Selasa, 27 Mei 2014

Diantara Tiga Cinta #Part 48

Setelah mendapat izin pulang dari tim dokter dan pihak rumah sakit yang menangani Franda. Akhirnya Bisma membawa istri yang baru saja melahirkan putri keduanya itu pulang kerumah. Elfaris turut mengantar bunda dan adik kecilnya pulang. Meski masih sangat kecil, namun rupanya Elfaris sudah dapat Bisma andalkan. Ia membawa tas berisikan baju-baju adik kecilnya. Sementara Bisma menuntun Franda dan memapahnya menuju mobil.



"Hati-hati Nda, jalannya pelan-pelan aja.." Bisma membuka pintu mobilnya dan mempersilahkan Franda untuk masuk.
Franda mengangguk kecil dan tersenyum. Ia sangat berhati-hati karna perutnya masih terasa sakit setelah melahirkan putri kecilnya. Sementara Imanda sendiri Franda gendong dan terlelap dipangkuannya.
"Muach, lelap banget bobonya.." Bisma mengusap pipi Imanda lalu mengecupnya sekilas.
Imanda terusik. Ia menggeliatkan tubuhnya. Wajahnya memerah dengan pipi cuabynya yang lucu.
"Ayahnya ganggu terus. Orang lagi tidur juga masih aja dikecup." Franda mengusap pipi putri kecilnya. Rupanya Imanda tidak suka ada yang menggangu tidurnya.
Bisma terkekeh. Ia mengelus rambut hitam Imanda yang cukup lebat lalu mengusap keningnya.
"Tadi gak mau lepas sama ayah, sekarang cuma dikecup aja nolak. Uhh persis banget sih kaya bunda kamu. Mmuuach.. Ayah sayang banget sama kamu sayang.." Bisma kembali mendaratkan satu kecupan hangatnya.
Franda hanya tersenyum kecil. Bayi mungil itu tidak terusik. Ia seolah menghiraukan apapun yang diucapkan oleh ayah dan bundanya.
"Yaah bukain pintunya. Ais susah yaah..."
Tiba-tiba terdengar suara Elfaris yang berusaha membuka pintu mobil Bisma.
"Kamu pasti lupa lagi sama Ais." Franda menatap Bisma sebal.
"Bukan lupa, tapi aku terlalu asik sama sikecil Manda. Maaf Nda gak bermaksud lupain Ais. Ais tetep jagoan kesayangan aku ko. Aku pasti bisa adil sama kedua anak kita.." ujar Bisma menjelaskan.
Franda hanya menghela nafasnya tanpa membalas ucapan Bisma.
"Yaudah aku bantu Ais masuk mobil dulu yah. Tunggu sebentar.." Bisma beranjak dan menutup pintu mobilnya. Ia menghampiri Elfaris dan membantu jagoan kecilnya itu untuk masuk.
"Pintunya kekunci. Ais susah bukanya yaah.." Elfaris berujar seraya berusaha membuka pintu mobil sang ayah.
"Ais bukanya pake emosi. Coba kalau Ais bukanya pake perasaan. Nih kaya ayah..." Bisma membuka pintu mobilnya itu dengan sangat mudah.
Elfaris terpelongo. Ia memandang Bisma dan pintu mobil. Dihadapannya bingung.
"Ko bisa gitu yah? Plasaan tadi Ais bukanya susah. Tapi ayah...?"
"Uhh berati Ais bukanya tadi kurang pelan. Yaudah sekarang mending Ais masuk. Bunda sama dedenya udah nungguin. Ayo sayang? Uhhhh berat juga jagoan ayah.." Bisma mengangkat tubuh kecil Elfaris lalu mendudukkannya diatas jok mobil yang kosong.
Elfaris tertawa kecil. Ia buru-buru masuk dan merekatkan tubuhnya hingga dengan mudah dapat memandang kearah luar jendela.
