Jadi tak heran jika Bisma dan Franda tiba di Jakarta saat waktu sudah memasuki gelapnya malam hari.



"Hufh, akhirnya sampe juga.." Bisma menghela nafasnya berat. Terlihat sekali kalau wajahnya sangat lelah dan letih.

Bisma menghentikan mobilnya tepat didepan sebuah rumah minimalis mewah bernuansa putih. Menurut petunjuk yang dijelaskan oleh tante Femmy sang mertua, ternyata rumah minimalis mewah itu akan dihuni oleh Franda istrinya selama berada diJakarta.

"Hemm.. Rumahnya hampir mirip sama rumah gue. Letaknya juga gak beda jauh. Masih satu kompleks. Ternyata jodoh itu emang gak pernah lari kemana yah?
Mau dipisahi pake takdir pun tetep aja Franda gak bisa jauh dari gue." Bisma membatin senang melihat rumah mewah dihadapannya yang letaknya memang hanya terhalang beberapa blok saja dari rumah barunya yang pernah ia beli didaerah tersebut.

Bisma menoleh menatap kearah Franda. Matanya memicing saat melihat istri tercintanya itu rupanya sudah terlelap disana dengan posisi duduk menyender pada jok mobil.

"Pantesan aja dipanggil gak nyahut. Disuruh turun juga gak keluar. Ternyata kamu udah tidur Nda." gumamnya sedikit menyunggingkan senyum melihat keadaan Franda.

Karna tidak mau membuang waktu dan menunggu lama. Akhirnya Bisma keluar dari mobil alphard hitam yang menjadi milik istrinya itu. Alphard putihnya sendiri memang tidak ia bawa karna tidak mau membiarkan Franda menyetir sendiri. Makanya ia beralasan kalau mobil barunya itu masuk bengkel. Padahal itu hanya akal-akalannya saja agar bisa pulang ke jakarta berdua dengan sang istri.

"Lagi tidur aja tetep secantik ini.
Mau kamu galak, jutek, egois atau apapun. Tapi tetep itu gak pernah merubah rasa sayang aku ke kamu Nda, karna rasa sayang itu tulus langsung dari hati aku.." Bisma membatin kagum saat melihat wajah polos Franda yang masih terlelap itu dari dekat. Ia pun berinisiatif agar tidak membangunkan Franda dengan alasan tidak tega membuat tidurnya terusik.

Dengan sangat pelan dan hati-hati. Kedua tangan kekar Bisma mencoba mengangkat tubuh Franda. Tangan kanannya ia letakkan dibawah leher dan punggung Franda. Sementara tangan kirinya menopang bagian badan Franda dari bawah paha hingga setengah lutut.
Posisi menggendongnya itu seperti adegan sepasang pengantin baru yang hendak menikmati malam pertamanya. Sungguh sangat terlihat romantis meski Franda dalam keadaan tertidur dan tidak sadar.

"Wajahnya cantik banget. Sumpah, kalo gak takut kena emosi kamu, udah aku terkam kamu Nda.
Abis bikin gemes. Apalagi bibirmu itu. Uhh rasanya pingin aku gigit, merah-merah tipis-tipis gimanna gitu.." terdengar ocehan kecil Bisma dengan senyuman nakal yang terukir dari bibir mungilnya. Kedua matanya terus memandang wajah cantik Franda terutama bagian bibir. Sedangkan kakinya melangkah memasuki area dalam rumah Franda yang mewah nan besar itu.

"Ngh~ iya aku juga tau. Yaudah, sampe ketemu lagi nanti. Bye.." tiba-tiba mata Bisma sedikit terkejut. Ia mendapati Franda berbicara sendiri dalam keadaan terpejam. Kedua tangannya entah refleks tiba-tiba saja dikalungkan dilehernya. Wajahnya ditelusupkan hingga menempel didada bidang Bisma yang tidak terlalu kekar itu.

