Rumah kecil yang biasanya selalu sunyi dengan kehangatan ini kini terasa
gaduh dengan suara teriakan Dhira dan tangisan Raza. Suara keduanya
solah memenuhi ruangan rumah kontrakan berukuran tidak terlalu besar
ini.
"hiks-hiks mbuunn.. Iyaaaah Zaza mbuuunn hiks.. mbuunn"Raza
berteriak histeris melihat Dhira yang diseret paksa oleh Bisma. Kedua
tangannya ia ulurkan seolah ingin sekali membantu menarik tangan sang
Bunda. Menghentikan kekasaran yang dibuat oleh Bisma.
"iyaaah mbun Zaza iyaah.. mbuunn"air matanya menetes lirih membasahi
kedua pipinya yang cuaby. Hatinya benar-benar sakit melihat Dhira
diperlakukan sekasar itu oleh Bisma.
"Bis aku mohon cukup Bis.. Sakitt.."rintih Dhira memegangi lengan kirinya yang Bisma cengkram kencang.
"rasa sakit ini tidak sebanding dengan rasa sakit akibat kebohongan
kamu Ra. Jadi kamu harus terima akibatnya!"tegas Bisma kembali menarik
lengan Dhira dan menyeretnya kasar.
"tapi Raza nangis Bis.. Aku takut dia jatuh.. Bis aku mohon
hentikan.. Biar aku tenangin Raza dulu, habis itu aku pasrah mau kamu
apapun juga. Aku gak tega lihat dia nangis.. Aku mohon lepasin Bis.. Aku
ingin tenangin Raza dulu.."pinta Dhira memandang lirih melihat jagoan
kecilnya menangis terisak memanggil dirinya. Rasanya hatinya ingin
sekali menjerit tidak tega melihat darah dagingnya ia biarkan menangis
terisak seperti itu.
"kamu gak usah banyak berulah! KALAU KAMU masih banyak berulah, aku
bisa LEBIH KASAR lagi dari ini Ra, NGERTI KAMU?"bukannya mendapat
sedikit simpatik, Dhira justru malah mendapat bentakan kasar dari Bisma.
Ia hanya bisa menunduk pasrah mendapati perlakuan buruk ini.
"Ya Allah.. Jangan biarkan putraku terus menangis. Aku gak bisa
lihat dia menangis seperti ini.. Tolong hentikan tangisnya Ya Allah
sampai Bisma puas meluapkan amarahnya terhadapku.."batin Dhira berderai
air mata. Disana ia melihat kedua tangan Raza yang diulurkan, entah Raza
meminta digendong atau meminta agar Dhira mau menyambutuluran
tangannya. Mungkin jika Raza sudah besar dan bisa berjalan ia akan
berlari dan mencegah hal kasar sang ayah terhadap bundanya.
"hiks mbuuun.. Zaza mbuunn.. Iyaaaahh mbuun yaaaaahh mbuun Zazaaa..
Hiks-hiks mbuuun.."jerit Raza terisak lirih dengan tangisan nyaringnya.
"BRUKKK!!"
Tiba-tiba Bisma menendang keras pintu kamar mandinya. Tubuh Dhira
pun ia lembar hingga tersungkur keatas lantai kamar mandi yang sangat
dingin itu.
"aw, Bis sakit.."rintih Dhia memegangi lutut juga lengannya yang sedikit luka akibat terbentur.
"Sakit yah? Tapi hati aku JAUH LEBIH SAKIT karna KAMU RA!!"bentak
Bisma kasar. Dhira hanya menunduk takut dipojokan kamar mandi tersebut.
Kejadian ini benar-benar terulang lagi, kejadian yang pernah membuatnya
trauma karna ulah Bisma, dan sekarang semuanya kembali ia rasakan.
"Bis.. Aku mohon maafin aku.
Aku tahu aku udah buat kamu kecewa. Tapi apa gak ada sedikit celah maaf buat aku Bis?
