Sabtu, 12 Oktober 2013

Terpaksa BUKAN Cinta II "Maafkan Aku" #Part 22

Setelah puas meluapkan semua kekesalan dan amarahnya pada mainan-mainan milik Raza, Bisma langsung berlalu pergi begitu saja. Entah ia pergi kemana, tapi semenjak kejadian tadi pagi wajah Raza terus terlihat murung dan sedih. Ia bahkan sampai tidak mau menghisap Asi sang bunda saat Dhira menawarinya.


"Raza kenapa sih sayang?
Kenapa gak mau mimi?
Nanti kalau Raza sakit gimana? Bunda gak mau kalau Raza sakit nak.."cemas Dhira tampak khawatir. Raza sama sekali tidak bergeming. Ia tetap duduk diatas lantai dengan memangku mainan mobil-mobilan kesayangannya yang sudah hancur berkeping-keping.

Raza memandang mainan tersebut. Terlihat kedua bola mata indahnya berkaca, ia juga memandang wajah Dhira seolah ingin sekali mengadu kalau mainannya kini menjadi rusak akibat ulah ayahnya sendiri.

"em..mbim Zaza mbun, mbim Zaza.."lirihnya menunjukkan mainan yang sudah rusak parah itu.

"Bisma sangat keterlaluan, bunda tahu gak seharusnya ayah kamu merusak mainan kamu nak, tapi apa boleh buat, kalau bunda memprotes masalahnya justru nanti malah akan semakin bertambah rumit. Raza yang sabar yah sayang? Bunda yakin ayah itu baik dan sayang sama Raza, dia gak benar-benar benci kamu nak.."Dhira mendekap tubuh mungil jagoan kecilnya ini. Wajah Raza sendiri ia tenggelamkan kedalam pelukan sang bunda.

"mm..mbim Zaza, mbim Zazaa.."lirihnya lagi-lagi mengadu sesegukan.

"gak boleh nangis terus, Raza gak boleh cengeng nak, kalau ayah lihat dia bisa semakin marah nantinya.
Raza itu kan anak yang kuat, anaknya bunda yang paling pintar, jadi gak boleh sedih lagi ya? Nanti kalau ayah udah punya uang pasti mainannya diganti lagi sama ayah, percaya sama bunda nak, ayah Raza itu orang yang sangat baik, jangan sedih lagi ya? Raza gak boleh sedih.."Dhira melepaskan dekapan hangatnya memandang teduh wajah polos Raza. Ia juga mencoba menegarkan hati Raza untuk berhenti bersedih meski entah Raza akan mengerti atau tidak dengan ucapannya.

Raza sendiri begitu serius menatap wajah Dhira yang tengah berbicara dengannya itu. Ia seperti mengerti dengan apa yang Dhira ucapkan. Celotehan lucunya pun kembali terdengar dari mulut kecilnya. Ia menarik kerah baju Dhira dengan bibir yang sedikit ia buat maju kedepan.

"mim-mi mbuun, Zaza mimmi.."ujarnya membuat satu senyuman terukir dibibir tipis Dhira.

"emmp, akhirnya jagoan bunda ini kehausan juga. Yaudah kita mimi dulu. Sini duduknya yang benar, bunda pangku Raza dan Raza boleh mimi bunda.."Dhira membenarkan posisi Raza agar berbaring dipangkuannya. Kepala Raza ia posisikan disebelah kiri menyanda pada lengan kirinya. Beberapa kancing bajunya pun mulai ia buka agar lebih leluasa saat memberikan Asinya untuk Raza.

"kebahagiaan bunda itu sekarang sepenuhnya ada pada kamu sayang.
Kalau Raza senang bunda pasti ikut senang, tapi kalau Raza sudah sedih rasanya hati bunda sakit banget, apalagi saat Raza nangis.
Maafin bunda yah nak kalau selama ini belum bisa memberikan yang terbaik buat Raza, maafin ayah juga kalau akhir-akhir ini sering buat Raza nangis.
Bunda sama ayah sangat sayang Raza.."Dhira memandang haru wajah polos jagoan kecilnya ini. Hisapan yang begitu kuat dapat ia rasakan karna hisapan Raza terhadap Asi-nya. Namun Dhira tidak sedikit pun mengeluh kesakitan walau Raza sering kali tidak sengaja menggigit saat tengah diberikan Asi. Dhira menahan itu semua karna semua rasa sakit itu seolah hilang kalau sudah melihat wajah polos Raza.


