Perempuan cantik berwajah chinesse ini sedari tadi tak henti melamun.
Wajahnya sangat terlihat begitu murung, bulir bening air mata
rasanya tak sanggup lagi ia tahan. Rasa sesak didada, dan batin yang
terkoyak bagai dihujam dibuan benda tajam. Sakit, bahkan sangat teramat
sakit.
"BOHONG!! kakek jangan mudah percaya dengan perempuan licik ini. Dia
itu ular kek, dia hanya ingin menghancurkan Bisma didepan kakek. Dia
itu licik, SANGAT LICIK!!"
"BRUGGH!!"
"JAGA ucapan loe!
Loe itu yang sebenarnya ULAR! Loe BAJ*NGAN! Kepar*t!!"
"BRUGGH!!"
"loe fikir loe siapa?
Jangan kira gue akan diam dengan semua kalimat busuk yang elo tuduhkan ke gue!
Loe itu gak kalah brengs*k dari perempuan ini. Loe itu lebih bej*t dari dia. BAJ*NGAN!!"
"ELO? Errghhh!!
Kalau bukan didepan kakek loe udah gue habisin loe Bis. Gue bener-bener kehabisan kesabaran dengan sifat gila loe ini.
Sekarang lebih baik kita pulang dan JANGAN kamu minta kakak untuk menemui baj*ngan ini lagi. ayo!"
"ta..tapi kak..?"
"AYO MEL!!"
"hiks.. Enggak, Mel gak mau kak, Mel mau tetap disini.
Mel mau Bisma kak. Mel yakin Bisma pasti akan mau bertanggung jawab.
Please kak.. Mel yakin Bisma itu gak seburuk yang kakak fikirkan,
please kasih Mel kesempatan untuk bujuk dan jelasin semuanya sama Bisma.
Mel mohon.."
"PLAAKK!!
"kamu masih juga yakin dia akan percaya?
Mel, Bisma itu brengs*k!
Kamu udah dicaci habis-habisan sama dia dan diperlakukan seperti ini. Tapi kamu masih tetap saja mau disini?
Kamu MAU disini HAH?"
Air mata perempuan cantik ini kembali keluar dari pelupuk matanya.
Gertakan, cacian, bentakkan juga satu tamparan yang dilayangkan Morgan
padanya tadi seakan terus terbayang dan terekam dimemori ingatannya.
Morgan memang benar-benar sangat marah dan murka, ia marah padanya
karna terlalu yakin kalau Bisma bisa percaya, padanya nyatanya ia sama
sekali tidak mau percaya. Bisma bahkan malah berbicara kasar, menuduh
yang tidak-tidak padanya, bahkan kata-kata yang Bisma ucapkan tadi
begitu menyakitkan menyayat hati.
"Me memang bodoh kak.
Mel gak berguna, untuk apa Mel hidup didunia ini lagi.
Mungkin lebih baik Mel gak usah hadir didunia ini lagi, hiks..
Sakit kak, Bisma benar-benar membuat hati Mel sakit.."lirihnya kembali terisak.
Melody memandang perut datarnya. Wajahnya benar-benar pucat juga kedua matanya terlihat sembab akibat tidak berhenti menangis.
"itu bukan anak gue. Dan SAMPAI kapan pun, anak yang loe kandung itu BUKAN anak gue!"
"enggak, enggak Bis. Sumpah demi Tuhan ini anak kamu, darah daging
kamu Bisma, kamu harus percaya aku gak bohong, demi Tuhan Bis.."
"hallaaah.. Gak usah ngehayal deh, loe itu cuma perempuan murahan!
Jadi jangan sekali-kali ngarang cerita bebas dan nuduh gue kalau anak
haram loe itu anak gue. Karna SAMPAI kapan pun gue GAK akan percaya!!"
"JLEGG!!"
