Ruangan kamar yang sangat penuh dengan mainan dan cukup luas ini menjadi
daya tarik tersendiri untuk om Landry saat teringat akan sosok cucu
kesayangannya. Ia selalu berada diruangan tersebut, baginya ruangan ini
adalah ruangan yang sangat ia sukai karna selalu bisa bercanda gurau
dengan Raza saat masih tinggal bersamanya.
"kamu lagi apa disana sayang?
Apa kamu masih bisa bermain nak?
Disini banyak sekali mainan kesukaan kamu. Eyang bahkan masih ingat kalau Raza sangat suka sama mobil-mobilan merah ini.
Apa Raza tidak mau memainkannya bersama eyang lagi?
Eyang rindu kamu, kapan kamu bisa tinggal disini dan bermain bersama
eyang lagi?"om Landry memandang lirih mainan mobil-mobilan berwarna
merah kesukaan Raza. Ia juga terlihat sedikit memainkan roda
mobil-mobilan tersebut dengan jari telunjuknya, persis seperti yang
sering Raza lakukan.
"mainan ini sudah tidak berguna lagi. Semua yang eyang miliki pun tidak ada gunanya sekarang.
Eyang hanya ingin kamu, kamu satu-satunya harta yang eyang miliki,
eyang merindukan kamu.."lirihnya menunduk menaruh mobil-mobilan merah
yang dipegangnya diatas lantai ruangan yang ternyata kamar Raza itu.
Om Landry berjalan pelan, ia kini merain bingkai photo Raza yang
banyak sekali terpajang disana. Entah saat Raza sendiri, bersamanya,
dengan sang istri, atau justru bersama Dhira dan Bisma. Semua ekspresi
wajah lucu Raza terpajang disana. Batin om Landry terasa teriris melihat
itu semua.
"eyang rindu celotehan lucu kamu.
Tangisan kamu, juga tawa riang kamu. Apa itu semua masih bisa eyang
dengar nak?"ujarnya berucap pelan seraya mengelus wajah Raza didalam
bingkai photo yang dipegangnya.
"yaaaaaang.."
tiba-tiba om Landry terkekeh, mungkin ia merasa sudah tidak waras karna mendengar suara Raza memanggilnya.
"enggak, itu pasti hanya halusinasiku saja. Iya, Raza tidak mungkin
ada disini, apalagi sampai memanggilku. Aku memang sudah tidak
waras.."elaknya dengan mata berkaca.
"iyaaang.."namun suara panggilan mungil itu kembali terdengar untuk yang kedua kalinya.
"Ya Tuhan.. Jangan buat aku semakin gila. Aku memang sangat
merindukan cucuku, tapi tidak dengan cara seperti ini engkau menghiburku
Tuhan.."batinnya kini mengeluarkan air mata.
"uuhh! iyaaaang.. Yaaaang Zaza iyaaaangg..!!"tiba-tiba om Landry
menoleh kaget. Ia mendapati bayi mungil yang tak lain adalah Raza tengah
menarik celana panjang yang dikenakannya. Bayi mungil itu bahkan
mencoba berdiri agar dirinya mau menoleh kearahnya dan menyadari
kehadirannya.
"Raza? Ini benar-benar kamu nak?
Kamu ada disini sayang?
Raza kesini sama siapa?
Eyang rindu sama Raza, eyang kangen Raza.."lirihnya buru-buru
mengangkat tubuh bayi berusia hampir satu tahun itu. Dekapan tulusnya
pun bisa Raza rasakan begitu hangat.
"iyaang.. Zaza iyaang.."Raza menyenderkan kepalanya didada bidang om
Landry. Kedua tangan mungilnya pun seolah membalas pelukan dari eyang
tercintanya ini.
"jangan pernah tinggalkan eyang lagi yah?..
Eyang tidak bisa jauh dari Raza, eyang bisa gila nak.. Eyang sayang
kamu.. Eyang sayang Raza.."lirih om Landry semakin mempererat
dekapannya. Bulir bening air mata pun terus menetes membasahi wajahnya.