"kayaknya semenjak ada Raza, bunda jadi lebih perhatian sama Raza terus deh, ayah juga jadi gak bisa mimi sama bunda lagi. Uhh jagoan ayah udah ambil bunda dari ayah nih.. Awas ya? Nanti bundanya bakalan ayah ambil.."

Bibir Dhira tiba-tiba saja tersenyum, bayangan-bayangan indah saat masih tinggal dirumah kedua orang tua Bisma itu seolah kembali terekam dimemori ingatannya.

"ko merintih gitu sih bun? Memangnya menyusui itu sakit yah? Andai ayah bisa gantiin posisi bunda, ayah pasti akan lakuin karna ayah gak mau lihat bunda kesakitan.."

Lagi-lagi suara dan sikap perhatian Bisma yang sangat penuh kasih sayang itu kembali terekam. Air mata Dhira tak kuasa ia tahan dan akhirnya hanya bisa ia luapkan dengan cara menangis. Rasanya sikap Bisma yang dulu dan akhir-akhir ini sangatlah berubah drastis, sangat berbeda dengan Bisma yang dikenalnya penuh kasih sayang dan kesabaran.

"bunda rindu perhatian kamu yah.. Bunda rindu kasih sayang kamu..
Kapan sih ayah bisa berfikir seperti dulu lagi tanpa harus keras kepala dan bersikap egois?
Raza sekarang hampir berusia genap satu tahun yah, mungkin beberapa minggu lagi ia akan berulang tahun.
Apa kamu akan terus seperti ini yah?
Kita juga udah janji kalau usia Raza sudah satu tahun ayah menyuruh bunda agar jangan memberikan Raza Asi lagi, biar dia meminum susu formula dan makanan pendamping yang ia sukai. Bahkan ayah udah merencanakan untuk memberi Raza seorang adik nantinya.
Bunda kangen yah, bunda ingin menagih janji ayah..
Sampai kapan sikap kamu akan terus seperti ini? Bunda gak ngerti, sama sekali tidak mengerti yah.."lirihnya berderai air mata. Rasa sesak dan sakit didadanya sangat teramat sangat. Dan itu semua karna ulah suaminya sendiri, Bisma.



"apa aku terlalu egois Ra?
Apa aku salah jika aku menginginkan kamu menuruti semua yang aku mau?
Aku hanya ingin kamu menghargai aku sebagai suami dan kepala keluarga disini, tapi kamu gak pernah bisa hargai aku.
Aku juga rindu kamu Ra, aku rindu belaian dan perhatian kamu. Bahkan aku rindu kecupan-kecupan kecil yang sering aku minta dari kamu.
Aku rindu itu semua Ra, aku sayang kamu.."Bisma memandang pilu dua sosok yang sangat dicintainya ini dari ambang pintu kamarnya. Entah sejak kapan ia berdiri disana, tapi ia melihat dan mendengar apa yang Dhira ucapkan tadi.

"aku janji gak akan pernah kasar dan bersikap buruk lagi sama kamu dan anak kita. Tapi kamu juga harus janji untuk menuruti dan menghargai setiap keputusan yang aku ambil. Aku hanya ingin kamu mensupport aku Ra, kamu dukung aku dengan jalan yang aku ambil. Bukan justru sebaliknya kamu terus menyalahkan dan mengingkari janji kamu untuk menuruti keinginan aku. Aku gak suka itu Ra, aku hanya ingin kamu menjadi istri yang bisa menghargai setiap keputusan yang diambil oleh suaminya, hanya itu, tidak lebih Ra.."jelas Bisma membatin. Ia masih memandang Raza dan Dhira dengan sedikit senyum yang terukir dari bibir manisnya. Tak lama ia pun berlalu pergi, entah Bisma akan kemana, tapi mungkin ia akan melakukan hal lain agar dua orang yang dicintainya ini bisa kembali tersenyum tanpa melihatnya bersedih seperti ini.