"Kayaknya dia ngigo? Tapi maksudnya apaan? Gajelas..
Kenapa gak ngingoin aku aja Nda. Biar akunya semakin yakin kalau kamu tuh emang cuma cinta sama aku." Bisma lagi-lagi tersenyum mendapati apa yang dilihat oleh kedua matanya itu. Rasanya seperti mimpi. Franda bahkan seolah begitu nyaman saat dibopong olehnya seperti ini. Kedua tangannya sampai erat mengalung dileher Bisma dan wajah yang ditelusupkan pada dada Bisma. Membuat ayah dari satu anak ini semakin terbang melayang diangan mimpinya.

"Kita kakamar langsung deh ya? Badan kamu cukup berat Nda. Aku sampe pegel nih sayang.." ujar Bisma mulai melangkah kembali.

"Iya, yaudah langsung masuk aja." balas Franda tiba-tiba.

"Hah?" kening Bisma mengerut. Matanya sampai melotot kaget, namun mata Franda tetap saja terpejam saat dilihatnya.

"Sebenernya Franda tidur atau enggak sih? Ko bisa nyahutin ucapan gue?" pikirnya tampak kebingungan sendiri.

"Ahh~ yaudah deh. Langsung kekamarnya aja. Untung gue dikasih kunci duplikat rumah ini beserta kunci ruangan lainnya sama mamah Femmy. Jadi lebih gampang masuk kesini kapan pun juga. Apalagi buat nemuin kamu entar Nda. Kayaknya tiap hari juga bisa." Bisma mulai menaiki satu persatu anak tangga kayu dirumah mewah milik istrinya itu. Menurut sang mertua tante Femmy, kamar Franda memang terletak dilantai atas kamar utama.





**
"Uhh akhirnya sampe juga. Ternyata gendong kamu dari luar sampe masuk kesini cukup capek juga ya Nda. Pinggang aku sampe berasa copot. Hufh.. Capek sayang.." Bisma menarik nafasnya berat. Dadanya sampai naik turun dengan tempo cukup cepat akibat rasa berat dan lelah membopong istrinya tadi.

Tubuh Franda pun dibiarkannya terbaring begitu saja diatas tempat tidur. Ia kemudian ikut merebahkan tubuhnya disamping Franda sambil tak henti mengatur nafasnya yang terasa kelelahan.

"Kamarnya luas. Hampir sama dengan kamar gue sama Franda yang di Bandung. Tapi kamar ini banyak banget gambar-gambar pandanya.
Berati Franda emang beneran suka sama panda. Hemm untung aja Ais gak mirip sama panda gara-gara Franda suka panda. Hihii
dia lebih mirip ke gue ayahnya." Bisma menatap atap serta tembok ruangan kamar Franda yang terdapat banyak dihiasi gambar panda juga boneka-boneka panda. Bibirnya sekilas tersenyum saat melihat itu semua. Tak lama memori ingatannya pun kembali teringat akan sosok Elfaris yang ditinggalkannya di Bandung sana.

"Oh iya, kabar Ais gimana ya? Dia udah tidur atau belum? Trus dia mau gak dikasih susu formula?
Duhh gue jadi khawatir sama Ais.." pikirnya gelisah.

Bisma buru-buru mencari handphonenya. Dirogoh olehnya kantung celana jeans bagian samping depan itu, dan segera lah dihubunginya nomor tante Casma sang mamah untuk mencari tahu bagaimana kabar sang jagoan kecil.


"Hallo mah?"

"Engh~ halo? Iya-iya. Pesanannya dibatalkan saja. Saya sudah tidak lapar, anda terlalu lama, makanya saya tidak mau pesan lagi."

"Hah?" kening Bisma langsung mengerut mendengar tante Casma berbicara aneh seperti itu.

"M..mah? Mamah Bisma maauu..?"

"Saya bilang saya udah gak lapar. Udah deh gak usah telfon terus. Ini sudah malam. Anda mengerti kan?" tegas tante Casma.

"T..tapi maahh..?"

"Tuut..tuuut.." sambungan telpon pun terputus.

Bisma mendengus kesal. Entah kenapa tante Casma bisa berbicara seperti itu. Mungkin salah faham atau memang tengah mengigau. Padahal dirinya sangat merindukan Elfaris dan ingin tahu akan kabar jagoan kecilnya itu.

