Angin berhembus terasa menusuk kedalam tulang.
Namun bayi tampan ini tampak begitu nyaman berada dalam dekapan sang bunda. Kedua matanya terpejam dengan tangan yang menggenggam kuat jemari sang bunda yang baru bisa dirasakannya lagi.



"Haus ya sayang?
Maafin bunda yaah.. Bunda gak bermaksud tinggalin Ais ko. Bunda gak ada maksud sama sekali sayang.." terdengar suara Franda begitu pelan dan lembut. Ie mengelus wajah jagoan mungilnya yang tengah ia berikah Asi.
Bibirnya tak henti tersenyum saat melihat wajah bayi tampan yang menenangkan dipangkuannya.


"Tuh kan, gue bilang juga apa. Dia tuh kangen sama lo tau Nda. Lihat tuh tangannya sampe genggam tangan lo gitu. Dia gak mau jauh dari bundanya. Dia gak bisa jauh dari elo Nda.." tiba-tiba kepala Franda menoleh kaget mendengar suara Bisma dan mendapati sosok suaminya itu sudah berdiri dihadapannya.

Franda langsung memalingkan wajahnya. Rasanya muak sekali melihat wajah Bisma yang menurutnya sangat menjengkelkan dan menyebalkan itu.

"Masih marah?" Bisma mendongakan wajahnya polos.

"Menurut lo?" ketus Franda sewot.

Bibir Bisma tersenyum kecil. Sifat ketus istrinya ini memang sudah mulai terbiasa untuknya. Ia mulai hafal bagaimana sikap Franda yang selalu emosi jika didepannya. Apalagi hari ini ia sudah melakukan kebohongan besar pada istri tercintanya itu.

"Bobonya lelap banget sayang? Seneng yah bunda udah ada disini lagi?
Muach, Ais pasti seneng udah bisa dipangku bunda lagi.
Ayah juga seneng lihatnya." Bisma menyentuh puncak kepala Elfaris lalu mengecupnya lembut. Bibirnya tak henti tersenyum melihat wajah jagoan kecilnya yang terlihat sangat nyaman berada dalam pangkuan sang bunda.

"Lo tuh tega tau gak sama gue.
Lo tuh jahat Bis!
Mau lo tuh sebenernya apa sih?
Lo mau bikin hidup gue tambah hancur IYA? Hiks.." Franda menatap Bisma dengan mata berkaca. Suara isakan sampai terdengar keluar dari mulutnya.

"Gue cuma mau biar Ais deket terus sama lo Nda.
Gue cuma mau dia gak jauh dari bundanya. Apa gue salah?" ujar Bisma membalas tatapan Franda dengan teduhnya.



"PLAAKK!!!"


Bukannya ucapan lembut yang Franda keluarkan, melainkan sebuah tamparan melayang tepat diatas pipi kiri Bisma.


"Gue tuh pingin kejar cita-cita gue Bis..
Kalo gue disini terus, kapan semua impian gue bisa terwujud?
Kapan gue bisa jadi pengusaha sukses seperti bokap?
Kapan gue bisa jadi apa gue inginkan dari kecil? Kapan Bis?" dua sungai kecil mulai keluar dari sudut mata Franda dengan sendirinya.

Bisma hanya diam. Ia memegang pipi kirinya yang terasa cukup sakit akibat tamparan Franda.

"Satu tahun udah gue lewatin disini.
Dirumah ini, dan itu sama elo.
Bahkan gue udah kasih lo satu orang anak. Kasih kedua orang tua gue dan orang tua lo cucu.
Tapi apa gak ada sedikit pun celah buat gue kejar impian gue?
Apa gak ada Biss..? Hiks.." Dada Franda terasa semakin sesak. Air matanya terus keluar tanpa bisa ditahannya lagi.

"Selama ini gue udah mengalah. Gue udah coba buat nurutin keinginan orang tua gue.
Gue relain pendidikan gue terabaikan selama satu tahun. Gue coba relain Bis.. Tapi apa balasannya? Lo malah buat gue semakin sulit! Lo buat gue sulit Bismaa.. Hiks.."

"Lo bohongin gue. Lo bilang Ais rewel disini, lo bilang kalau dia nangis terus, gak mau dikasih susu formula. Tapi apa?
Kenyataannya justru dia gak kenapa-napa. Dia anteng Bis, dia gak rewel. Lo cuma ngerjain gue aja. Gue BENCI tau gak sama lo. Gue bencci..." Franda menunduk lirih penuh kesedihan. Didekapnya begitu erat tubuh Elfaris yang tetap tenang berada dipangkuannya. Air matanya tak henti mengalir dengan segala kesesakkan didada dan kenyataan yang membuatnya semakin membenci Bisma sang suami.