Aku gak mau kamu berlaku kasar seperti dulu lagi. Kamu udah janji
Bisma, kamu udah janji gak akan pernah bentak dan kasar sama aku lagi.
Tapi kenapa kamu melakukan hal ini?.. Aku mohon hentikan Bis.. Aku
mohoon.."lirih Dhira sampai kedua tangannya menyentuh sepatu Bisma
dengan tubuh yang bergetar ketakutan.
"aku udah sama janji aku yang dulu. Kamu saja berani melanggar janji
kamu, jadi JANGAN HARAP aku akan menepati janji aku lagi! THINK
SMART!!"satu senyuman yang begitu licik Bisma sunggingkan. Senyuman yang
entah mengapa membuatnya tega berlaku seperti ini. Ia bahkan menepis
kedua tangan Dhira yang menyentuh kakinya. Ia menendangnya kasar dan
kencang sampai Dhira meringis kesakitan.
"ini BUAT seorang istri yang TEGA membohongi suaminya.
Ini juga BUAT seorang istri yang BERANI mengingkari janjinya!!"Bisma
menyidukkan air dari dalam bak kamar mandi dengan gayung ditangan
kanannya.
"BYURRR!!"
Satu guyuran Dhira terima dan rasakan membasahi puncak kepalanya. Ia
hanya bisa menunduk pasrah. Menerima guyuran-guyuran lainnya hingga
tubuhnya basah kuyup akibat air tersebut.
"kayaknya ini belum seberapa buat kamu.
Aku akan buat kamu lebih menyesal dari ini karna udah berani
mengingkari janji kamu!"tiba-tiba Bisma menghentikan aksinya. Bibirnya
kembali tersenyum licik. Kakinya melangkah beranjak menghampiri pintu
kamar mandi.
"jangan Bis.. Please aku mohon jangan.. Jangan kunci pintunya aku
mohon Bisma, jangaan.."Dhira buru-buru merangkak melihat apa yang Bisma
lakukan terhadap pintu kamar mandi tersebut. Namun rupanya ia kalah
cepat dengan Bisma. Pintu itu akhirnya tertutup dan sengaja Bisma kunci
dari luar.
"hiks.. Bis, buka Bis.. Aku mohon jangan kunci aku disini.. Buka
Bisma, aku mohoon.."lirih Dhira bersender lemas memukul pintu
dihadapannya.
"Ya Allah.. Kejadian seperti ini benar-benar terulang lagi..
Dulu kondisi aku saat tengah mengandung anak dari Rafael, dan
sekarang semuanya kembali terulang meski aku dalam keadaan tidak hamil..
Aku mohon jangan biarkan kejadian ini berlarut-larut, jangan biarkan
Bisma dibutakan oleh amarahnya, aku mohoon.."Dhira terus terisak dengan
keadaan yang basah kuyup dan tubuh sedikit gemetar ini. Cahaya kamar
mandi yang tidak terlalu terang membuatnya semakin ketakutan.
"silahkan nikmati akibat dari kebohongan dan keingkaran kamu ini.
Kamu udah tahu kalau AKU paling BENCI dibohongi. Jadi terimalah
semua ini!!"Bisma tersenyum licik menggenggam kunci pintu kamar
mandinya. Ia bahkan melemparnya begitu saja kemudian berlalu pergi,
entah tengah kerasukan roh jahat apa sampai Bisma bisa sekejam dan
setega ini terhadap istrinya sendiri.
**
"mamah kenapa sih? Ko dari tadi papah lihat mondar-mandir
terus?.."om Landry berjalan pelan memasuki ruangan kamarnya. Tante Nela
hanya menoleh sekilas kemudian kembali menatap lurus kedepan dengan
segala kegelisahan dihatinya.
"mamah kenapa mah? Apa ada masalah? Cerita dong sama papah.."ujar om Landry pelan. Ia merangkul pundak istrinya itu lembut.
"gak tahu kenapa tiba-tiba mamah khawatir sama Raza pah.. Mamah juga
takut kalau Dhira sama Raza kenapa-napa. Mamah enggak tahu kenapa hati
mamah jadi gelisah seperti ini. Mamah takut mereka kenapa-napa pah..
