Sabtu, 05 Oktober 2013

Terpaksa BUKAN Cinta II "Maafkan Aku" #Part 19

Ruangan kamar yang sangat penuh dengan mainan dan cukup luas ini menjadi daya tarik tersendiri untuk om Landry saat teringat akan sosok cucu kesayangannya. Ia selalu berada diruangan tersebut, baginya ruangan ini adalah ruangan yang sangat ia sukai karna selalu bisa bercanda gurau dengan Raza saat masih tinggal bersamanya.


"kamu lagi apa disana sayang?
Apa kamu masih bisa bermain nak?
Disini banyak sekali mainan kesukaan kamu. Eyang bahkan masih ingat kalau Raza sangat suka sama mobil-mobilan merah ini.
Apa Raza tidak mau memainkannya bersama eyang lagi?
Eyang rindu kamu, kapan kamu bisa tinggal disini dan bermain bersama eyang lagi?"om Landry memandang lirih mainan mobil-mobilan berwarna merah kesukaan Raza. Ia juga terlihat sedikit memainkan roda mobil-mobilan tersebut dengan jari telunjuknya, persis seperti yang sering Raza lakukan.

"mainan ini sudah tidak berguna lagi. Semua yang eyang miliki pun tidak ada gunanya sekarang.
Eyang hanya ingin kamu, kamu satu-satunya harta yang eyang miliki, eyang merindukan kamu.."lirihnya menunduk menaruh mobil-mobilan merah yang dipegangnya diatas lantai ruangan yang ternyata kamar Raza itu.

Om Landry berjalan pelan, ia kini merain bingkai photo Raza yang banyak sekali terpajang disana. Entah saat Raza sendiri, bersamanya, dengan sang istri, atau justru bersama Dhira dan Bisma. Semua ekspresi wajah lucu Raza terpajang disana. Batin om Landry terasa teriris melihat itu semua.

"eyang rindu celotehan lucu kamu.
Tangisan kamu, juga tawa riang kamu. Apa itu semua masih bisa eyang dengar nak?"ujarnya berucap pelan seraya mengelus wajah Raza didalam bingkai photo yang dipegangnya.

"yaaaaaang.."

tiba-tiba om Landry terkekeh, mungkin ia merasa sudah tidak waras karna mendengar suara Raza memanggilnya.

"enggak, itu pasti hanya halusinasiku saja. Iya, Raza tidak mungkin ada disini, apalagi sampai memanggilku. Aku memang sudah tidak waras.."elaknya dengan mata berkaca.

"iyaaang.."namun suara panggilan mungil itu kembali terdengar untuk yang kedua kalinya.

"Ya Tuhan.. Jangan buat aku semakin gila. Aku memang sangat merindukan cucuku, tapi tidak dengan cara seperti ini engkau menghiburku Tuhan.."batinnya kini mengeluarkan air mata.

"uuhh! iyaaaang.. Yaaaang Zaza iyaaaangg..!!"tiba-tiba om Landry menoleh kaget. Ia mendapati bayi mungil yang tak lain adalah Raza tengah menarik celana panjang yang dikenakannya. Bayi mungil itu bahkan mencoba berdiri agar dirinya mau menoleh kearahnya dan menyadari kehadirannya.

"Raza? Ini benar-benar kamu nak?
Kamu ada disini sayang?
Raza kesini sama siapa?
Eyang rindu sama Raza, eyang kangen Raza.."lirihnya buru-buru mengangkat tubuh bayi berusia hampir satu tahun itu. Dekapan tulusnya pun bisa Raza rasakan begitu hangat.

"iyaang.. Zaza iyaang.."Raza menyenderkan kepalanya didada bidang om Landry. Kedua tangan mungilnya pun seolah membalas pelukan dari eyang tercintanya ini.

"jangan pernah tinggalkan eyang lagi yah?..
Eyang tidak bisa jauh dari Raza, eyang bisa gila nak.. Eyang sayang kamu.. Eyang sayang Raza.."lirih om Landry semakin mempererat dekapannya. Bulir bening air mata pun terus menetes membasahi wajahnya.