Rasanya seperti ditembak berkali-kali dengan anak panah yang begitu
tajam. Pernyataan yang Bisma ucapkan sama sekali sangat berbeda dengan
disaat ia menyentuh Melody yang saat itu berjanji akan bertanggung
jawab. Tapi ternyata.. Itu semua hanya kebohongan besar.
"besok kita kerumah sakit.
Kakak tahu ini seharusnya tidak boleh kita lakukan.
Tapi ini demo kebaikan kamu, demi masa depan kamu juga.
Sebelum perut kamu semakin membesar, lebih baik kita gugurkan saja. Sebelum papah sama mamah kamu tahu.
Maafin kakak yah Mel, tapi kakak rasa ini cara terbaik untuk
menyelamatkan masa depan kamu dan menyingkirkan anak baj*ngan itu dari
rahim kamu. Maafin kakak.."
Melody kembali menyentuh perut datarnya.
Air matanya menetes seakan tak bisa berhenti.
Posisinya saat ini benar-benar sulit. Entah apa yang harus
dilakukannya, sedangkan Morgan sendiri malah menyuruhnya membunuh
bayinya sendiri sebelum menjadi aib keluarga dan menyusahkannya nanti.
"apa mamah harus bunuh kamu?
Enggak, kamu gak salah..
Mamah yang salah, gak seharusnya mamah bunuh kamu.
Maafin mamah ya sayang. Lebih baik mamah mati saja dari pada harus
membunuh kamu. Lebih baik kita mati sama-sama untuk menyelesaikan semua
ini.
Mamah sayang kamu, maafin mamah.."Melodi mengelus perutnya lirih.
"pokoknya aku gak mau ikutin usul kak Morgan.
Walau Bisma juga nyuruh aku buat gugurin bayi ini, sampai kapan pun aku gak akan pernah gugurin.
Aku gak mau ngulang kesalahan aku untuk yang kedua kalinya. Membuat
dia bisa tumbuh dirahimku saja itu sudah kesalahan besar, jadi tidak
mungkin kalau aku harus memaksanya untuk keluar dari rahimku, gak
mungkin.."Melody menggeleng lemah. Rupanya hati dan jiwa yang
penyayangnya masih tetap ada. Pemikirannya benar. Semoga saja perempuan
cantik ini benar-benar tidak mengulangi kesalahannya lagi.
**
Wajah tampan yang terlihat begitu berseri ini kini tengah tertidur pulas dengan raut wajah bahagianya.
Tubuhnya yang tidak terlalu besar dengan sikap selalu merasa benar ini begitu terlelap hingga masuk kealam mimpi indahnya.
Bisma Karisma, yapz Maniac Cinta yang sama sekali tidak memiliki
hati ini rupanya sudah merasakan kebahagiaan atas kemenangan semua
rencana busuknya itu. Setelah puas tertawa ria dipemakaman Adila sang
adik, Bisma segera pulang karna hari sudah cukup gelap. Dan sekarang
lelaki bertubuh cungkring ini asik terbuai dialam mimpinya.
"Adila? Kamu mau kemana de?
Sini sama kakak, kakak kangen sama kamu, sini de.."Bisma tersenyum
sumringah melihat sosok gadis cantik adik kesayangannya. Sosok yang saat
ia panggil justru sama sekali tidak menyahuti ucapannya.
Adila terus berjalan. Ia sesekali meneduh diantara rindangnya pepohonan disekitar danau yang tengah didatanginya ini.
Adila duduk ditepi danau, ia meluruskan kedua kakinya dengan wajah cantik yang selalu terlihat ceria ini.
"ohh ternyata kamu kedanau ini?
Hem, kamu makin cantik yah?
Udah lama kakak gak lihat kamu, dan sekarang kamu terlihat begitu cantik.."puji Bisma yang ikut duduk disamping Adila.
Adila tersenyum, pandangannya tetap lurus kedepan. Ia bahkan tertawa
kecil saat melempar bebatuan kecil kedalam danau. Suara batu yang
dilemparnya kedanau yang membuatnya tertawa kecil.
