Setelah puas meluapkan semua kekesalan dan amarahnya pada mainan-mainan
milik Raza, Bisma langsung berlalu pergi begitu saja. Entah ia pergi
kemana, tapi semenjak kejadian tadi pagi wajah Raza terus terlihat
murung dan sedih. Ia bahkan sampai tidak mau menghisap Asi sang bunda
saat Dhira menawarinya.
"Raza kenapa sih sayang?
Kenapa gak mau mimi?
Nanti kalau Raza sakit gimana? Bunda gak mau kalau Raza sakit
nak.."cemas Dhira tampak khawatir. Raza sama sekali tidak bergeming. Ia
tetap duduk diatas lantai dengan memangku mainan mobil-mobilan
kesayangannya yang sudah hancur berkeping-keping.
Raza memandang mainan tersebut. Terlihat kedua bola mata indahnya
berkaca, ia juga memandang wajah Dhira seolah ingin sekali mengadu kalau
mainannya kini menjadi rusak akibat ulah ayahnya sendiri.
"em..mbim Zaza mbun, mbim Zaza.."lirihnya menunjukkan mainan yang sudah rusak parah itu.
"Bisma sangat keterlaluan, bunda tahu gak seharusnya ayah kamu
merusak mainan kamu nak, tapi apa boleh buat, kalau bunda memprotes
masalahnya justru nanti malah akan semakin bertambah rumit. Raza yang
sabar yah sayang? Bunda yakin ayah itu baik dan sayang sama Raza, dia
gak benar-benar benci kamu nak.."Dhira mendekap tubuh mungil jagoan
kecilnya ini. Wajah Raza sendiri ia tenggelamkan kedalam pelukan sang
bunda.
"mm..mbim Zaza, mbim Zazaa.."lirihnya lagi-lagi mengadu sesegukan.
"gak boleh nangis terus, Raza gak boleh cengeng nak, kalau ayah lihat dia bisa semakin marah nantinya.
Raza itu kan anak yang kuat, anaknya bunda yang paling pintar, jadi
gak boleh sedih lagi ya? Nanti kalau ayah udah punya uang pasti
mainannya diganti lagi sama ayah, percaya sama bunda nak, ayah Raza itu
orang yang sangat baik, jangan sedih lagi ya? Raza gak boleh
sedih.."Dhira melepaskan dekapan hangatnya memandang teduh wajah polos
Raza. Ia juga mencoba menegarkan hati Raza untuk berhenti bersedih meski
entah Raza akan mengerti atau tidak dengan ucapannya.
Raza sendiri begitu serius menatap wajah Dhira yang tengah berbicara
dengannya itu. Ia seperti mengerti dengan apa yang Dhira ucapkan.
Celotehan lucunya pun kembali terdengar dari mulut kecilnya. Ia menarik
kerah baju Dhira dengan bibir yang sedikit ia buat maju kedepan.
"mim-mi mbuun, Zaza mimmi.."ujarnya membuat satu senyuman terukir dibibir tipis Dhira.
"emmp, akhirnya jagoan bunda ini kehausan juga. Yaudah kita mimi
dulu. Sini duduknya yang benar, bunda pangku Raza dan Raza boleh mimi
bunda.."Dhira membenarkan posisi Raza agar berbaring dipangkuannya.
Kepala Raza ia posisikan disebelah kiri menyanda pada lengan kirinya.
Beberapa kancing bajunya pun mulai ia buka agar lebih leluasa saat
memberikan Asinya untuk Raza.
"kebahagiaan bunda itu sekarang sepenuhnya ada pada kamu sayang.
Kalau Raza senang bunda pasti ikut senang, tapi kalau Raza sudah
sedih rasanya hati bunda sakit banget, apalagi saat Raza nangis.
Maafin bunda yah nak kalau selama ini belum bisa memberikan yang
terbaik buat Raza, maafin ayah juga kalau akhir-akhir ini sering buat
Raza nangis.
Bunda sama ayah sangat sayang Raza.."Dhira memandang haru wajah
polos jagoan kecilnya ini. Hisapan yang begitu kuat dapat ia rasakan
karna hisapan Raza terhadap Asi-nya. Namun Dhira tidak sedikit pun
mengeluh kesakitan walau Raza sering kali tidak sengaja menggigit saat
tengah diberikan Asi. Dhira menahan itu semua karna semua rasa sakit itu
seolah hilang kalau sudah melihat wajah polos Raza.