"Hufh, mamah payahh. Masa anaknya nelfon, malah ngomongnya kaya gitu? Emangnya dia pikir gue tukang makanan apa? Huuh.. Padahal kangen Ais.." Bisma tampak kecewa dan sedih.

Tak lama ia merasakan satu sentuhan diatas perutnya. Ternyata itu lengan Franda yang memeluknya dari samping.

"Hemm si sayang masih tidur.
Kayaknya kamu mendingan tidur terus kaya gini deh Nda.
Lebih baik dan lebih manis.
Aku jadi lebih leluasa buat dekat sama kamu kaya gini.
Bisa peluk kamu juga malah.." ujarnya tersenyum jahil. Bisma menaruh tangan Franda didadanya. Tubuh Franda pun sedikit dipeluknya meski sangat hati-hati karna takut Franda terusik.

"Tidur yang nyenyak Nda, aku jagain disini. Aku pastiin kalau malam ini aku masuk kedalam mimpi kamu.
Kita ketemuan dialam mimpi yah sayang? Muach, kangen kamu ihh.." Bisma mengecup pipi Franda lalu kembali memeluknya. Hingga akhirnya keduanya pun terlelap dalam posisi saling memeluk.





**
Pagi-pagi sekali kedua pasangan muda ini rupanya sudah terbangun. Franda tampak begitu rapi dengan pakaian simple yang memang biasa menjadi pakaiannya sehari-hari.
Rambut panjangnya pun ia biarkan tergerai bebas begitu saja. Wajahnya hanya dipolesi dsedikit polesan make-up tipis yang membuatnya semakin cantik dan lebih fresh. Sepertinya tidak akan ada satu orang pun yang menyangka kalau dirinya sudah pernah melahirkan dan memiliki satu orang anak.
Wajahnya saja sangat cantik dan fresh seperti gadis-gadis muda pada umumnya.


"Gak usah segitunya deh ngelihatin gue. Kesambet tau rasa lo!" ujarnya tiba-tiba ketus saat melihat sosok Bisma yang berdiri diambang pintu kamarnya.

"Biasa aja kali. Gak usah segalak itu.
Lagian gue emang udah kesambet sama lo. Lebih tepatnya sih kesambet cinta elo.." ucap Bisma menyunggingkan senyum penuh canda.

"Gak usah ngegembel deh pagi-pagi. Gak ada uang receh tau gak!" ketus Franda mendorong tubuh Bisma seraya berjalan keluar dari kamarnya.

Lagi-lagi Bisma hanya tersenyum kecil melihat ocehan serta gerutuan istri tercintanya ini.

Franda duduk dikursi meja makannya. Bisma pun mengikuti dan ikut duduk. Franda mulai mengambil helaian roti tawar yang akan menjadi sarapan paginya. Dan Bisma juga ikut melakukan hal tersebut membuat Franda menatap kesal lelaki cungkring satu itu.

"Kalo bukan karna semalam gue ketiduran, gue gak bakal mau yah lo tinggal dan nginep disini. Ngeselin tau gak lihat muka lo terus, bosen!" Franda berujar dengan nada ketusnya.

Bisma hanya terkekeh menahan tawa.

"Gak usah ketawa deh lo!
Lo pasti sengaja kan bikin gue ketiduran, trus gak bangunin gue biar lo bisa nginep disini. Bisa deket terus sama gue. Ngaku aja deh. Gue tau ko lo tuh udah cinta mati sama gue, jadi gue rasa wajar sih kalo elo segila itu."

"UHUK!!" Bisma langsung tersedak mendengar ocehan Franda yang nyerocos tanpa jeda. Roti tawar yang dimakannya sampai hampir saja keluar lagi akibat ocehan istrinya itu.

"Biasa aja kali Bis, gak usah pake acara keselek kaya gitu.." Franda menatap Bisma dengan sedikit memalingkan wajahnya seperti menahan tawa.

"Elo yang biasa aja.
Secinta-cintanya gue, kalo sikap lo kepedean kaya tadi. Cinta gue bisa luntur tau gak."