Mamah takut.."tante Nela memandang wajah om Landry dengan mata
berkaca-kaca.
"hemz, mungkin itu hanya perasaan mamah saja. Lebih baik kita tidur,
ini sudah malam mah. Ayo?"ajak om Landry menuntun tante Nela agar
segera tidur. Awalnya tante Nela ragu karna masih kefikiran dengan Raza
dan Dhira.
"Bisma itu memang egois mah. Tapi dia bisa menjaga istri dan anaknya
dengan baik. Percaya sama papah.."ujar om Landry meyakinkan.
"mamah juga berharap demikian pah, semoga tidak terjadi hal buruk
dengan cucu dan menantu kita."harap tante Nela dibalas anggukan kecil
oleh om Landry.
Keduanya pun kemudian segera berbaring diatas tempat tidurnya untuk beristirahat karna waktu sudah mulai malam.
**
"ayah bilang diam! Raza ngerti gak sih? Raza BISA kan DIAM?"Raza menunduk takut mendengar bentakan yang keluar dari mulut Bisma.
"iy..yah mm.. mbuun.."lirihnya sesegukan takut.
"mbun-mbun! GAK ADA lagi NGERTI!!"bentak Bisma kasar. Raza memandang
wajah Bisma. Matanya begitu terlihat berkaca-kaca. Mulutnya pun kembali
terbuka lebar dan suara tangisan kencang keluar dari mulutnya.
"ARRGHH!! Bisa nurut sama ucapan ayah GAK SIH? Cuma disuruh benhenti
nangis aja SUSAH!! Mau jadi apa kamu kalau cengeng SEPERTI INI? Mau
jadi anak perempuan HAH?"bentak Bisma terlihat murka dengan kata-kata
kasarnya ini.
"iy..yah, mbuun.. Za..za mbuun iyaah.. mbu..unn.."isak Raza menangis sesegukan menunjuk arah dapur dimana Dhira terdapat disana.
"AAARRGGH!! Dasar anak tidak berguna! Kamu itu sama saja dengan
bunda KAMU!!"runtuk Bisma kesal. Ia menurunkan Raza dari gendongannya
dan membiarkannya menangis diatas lantai.
"Sana! Temui bunda KESAYANGAN kamu itu! Kalian memang hanya bisa
MENYUSAHKAN!!"bentak Bisma semakin emosi. Ia kemudian beranjak keluar
dari rumahnya. Menutup pintu kontrakannya dengan sangat kencang dan
berlalu pergi begitu saja tanpa mempedulikan Raza dan Dhira yang masih
ia kunci dikamar mandi.
"iyaah.."Raza menatap lirih kepergian Bisma yang meninggalkannya
seorang diri. Ia sangat terlihat kebingungan harus berbuat apa. Kedua
lututnya pun ia tekuk menapaki lantai, karna belum bisa berjalan
akhirnya Raza hanya bisa merangkak mencari dimana Dhira berada.
"mbuuun.. Mbuun Zaza mbu..un.. Zazaaa"panggilnya dengan suara
sedikit parau dan berlinang air mata. Kedua matanya mencari sosok Dhira
kesetiap sudut ruangan, namun semuanya nihil, Dhira sama sekali tidak
ada disana.
"hiks.. mm..mbuuunn"teriaknya kembali memanggil Dhira. Kini Raza
sudah berada diarea dapur. Pintu kamar mandi pun sudah dapat ia lihat.
"mbuuuunnn"panggil Raza lagi. Dhira yang sedari tadi bersender lemas seolah terperanjak mendengar suara Raza memanggilnya.
"Ya Allah Raza? Apa itu benar-benar kamu nak?"Dhira buru-buru melihat lewat lubang kecil dari pintu tersebut.
"Razaaa.. Raza sayang.. Bunda disini naak.. Bunda disini.."Dhira
menepuk-nepuk pintu dihadapannya berharap kalau Raza bisa mendengar
teriakannya.