"kayaknya semenjak ada Raza, bunda jadi lebih perhatian sama Raza
terus deh, ayah juga jadi gak bisa mimi sama bunda lagi. Uhh jagoan ayah
udah ambil bunda dari ayah nih.. Awas ya? Nanti bundanya bakalan ayah
ambil.."
Bibir Dhira tiba-tiba saja tersenyum, bayangan-bayangan indah saat
masih tinggal dirumah kedua orang tua Bisma itu seolah kembali terekam
dimemori ingatannya.
"ko merintih gitu sih bun? Memangnya menyusui itu sakit yah? Andai
ayah bisa gantiin posisi bunda, ayah pasti akan lakuin karna ayah gak
mau lihat bunda kesakitan.."
Lagi-lagi suara dan sikap perhatian Bisma yang sangat penuh kasih
sayang itu kembali terekam. Air mata Dhira tak kuasa ia tahan dan
akhirnya hanya bisa ia luapkan dengan cara menangis. Rasanya sikap Bisma
yang dulu dan akhir-akhir ini sangatlah berubah drastis, sangat berbeda
dengan Bisma yang dikenalnya penuh kasih sayang dan kesabaran.
"bunda rindu perhatian kamu yah.. Bunda rindu kasih sayang kamu..
Kapan sih ayah bisa berfikir seperti dulu lagi tanpa harus keras kepala dan bersikap egois?
Raza sekarang hampir berusia genap satu tahun yah, mungkin beberapa minggu lagi ia akan berulang tahun.
Apa kamu akan terus seperti ini yah?
Kita juga udah janji kalau usia Raza sudah satu tahun ayah menyuruh
bunda agar jangan memberikan Raza Asi lagi, biar dia meminum susu
formula dan makanan pendamping yang ia sukai. Bahkan ayah udah
merencanakan untuk memberi Raza seorang adik nantinya.
Bunda kangen yah, bunda ingin menagih janji ayah..
Sampai kapan sikap kamu akan terus seperti ini? Bunda gak ngerti,
sama sekali tidak mengerti yah.."lirihnya berderai air mata. Rasa sesak
dan sakit didadanya sangat teramat sangat. Dan itu semua karna ulah
suaminya sendiri, Bisma.
"apa aku terlalu egois Ra?
Apa aku salah jika aku menginginkan kamu menuruti semua yang aku mau?
Aku hanya ingin kamu menghargai aku sebagai suami dan kepala keluarga disini, tapi kamu gak pernah bisa hargai aku.
Aku juga rindu kamu Ra, aku rindu belaian dan perhatian kamu. Bahkan
aku rindu kecupan-kecupan kecil yang sering aku minta dari kamu.
Aku rindu itu semua Ra, aku sayang kamu.."Bisma memandang pilu dua
sosok yang sangat dicintainya ini dari ambang pintu kamarnya. Entah
sejak kapan ia berdiri disana, tapi ia melihat dan mendengar apa yang
Dhira ucapkan tadi.
"aku janji gak akan pernah kasar dan bersikap buruk lagi sama kamu
dan anak kita. Tapi kamu juga harus janji untuk menuruti dan menghargai
setiap keputusan yang aku ambil. Aku hanya ingin kamu mensupport aku Ra,
kamu dukung aku dengan jalan yang aku ambil. Bukan justru sebaliknya
kamu terus menyalahkan dan mengingkari janji kamu untuk menuruti
keinginan aku. Aku gak suka itu Ra, aku hanya ingin kamu menjadi istri
yang bisa menghargai setiap keputusan yang diambil oleh suaminya, hanya
itu, tidak lebih Ra.."jelas Bisma membatin. Ia masih memandang Raza dan
Dhira dengan sedikit senyum yang terukir dari bibir manisnya. Tak lama
ia pun berlalu pergi, entah Bisma akan kemana, tapi mungkin ia akan
melakukan hal lain agar dua orang yang dicintainya ini bisa kembali
tersenyum tanpa melihatnya bersedih seperti ini.