"Dedenya masih bobo ya bunda?" wajah Elfaris mendonga menatap sang bunda yang duduk dijok depan.
"Iya sayang, dedenya masih bobo. Ais mau lihat hem?" Franda menoleh dan berujar dengan lembutnya.
Elfaris mengangguk. Ia beranjak dan berdiri mendekati Franda.
Bisma hanya tersenyum kecil. Ia menutup pintu mobilnya lalu segera masuk dan duduk dijok depan disamping Franda untuk melajukan mobilnya.
"Aisnya pegangan. Mobilnya mau ayah jalanin nih.." ujar Bisma menoleh sekilas menatap Elfaris.
"Ais duduk aja deh. Ntal kalo Ais beldili pasti Ais jatuh. Lihat dedenya ntal dilumah aja ya bunn.." Elfaris mengurungkan niatnya. Ia kembali duduk dijok belakang dengan hati-hati.
"Iya sayang. Yaudah Ais duduknya yang bener ya. Mobilnya udah mulai ayah lajuin tuh.." balas Franda mengiyakan.
Elfaris mengangguk setuju. Ia dengan wajah polos nan lucunya duduk diam menurut. Tidak banyak bicara dan tidak banyak memprotes.
"Anak pintar.." Bisma bergumam kagum melihat tingkah jagoan kecilnya.
Mobil pajero sport berwarna putih itu pun segera Bisma lajukan meninggalkan area rumah sakit untuk pulang.



***
"Bundaaaaa...!!!"
Dina tersentak kaget melihat sosok Elfaris yang langsung berlari kearahnya dan menubruk tubuhnya.
"Bunda Ais kangen sama bunda. Ais kangen sama bunda Dina buun..." Elfaris berujar seraya mendekap pinggang Dina.
Dina yang masih bingung dan kaget hanya tersenyum kecil melihat sikap malaikat kesayangannya itu. Ia merubah posisinya menjadi jongkok menyamai tinggi Elfaris.
"Bunda juga kangen sama Ais. Bunda kangen banget malah.." ujar Dina pelan dengan mata berkaca. Ia tidak menyangka kalau Elfaris ternyata sangat menyayanginya.
Franda dan Bisma sendiri hanya tersenyum melihat apa yang dilakukan jagoan kecilnya. Barusan Bisma Franda dan Elfaris memang baru saja tiba dirumah. Namun Elfaris seolah antusias saat melihat sosok Dina yang dirindukannya.
"Bunda Dina ko gak kelumah sakit? Padahal Ais tuguin bunda, tapi bunda ga dateng-dateng. Bunda knapa ga kesana buun? Bunda ga mau lihat dede bayi yah? Dedenya lucu bunda, namanya dede Manda. Ayah yang kasih nama buat dedenya. Dedenya plempuan. Pokoknya lucu buun.. Mukanya milip bunda Ais sama ayah, tapi ga milip Ais bunda.."
Dina hanya diam mendengar celotehan Elfaris yang terus berucap tanpa henti. Ia bingung harus menjawab apa karna Elfaris terus saja bertanya tanpa henti.
"Ya ampuun kenapa anak kita jadi cerewet gini sih Nda? Kamu kasih dia apaan emang waktu dirumah sakit?" Bisma menggelengkan kepalanya melihat apa yang dilakukan Elfaris dihadapannya.
Franda hanya terkekeh menahan tawa. Memang selalu saja ada tingkah lucu Elfaris yang mengundang tawa.
"Sbenelnya Ais gasuka bun waktuayah sama bunda Ais bicalain soal dede Manda telus. Ais dadi kaya dilupain bunda. Ais juga sepet ngambek sama ayah, soalnya deMan pingin digendong ayah telus. Kan Ais dadi ili. Makanya Ais sepet sebel bunda. Tapi skalang udah egak. Ayah bilang Ais halus banyak ngalah sama deMan. Dadi Ais ngalah deh.."
