Rabu, 23 Oktober 2013

Terpaksa BUKAN Cinta II "Maafkan Aku" #Part 28

Jasad kaku tak bernyawa itu terlihat begitu memilukan. Wajahnya tampak pucat pasi, aliran darah sudah terhenti.
Kedua kelopak matanya tertutup rapat. Tubuhnya sama sekali tidak bergerak. Ia hanya bisa terbaring kaku diatas ranjang rumah sakit tanpa bisa berbuat apa-apa lagi.


"paah.."Bisma menatap lirih jasad kaku tersebut. Ia berjalan mendekat. Meraih lengan kanannya. Menggenggam, bahkan menciumnya penuh penyesalan.

"maafin Bisma paah.. Maafin Bismaa.."Bisma berujar lirih. Wajahnya tertunduk lemas melihat apa yang kini telah terjadi dihadapannya.

"Bisma menyesal pah, Bisma benar-benar menyesal..
Gak seharusnya Bisma membenci papah..
Papah itu papah terhebat buat Bisma.
Papah itu segalanya buat Bisma.
Bisma mohon bangun paah, Bisma mohon papah banguun..."air matanya kini menetes mengalir membasahi pipi putihnya.

Dhira yang masih duduk disofa menemani tante Nela pun ikut menitikan air mata melihat jasad ayah mertuanya yang sudah kaku tidak bernyawa itu.
Sedangkan tante Nela tengah berusaha Rangga sadarkan dengan mengoleska minyak angin kehidung tante Nela.


"maaf, saya harus segera memindahkan pasien keruangan yang seharusnya."

Tiba-tiba terdengar suara seorang Dokter yang sudah berdiri disamping Bisma.

Bisma hanya menoleh lirih tanpa mengeluarkan suara. Yang ada hanya bulir bening air mata yang terus keluar tanpa bisa ia tahan.

"tolong bantu saya suster.."ujar Dokter tersebut. Suster muda yang ikut berdiri dibelakangnya mengangguk kecil dan segera membantu Dokter tersebut untuk melepaskan alat-alat medis termasuk selang infus dan selang-selang kecil lain yang masih menempel ditubuh om Landry.

"Sebaiknya keluarga pasien menunggu diluar saja."ujarnya lagi. Bisma memandang kearah Dhira juga Rangga dengan wajah Lirih.

"yasudah kita tunggu diluar aja Bis.
Lo bantu gue buat bawa tante Nela keluar.
Dia sudah siuman, cuma kondisinya masih lemas, mungkin karna terlalu memikirkan bokap lo, dan belum bisa meng'ikhlaskan kepergian beliau.."ujar Rangga. Bisma mengangguk kecil tanda setuju. Ia berjalan menghampiri Rangga. Membantunya untuk membawa sang mamah keluar agar menunggu diluar ruangan.

"maafin Bisma ya mah..
Gara-gara Bisma papah pergi.
Gara-gara Bisma juga mamah jadi seperti ini.
Bisma benar-benar menyesal mah.. Bisma minta maaf,
maafin Bisma.."Bisma membatin lirih. Rasanya begitu pilu melihat keadaan tante Nela yang seperti ini. Menyesal pun seakan sudah tiada artinya lagi.





**
"tunggu Suster!"

"kenapa Dok..tee"

"ko bisa? Siapa yang menyalakan alat ini lagi?
Bukannya tadi saya sudah mematikan semua alat medisnya?"

"s..saya tidak tahu Dok.."


"Subhanallah...
Cepat nyalakan semua alatnya kembali suster!"

"b..baik Dokter.."

"ini sangat mustahil! Detak jantungnya? Bahkan denyut nadinya bisa saya rasakan lagi?
Mana mungkin bisa?"

"semuanya sudah siap Dokter!"

"kita lakukan pemompaan jantung sekarang!"

"baik Dok."