**
Mobil mewah berwarna hitam pekat ini terlihat tengah melaju dengan kecepatan sedang mengitari luasnya kota Jakarta disore hari.
"pah, sebenarnya kita akan pergi kemana sih pah? Mamah bingung kalau
sedari tadi kita hanya berputar-putar terus disini.."tante Nela
memasang wajah bingung akan sikap suaminya ini. Setelah puas memborong
banyak mainan di mall tadi, om Landry memang malah mengajaknya
berputar-putar tidak jelas seperti ini.
"papah ingin bertemu Raza mah. Papah ingin memberikan semua mainan
ini untuk dia, tapi papah bingung, kemana kita pergi untuk menemui Raza,
papah tidak tahu alamatnya, Dhira juga tidak memberitahukan alamat
rumahnya yang sekarang pada kita. Padahal papah sangat ingin menunjukkan
semua mainan-mainan terbaru kesukaan cucu kita ini, Raza pasti senang
mah, papah yakin dia akan sangat senang kalau melihat semua mainan
ini.."jelas om Landry dengan nada lirih berkaca menoleh kearah tante
Nela yang duduk dijok depan disampingnya.
"mamah tahu ini sangat sulit pah. Tapi papah harus sabar, mamah
yakin suatu saat Raza pasti akan tinggal bersama kita lagi, semua mainan
ini juga akan menjadi miliknya.
Kita pulang saja ya pah? Mamah sudah lelah, papah juga harus menjaga kesehatan papah.
Biar nanti Dhira yang datang kerumah kita saja dengan membawa Raza.
Papah masih ingat ucapan Dhira kemarin kan? Kalau dia pasti akan sering
membawa Raza kerumah.."ujar tante Nela lembut diiringi senyum kecilnya
menguatkan hati om Landry.
"mamah benar. Yasudah kita pulang sekarang mah, papah juga sudah cukup lelah mencari rumah Bisma yang sekarang.
Semoga besok Dhira datang kerumah dan membawa Raza ya mah? Papah
tidak bisa jauh dari Raza, karna papah sangat menyayangi Raza
mah.."harap om Landry ikut tersenyum tegar. Mobil hitamnya ini pun
kemudian ia lajukan dengan kecepatan yang sedikit ia tambah untuk segera
pulang menuju rumah mewahnya.
**
Bayi mungil ini tampaknya sudah sangat terlelap tidur dengan
didampingi sang Bunda yang tak henti memandang kagum wajah polosnya.
Posisi tidur yang menyamping dan mengemut ibu jarinya memang sudah
menjadi kebiasaan bayi mungil ini.
"hemz, ternyata jagoan ayah udah tidur ya bun? Berarti ayah pulangnya terlalu malam.."
Tiba-tiba Dhira menoleh kaget mendapati sosok Bisma yang baru datang
dan masuk kedalam kamarnya. Kedua bola matanya sampai melonjak kaget
tidak percaya akan ucapan Bisma barusan.
"ko malah bengong sih?
Bangunin Raza nya bun, ayah ingin main sama dia.."suruh Bisma lembut diiringi senyum.
Air mata Dhira tiba-tiba saja menetes membasahi pipi putihnya. Kedua
kelopak matanya pun ia pejamkan sejenak mengira kalau semua ini hanya
angan-angan yang sedari tadi terus dibayangkan olehnya.
"Ya Allah jangan buat aku gila. Raza masih sangat butuh aku, aku
tahu aku sangat menginginkan kasih sayang dan perhatian serta kelembutan
dari sikap Bisma yang dulu, tapi jangan buat aku terus berhayal
menginginkan hal itu, jangan buat aku berhayal terus-menerus Ya Allah..
Singkirkan semua bayangan-bayangan itu, aku mohon.."batin Dhira lirih.
Bisma memandang bingung sikap istrinya ini. Ia memegang pelan pundak
Dhira dan mendekat, memandangnya dari arah depan dengan tatapan penuh
keteduhan.
"ko malah diam sih Ra?
Kamu gak seneng yah kalau aku bersikap kayak dulu lagi? Kamu gak
kangen sama perhatian dan kasih sayang aku Ra? Jujur aku sangat kangen
sama kamu. Sama jagoan kecil kita juga.