"makasih ya sayang.. Kamu udah buat papah kamu bahagia dengan
membawa Raza kesini, mamah tidak tahu harus berbicara apa lagi. Raza dan
papah kamu memang memiliki ikatan batin yang sangat kuat, meski didalam
tubuh Raza tidak mengalir darah papah, tapi keduanya sudah sangat dekat
dan sulit dipisahkan.
Terimakasih Dhira, terimakasih sayang.."air mata tante Nela pun ikut
menetes haru melihat sang suami dan cucu kesayangannya kini bisa
bertemu kembali.
"iya mah, Dhira juga seneng ko bisa bawa Raza kesini lagi, meski
hanya sebentar, tapi Dhira rasa Raza sangat senang mah.. Dia senang bisa
bertemu dengan eyangnya.."balas Dhira tersenyum haru.
Perlahan Dhira dan tante Nela berjalan masuk menghampiri om Landry
dan Raza, keduanya juga ikut larut dalam kebahagiaan yang meski hanya
sesaat bisa dirasakan ini.
"iyaang, uhhh Zaza yyang!!"Raza menunjuk mainan mobil-mobilan
merahnya dilantai, tubuhnya pun minta diturunkan agar bisa meraih dan
mengambil mainan itu sendiri.
"ohh mau main? Yaudah kita main sama eyang yah?"om Landry tertawa
kecil melihat tingkah cucu kesayangannya ini. Raza pun antusias bergerak
bebas merangkak mengambil mainan-mainan kesukaannya yang baru bisa
didapatnya lagi.
"Raza seperti yang baru melihat mainan lagi, apa disana Bisma tidak
membelikannya mainan Ra?"tanya om Landry melirik Dhira yang sudah duduk
disampingnya juga sang istri.
"B..bisma bukannya gak mau beliin pah, Dhira juga bukannya gak mau
beliin Raza mainan. Tapi Bisma melarang, dia tidak mau kalau semua
kebutuhan Raza mengenakan uang Dhira, padahal Bisma sendiri masih
kesusahan mencari uang untuk sehari-hari. Dia keras kepala, tidak mau
Dhira bantu, makanya Raza juga gak punya mainan disana.."jelas Dhira
sedikit berkaca.
Om Landry bergumam kecil menganggukan kepalanya. Ia hafal betul bagaimana sifat anak angkatnya yang ia rawat sejak bayi itu.
"sebenarnya papah yakin Bisma punya maksud baik. Kamu sabar yah?
Papah tidak bisa bantu apa-apa dari sini, Bisma terlalu keras kepala dan
egois. Jadi harus dengan cara yang halus dan pelan melawan sifat
kerasnya itu.. Papah yakin kamu pasti mengerti Dhira.."om Landry menepuk
pelan pundak Dhira.
"iya pah, Dhira akan coba sabar, Dhira yakin Bisma juga sebenarnya gak bermaksud bersikap seperti ini.
Maaf kalau karna Bisma papah jadi jauh sama Raza. Dhira akan sering
datang kesini untuk bawa Raza biar bisa bertemu papah, Dhira janji
pah.."ujar Dhira meyakinkan. Om Landry tersenyum bangga melihat sifat
menantunya ini.
"iyaaaangg.. mbuunn tutututu"tiba-tiba terdengar suara teriakan Raza
yang sudah berdiri menopang pada laci berisikan mainan-mainannya.
Jangan kecilnya menunjuk kearah mobil-mobilan besar yang sepertinya
ingin ia naiki.
"uhh cucu eyang kenapa?
Mau naik mobil-mobilan yang itu?
Yaudah sini sama eyang, kita jalanin mobilnya diruang tengah yuk?
Biar lebih luas dan bisa melaju bebas.."jelas om Landry dibalas anggukan
cepat oleh Raza.
"iyah yang.. Yaah!"ucapnya mengangguk setuju.