Bisma mendekat. Ia mencoba meraih pundak Franda dan merangkulnya. Walau awalnya Franda menolak dan menepis, namun akhirnya Bisma dapat juga untuk memeluk tubuh istri tercintanya itu.


"Lo bisa sedikit menikmati hidup gak sih Nda?
Apa lo fikir gue seneng dengan semua yang terjadi sama lo?
Apa lo fikir gue juga gak punya impian?
Gue juga punya impian Nda. Tapi kita udah terlanjur melangkah. Udah terlalu jauh langkah yang kita ambil.
Kita gak mungkin biarin Ais disini sama mamah kita. Dia masih terlalu kecil. Kasihan, jika dia harus kita biarin disini.
Aku gak bermaksud bohongin kamu.
Aku cuma mau Ais gak jauh dari kamu aja, aku mau dia tetap dapat kasih sayang penuh dari kamu, bukan dari oma opanya, tapi dari kita Nda.." Bisma berkata begitu pelan dan lembut. Kalimat elo-gue nya pun kini berubah menjadi aku-kamu. Harapannya adalah agar Franda bisa menenangkan hatinya dan menghentikan emosinya.

Franda tak mampu berkata-kata lagi. Ia hanya bisa diam dama dekapan Bisma. Kepalanya ia senderkan didada bidang Bisma karna Bisma yang menarik kedalam dekapannya. Wajahnya sendiri sudah dibanjiri dengan air mata. Yang bisa dilakukannya kini hanya menangis dan menangis.

"Kuliahnya ditunda lagi yah?
Minimal sampai usia Ais enam bulan Nda.
Aku gak tega kalau dia harus lepas dari Asi kamu diusia sekecil ini. Terlalu kecil Nda, kasihan.." pinta Bisma sedikit memohon.

"Tapi gimana sama kuliahnya Bis?
Trus sama perjanjian itu?
Bukannya usia Elfaris 40hari aja gue udah bisa kuliah lagi?
Kenapa harus enam bulan, gue bisa semakin ketinggalan Bismaa.. Hiks. Gue gak mauu.." lirih Franda memprotes seraya memukul pelan dada bidang Bisma.

"Kan nanti bisa disusul lagi?
Ayolah Nda, demi Ais. Kasihan dianya. Emangnya kamu bisa jauh-jauh dari dia?
Aku yang ayahnya aja gak bisa, apalagi kamu bundanya. Ikatan batin seorang anak dengan ibunya itu lebih kuat dari pada dengan ayahnya.
Mau yah? Minimal enam bulan. Biar Aisnya lebih besar sedikit." Bisma memandang teduh wajah Franda. Berujar dengan sangat pelannya penuh harap kalau Franda kali ini mau mengikuti keinginannya.

Franda diam. Ia merubah posisi duduknya agar terlepas dari dekapan Bisma. Tubuh mungil Elfaris yang masih terlelap dipangkuannya pun ia pandang dengan penuh ketenangan.

"Aku pasti akan sering pulang ke Bandung ko Nda.
Aku harap dengan diamnya kamu berati ini tanda kamu setuju dengan permintaan aku.
Kita udah sama-sama dewasa, aku yakin kamu faham maksud aku dari semua ini.
Demi anak kita Nda, demi Elfaris.." Bisma menyentuh puncak kepala Elfaris dan mengelusnya lembut.

"Kalau gue disini ngurusin Ais. Trus lo di Jakarta bisa kuliah gitu?
Lo beneran tega Bis, jahat! Kejamm.
Hidup tuh emang gak pernah adil, apalagi buat perempuan kayak gue. Bisanya cuma direndahkan doang oleh suaminya.
Gue gak ngerti jalan fikiran lo!" Franda beranjak dari duduknya dan hendak meninggalkan Bisma.