Atau kamu memang sangat marah karna sikap aku kemarin?
Aku minta maaf Ra kalau aku terlalu egois dan meluapkan semua kemarahan aku sama kamu dan Raza kemarin.
Aku mengaku salah, aku minta maaf, kamu mau kan maafin aku?"ujar
Bisma tampak bersungguh-sungguh. Perlahan Dhira membuka kedua kelopak
matanya. Ia sangat tidak mempercayai kalau sosok lelaki dihadapannya ini
memanglah Bisma suaminya.
Dhira menggeleng lirih, ia benar-benar tidak percaya. Bulir bening
air mata pun kembali mengalir dari pelupuk mata indahnya. Rasanya sulit
membedakan apa ini nyata atau hanya sebuah ilusi saja baginya.
"jangan nangis terus dong Ra, aku tahu kalau aku salah. Tapi apa tidak ada kesempatan untuk aku memperbaiki semuanya?
Aku melakukan semua itu juga karna memiliki alasan yang kuat Ra.
Aku ingin kamu bisa menghargai setiap keputusan yang aku ambil.
Aku ingin kamu menuruti semua keinginan aku tanpa mengabaikan dan menghianatinya.
Aku ingin kamu hargai sebagai suami Ra, please maafin aku dan kita
mulai semuanya lagi seperti dulu, jangan terus nangis, cukup aku
menyesal karna kemarin sudah membuat kamu dan Raza menangis, jangan buat
aku semakin bertambah menyesal Ra.."jelas Bisma penuh sesal dengan mata
berkaca-kaca.
Tanpa banyak bicara dan mengeluarkan kata lagi Dhira langsung
berhambur memeluk tubuh Bisma. Kini ia baru mempercayai kalau yang
berdiri dihadapannya itu memanglah Bisma, bukan hanya bayangan atau
khayalannya saja.
"aku sayang kamu Bis..
Please aku mohon jangan berbuat kasar lagi sama aku dan Raza.
Aku sayang kamu, aku sangat-sangat sayang kamu..."Dhira mendekap
erat tubuh Bisma dan menangis sejadi-jadinya dalam dekapan hangat Bisma.
"aku juga sayang kamu Ra.
Aku janji gak akan kasar lagi, tapi kamu juga harus tetap janji satu
hal untuk menghargai aku, menghargai setiap keputusan yang aku ambil.
Aku hanya butuh support dari kamu Ra, bukan justru kamu malah
menjatuhkan aku dengan sikap kamu kemarin yang sudah sangat jelas
melanggar apa yang aku inginkan. Aku gak suka itu Ra, jadi aku mohon
mulai saat ini kamu bisa mengertikan posisi aku tanpa membuat aku marah
lagi. Kamu bisa berjanji kan sayang?"Bisma melepaskan pelukannya. Ia
memandang lekat wajah cantik Dhira penuh harap.
"iya aku mau janji. Aku janji akan menuruti semua keinginan kamu
Bis, aku janji gak akan bawa Raza kerumah papah lagi, aku juga janji
akan menghargai setiap keputusan kamu, aku janji.."ujar Dhira lirih.
Sesungguhnya ia sangat berat menyatakan hal tersebut, namun mungkin ini
memang keputusan yang harus ia ambil agar keutuhan rumah tangganya bisa
terus terjaga.
"makasih sayang. Aku pegang janji kamu Ra. Kalau kamu mengingkarinya
lagi aku gak tahu hal buruk apa yang akan kamu dapat nanti. Kamu sudah
mengenal bagaimana sifat aku kalau sudah marah. Jadi aku harap kamu bisa
mengerti. Jauhi juga lelaki bernama Morgan yang membelikan mainan untuk
Raza kemarin. Aku gak suka dia, kamu dan Raza hanya milik aku, kalian
berdua hanya milik aku Ra.."jelas Bisma kembali menarik tubuh Dhira
kedalam dekapanya. Sebenarnya Bisma melakukan hal kasar seperti kemarin
karna memiliki alasan yang tersendiri. Hanya saja dia terlalu berambisi
dan egois hingga tidak bisa memandang siapapun termasuk istri dan jagoan
kecilnya.