**
Mobil mewah berwarna hitam pekat ini terlihat tengah melaju dengan kecepatan sedang mengitari luasnya kota Jakarta disore hari.

"pah, sebenarnya kita akan pergi kemana sih pah? Mamah bingung kalau sedari tadi kita hanya berputar-putar terus disini.."tante Nela memasang wajah bingung akan sikap suaminya ini. Setelah puas memborong banyak mainan di mall tadi, om Landry memang malah mengajaknya berputar-putar tidak jelas seperti ini.

"papah ingin bertemu Raza mah. Papah ingin memberikan semua mainan ini untuk dia, tapi papah bingung, kemana kita pergi untuk menemui Raza, papah tidak tahu alamatnya, Dhira juga tidak memberitahukan alamat rumahnya yang sekarang pada kita. Padahal papah sangat ingin menunjukkan semua mainan-mainan terbaru kesukaan cucu kita ini, Raza pasti senang mah, papah yakin dia akan sangat senang kalau melihat semua mainan ini.."jelas om Landry dengan nada lirih berkaca menoleh kearah tante Nela yang duduk dijok depan disampingnya.

"mamah tahu ini sangat sulit pah. Tapi papah harus sabar, mamah yakin suatu saat Raza pasti akan tinggal bersama kita lagi, semua mainan ini juga akan menjadi miliknya.
Kita pulang saja ya pah? Mamah sudah lelah, papah juga harus menjaga kesehatan papah.
Biar nanti Dhira yang datang kerumah kita saja dengan membawa Raza. Papah masih ingat ucapan Dhira kemarin kan? Kalau dia pasti akan sering membawa Raza kerumah.."ujar tante Nela lembut diiringi senyum kecilnya menguatkan hati om Landry.

"mamah benar. Yasudah kita pulang sekarang mah, papah juga sudah cukup lelah mencari rumah Bisma yang sekarang.
Semoga besok Dhira datang kerumah dan membawa Raza ya mah? Papah tidak bisa jauh dari Raza, karna papah sangat menyayangi Raza mah.."harap om Landry ikut tersenyum tegar. Mobil hitamnya ini pun kemudian ia lajukan dengan kecepatan yang sedikit ia tambah untuk segera pulang menuju rumah mewahnya.



**
Bayi mungil ini tampaknya sudah sangat terlelap tidur dengan didampingi sang Bunda yang tak henti memandang kagum wajah polosnya. Posisi tidur yang menyamping dan mengemut ibu jarinya memang sudah menjadi kebiasaan bayi mungil ini.


"hemz, ternyata jagoan ayah udah tidur ya bun? Berarti ayah pulangnya terlalu malam.."

Tiba-tiba Dhira menoleh kaget mendapati sosok Bisma yang baru datang dan masuk kedalam kamarnya. Kedua bola matanya sampai melonjak kaget tidak percaya akan ucapan Bisma barusan.

"ko malah bengong sih?
Bangunin Raza nya bun, ayah ingin main sama dia.."suruh Bisma lembut diiringi senyum.

Air mata Dhira tiba-tiba saja menetes membasahi pipi putihnya. Kedua kelopak matanya pun ia pejamkan sejenak mengira kalau semua ini hanya angan-angan yang sedari tadi terus dibayangkan olehnya.

"Ya Allah jangan buat aku gila. Raza masih sangat butuh aku, aku tahu aku sangat menginginkan kasih sayang dan perhatian serta kelembutan dari sikap Bisma yang dulu, tapi jangan buat aku terus berhayal menginginkan hal itu, jangan buat aku berhayal terus-menerus Ya Allah.. Singkirkan semua bayangan-bayangan itu, aku mohon.."batin Dhira lirih. Bisma memandang bingung sikap istrinya ini. Ia memegang pelan pundak Dhira dan mendekat, memandangnya dari arah depan dengan tatapan penuh keteduhan.