"M..maksud aku tuh gak gitu Ndaa.
Aku justru gak pernah sedikit pun merendahkan perempuan.
Bagi aku perempuan itu adalah mahkota.
Mamah aku perempuan Nda, oma aku yang udah meninggal juga perempuan. Dan terlebih istri aku juga perempuan.
Jadi gak mungkin aku rendahin kamu yang sebagai istri aku sendiri.
Aku sangat menghormati itu. Dan aku sangat menyayangi kamu, mamah juga almarhum oma aku.
Kalian itu mahkota aku Nda.
Kamu bisa ngerti gak sih? Sedikitt aja. Jangan memandang dan berfikir sebelah mata terus.
Jangan juga salah faham terus.
Ini juga buat kebaikan kita, bukan cuma buat aku aja.
Aku harap kamu bisa ngerti.." jelas Bisma tampak mulai hilang kesabaran menyikapi sifat keras kepala istrinya.

Franda tidak menghiraukan. Ia terus melangkah mendekati box bayi Elfaris lalu membaringkan bayi tampannya itu disana.

"Ndaa.." panggil Bisma pelan.

"Udah deh diem!
Kalo emang itu mau lo, yaudah!
Gue juga gak bisa berbuat apa-apa lagi. Mungkin emang nasib gue udah kayak gini.
Terpaksa mau gak mau gue harus disini lagi selama enam bulan.
Tapi awas aja kalo diperpanjang lagi. Cukup udah cuma sampe enam bulan aja, GAK LEBIH!" tegas Franda tetap saja ketus dan terlihat tidak punya pilihan lain selain mengikuti keinginan Bisma.

Sekilas bibir Bisma pun langsung tersenyum lebar. Hatinya sangat bahagia mendengar ucapan yang keluar dari mulut Franda tanda setuju.

"Makasih sayang.. Makasih banyak Nda..
Umm aku seneng banget summpah..
Akhirnya anak aku diurusin sama bundanya. Enggak sama oma opanya.
Makasih sayang, makasiih..." Bisma berhambur memeluk tubuh Franda dari belakang. Ia melingkarkan kedua tangannya diperut Franda. Mengecupi pundak Franda beberapa kali. Pipinya bahkan sampai ia tempelkan pada pipi chuaby Franda.

Franda sedikit terkekeh atas sikap suaminya ini. Ia sama sekali tidak memberontak apalagi menolak pelukan Bisma. Ia justru ikut menyentuh tangan Bisma yang melingkar diperutnya.

"Tapi cuma enam bulan Bis.
Please jangan ditambahin lagi, apalagi diperpanjang.
Akunya juga pingin kuliah. Pingin kerja, jadi pengusaha dan pebisnis.
Pokoknya gak boleh ditambahin lagi. Cukup cuma enam bulan aja, enggak lebih, titik." pinta Franda penuh harap.

"Iya sayang. Cuma enam bulan. Abis itu kamu boleh kuliah. Nanti kan masih bisa dikejar lagi.
Makasih yah?
Ternyata kamu gak seegois yang aku kira. Makasih Nda, makasih.." Bisma kembali memeluk tubuh Franda. Namun kali ini dari depan. Pelukannya begitu erat seolah tidak mau melepaskannya lagi.

Franda mengangguk kecil diiringi senyum malu-malu. Ia tampak diam saja saat Bisma memeluknya. Tidak sedikit pun ada penolakan, kehangatan dan kenyamanannya pun Franda rasakan karna dapat menenangkan hatinya.

"Hufh enam bulan. Semoga waktu enam bulan itu gak terlalu lama.
Semoga Bisma juga gak ingkarin janjinya. Awas aja kalau sampai lebih dari enam bulan, gue bakalan bikin surat cerai buat dia!" ancam Franda dalam hati. Entah serius atau tidak. Tapi bibirnya tetap saja tersenyum merasakan dekapan hangat dari suaminya ini.









***
Hari-hari terus berlalu. Setiap harinya Franda tetap mengurusi sang buah hati. Ia begitu cekatan dan penuh kasih sayang saat mengurusi Elfaris bayi mungilnya. Mulai dari memberikan Asinya, menyuapinya, hingga memenuhi semua kebutuhan Elfaris sehari-hari. Franda memang seorang bunda yang petut diacungi jempol. Selain sudah mahir dan tau cara-cara mengurusi bayi tampannya. Ia juga sering mengajari Elfaris berbicara karna Elfaris memang sudah mulai senang mengoceh mengeluarkan nada-nada tanpa arti.
Franda benar-benar menikmati indahnya menjadi seorang ibu. Meski Bisma tidak bisa pulang setiap hari, namun Bisma selalu berusaha pulang ke Bandung untuk menemui istri beserta jagoan kecilnya disana.