"maafin Dhira pah mah.. Mungkin Dhira memang harus mengikuti apa
yang Bisma inginkan. Dhira tidak mau kalau nanti Raza yang menjadi
korbannya akibat keegoisan kami berdua.
Maaf juga kalau mungkin kemarin itu adalah terakhir kalinya papah
sama mamah bertemu Raza. Dhira tidak mau buat Bisma marah lagi, Dhira
takut pah, Dhira sayang sama Bisma, Dhira tidak mau terus-terusan
membuat Bisma marah, maafin Dhira.."batin Dhira lirih.
**
Tiga hari kemudian...
Semenjak kejadian malam itu sikap Bisma memang kembali menjadi Bisma
yang dulu, Bisma yang penuh kasih sayang serta perhatian terhadap istri
dan jagoan kecilnya.
Raza sendiri sama sekali tidak membenci Bisma, meski kejadian waktu
itu membuatnya sedih, tapi dengan mainan baru yang Bisma belikan dan
sangat sama persis dengan mainan kesayangannya yang Bisma rusak, itu
membuat Raza senang dan semakin sayang terhadap ayah tercintanya ini.
"mbim Zaza iyah, mbim Zazaa.."Raza menunjukkan mainan barunya itu
pada Bisma. Ia merangkak cepat menghampiri Bisma yang tengah memakai
sepatu karna akan berangkan bekerja.
"uhh jagoan ayah ini kerjaannya cuma main mobil-mobilan aja.
Raza suka sama mobilnya sayang?
Nanti kalau ayah udah punya uang ayah beli lagi yang lebih banyak
dan lebih bagus yah? Sekarang Raza harus sabar dulu, ayah janji kalau
uang ayah udah kekumpul, Raza ingin mainan apapun pasti ayah kasih. Ayah
sayang kamu nak, ayah sayang Raza, mmuach.."jelas Bisma meraih tubuh
mungil Raza dan mengecupnya penuh kasih sayang.
Namun lagi-lagi Raza tetap fokus terhadap mainannya, ia sama sekali
tidak menghiraukan ucapan Bisma padanya, tingkahnya benar-benar sangat
polos dan sedang hobby-hobbynya bermain.
"teh nya diminum dulu yah, sini Raza sama bunda, ayahnya kan mau
kerja, sini sayang?"tiba-tiba Dhira datang membawa secangkir teh hangat.
Ia menaruhnya diatas meja lalu beralih meraih tubuh Raza kedalam
pangkuannya.
"makasih sayang. Seneng ayah kalau lihat bunda kayak gini.."ujar Bisma dibalas anggukan dan senyuman manis oleh Dhira.
"oh iya, semalam mamah telpon aku, katanya papah sakit yah, apa kita
tetap gak bisa kesana? aku khawatir, katanya papah nanyain Raza terus,
gimana yah?"tanya Dhira tiba-tiba. Bisma menoleh memandang dengan
ekspresi seperti menahan marah.
"bunda gak bermaksud apa-apa yah, kalau ayah tetap gak setuju bunda
akan tetap dirumah ko, bunda gak akan pergi kesana.."jelas Dhira
buru-buru mengurungkan kembali niat baiknya yang jelas-jelas sangat
Bisma benci ini.
"jangan sekali-kali pergi bawa Raza kesana Ra, aku gak suka. Mungkin
itu hanya rencana licik papah agar bisa bertemu Raza. Aku tahu papah
memang sangat menyayangi Raza, tapi papah tetap gak bisa memungkiri
kalau Raza bukan cucu kandungnya. Jadi aku mohon kamu berhenti
memikirkan papah atau pun kondisinya. Aku masih belum bisa memaafkan
papah, aku masih sangat kecewa sama papah Ra, aku harap kamu bisa
mengerti."jelas Bisma sedikit menekan kata-katanya. Ia beranjak dari
duduknya karna harus berangkat berkerja pagi ini.
"i.iya aku ngerti ko Bis.
Yaudah aku tetep ikuti apa yang kamu minta.
Kerjanya hati-hati ya? Bunda sama Raza nunggu ayah dirumah.."ujar Dhira lembut diiringi senyum.