Elfaris masih asik dengan celotehan-celotehan lucunya tanpa jeda. Rupanya ia tengah curhat pada Dina tentang apa yang dialaminya saat dirumah sakit.
Dina terkekeh. Ia mendudukkan Elfaris diatas pangkuannya. Puncak kepala bocah tampan itu ia kecup. Rasanya kesedihan yang Dina rasakan seolah menghilang saat melihat Elfaris yang bisa begitu dekat dengannya.
"Ceritanya dilanjutin dikamar bunda aja yuk? Biarin bunda Ais sama dedenya istirahat dulu. Nanti Ais boleh deh cerita semuanya sama bunda. Bunda Dina pasti akan dengerin.." ujar Dina lembut.
Elfaris menoleh menatap sang bunda yang berdiri disampingnya seraya menggendong adik kecilnya.
"Iya deh. Bunda istilahat aja ya bun, tapi bial aja ayah yang antelin. Nanti kalau Ais udah slesai celita sama bunda Dina, Ais balu susul bunda sama ayah.. Boleh ya bun?" Elfaris beranjak mendekati Franda. Ia seolah tidak mau berpaling dari Dina dulu untuk saat ini.
Franda hanya tersenyum kecil. Ia mengusap puncak kepala putra pertamanya itu lalu mengecupnya sekilas.
"Yaudah bunda ke kamar dulu yah. Dedenya juga bobo terus. Ais disini jangan nakal, gak boleh buat bunda Dinanya repot.." jelas Franda pelan.
"Iya bun, Ais jaji ga nakal.." Elfaris mengangguk setuju.
Franda lalu beranjak dan mulai melangkah meninggalkan Elfaris juga Dina.
"Aku duluan ya Din.." pamit Franda.
"I..iya Fran, a..akuu.."
"Aku antar Franda dulu kekamar yah sayang? Nanti aku kesini lagi.." ujar Bisma tiba-tiba memotong ucapan yang hendak keluar dari mulut Dina.
"I..iya Bis, a..aku minta maaf yah kalau akuu.."
"Gak papa ko sayang, Franda udah lupain semuanya. Kamu gak perlu minta maaf lagi."
"T..tapi akuu.."
"Gak papa Din, aku titip Ais sebentar yah.."
Dina menghela nafasnya dab mengangguk setuju.
Bisma tersenyum. Ia kemudian beranjak dan menuntun Franda mengantarnya menuju kamar Franda dilantai atas.
"Franda kayaknya masih marah sama aku. Aku emang salah ko. Tapi untuk saat ini Franda lebig butuh Bisma dibanding aku. Apalagi kakaknya Franda baru aja meninggal dua hari lalu. Jadi aku harus benar-benar bisa ngertiin dengan posisi dia yang sekarang.
Aku gak boleh cemburu-cemburu lagi. Ini semua udah hak Franda. Udah hak dia.." Dina membatin meyakinkan dirinya sendiri. Ia berusaha tegar dan kuat dengan kenyaaan dan takdir hidupnya ini.
"Bunda ko bengong sih bun? Kita kekamal skalang aja yuk? Ais pingin celita sama bunda. Ais pingin culhat tlus Ais juga pingii..."
"Muach! Iya kita kekamar sekarang sayang.."
Tiba-tiba Elfaris terpelongo kaget karna Dina mengecup bibirnya sekilas. Mulutnya seolah terkunci dan langsung berhenti berceloteh mendapatkan kecupan mengejutkan itu.
"Ko Ais dadi deg degan yah?
Plasaan waktu Aia cium bibil bunda Ais, Ais ga deg degan. Tapi skalang..?" Elfaris membatin dengan ekspresi wajahnya yang lucu. Ia memegang dadanya yang berdegup tidak karuan. Sungguh sangat lucu sekali sikap bocah tampan Bisma ini.
Tanpa menunggu lama lagi. Dina langsung membawa Elfaris menuju kamarnya dilantai atas.