"ko malah diam sih Ra?
Kamu gak seneng yah kalau aku bersikap kayak dulu lagi? Kamu gak kangen sama perhatian dan kasih sayang aku Ra? Jujur aku sangat kangen sama kamu. Sama jagoan kecil kita juga.
Atau kamu memang sangat marah karna sikap aku kemarin?
Aku minta maaf Ra kalau aku terlalu egois dan meluapkan semua kemarahan aku sama kamu dan Raza kemarin.
Aku mengaku salah, aku minta maaf, kamu mau kan maafin aku?"ujar Bisma tampak bersungguh-sungguh. Perlahan Dhira membuka kedua kelopak matanya. Ia sangat tidak mempercayai kalau sosok lelaki dihadapannya ini memanglah Bisma suaminya.

Dhira menggeleng lirih, ia benar-benar tidak percaya. Bulir bening air mata pun kembali mengalir dari pelupuk mata indahnya. Rasanya sulit membedakan apa ini nyata atau hanya sebuah ilusi saja baginya.

"jangan nangis terus dong Ra, aku tahu kalau aku salah. Tapi apa tidak ada kesempatan untuk aku memperbaiki semuanya?
Aku melakukan semua itu juga karna memiliki alasan yang kuat Ra.
Aku ingin kamu bisa menghargai setiap keputusan yang aku ambil.
Aku ingin kamu menuruti semua keinginan aku tanpa mengabaikan dan menghianatinya.
Aku ingin kamu hargai sebagai suami Ra, please maafin aku dan kita mulai semuanya lagi seperti dulu, jangan terus nangis, cukup aku menyesal karna kemarin sudah membuat kamu dan Raza menangis, jangan buat aku semakin bertambah menyesal Ra.."jelas Bisma penuh sesal dengan mata berkaca-kaca.

Tanpa banyak bicara dan mengeluarkan kata lagi Dhira langsung berhambur memeluk tubuh Bisma. Kini ia baru mempercayai kalau yang berdiri dihadapannya itu memanglah Bisma, bukan hanya bayangan atau khayalannya saja.

"aku sayang kamu Bis..
Please aku mohon jangan berbuat kasar lagi sama aku dan Raza.
Aku sayang kamu, aku sangat-sangat sayang kamu..."Dhira mendekap erat tubuh Bisma dan menangis sejadi-jadinya dalam dekapan hangat Bisma.

"aku juga sayang kamu Ra.
Aku janji gak akan kasar lagi, tapi kamu juga harus tetap janji satu hal untuk menghargai aku, menghargai setiap keputusan yang aku ambil.
Aku hanya butuh support dari kamu Ra, bukan justru kamu malah menjatuhkan aku dengan sikap kamu kemarin yang sudah sangat jelas melanggar apa yang aku inginkan. Aku gak suka itu Ra, jadi aku mohon mulai saat ini kamu bisa mengertikan posisi aku tanpa membuat aku marah lagi. Kamu bisa berjanji kan sayang?"Bisma melepaskan pelukannya. Ia memandang lekat wajah cantik Dhira penuh harap.

"iya aku mau janji. Aku janji akan menuruti semua keinginan kamu Bis, aku janji gak akan bawa Raza kerumah papah lagi, aku juga janji akan menghargai setiap keputusan kamu, aku janji.."ujar Dhira lirih. Sesungguhnya ia sangat berat menyatakan hal tersebut, namun mungkin ini memang keputusan yang harus ia ambil agar keutuhan rumah tangganya bisa terus terjaga.

"makasih sayang. Aku pegang janji kamu Ra. Kalau kamu mengingkarinya lagi aku gak tahu hal buruk apa yang akan kamu dapat nanti. Kamu sudah mengenal bagaimana sifat aku kalau sudah marah. Jadi aku harap kamu bisa mengerti. Jauhi juga lelaki bernama Morgan yang membelikan mainan untuk Raza kemarin. Aku gak suka dia, kamu dan Raza hanya milik aku, kalian berdua hanya milik aku Ra.."jelas Bisma kembali menarik tubuh Dhira kedalam dekapanya. Sebenarnya Bisma melakukan hal kasar seperti kemarin karna memiliki alasan yang tersendiri. Hanya saja dia terlalu berambisi dan egois hingga tidak bisa memandang siapapun termasuk istri dan jagoan kecilnya.