"Gak kerasa usia Elfaris udah enam bulan aja. Berati sebentar lagi bunda bakalan tinggalin Ais lagi.
Ais mau gak ditinggalin bunda, hem? Muach-muah..
Bundanya besok mau pergi ya sayang? Ais jangan nakal.. Doain bunda, biar kuliah bunda cepet selesai. Pokoknya Ais gak boleh nakal, muach-muah.. Anaknya bunda gemessin.." Franda meraih tubuh Elfaris yang aktif bergerak itu. Dikecupnya beberapa kali wajah bayi tampannya. Hatinya benar-benar bahagia karna pengorbanan waktu selama senam bulan terakhir ini akan segera membuahkan hasil, dan ia bisa segera melanjutkan kuliahnya agar semua impiannya bisa cepat-cepat terwujud.


"Franda mendudukkan Elfaris dipangkuannya. Ia mengeluarkan handphonenya untuk menghubungi Bisma. Setelah terdengar suara suaminya diseberang telfon pun ia mulai berbicara dan bercakap lewat sambungan telfonnya.

"Jadi jemput kan nanti sore?" Franda menempelkan handphonenya ketelinga.

"Kayaknya kalau sore ini gak bisa deh Nda. Disini hujan deras banget. Banyak petirnya juga. Ini aku angkat telfon dari kamu aja cukup ngeri nihh.." suara Bisma terdengar putus-putus diiringi suara gemuruh serta guyuran hujan yang deras.

Wajah Franda seketika menjadi lemas. Kemarin Bisma bilang akan menjemputnya pagi ini. Namun pagi ini ia tidak bisa ke Bandung karna ada jadwal kuliah pagi. Lalu ditundanya hingga sore hari. Dan sekarang, disaat sudah sore hari ia justru tetap tidak bisa beralasan karena turun hujan deras.

"Nda? Nda kamu marah?" suara Bisma kembali terdengar disana.

Franda tetap tidak mau berbicara. Ia tetap diam dan membiarkan Bisma mengoceh sendiri diseberang sana. Handphonenya pun ia jatuhkan begitu saja. Elfaris yang melihat keanehan pada sang bunda langsung mengambil handphone tersebut. Didekatkannya ketelinga layaknya seorang dewasa yang mengerti cara bersosialisasi lewat sambungan telfon.

"Ao? Aoo?.. Ohh?" ujarnya mengajak bicara handphone milik sang bunda.

"Ais? Ais sayang ini ayah nak..
Ais bisa kasih handphonenya sama bunda sayang?
Ayah mau bicara sama bunda."

"Um?" kening Elfaris mengerut mendengar suara ayahnya dari handphone yang ia genggam.
Ia menatap bingung handphone tersebut lalu dipukul-pukulnya dengan telapak tangan yang terlihat gemuk berisi.

"Uh-uh! Yah-yah! Uhh!!" ujarnya terus asik memukuli alat komunikasi tersebut. Ekspresi wajahnya sangat lucu. Jika suara Bisma terdengar lagi, ia memukulnya kembali dan begitu pun seterusnya hingga akhirnya tombol merah tak sengaja ia tekan akibat pukulannya tersebut.

Franda terkekeh. Wajahnya yang semula penuh rasa kesal dan emosi pun menjadi tertawa lucu melihat sikap jagoan kecilnya.

"Banting aja handphonenya gak papa ko sayang, silahkan lempar aja. Sekalian kalo perlu lempar sama ayah kamunya, biar dia gak bohongin bunda terus.." ujar Franda berbicara ngasal.


"BRAAKKS!!"

Alhasil dengan sangat polosnya Elfaris benar-benar melempar handphone terebut. Mata Franda sampai terpelongo melihat apa yang dilakukan oleh buah hatinya.

"Waah beneran dilempar.
Kan bunda cuma becanda sayang.
Masa dilempar beneran sihh?" Franda menatap Elfaris lesu.

"Uhh buun uuhh!!" Elfaris menunjuk handphone yang baru saja dilemparnya hingga baterainya terlepas dan berserakan dilantai.

"Anak si Bisma tuh emang kadang ngeselin juga yah?
Hufh.. Sabar Fran sabaar..
Buah itu emang gak pernah jatuh jauh dari pohonnya.
Ayahnya ngeselin pasti anaknya gak bakalan beda jauh.
Lagian lo sendiri yang barusan nyuruh dia, jadi jangan salahin dia, salahin aja diri lo. Heh?" Franda mengelus dadanya menghela nafas menahan emosinya yang mulai naik kembali.
Mengoceh sendiri dengan ekspresi yang begitu lucu mengundang tawa.