"Oh ya? Emang cinta itu kaya baju apa sampe luntur segala. Baru denger gue." ujar Franda sedikir menggoda. Rupanya perempuan cantik ini bica juga bercanda dengan suaminya.

"Eh iya, lo semalem gak ngapa-ngapain gue kan?"

"M..maksud lo?" Bisma menatap Franda bingung.


Franda sedikit memiringkan kepalanya. Ia memegang leher putih jenjangnya yang terdapat beberapa tanda merah disana.

"UHUKK!!" Bisma malah kembali tersedak melihat tanda merah tersebut. Mulutnya menahan antara ingin tertawa dan terbatuk. Ia mengingat apa yang dilakukannya pada Franda semalam yang bisa menghasilkan tanda merah tersebut.

"Lo gak usah ketawa deh! Gue tuh tanya ini kenapa leher gue bisa merah-merah gini? Lo gak ngapa-ngapain gue kan?" Franda bertanya sekali lagi.

Bisma buru-buru meneguk segelas air putih dihadapannya agar potongan roti didalam mulutnya bisa segera ia telan.

"Bis?"

"Iya-iya. Guee..
Gue gak ngapa-ngapain ko. Suer deh.
Lo tau sendiri kan kalau semalam gue tidur disofa, sedangkan elo diatas kasur. Jadi gak mungkin kalau gue ngapa-ngapain.." jelas Bisma menunjukkan senyum selebar mungkin.

"T..trus ini merah-merah bekas apaan?
Perasaan kemarin gak ada, tapi kenapa paginya jadi ada? Mana lebih dari satu lagi. Ada tiga tau gak." Franda memegang leher jenjangnya sebelah kiri dan kanan.

Bisma dengan begitu jelas dapat melihat tanda merah hasil kecupan jahilnya semalam yang terdapat beberapa itu. Mulutnya pun ia tutup menahan tawa agar Franda tidak curiga.

"Udah ah, cuma tanda kaya gitu doang juga. Mungkin semalam ada nyamuk yang nempel dileher lo. Trus dia ngehisap darah lo, makanya jadi bentol, dan bentolnya itu jadi merah kaya gitu.." Bisma mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Hemm bisa jadi sihh. Tapi gimana gue kekampus entar. Masa merah kayak gini, malu-maluin aja. Apa kata temen-temen gue nanti?
Masa baru masuk kampus lagi tapi dengan leher kayak gini? Kan gak lucu."

"Yaudah gak usah ngampus aja. Beres kan?" ujar Bisma enteng.

"Hah? Maksud lo?" mata Franda langsung melotot kaget.

"Ya maksudnya, kita gak usah ngampus hari ini. Ngampusnya nanti lagi aja.
Mending sekarang kita balik lagi ke Bandung.
Mamah bilang Ais semalam gak bisa tidur loh, katanya dia gak mau dikasih susuk formula, dia nangis terus. Mamah tadinya gak mau cerita karna takut kita cemas. Tapi jujur, gue sih emang udah cemas dan yakin kalau Ais gak bisa jauh dari kita. Makanya gue paksa mamah buat cerita." jelas Bisma menatap Franda serius.

Franda hanya diam. Hatinya tiba-tiba saja menjadi gelisah mengkhawatirkan keadaan buah hatinya. Elfaris pasti tidak bisa jauh dengannya karna harus ia berikan Asi. Apalagi usia Elfaris memang masih terlalu kecil untuk ditinggalkan.

"Yuk ke Bandung?
Ntar sore kita balik lagi.
Kasihan Ais tau, semalam aja tidurnya sampe diatas perut mamah. Gak mau ditidurin dibox bayinya. Pinginnya digendong terus, mamah aku sama mamah kamu sampe kewalahan ngurusin dia.
Gimana Nda? Mau pulang dulu gak?" tawar Bisma sedikit memelankan nada suaranya.

"Pingin sihh.. Tapi kan kita di Jakarta aja baru sampe. Masa langsung ke Bandung lagi? Kalo nanti kejebak macet lagi gimana?
Trus sama kuliah gue juga gimana?" Franda tampak kebingungan sendiri.