"maafin Dhira pah mah.. Mungkin Dhira memang harus mengikuti apa yang Bisma inginkan. Dhira tidak mau kalau nanti Raza yang menjadi korbannya akibat keegoisan kami berdua.
Maaf juga kalau mungkin kemarin itu adalah terakhir kalinya papah sama mamah bertemu Raza. Dhira tidak mau buat Bisma marah lagi, Dhira takut pah, Dhira sayang sama Bisma, Dhira tidak mau terus-terusan membuat Bisma marah, maafin Dhira.."batin Dhira lirih.





**
Tiga hari kemudian...


Semenjak kejadian malam itu sikap Bisma memang kembali menjadi Bisma yang dulu, Bisma yang penuh kasih sayang serta perhatian terhadap istri dan jagoan kecilnya.
Raza sendiri sama sekali tidak membenci Bisma, meski kejadian waktu itu membuatnya sedih, tapi dengan mainan baru yang Bisma belikan dan sangat sama persis dengan mainan kesayangannya yang Bisma rusak, itu membuat Raza senang dan semakin sayang terhadap ayah tercintanya ini.


"mbim Zaza iyah, mbim Zazaa.."Raza menunjukkan mainan barunya itu pada Bisma. Ia merangkak cepat menghampiri Bisma yang tengah memakai sepatu karna akan berangkan bekerja.

"uhh jagoan ayah ini kerjaannya cuma main mobil-mobilan aja.
Raza suka sama mobilnya sayang?
Nanti kalau ayah udah punya uang ayah beli lagi yang lebih banyak dan lebih bagus yah? Sekarang Raza harus sabar dulu, ayah janji kalau uang ayah udah kekumpul, Raza ingin mainan apapun pasti ayah kasih. Ayah sayang kamu nak, ayah sayang Raza, mmuach.."jelas Bisma meraih tubuh mungil Raza dan mengecupnya penuh kasih sayang.

Namun lagi-lagi Raza tetap fokus terhadap mainannya, ia sama sekali tidak menghiraukan ucapan Bisma padanya, tingkahnya benar-benar sangat polos dan sedang hobby-hobbynya bermain.

"teh nya diminum dulu yah, sini Raza sama bunda, ayahnya kan mau kerja, sini sayang?"tiba-tiba Dhira datang membawa secangkir teh hangat. Ia menaruhnya diatas meja lalu beralih meraih tubuh Raza kedalam pangkuannya.

"makasih sayang. Seneng ayah kalau lihat bunda kayak gini.."ujar Bisma dibalas anggukan dan senyuman manis oleh Dhira.

"oh iya, semalam mamah telpon aku, katanya papah sakit yah, apa kita tetap gak bisa kesana? aku khawatir, katanya papah nanyain Raza terus, gimana yah?"tanya Dhira tiba-tiba. Bisma menoleh memandang dengan ekspresi seperti menahan marah.

"bunda gak bermaksud apa-apa yah, kalau ayah tetap gak setuju bunda akan tetap dirumah ko, bunda gak akan pergi kesana.."jelas Dhira buru-buru mengurungkan kembali niat baiknya yang jelas-jelas sangat Bisma benci ini.

"jangan sekali-kali pergi bawa Raza kesana Ra, aku gak suka. Mungkin itu hanya rencana licik papah agar bisa bertemu Raza. Aku tahu papah memang sangat menyayangi Raza, tapi papah tetap gak bisa memungkiri kalau Raza bukan cucu kandungnya. Jadi aku mohon kamu berhenti memikirkan papah atau pun kondisinya. Aku masih belum bisa memaafkan papah, aku masih sangat kecewa sama papah Ra, aku harap kamu bisa mengerti."jelas Bisma sedikit menekan kata-katanya. Ia beranjak dari duduknya karna harus berangkat berkerja pagi ini.

"i.iya aku ngerti ko Bis.
Yaudah aku tetep ikuti apa yang kamu minta.
Kerjanya hati-hati ya? Bunda sama Raza nunggu ayah dirumah.."ujar Dhira lembut diiringi senyum.