Tak lama tubuh mungil Raza pun om Landry angkat dan dibawanya kearea
ruang tengah. Mobil-mobilan besarnya Dhira yang bawa agar lebih mudah,
tante Nela sendiri hanya membuntutinya dari belakang.
"semoga kebahagiaan hari ini tidak hanya sekejap. Semoga pula tidak
ada tangisan dan air mata yang keluar dari pelupuk mata kamu.."batin
tante Nela memandang wajah Dhira menantu satu-satunya.
Sore menjelang..
Setelah cukup lama berada dirumah mewah om Landry akhirnya Dhira pun
memutuskan untuk membawa Raza pulang kembali kerumah kontrakannya.
Sebenarnya om Landry tidak mengizinkan, ia masih teramat rindu akan
sosok cucu kesayangannya itu, namun om Landry juga tidak bisa egois.
Kalau sampai Bisma tahu mungkin ini adalah terakhir kalinya ia bisa
bertemu Raza.
"yasudah hati-hati, nanti biar Mang Ujang aja yang antar kamu dan
Raza pulang. Papah tidak mau kalau sampai kalian kenapa-napa, jadi biar
mang Ujang yang antar.."om Landry memberikan Raza yang masih dipangkunya
itu pada Dhira. Sebelumnya ia sudah sangat puas mengecup dan menciumi
wajah tampan Raza, makanya ia sudah bisa merelakan kalau Raza harus
Dhira bawa pulang.
"makasih ya pah, mah. Yaudah Dhira pulang dulu.. Makasih buat semuanya karna Raza kelihatan sangat senang disini.
Dhira pulang yah? Assalamu'alaikum.."Dhira mencium punggung tangan om Landry dan tante Nela bergantian untuk berpamitan pulang.
"wa'alaikum salam.. Hati-hati Ra.."ujar tante Nela tersenyum ramah.
Dhira mengangguk diiringi senyum dan segera masuk kedalam mobil
Honda Jazz hitam yang akan mengantarnya untuk pulang. Raza sendiri
terlihat begitu asik dengan mainan mobil-mobilan berbentuk sedang yang
sengaja Dhira bawa untuk mainan Raza dirumah.
Mobil Honda Jazz hitam itu pun melaju meninggalkan rumah mewah om
Landry. Sungguh sangat bahagia sekali raut wajah om Landry saat ini.
Mungkin hanya memang Raza yang bisa membuatnya sebahagia ini.
"kita masuk sekarang mah.."om Landry merangkul pundak tante Nela memasuki rumahnya.
**
"naah.. Akhirnya kita sampai juga dirumah.. Mainannya simpan dulu
ditas bunda yah sayang? Nanti kalau udah dikamar mainannya bunda kasih
ke Raza lagi.."ujar Dhira mengambil pelan mainan yang Raza pegang saat
sudah sampai didepan pintu rumah kontrakannya.
"yyaah mbbun.."Raza menganggukkan kepalanya setuju. Pintar sekali
bayi mungil ini, kini ia berganti memainkan gelang emas dilengan
kirinya, gelang yang sengaja dibelikan oleh tante Nela, bahkan bukan
hanya satu, tapi dikedua lengannya. Cincin juga kalung pun sampai
lengkap Raza pakai. Meski awalnya Dhira tidak setuju, namun tante Nela
tetap memaksa.
"kayaknya Raza seneng banget pakai kalung sama gelangnya? Suka yah
sayang?"Dhira tertawa kecil melihat tingkah jagoan kecilnya ini.
"Zaza mbuun.. Iyangg uhh.."Raza menunjuk gelang dilengan kirinya.
Mungkin maksudnya ini adalah punya Raza pemberian dari sang eyang.
Dhira terkekeh mendengar ucapan Raza, tak lama pintu rumah
kontrakannya pun segera ia buka, meski kunci rumahnya Dhira bawa, tapi
Bisma juga akan tetap bisa masuk karna Bisma juga memiliki kunci
cadangan.
Perlahan kaki Dhira mulai melangkah masuk, alisnya tiba-tiba mengerut melihat suasana ruangan yang terlihat gelap.