Bisma menoleh, ia mengusap puncak kepala Raza dan mengecupnya sekilas.
"ayah pergi ya? Raza gak boleh nakal, jagain bunda dirumah, nanti ayah beliin mainan kalau ayah udah dapat uang.
Ayah berangkat yah bun? Mmuach.. Baik-baik dirumah.."pamit Bisma
mengecup kening Dhira dan Raza bergantian kemudian beranjak keluar dari
rumah kecilnya ini.
"iya yah, hati-hati.."balas Dhira diiringi senyum. Raza sendiri
masih saja asik dengan mainannya. Padahal biasanya ia suka menangis
kalau Bisma sudah pergi bekerja.
"semoga eyang kamu baik-baik aja yah sayang?
Bunda sebenarnya ingin sekali menjenguk eyang Raza, tapi bunda takut ayah marah lagi.
Padahal bunda yakin eyang memang sedang sakit, dan eyang sakit karna
terlalu sangat merindukan Raza.."Dhira mengelus rambut hitam Raza
lirih. Ia kemudian segera membawa Raza masuk kedalam kamarnya.
**
"Ck! Apa ini? Dasar orang kaya! Jangan harap dengan semua
mainan-mainan ini gue bisa luluh dan membiarkan Raza boleh kalian temui,
GAK AKAN pah, sampai kapan pun Bisma GAK AKAN pernah membawa Raza
bertemu dengan kalian. Kalian bukan eyang kandungnya, jadi berhenti
untuk berharap sesuatu yang sangat tidak mungkin itu!!"Bisma tersenyum
kecut mendapati banyak sekali mainan didepan pintu rumahnya saat ia
hendak keluar. Mainan yang sangat bagus dan masih dikemas dalam kotaknya
itu Bisma tendang penuh emosi hingga berantakan didepan rumahnya.
"BRRRUUUKK!!"
"Rasakan itu semua!
Gue GAK BUTUH semua mainan itu! Gue masih bisa beli DENGAN uang gue sendiri!!
Bisma gak butuh belas kasihan dari kalian mah pah. Karna Bisma udah
terlanjur kecewa dan BENCI sama papah!!"tegas Bisma membiarkan
mainan-mainan tersebut berantakan dihalaman rumahnya akibat ia tendang.
Bisma berlalu begitu saja tanpa mempedulikan mainan-mainan tersebut. Ia
buru-buru bergegas menuju tempat kerjanya untuk bekerja.
"separah itu kan kesalahan papah terhadap kamu Bisma?
Seburuk itu juga kah papah dimata kamu?
Papah mengaku memang papah salah, tapi apa tidak ada sedikit pun celah maaf dihati kamu Bis?
Papah sangat tulus menyayangi kamu dan Raza.
Papah bahkan sampai berusaha keras mencari alamat rumah kamu ini
agar papah bisa memberikan mainan-mainan ini untuk anak kamu. Tapi ini
balasan yang papah dapatkan.
Sakit Bis, sangat sakit melihat kamu merusak dan membuang mainan yang papah berikan untuk Raza. Sakit Bisma.."
Hati om Landry seperti dihujam ribuan benda tajam melihat dengan
mata kepalanya sendiri apa yang dilakukan Bisma barusan. Dadanya terasa
sesak. Air matanya pun sampai menetes saat melihat itu semua dari dalam
mobil sedan hitamnya.
"mah, andai papah mendengar semua nasehat mamah, mungkin papah tidak akan melihat adegan menyakitkan ini.
Rasanya papah ingin segera menyusul Rafael saja mah.. Anak kita memang hanya Rafael, bukan dengan Bisma.
Ketulusan dan kasih sayang papah selama ini dibalas dengan sikap
yang seperti ini, Bisma sama sekali tidak membalas sedikit pun kasih
sayang yang papah berikan untuknya sejak kecil.
Sangat sakit mah, sungguh sangat-sangat sakit.."om Landry memegang
dadanya yang semakin terasa sesak. Ia kemudian melajukan mobilnya yang
sedari tadi berhenti didekat rumah Bisma ini untuk segera pulang.
Bersambung..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Nggak Komentar, Nggak Kece :p