"makasih ya sayang.. Kamu udah buat papah kamu bahagia dengan membawa Raza kesini, mamah tidak tahu harus berbicara apa lagi. Raza dan papah kamu memang memiliki ikatan batin yang sangat kuat, meski didalam tubuh Raza tidak mengalir darah papah, tapi keduanya sudah sangat dekat dan sulit dipisahkan.
Terimakasih Dhira, terimakasih sayang.."air mata tante Nela pun ikut menetes haru melihat sang suami dan cucu kesayangannya kini bisa bertemu kembali.

"iya mah, Dhira juga seneng ko bisa bawa Raza kesini lagi, meski hanya sebentar, tapi Dhira rasa Raza sangat senang mah.. Dia senang bisa bertemu dengan eyangnya.."balas Dhira tersenyum haru.

Perlahan Dhira dan tante Nela berjalan masuk menghampiri om Landry dan Raza, keduanya juga ikut larut dalam kebahagiaan yang meski hanya sesaat bisa dirasakan ini.

"iyaang, uhhh Zaza yyang!!"Raza menunjuk mainan mobil-mobilan merahnya dilantai, tubuhnya pun minta diturunkan agar bisa meraih dan mengambil mainan itu sendiri.

"ohh mau main? Yaudah kita main sama eyang yah?"om Landry tertawa kecil melihat tingkah cucu kesayangannya ini. Raza pun antusias bergerak bebas merangkak mengambil mainan-mainan kesukaannya yang baru bisa didapatnya lagi.

"Raza seperti yang baru melihat mainan lagi, apa disana Bisma tidak membelikannya mainan Ra?"tanya om Landry melirik Dhira yang sudah duduk disampingnya juga sang istri.

"B..bisma bukannya gak mau beliin pah, Dhira juga bukannya gak mau beliin Raza mainan. Tapi Bisma melarang, dia tidak mau kalau semua kebutuhan Raza mengenakan uang Dhira, padahal Bisma sendiri masih kesusahan mencari uang untuk sehari-hari. Dia keras kepala, tidak mau Dhira bantu, makanya Raza juga gak punya mainan disana.."jelas Dhira sedikit berkaca.

Om Landry bergumam kecil menganggukan kepalanya. Ia hafal betul bagaimana sifat anak angkatnya yang ia rawat sejak bayi itu.

"sebenarnya papah yakin Bisma punya maksud baik. Kamu sabar yah? Papah tidak bisa bantu apa-apa dari sini, Bisma terlalu keras kepala dan egois. Jadi harus dengan cara yang halus dan pelan melawan sifat kerasnya itu.. Papah yakin kamu pasti mengerti Dhira.."om Landry menepuk pelan pundak Dhira.

"iya pah, Dhira akan coba sabar, Dhira yakin Bisma juga sebenarnya gak bermaksud bersikap seperti ini.
Maaf kalau karna Bisma papah jadi jauh sama Raza. Dhira akan sering datang kesini untuk bawa Raza biar bisa bertemu papah, Dhira janji pah.."ujar Dhira meyakinkan. Om Landry tersenyum bangga melihat sifat menantunya ini.

"iyaaaangg.. mbuunn tutututu"tiba-tiba terdengar suara teriakan Raza yang sudah berdiri menopang pada laci berisikan mainan-mainannya. Jangan kecilnya menunjuk kearah mobil-mobilan besar yang sepertinya ingin ia naiki.

"uhh cucu eyang kenapa?
Mau naik mobil-mobilan yang itu?
Yaudah sini sama eyang, kita jalanin mobilnya diruang tengah yuk? Biar lebih luas dan bisa melaju bebas.."jelas om Landry dibalas anggukan cepat oleh Raza.

"iyah yang.. Yaah!"ucapnya mengangguk setuju.