Raza menunduk takut melihat apa yang dilakukan oleh Dokter laki-laki dan suster perempuan tersebut pada eyangnya. Ia menunduk takut. Tak berani melihat lama-lama, kedua kelopak matanya sampai ia tutup dengan telapak tangan mungilnya. Raza duduk dipojokan tepatnya dekat kaki ranjang rawat om Landry.

"hiks.. Iyang Zaza.. Hiks.. Iyaaaang..."lirihnya terisak. Sesekali Raza melihat alat pendeteksi detak jantung yang tadi ditekannya. Entah kenapa bayi tampan ini bisa berada disini. Padahal kedua orang tuanya berada diluar ruangan bersama om juga yang lainnya.

Raza terus menunduk. Matanya tak berani menatap sang eyang terlalu lama. Tubuh om Landry sendiri masih terbaring diatas ranjang rumah sakit. Sang Dokter menyentuh dadanya dengan alat pemompa jantung listrik (gatau namanya), sedangkan suster tadi berdiri disamping Dokter.

"subhanallah..
Ini benar-benar mustahil.."sang Dokter terlihat masih tidak percaya dengan apa yang terjadi pada pasiennya ini.

"pasien masih hidup Dokter.."ujar sang suster dibalas anggukan mantap oleh Dokter tersebut.


**
"Ini semua karna kamu!
Kamu yang sudah menyebabkan suami saya pergi. Kamu Bisma, kamu! Hiks.."

"maafin Bisma mah..
Bisma tahu Bisma salah.. Tapi Bisma sama sekali gak pernah mengharapkan semua ini terjadi.
Bisma sayang mamah..
Bisma juga sayang papah mah..
Bisma gak pernah ingin papah pergi..
Bismaa"

"CUKUP!!
Jangan pernah lagi panggil saya mamah!
Dan jangan juga kamu memanggil suami saya papah.
Kamu itu bukan anak saya! Kamu bukan anakku dan anak suamiku. BUKAN! hiks.."

"mah udah mah.. Udaah.."

Dhira mendekap tubuh ibu mertuanya ini. Mencoba menenangkannya karna sedari tadi tante Nela terus saja memarahi Bisma. Ia begitu marah dan sangat enggan melihat wajah lelaki yang telah menanam kebencian didalam hatinya.

"mamah harus tenang.. Istighfar maah.. Istighfar..
Papah bisa sedih kalau lihat mamah kayak gini.. Mamah harus sabaar.. Hiks.."Dhira berucap lirih.

"mamah sudah gak punya siapa-siapa lagi Dhira.
Mamah sudah gak punya siapa-siapa.. Hiks..."lirih tante Nela terisak. Dada Bisma terasa begitu sesak melihat keadaan sang mamah. Rasanya ingin sekali ia mendekap tubuh tante Nela. Menenangkannya dan memberikan kenyamanan agar bisa tenang dan tidak terus-menerus menangis seperti ini.

Bisma duduk mendekati tante Nela. Lengannya berusaha menyentuh punggung tante Nela yang masih dipeluk oleh Dhira itu.

"Jangan sentuh saya!"tante Nela menepis kasar tangan Bisma.

"m..maah.."

"Pergi!
Saya bukan mamah kamu! Dan kamu bukan anak saya! CEPAT pergi!
Saya tidak mau kalau nanti suami saya bertambah tidak tenang karna ada kamu disini. Pergi kamu! Pergii.. Hiks..."

"mah, udah maah, udaah..."

"hiks.. Dia jahat Dhira, dia jahaat.. Hiks.. Dia udah buat papah kamu pergi.. Dia udah buat suami mamah pergi.. Hiks..."

"enggak maah.. Mamah gak boleh bicara seperti itu..
Ini udah takdirnya mah.. Ini udah takdir.."

Dhira kembali memeluk tubuh tante Nela. Mendekapnya dan terus berusaha membuat tante Nela agar tetap tenang.