Bisma menoleh, ia mengusap puncak kepala Raza dan mengecupnya sekilas.

"ayah pergi ya? Raza gak boleh nakal, jagain bunda dirumah, nanti ayah beliin mainan kalau ayah udah dapat uang.
Ayah berangkat yah bun? Mmuach.. Baik-baik dirumah.."pamit Bisma mengecup kening Dhira dan Raza bergantian kemudian beranjak keluar dari rumah kecilnya ini.

"iya yah, hati-hati.."balas Dhira diiringi senyum. Raza sendiri masih saja asik dengan mainannya. Padahal biasanya ia suka menangis kalau Bisma sudah pergi bekerja.

"semoga eyang kamu baik-baik aja yah sayang?
Bunda sebenarnya ingin sekali menjenguk eyang Raza, tapi bunda takut ayah marah lagi.
Padahal bunda yakin eyang memang sedang sakit, dan eyang sakit karna terlalu sangat merindukan Raza.."Dhira mengelus rambut hitam Raza lirih. Ia kemudian segera membawa Raza masuk kedalam kamarnya.


**
"Ck! Apa ini? Dasar orang kaya! Jangan harap dengan semua mainan-mainan ini gue bisa luluh dan membiarkan Raza boleh kalian temui, GAK AKAN pah, sampai kapan pun Bisma GAK AKAN pernah membawa Raza bertemu dengan kalian. Kalian bukan eyang kandungnya, jadi berhenti untuk berharap sesuatu yang sangat tidak mungkin itu!!"Bisma tersenyum kecut mendapati banyak sekali mainan didepan pintu rumahnya saat ia hendak keluar. Mainan yang sangat bagus dan masih dikemas dalam kotaknya itu Bisma tendang penuh emosi hingga berantakan didepan rumahnya.


"BRRRUUUKK!!"

"Rasakan itu semua!
Gue GAK BUTUH semua mainan itu! Gue masih bisa beli DENGAN uang gue sendiri!!
Bisma gak butuh belas kasihan dari kalian mah pah. Karna Bisma udah terlanjur kecewa dan BENCI sama papah!!"tegas Bisma membiarkan mainan-mainan tersebut berantakan dihalaman rumahnya akibat ia tendang. Bisma berlalu begitu saja tanpa mempedulikan mainan-mainan tersebut. Ia buru-buru bergegas menuju tempat kerjanya untuk bekerja.


"separah itu kan kesalahan papah terhadap kamu Bisma?
Seburuk itu juga kah papah dimata kamu?
Papah mengaku memang papah salah, tapi apa tidak ada sedikit pun celah maaf dihati kamu Bis?
Papah sangat tulus menyayangi kamu dan Raza.
Papah bahkan sampai berusaha keras mencari alamat rumah kamu ini agar papah bisa memberikan mainan-mainan ini untuk anak kamu. Tapi ini balasan yang papah dapatkan.
Sakit Bis, sangat sakit melihat kamu merusak dan membuang mainan yang papah berikan untuk Raza. Sakit Bisma.."

Hati om Landry seperti dihujam ribuan benda tajam melihat dengan mata kepalanya sendiri apa yang dilakukan Bisma barusan. Dadanya terasa sesak. Air matanya pun sampai menetes saat melihat itu semua dari dalam mobil sedan hitamnya.

"mah, andai papah mendengar semua nasehat mamah, mungkin papah tidak akan melihat adegan menyakitkan ini.
Rasanya papah ingin segera menyusul Rafael saja mah.. Anak kita memang hanya Rafael, bukan dengan Bisma.
Ketulusan dan kasih sayang papah selama ini dibalas dengan sikap yang seperti ini, Bisma sama sekali tidak membalas sedikit pun kasih sayang yang papah berikan untuknya sejak kecil.
Sangat sakit mah, sungguh sangat-sangat sakit.."om Landry memegang dadanya yang semakin terasa sesak. Ia kemudian melajukan mobilnya yang sedari tadi berhenti didekat rumah Bisma ini untuk segera pulang.




Bersambung..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Nggak Komentar, Nggak Kece :p