***
Franda menidurkan Imanda putri kecilnya diatas tempat tidurnya. Ia tidak meletakkannya diatas box bayi, beralaskan tidak mau jauh dari Imanda.
"Lucu yah? Dari tadi tidurnya gak bangun-bangun. Nyenyak banget, gak terusik sedikit pun. Beda jauh kalau dibandingin sama Ais.." ujar Bisma tiba-tiba. Ia memandang kagum wajah mungil Imanda.
Franda hanya tersenyum kecil mendengar ucapan Bisma. Ia lalu duduk diatas tempat tidurnya dan bersender seraya memangku Imanda.
"Ko dipangku lagi?
Kamunya nanti pegel Nda. Kamu istirahat aja, kamunya tidur, biar aku yang tungguin kalian disini.."
"Gak papa Bis, aku cuma gak mau jauh aja dari Manda. Gak tau kenapa rasanya aku sedih aja kalo gak lihat wajah dia. Aku..akuu.."
"Tapi kamu harus banyak istirahat Nda, masih ingat kata-kata dokter tadi kan?
Obatnya juga harus diminum, kamu abis operasi loh sayang, jadi kamu haruus..."
"Aku cuma mau deket sama anak aku aja. Apa itu salah?" Franda menatap Bisma tajam.
"M..maksud aku gak gitu. K..kamu gak salah ko Nda, wajar kalau seorang ibu itu mau terus dekat sama putrinya. J..jadi.."
"Bisa tinggalin aku sendiri sama Manda?" tanya Franda tiba-tiba.
"A..aku mau jagain kamu. Aku mau tungguin kamu sama Manda disini. J..jadi akuu.."
"Yaudah makanya kamu jangan banyak protes. Aku cuma pangku putri aku aja kamu protes terus dari tadi. Pake larang aku gendong putri aku segala. Emangnya kamu fikir kamu siapa?
Kamu tuh cuma ayahnya. Kamu bukan yang ngelahirin dia dan kamu juga bukan yang ngerasain sakit saat berjuang ngelahirin dia. Kamuu.."
Dada Franda terasa sesak. Air matanya tiba-tiba saja keluar dari pelupuk matanya. Kejadian yang menurutnya sangat mengerikan itu pun seolah terngiang dan kembali terekam dimemori ingatannya.
"Hiks.. Cocoh..
Kamu..kamu juga bukan yang anterin dan dampingin aku saat mau ngelahirin dia. Bukan kamu Biss..hiks." Franda menunduk lirih penuh rasa sesak.
Bisma terdiam. Ia tahu maksud dari ucapan Franda. Ia juga mengerti kalau dirinya telah melakukan kesalahan besar sampai membuat kakak Franda satu-satunya pergi. Dan ia juga yang hampir membuat Franda putus asa saat proses persalinan.
"Aku kangen Cocoh aku Biss..
Coba kalau Cocoh masih hidup. Dia pasti seneng lihat keponakannya udah lahir. Dia pingin punya keponakan perempuan Bis, dan sekarang Manda udah lahir.. Imanda keponakannya udah lahir. Itu juga berkat pertolongan dia. Berkat Cocoh Bis... Aku kangen Cocoh aku..hiks." Franda semakin terisak lirih. Rasanya benar-benar sesak saat mengingat bagaimana peruanan Rafael saat membawanya kerumah sakit, hingga nyawanya sendiri harus hilang akibat penyakit jantungnya yang kambuh.
Bisma terdiam. Ia menunduk penuh rasa sesal. Ingin rasanya Bisma memaki, memukul bahkan menganiaya dirinya sendiri akibat kelalaiannya ini.
"Aku gak bermaksud nyalahin kamu Bis. Aku cuma keinget sama Cocoh aja. Maaf yah kalau aku terus-terusan jadi nyalahin kamu. Aku kangen Cocoh Bis, aku kangen Cocoh aku..hiks." Franda memeluk tubuh putri kecilnya dan mendekapnya erat. Wajahnya kini sudah banjir dengan air mata kesedihan.