Tak lama tubuh mungil Raza pun om Landry angkat dan dibawanya kearea ruang tengah. Mobil-mobilan besarnya Dhira yang bawa agar lebih mudah, tante Nela sendiri hanya membuntutinya dari belakang.

"semoga kebahagiaan hari ini tidak hanya sekejap. Semoga pula tidak ada tangisan dan air mata yang keluar dari pelupuk mata kamu.."batin tante Nela memandang wajah Dhira menantu satu-satunya.




Sore menjelang..

Setelah cukup lama berada dirumah mewah om Landry akhirnya Dhira pun memutuskan untuk membawa Raza pulang kembali kerumah kontrakannya. Sebenarnya om Landry tidak mengizinkan, ia masih teramat rindu akan sosok cucu kesayangannya itu, namun om Landry juga tidak bisa egois. Kalau sampai Bisma tahu mungkin ini adalah terakhir kalinya ia bisa bertemu Raza.

"yasudah hati-hati, nanti biar Mang Ujang aja yang antar kamu dan Raza pulang. Papah tidak mau kalau sampai kalian kenapa-napa, jadi biar mang Ujang yang antar.."om Landry memberikan Raza yang masih dipangkunya itu pada Dhira. Sebelumnya ia sudah sangat puas mengecup dan menciumi wajah tampan Raza, makanya ia sudah bisa merelakan kalau Raza harus Dhira bawa pulang.

"makasih ya pah, mah. Yaudah Dhira pulang dulu.. Makasih buat semuanya karna Raza kelihatan sangat senang disini.
Dhira pulang yah? Assalamu'alaikum.."Dhira mencium punggung tangan om Landry dan tante Nela bergantian untuk berpamitan pulang.

"wa'alaikum salam.. Hati-hati Ra.."ujar tante Nela tersenyum ramah.

Dhira mengangguk diiringi senyum dan segera masuk kedalam mobil Honda Jazz hitam yang akan mengantarnya untuk pulang. Raza sendiri terlihat begitu asik dengan mainan mobil-mobilan berbentuk sedang yang sengaja Dhira bawa untuk mainan Raza dirumah.

Mobil Honda Jazz hitam itu pun melaju meninggalkan rumah mewah om Landry. Sungguh sangat bahagia sekali raut wajah om Landry saat ini. Mungkin hanya memang Raza yang bisa membuatnya sebahagia ini.

"kita masuk sekarang mah.."om Landry merangkul pundak tante Nela memasuki rumahnya.




**
"naah.. Akhirnya kita sampai juga dirumah.. Mainannya simpan dulu ditas bunda yah sayang? Nanti kalau udah dikamar mainannya bunda kasih ke Raza lagi.."ujar Dhira mengambil pelan mainan yang Raza pegang saat sudah sampai didepan pintu rumah kontrakannya.

"yyaah mbbun.."Raza menganggukkan kepalanya setuju. Pintar sekali bayi mungil ini, kini ia berganti memainkan gelang emas dilengan kirinya, gelang yang sengaja dibelikan oleh tante Nela, bahkan bukan hanya satu, tapi dikedua lengannya. Cincin juga kalung pun sampai lengkap Raza pakai. Meski awalnya Dhira tidak setuju, namun tante Nela tetap memaksa.

"kayaknya Raza seneng banget pakai kalung sama gelangnya? Suka yah sayang?"Dhira tertawa kecil melihat tingkah jagoan kecilnya ini.

"Zaza mbuun.. Iyangg uhh.."Raza menunjuk gelang dilengan kirinya. Mungkin maksudnya ini adalah punya Raza pemberian dari sang eyang.

Dhira terkekeh mendengar ucapan Raza, tak lama pintu rumah kontrakannya pun segera ia buka, meski kunci rumahnya Dhira bawa, tapi Bisma juga akan tetap bisa masuk karna Bisma juga memiliki kunci cadangan.


Perlahan kaki Dhira mulai melangkah masuk, alisnya tiba-tiba mengerut melihat suasana ruangan yang terlihat gelap.