***
Waktu berlalu begitu cepat. Tanpa terasa ternyata sudah banyak dilalui oleh Franda penuh canda tangis serta tawa.
Apa yang diinginkan dan diidam-idamkannya selama ini pun akhirnya terwujud.
Ia sudah kembali aktif dilingkungan kampusnya. Tepatnya sudah hampir tiga bulan ini.
Wajahnya tampak selalu ceria penuh tawa.
Meski sangat tertinggal, namun Franda mengejar semua mata kuliahnya dengan sangat serius tanpa main-main.


"Ciyee kayaknya hari ini gak bakalan pulang sendiri lagi nihh ehem-ehemm.." suara seorang gadis cantik terdengar menggoda Franda yang masih asik duduk-duduk dibangku taman seraya membuka-buka buku lembaran buku tebal yang dipangkunya.

"Indah? M..maksud lo apaan sih?" Franda menoleh menatap sahabat baiknya yang sering ia sapa Indah itu.

Gadis cantik berpengawakan tak beda jauh dengan Franda ini duduk mendekat. Wajahnya cerianya ia tunjukkan sebagai tanda kalau dirinya tengah bahagia hari ini.

"Gue lihat mobil CR-V Morgan diparkiran. Kayaknya dia bakalan jemput lo lagi deh.." ujar Indah sedikit berbisik.

"Hah? T..tapi ko dia gak ngasih tauu.."

"Kan barusan udah gue kasih tau. Dia bilang handphone lo gak aktif. Makanya dia BBM gue dan suruh ngasih tau ke elo kalau hari ini dia jemput." jelas Indah. Franda hanya tersenyum menahan malu. Pipinya terlihat merah saat membayangkan wajah pangeran hatinya ternyata sudah ada diparkiran kampus sana.

"Gue duluan ya?
Gue udah ada janji sama pak Raf, emh maksud gue sama Rafa.
G..gue pamit, bye! Good luck yah Fran.." Indah beranjak dari duduknya dan berpamitan pergi.

"Iya, hati-hati Ndah.." balasnya singkat diiringi senyum kecil.

"Morgan udah didepan?
Duhh jangan-jangan dia beneran mau ngajak gue kerumahnya lagi.
Minggu lalu udah berhasil nolak, tapi sekarang?
Duuh.. Ko gue malah takut yah? Ko gue gak seneng sih?
Kalo beneran Morgan mau melamar atau mau lebih serius sama gue kan harusnya gue seneng. Tapi kenapa gue malah gak seneng.
Justru gue malah kefikiran sama Bisma.
Duuhh gimana nihh?" wajah Franda seketika langsung berubah menjadi gelisah dan panik.

"Hufhh.. Enggak. Bisma itu cuma suami yang sah dalam agama dan hukum doang. Dihati dia tetep orang yang gue benci.
Apalagi waktu gue banyak yang terbuang gara-gara dia.
Jadi ngapain lagi gue nginget-nginget dia?
Morgan masa depan gue. Yaps, gue akan lebih memilih Morgan dari pada Bisma. Karna gue BENCI sama Bisma." ujarnya meyakinkan dirinya sendiri dengan semua keputusannya ini.
Tak lama Franda pun beranjak dan segera menyusul Morgan sang kekasih yang sudah menunggunya diparkiran sana.

Semenjak Bisma mengulur waktu terus untuk kuliahnya, Franda memang semakin membenci Bisma.
Mulai dari usia Elfaris yang 40hari dan ia harus menunda kuliahnya sampai usia Elfaris enam bulan.
Namun disaat usia Elfaris sudah genap enam bulan, Bisma kembali menyuruh Franda agar jangan dulu kuliah sampai Elfaris tujuh bulan dan seterusnya, hingga akhirnya tepat diusia Elfaris yang ke sembilan bulan, Franda nekat pergi ke Jakarta sendiri tanpa sepengetahuan Bisma dan bertekad untuk tidak mengikuti kemauan Bisma lagi.

Dan sekarang Franda sudah hampir tiga bulan berada di Jakarta. Ia pulang ke Bandung paling hanya dua minggu atau satu bulan sekali, dan itu hanya untuk menemui Elfaris saja, tidak yang lain.
Franda juga sudah jarang bertegur sapa dengan Bisma karna keegoisan Bisma sendiri yang membuatnya semakin membenci Bisma.