Bisma mendekat dan berdiri disamping Franda. Ia mencoba meraih puncak kepala Franda lalu mengusapnya pelan.
Perlahan tubuh Franda ditariknya dan ia dekap dengan erat dan hangatnya.
"Maafin aku ya sayang... Semuanya emang karna aku.. Aku minta maaf Nda. Maafin aku.." Bisma membatin lirih seraya mengecupi puncak kepala Franda yang kini bersandar didada bidangnya.
Franda masih menangis terisak disana. Ia bingung dengan keadaanya sekarang yang tidak memiliki siapapun kecuali Bisma dan dua buah hati kecilnya.
"Besok aku antar ketempat pemakamannya Cocoh ya?" tawar Bisma tiba-tiba.
Franda menatap wajah Bisma ragu.
"Siapa tahu kamu bisa lebih sedikit tenang kalau udah berkunjung kesana. Kemarin saat pemakaman kamu kan gak sempet kesana Nda. Biar besok kamu aku antar.. K..kamu mau kan?" Bisma bertanya sekali lagi.
Franda tidak menjawab. Ia malah mendekap tubuh Bisma tanpa peduli kalau Ia masih memangku Imanda.
"Hiks.. Aku cuma takut Bis..
Aku sekarang udah gak punya siapa-siapa lagi..
Aku takut Bisma..hiks aku takuut..
Papi sama mami aku udah pergi.. Cocoh aku juga udah ikut pergi menyusul mereka.
Aku takut disini sendiri.. Aku udah gak punya siapa-siapa lagi Bis..
Aku memang masih punya kamu dan anak-anak. Tapi kamu gak sepenuhnya milik aku. Kamu juga masih milik Dina.
Itu yang buat aku takut Bis.. Aku sekarang udah bener-bener gak punya siapa-siapa lagi.. Gak punya Bis..hiks.." Franda semakin terisak mendekap tubuh suaminya itu. Ia meluapkan semua ketakutan yang menyelimuti dirinya.
"Kamu gak perlu takut Nda.. Kamu disini gak sendiri.
Kamu masih punya aku, kamu masih punya Ais, dan kamu juga masih punya Manda.
Aku janji akan terua jagain kamu.
Aku janji gak akan pernah tinggalin kamu.
Aku pasti akan terus ada but kamu.
Kamu dan anak-anak tanggung jawab aku. Kalian pasti aku jaga dengan baik.
Aku janji Nda. Aku janji sayang... Aku janji.." Bisma berujar diiringi air mata yang ikut mengalir membasahi wajahnya. Ia ikut mendekap tubuh Franda dan menenangkan istri yang sangat disayanginya.

"Apa aku kuat?
Apa aku masih bisa bertahan disini?
Ya Allah.. Rasanya aku pingin pergi.
Aku gak tega lama-lama disini dan hanya jadi penghalang kebahagiaan Bisma sama Franda.
Aku pingin pergi.. Aku gak sanggup. Aku gak sanggup Bis..
Franda lebih butuh kamu dari pada aku.
Aku gak sanggup sakitin Franda terus. Maafin aku..
Aku janji secepatnya aku akan pergi dari sini. Aku janji Bisma.. Ini demi kamu sama Franda. Aku janji..."
Lagi-lagi hal yang tidak seharusnya Dina ketahui, justru begitu jelasnya ia lihat.
Dina buru-buru beranjak dari ambang pintu kamar Franda seraya menyeka air matanya.
Entah apa maksud ucapannya barusan. Yang pasti Dina akan melakukan sebuah hal besar yang akan merubah segalanya.








Bersambung....
Jangan lupa kasih komentarnya.
Gak komentar Gak kece':p
@dheana92

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Nggak Komentar, Nggak Kece :p