"perasaan tadi waktu bunda tinggal lampunya menyala, kenapa sekarang jadi gel..."tiba-tiba ucapan Dhira menggantung.

"Bis? K..kamu udah pulang?"wajahnya kini terlihat kaget dan sedikit ketakutan.

"habis dari mana?"Bisma beranjak dari duduknya dengan lampu yang ia nyalakan, ia berjalan mendekat kearah Dhira dengan tatapan mata seolah siap menerkam.

"a..aku, akuu"Dhira tampak begitu gugup dan takut.

"hey sayang, dari mana aja Raza? Uhh hebat yah? Udah punya perhiasan emas segala. Dapat minta dari siapa?"Bisma memandang Raza dengan ucapan yang membuat Dhira melotot kaget mendengarnya.

"iyaang yah, Zaza iyang uhh.."Raza menunjukkan gelang emas dilengan kirinya kearah Bisma. Bisma sendiri hanya tersenyum kecut lalu kembali menatap wajah Dhira.

"kalian dari mana Ra?"Bisma kembali melontarkan pertanyaan yang sama.

"a..aku, akuu tadi habis cari makanan sebentar diluar Bis. A..akuu, aku.."

"JAWAB JUJUR!!"bentak Bisma tiba-tiba. Dhira menunduk takut mendengar bentakan keras Bisma.

"kamu gak mungkin hanya pergi mencari makanan saja. Kalian pasti pergi ketempat lain. Kamu gak usah bohong didepan aku Ra, aku paling GAK SUKA KALAU DIBOHONGI!"jelas Bisma menatap tajam Dhira dengan bentakan kasarnya.

"ta..tapi, aku..aku hanya pergi keluar sebentar Bis, aku memang melanggar perintah kamu, tapi itu demi keinginan Raza anak kamu. Dia rindu sama eyangnya. Apa aku salah kalau mewujudkan keinginan anak aku sendiri? Dia anak kita Bis.."jelas Dhira berkaca-kaca.

"PLAAK!!"

Bukannya mendapat simpatik dari Bisma, Dhira justru mendapat satu tamparan yang sangat keras dipipi kanannya.

"Biss.."Dhira memandang Bisma lirih seraya memegang pipinya yang terasa sakit itu. Raza sendiri merasa kaget dan spontan menangis melihat perlakuan kasar sang ayah.

"gimana? Sakit?"Bisma menyunggingkan senyuman liciknya. Air mata Dhira langsung menetes seketika itu juga. Hal kasar yang dulu didapatnya kini ia dapatkan kembali karna perlakuan Bisma.

"aku akan kasih yang lebih dari ini Ra, kamu udah benar-benar buat aku kecewa dan marah, jadi JANGAN HARAP kalau aku akan maafin kamu!!"tegas Bisma dengan tatapan tajamnya. Ia meraih tubuh Raza dari gendongan Dhira dan menaruhnya begitu saja diatas kursi, sedangkan Dhira sendiri ia seret kasar menuju dapur.

"hiks.. Kamu bawa aku kemana Bis?.. Hiks, kamu mau apain aku?"Dhira terisak mencoba melepaskan cengkraman tangan Bisma.

"DIAM. kamu gak perlu banyak tanya. Aku hanya ingin sedikit memberi kamu pelajaran, kamu tahu sendiri kan kalau aku paling gak suka dibohongi, jadi terima akibat dari kebohongan kamu ini!"Bisma bagaikan sudah dibutakan oleh amarahnya. Ia menyeret kasar lengan Dhira menuju dapur. Raza sendiri berteriak menangis terisak melihat pertengkaran kedua orang tuanya. Ia tidak bisa berbuat apa-apa, mungkin jika ia bisa berbicara Raza sudah berlari keluar meminta pertolongan.
Tapi ini? Raza justru masih sangat kecil dan tidak bisa berbuat apa-apa.








Bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Nggak Komentar, Nggak Kece :p