"Kuliah itu bisa nomor sekian-sekian. Tapi anak kita lebih penting. Kamu gak mau kan kalau nanti Ais sampe jatuh sakit atau mungkin kena hal lain yang lebih fatal dan mengerikan karna jauh dari bunda dan ayahnya.
Kamu gak mau kan itu terjadi?"

"Lo gak usah nakut-nakutin deh Bis.
Gue yakin ko Ais itu anak yang kuat. Dia pasti bisa jauh dari gue dan elo. Gue yakin itu.." bola mata Franda terlihat mulai berkaca. Mulutnya memang dapat membuatnya yakin, namun hatinya justru bertolak belakang.

"Yaudah. Gue sih terserah.
Mau egois atau enggak. Yang pasti jangan pernah salahin siapapun kalau terjadi apa-apa sama Ais.
Gue pamit, gue mau ke Bandung dulu.
Gue gak peduli sama kuliah gue, bagi gue, Elfaris LEBIH penting dari apapun.
Jadi gue akan utamain dia dari segala apapun itu. Ngerti?" jelas Bisma sedikit menekan kata-katanya. Ia beranjak dan bergegas pergi meninggalkan Franda begitu saja.

Franda diam. Ia mencoba mencerna ucapan Bisma barusan. Entah ia akan mengikuti hal yang Bisma lakukan, atau justru akan tetap bersikap keras kepala dan kuhuh untuk tetap menomor satukan kuliahnya dari pada Elfaris sendiri.


"Biasanya pagi-pagi gue udah kasih Ais Asi, tapi sekarang enggak. Trus semalam Ais juga harusnya dapat Asi, tapi ini enggak.
Ya Tuhaan.. Apa aku terlalu kejam sama anakku sendiri?
Tapi aku ingin kuliah Tuhaan..
Aku ingin cepat-cepat lulus biar bisa jadi pengusaha sukses seperti yang aku cita-citakan.
Kalau kayak gini terus, kapan aku kuliahnya?
Kapan aku lulusnya dan kapan aku bisa suksesnya?
Aku dilema Tuhann..
Tapi aku juga sayang sama anakku Elfaris.." Franda tampak membatin cemas. Air matanya sampai keluar karna apa yang dimpikannya sangat sulit untuk berjalan lancar. Selalu ada rintangan dan tantangan serta cobaan yang menerpa.
Sudah hampir satu tahun ia mencoba bersabar dan mengikuti kemauan kedua orang tuanya. Menikah dengan Bisma dan memberikan mereka cucu. Dan sekarang apa ia harus kembali merelakan waktunya lagi untuk itu semua?
Rasanya Franda benar-benar berada dalam posisi yang sangat sulit untuk semua ini.

"Maafin bunda ya sayang..
Bunda harus tinggalin Ais.
Bunda pingin sukses nak, bunda pingin kejar cita-cita bunda.
Ais harusnya gak boleh nakal.
Bunda kan udah bilang kalau Ais harus dukung bunda.
Ais sama Oma opa dulu.
Bunda disini akan tetep sayang Ais ko, bunda janji gak akan pernah lupain Ais.
Bunda janji sayang... Hiks, maafin bunda yah..." suara Franda terdengar sangat lirih dan berat. Ia melihat photo jagoan kecilnya yang ia simpan didalam dompetnya. Wajah bayi mungilnya itu terlihat ceria didalam photo tersebut. Satu kecupan diiringi air mata pun Franda daratkan pada photo Elfaris yang sebelumnya ia keluarkan dari dalam dompetnya.

"Bunda sayang Ais, bunda beneran sayang Ais..
Kalau bunda ada waktu luang, bunda pasti kesana.
Bunda pasti temuin Ais, tapi enggak untuk hari ini.
Ais harus jadi anak yang kuat yah? Jangan lemah. Ais pasti bisa jauh dari bunda. Ais pasti bisa tanpa bunda. Bunda yakin itu.." ujarnya meyakinkan seraya berbicara sendiri dengan photo tersebut. Air matanya tak henti keluar. Satu kecupan kembali didaratkannya disana karna saking sayang dan beratnya harus jauh dengan Elfaris.











Bersambung..