"hihi, dasar anak kecil. Cuma ngelemparin batu-batuan kayak gitu aja ketawa.
Tapi kakak senang bisa lihat kamu tertawa. Wajah kamu semakin cantik
dan manis.."Bisma tersenyum kecil menopang dagunya melihat tingkah sang
adik. Ia terus duduk disamping Adila dan memperhatikan adik
satu-satunya ini tanpa kedip.
"Hey! Ternyata disini ada orang juga yah? Aku fikir cuma aku aja yang sering datang ketempat ini.."
Tiba-tiba seorang lelaki berpostur tinggi putih dengan mata sipitnya
datang menghampiri. Bisma dan Adila menoleh secara bersamaan. Adila
melemparkan senyuman kecilnya. Gadis cantik ini memang sangat ramah,
meski tidak kenal tapi Adila tetap bisa menjaga sikapnya.
"R..rafael?
I..ini beneran Rafael?"Bisma terkejut melihat sosok lelaki yang sangat dikenalinya ini.
"aku boleh duduk?"tanya lelaki sipit yang memang ternyata Rafael ini. Adila mengangguk kecil lagi-lagi dengan senyuman manisnya.
"enggak! Loe gak boleh deketin adik gue brengs*k!!"Bisma berdiri dan
hendak duduk disamping Adila, namun ternyata Rafael lebih cepat hingga
ia bisa duduk ditengah-tengah Bisma dan Adila.
Bisma diam. Ia membiarkan kedua insan yang tengah asik bercakap ini
tanpa ikut bersuara atau masuk dalam obrolan. Ia hanya memandang bingung
dengan mata memicing dan wajah polosnya karna Adila terlihat begitu
asik sekali mengobrol dengan Rafael musuh bebuyutannya.
"Yaaah ujan.."Rafael menatap langit hitam yang meneteskan butiran air bening membuatnya basah.
"iya hujan kak.."ujar Adila, kini ia dan Rafael beranjak.
"kayaknya disana ada tempat untuk berteduh, gimana kalau kita berteduh disana?
Hujannya semakin lama semakin deras, ayo?"Adila mengangguk setuju.
Rafael segera menarik pergelangan tangan Adila. Berlari cepat
menghindari tetesan hujan yang semakin lama semakin besar.
Namun entah kenapa Bisma justru malah diam mematung. Ia membiarkan
tetesan air hujan itu bebas menerpa tubuhnya meski entah kenapa tidak
membuatnya basah.
Bisma berjalan mengikuti Rafael dan Adila. Ia ikut masuk kedalam
rumah kosong yang tak berpenghuni itu. Ikut berteduh dan kedua bola
matanya terus menyorot tajam melirik Rafael.
Adila menggosok-gosokkan telapak tangannya, sepertinya gadis cantik ini kedinginan.
"pakai jaket aku aja"tawar Rafael. Ia membuka jaket biru yang
dikenakannya. Melingkarkan jaket tersebut dipunggung Adila, menyelimuti
tubuh gadis cantik ini agar tidak terus kedinginan.
"m..makasih"ujar Adila dibalas anggukan dan senyuman kecil oleh Rafael.
"brengs*k!! Cari muka banget sih didepan adik gue. Sok perhatian loe!!"batin Bisma mendelik kesal.
Rafael duduk disamping Adila. Memandang tetesan hujan yang terlihat
semakin lama semakin deras. Suara gemuruh serta kilat membuat suasana
cukup mencekam. Adila yang takut akan suara petir refleks langsung
memeluk tubuh Rafael. Ia menyembunyikan wajahnya dibahu Rafael.
"hiks aku takut.. Hiks, takut.."lirihnya terisak.
"usst gak usah takut. Itu cuma suara petir aja ko. Kita disini aman,
tenang aja yah? Jangan takut.."ujar Rafael mengelus lembut rambut
panjang Adila yang sedikit basah itu.
"Bajing*n!! Loe gak usah deh peluk-peluk adik gue!
