengan wajahnya.

"Kamu itu benar-benar sangat munafik sama perasaan kamu Nda.
Giliran aku kiss kayak gini kamu gak nolak, kamu bahkan gak berusaha memberontak.
Kalau memang masih cinta dan sayang, kenapa gak pernah mau jujur sih?
Bukannya kejujuran itu sangat indah Nda?" Bisma tersenyum penuh arti. Matanya menatap wajah Franda yang sangat dekat dengan wajahnya. Sementara kecupannya tetap ia lekatkan dan tanpa mau ia lepas.
Entah sudah berapa lama. Yang pasti Bisma baru melepaskan kecupannya itu setelah sekitar berjalan 10menit.





Bersambung..