"perasaan tadi waktu bunda tinggal lampunya menyala, kenapa sekarang jadi gel..."tiba-tiba ucapan Dhira menggantung.
"Bis? K..kamu udah pulang?"wajahnya kini terlihat kaget dan sedikit ketakutan.
"habis dari mana?"Bisma beranjak dari duduknya dengan lampu yang ia
nyalakan, ia berjalan mendekat kearah Dhira dengan tatapan mata seolah
siap menerkam.
"a..aku, akuu"Dhira tampak begitu gugup dan takut.
"hey sayang, dari mana aja Raza? Uhh hebat yah? Udah punya perhiasan
emas segala. Dapat minta dari siapa?"Bisma memandang Raza dengan ucapan
yang membuat Dhira melotot kaget mendengarnya.
"iyaang yah, Zaza iyang uhh.."Raza menunjukkan gelang emas dilengan
kirinya kearah Bisma. Bisma sendiri hanya tersenyum kecut lalu kembali
menatap wajah Dhira.
"kalian dari mana Ra?"Bisma kembali melontarkan pertanyaan yang sama.
"a..aku, akuu tadi habis cari makanan sebentar diluar Bis. A..akuu, aku.."
"JAWAB JUJUR!!"bentak Bisma tiba-tiba. Dhira menunduk takut mendengar bentakan keras Bisma.
"kamu gak mungkin hanya pergi mencari makanan saja. Kalian pasti
pergi ketempat lain. Kamu gak usah bohong didepan aku Ra, aku paling GAK
SUKA KALAU DIBOHONGI!"jelas Bisma menatap tajam Dhira dengan bentakan
kasarnya.
"ta..tapi, aku..aku hanya pergi keluar sebentar Bis, aku memang
melanggar perintah kamu, tapi itu demi keinginan Raza anak kamu. Dia
rindu sama eyangnya. Apa aku salah kalau mewujudkan keinginan anak aku
sendiri? Dia anak kita Bis.."jelas Dhira berkaca-kaca.
"PLAAK!!"
Bukannya mendapat simpatik dari Bisma, Dhira justru mendapat satu tamparan yang sangat keras dipipi kanannya.
"Biss.."Dhira memandang Bisma lirih seraya memegang pipinya yang
terasa sakit itu. Raza sendiri merasa kaget dan spontan menangis melihat
perlakuan kasar sang ayah.
"gimana? Sakit?"Bisma menyunggingkan senyuman liciknya. Air mata
Dhira langsung menetes seketika itu juga. Hal kasar yang dulu didapatnya
kini ia dapatkan kembali karna perlakuan Bisma.
"aku akan kasih yang lebih dari ini Ra, kamu udah benar-benar buat
aku kecewa dan marah, jadi JANGAN HARAP kalau aku akan maafin
kamu!!"tegas Bisma dengan tatapan tajamnya. Ia meraih tubuh Raza dari
gendongan Dhira dan menaruhnya begitu saja diatas kursi, sedangkan Dhira
sendiri ia seret kasar menuju dapur.
"hiks.. Kamu bawa aku kemana Bis?.. Hiks, kamu mau apain aku?"Dhira terisak mencoba melepaskan cengkraman tangan Bisma.
"DIAM. kamu gak perlu banyak tanya. Aku hanya ingin sedikit memberi
kamu pelajaran, kamu tahu sendiri kan kalau aku paling gak suka
dibohongi, jadi terima akibat dari kebohongan kamu ini!"Bisma bagaikan
sudah dibutakan oleh amarahnya. Ia menyeret kasar lengan Dhira menuju
dapur. Raza sendiri berteriak menangis terisak melihat pertengkaran
kedua orang tuanya. Ia tidak bisa berbuat apa-apa, mungkin jika ia bisa
berbicara Raza sudah berlari keluar meminta pertolongan.
Tapi ini? Raza justru masih sangat kecil dan tidak bisa berbuat apa-apa.
Bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Nggak Komentar, Nggak Kece :p