**
"SIAL!! Cowok gak tau diri itu lagi. Errrrr!!!
Hati lo tuh dimana sih Nda?
Lo udah punya suami tapi lo gak bisa setia sama gue.
BBM gue aja sampe gak dibales, tiap gue telfon di rijject terus.
Lo gak inget apa kalau besok Elfaris ulang tahun yang pertama.
Gue tuh jauh-jauh ke kampus lo niat buat jemput lo tau gak.
Tapi malah pemandangan kayak gini yang gue lihat! Errrrr!! SIAALL!!!" Bisma membatin penuh emosi. Wajahnya memerah menahan amarah. Stir mobil dihadapannya pun ia pukul cukup kencang. Dari jauh ia melihat Franda sang istri yang dirangkul mesra oleh seorang lelaki yang tak lain adalah Morgan yang Bisma sendiri sudah tahu karna pernah Franda kenalkan padanya.


"Biar pintunya aku yang buka.
Naah silahkan masuk putri cantik.." ujar Morgan lembut. Ia membukakan pintu mobilnya untuk Franda sang kekasih.

"M..makasih.
Kamu tuh terlalu berlebihan tau Gan.." balas Franda malu-malu.

"Berlebihan sama calon istri sendiri gak papa kan say?
Kecuali kalau sama orang lain. Itu baru gak boleh." jelas Morgan. Ia mengecup lengan kiri Franda yang tadi digenggamnya saat membantu Franda masuk.

Lagi-lagi Franda hanya terkekeh akan perlakuan istimewa yang selalu didapatnya dari Morgan.

"Langsung kerumah aku yah?
Mamah aku lagi ada dirumah.
Katanya dia pingin ketemu sama calon menantunya.
Muach, aku tuh sayang banget sama kamu Nda.." ujar Morgan lembut. Ia mengecup pipi Franda sekilas sebelum akhirnya ia menyalakan mesin mobilnya dan melaju meninggalkan kampus.

"Morgan benar-benar laki-laki yang sangat baik.
Dia selalu bersikap lembut, gak pernah nyebelin, ngeselin, apalagi bikin gue marah.
Sangat beda jauh sama Bisma.
Andai Bisma lihat adegan tadi.
Gue pingin dia tau kalau gue bisa dapat yang jauh lebih baik dari dia. Dan buat dia nyesel karna udah punya yang lain diluar sana selain gue.
Cewek lo itu gak ada apa-apanya dibanding gue Bis.
Franda gitu lohh.." Franda membatin penuh harap dan rasa percaya diri. Bibirnya tersungging senyum yang begitu manis dan meneduhkan.


"Errrrrrgghh!! Summpah gue gak rela banget pipi Franda dicium sama cowok itu. Gue gak rela gue gak relaaaaa!!!
Itu cuma milik gue, cumapunya guee.. Errrrrrrr!!!" Bisma terlihat frustasi sendiri. Ia sampai membenturkan keningnya pada stir mobilnya sendiri. Rambutnya ia jambak penuh emosi dan rasa cemburu. Ocehan dan dumelan pun terus keluar dari mulutnya. Ia tidak mau keluar dari mobil Alphard putihnya. Ia hanya bisa berdiam diri didalam seraya melihat semua adegan yang membuat hatinya panas.

"Lihat tuh bunda kamu.
Minggu lalu ayah cuma makan berdua sama temen cewek ayah aja dia sampe tega nampar ayah. Padahal waktu itu temen cewek ayah gak ngapa-ngapain ayah, kita cuma beradu pandangan doang. Dia datang langsung marah-marah.
Katanya kalo mau mesum jangan di resto. Bunda kamu tuh bener-bener gila tau gak.
Sedangkan sekarang dia sendiri dikecup pipinya sama cowok lain, dan ayah gak nampar dia. Ayah justru cuma bisa diem doang disini.
Ayah gak bisa ngapa-ngapain.
Padahal jujur ayah gak rela banget.
Bunda kamu itu cuma milik ayah, CUMA punya ayah! Bukan yang lain." tegas Bisma masih saja nyerocos sendiri. Tanpa jeda, tanpa titik dan koma. Ia berbicara seraya memandangi photo Elfaris jagoan kecilnya yang hampir berusia satu tahun itu.

Tak lama mobil Bisma pun melaju meninggalkan kampus Franda untuk segera berlalu menuju Bandung.
Meski tanpa Franda, tapi dirinya harus tetap pergi kesana demi sang buah hati.








Bersambung..