Loe tuh nyari kesempatan banget, BRENGS*K LOE!!"bentak Bisma bangkit
dan langsung mendorong tubuh Rafael agar menjauhi adik kesayangannya.
"hah? Apa ini?"
tiba-tiba Bola mata Bisma melotot kaget saat kedua tangannya tidak
dapat menyentuh tubuh Rafael. Ia bagaikan angin yang tidak dapat
menyentuh apalagi meraih tubuh Rafael atau pun Adila.
"enggak, ini gak mungkin!!"Bisma menatap kedua telapak tangannya.
Kepalanya menggeleng seolah tidak mau mempercayai kenyataan dihadapannya
ini.
"engh~ jangan kak.."tiba-tiba Bisma menoleh cepat mendengar suara desahan Adila.
"gak papa ko. Udah kamu diam aja, pasti kamu juga suka.."ujar
Rafael. Ia menahan paksa kedua tangan Adila hingga posisinya bisa diatas
tubuh Adila.
"Sialan!! Apa yang loe lakuin RAF??"bentak Bisma bergerak cepat dan segera menarik tubuh Rafael agar menghentikan aksi gilanya.
Namun sekali lagi Bisma dibuat cengang. Tubuh Rafael tetap tidak
bisa ia raih, kedua tangannya bahkan kakinya tidak bisa menembus tubuh
Rafael.
"hiks.. Enggak, ini gak mungkin..
Br*ngseeeeek!! Hentikan baj*ngaaaan!! AAARGGHHHHHH!!!!"Bisma tampak
begitu kalut dan emosi. Amarahnya memuncak namun percuma saja, meski ia
berteriak atau berusaha sekuat tenaga memukul Rafael pun tetap tidak
bisa mengenai tubuh Rafael.
"hiks.. Jangaan kak, jangaaan..."terdengar isak tangis Adila yang
semakin melemah. Semua pakaiannya berhasil Rafael buka, dan saat itulah
adegan buruk dimana Bisma selalu mengira dilakukan oleh Morgan ia lihat
dengan mata kepalanya sendiri kalau semuanya itu perbuatan Rafael, bukan
Morgan.
"kepar*t.. Loe benar-benar ibl*s Raf.. Loe benar-benar baj*ngan..
Hiks.. Maafin kakak Adila, maafin kakaak..."Bisma terkulai lemas tak
berdaya. Ia menangis melihat adegan didepan kedua bola matanya. Ia tidak
berdaya, tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolong Adila.
"TIDAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAKKKKKKKK!!!!!"
"hosh-hosh-hosh..."
Tubuh Bisma spontan terperanjak bangun dari tidurnya. Keringan
dingin yang mengucur deras dari dahinya, detak jantungnya terasa
berdebar dengan tempo yang sangat cepat.
"enggak.. Enggak..
Ini pasti gak mungkin.. Hiks, ENGGAAAAAAAAAAAAKKK!!!"Bisma berteriak
menggelengkan kepalanya seperti orang frustasi. Rambutnya ia jambak
kencang hingga terluhat berantakan. Benar-benar sangat kacau sekali
pemuda tampan ini.
"Melody?
Mel, Melody.. Gue harus cari dia. Gue harus cari dia.
Gue harus minta maaf..
Dan Rafael, gue akan bunuh loe Raf, AKAN gue bunuh!!!"Bisma
buru-buru beranjak dari tempat tidurnya. Entah kenapa sosok Melody yang
melintas dibenaknya. Mungkin ia baru bisa menyadari kalau Melody sama
sekali tidak mengetahui apa-apa tentang masalah yang menimpa adik
tercintanya. Sedangkan Rafael, entah apa yang akan ia lakukan pada
lelaki yang menjadi musuh bebuyutannya itu. Lelaki yang telah merenggut
kesucian adik tercintanya dan sudah ia lihat didepan kedua bola matanya
sendiri.
Bersambung....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Nggak Komentar, Nggak Kece :p