"sebaiknya lo pergi dulu Bis.
Gue takut kalau lo disini justru nanti hanya akan membuat nyokap lo bertambah sedih.
Lo bisa pulang dulu untuk membereskan semuanya. Mungkin nanti siang jenazah om Landry sampai dirumah. Lo tunggu saja ditumah yah?"ujar Rangga menepuk pelan punggung Bisma.

"gue nyesel Ga, gue bener-bener nyesel.."Bisma menatap Rangga lirih.

"udah jangan nangis..
Gue tahu ini bukan keinginan lo. Gue juga tahu kalau ini terjadi bukan seratus persen karna lo.
Ini udah takdirnya Bis.. Lo harus kuat. Jangan nangis, nanti bokap lo bisa ikut nangis kalau lihat lo nangis.
Sekarang lo pulang yah?
Biar gue sama Dhira yang disini dulu. Lo bisa percayain semuanya sama gue."jelas Rangga.

"thanks Ga. Selama ini gue udah salah menilai lo.
Gue titip nyokap gue. Dhira juga bokap.
Gue pulang.."pamit Bisma. Rangga mengangguk diiringi senyum kecil.

"Bisma pulang mah..
Sekali lagi Bisma minta maaf..
Bisma sayang mamah..
Bisma sama sekali gak pernah benci mamah sama papah..
Bisma sayang kalian.. Maafin Bisma..."batin Bisma melangkah pergi meninggalkan tante Nela, Dhira juga Rangga.



Siang menjelang...


"i..ini bukan mimpi kan Ra?
m..mamah tidak sedang bermimpi kan?"

"enggak mah.. Ini bukan mimpi. Ini sebuah kenyataan. Mamah lagi enggak mimpi."

"hiks.. Makasih ya sayang.. Makasih..
Ini semua berkat kamu nak.. Ini semua karena Raza.. Makasih sayaang..."

"iyang Zazaa! Uh iyang Zazaa!!"

"iya sayang, eyangnya ada didalam. Eyangnya masih istirahat. Kita doain disini yah? Semoga eyangnya bisa cepat pulih.
Kita doakan dari sini.
Raza doain eyang yah?"

"Zaza! Zaza iyang mbunn!"

"anak yang sangat pintar... Sekali lagi makasih sayang.. Terimakasih Ya Allah.."

Tante Nela mengecup puncak kepala Raza. Mengelusnya lembut. Tak henti-hentinya ia tersenyum dan menangis bahagia setelah mengetahui kabar tentang suaminya yang mendapat suatu keajaiban itu.

"Dokter bilang jagoan kecil ini yang sepertinya menyalakan kembali alat pendeteksi jantungnya.
Makanya saat Dokter sama susternya tadi mau bawa om Landry keruangan mayat, mereka gak jadi begitu melihat detak jantung om Landry yang ternyata masih berdetak.
Mereka langsung memasang semua alatnya kembali, dan Raza ada disitu.
Om bangga sama kamu sayang.
Kamu itu benar-benar malaikat kecil..
Pantas saja eyang kamu begitu sayang sama kamu.
Om bangga sama kamu. Om bangga Raza.."ujar Rangga meneteskan air mata haru mengingat penjelasan sang Dokter beberapa saat tadi.
Rasanya sangat tidak bisa dipercaya, pantas saja Raza tidak terlihat bersamanya ataupun Dhira. Ternyata bayi tampan itu masih tertinggal didalam ruangan.

"iyang Zazaa! Iyang Zaza Ommm!!"Raza berujar kencang menunjuk pintu ruangan rawat om Landry yang ternyata kembali bisa terlihat segar meski dengan bantuan alat-alat medis dan selang infus serta selang oxigent yang menempel memenuhi tubuhnya.
Om Landry masih hidup. Detak jantungnya masih terasa, ini adalah keajaiban Tuhan yang masih memberikan umur panjang untuk lelaki paruh baya tersebut.












Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Nggak Komentar, Nggak Kece :p