"mbun?"Raza menoleh kaget mendengar suara ketukan pintu kamar mandi diiringi suara yang sangat dikenalnya.
"iya sayang ini bunda.. Bunda disini naak.. Bunda disini.."lirih
Dhira terus berusaha memukul pintu tersebut agar Raza menghampirinya.
Dan benar saja. Raza yang terbilang masih sangat kecil ini seolah
bisa merasakan kehadiran sang bunda disana. Ia merangkak mendekati pintu
kamar mandi. Langkahnya bahkan sampai ia percepat karna tidak sabar
ingin bertemu sang bunda disana.
"mbuuun.. Zaza mbuunn Zazaaa!!"teriak Raza antusias begitu telah
sampai didepan pintu kamar mandi. Ia berusaha berdiri dan memukul pintu
tersebut seolah ingin sekali mendobraknya.
"Raza? Raza sayang.. Tunggu sebentar nak.. Biar bunda coba buka
pintunya. Tunggu naak.. Jangan terus nangis, bunda gak papa ko sayang,
bunda gak papa.."Dhira berusaha keras untuk membuka pintu tersebut. Ia
mencoba mencari cara agar pintunya dapat segera ia buka. Raza sendiri
terus berteriak menepuk-nepuk pintu dengan kedua telapak tangannya. Ia
seolah sudah tidak sabar ingin menolong Dhira dan mengeluarkannya dari
sana.
"Ya Allah kenapa pintunya sulit dibuka? Hiks.. Aku gak bisa buka
pintunya. Pintu ini Bisma kunci, jadi gak mungkin bisa aku buka.."dada
Dhira terasa seakan sesak mendapati kenyataan tidak sesuai keinginan
ini.
"mbuunn Zazaa uuhh.."teriak Raza mencoba mendorong pintu dengan tubuh kecilnya berharap agar bisa terbuka.
"gak bisa sayang.. Pintunya keras, Raza gak bakal bisa buka.
Pintunya dikunci sama ayah. Raza harus cari kuncinya, kalau kuncinya
bisa ketemu pintunya baru bisa dibuka nak.. Apa Raza lihat ada kunci
disana? Kalau ada sini sayang, kasih sama bunda biar pintunya bisa
dibuka.."ujar Dhira menjelaskan dengan pelan berharap kalau Raza akan
mengerti dengan ucapannya.
Raza terdiam. Ia kembali mengubah posisinya menjadi duduk. Kedua
bola matanya seperti mencari sesuatu. Mungkinkah ia mengerti dengan apa
yang Dhira ucapkan barusan? Sangat mustahil kalau Raza bisa mengerti.
Usianya saja masih sangat bayi bahkan belum genap satu tahun.
"Raza?.. Kamu masih disana sayang? Raza gak papa kan nak?.."tanya
Dhira khawatir. Lagi-lagi Raza malah diam. Ia sangat fokus mengedarkan
pandangannya mencari sesuatu yang sepertinya bisa ia fahami dari kata
'kunci' yang Dhira ucapkan.
"mbuunn! Uhh!"tiba-tiba Raza merangkak kearah sudut dapur, tepatnya
dekat ember tempat sampah, disana ia melihat benda logam berbentuk
kunci. Entah dari mana ia bisa tahu kalau itu adalah sebuah kunci, yang
pasti ini adalah hal luar biasa yang bisa dimiliki oleh anak sekecil
Raza.
"buukk!!"Raza melempar kunci tersebut kearah pintu.
"Raza?"pekik Dhira buru-buru melihat apa yang dilakukan Raza lewat lubang kecil pada pintu didepannya.
"hah? Mana mungkin bisa?"Dhira seolah dibuat kaget tidak percaya
melihat Raza memegang sebuah kunci lalu memukul-mukulkan kunci tersebut
pada pintu.
"sayang.. Cara membuka pintunya bukan seperti itu nak.. Raza harus
masukkin kuncinya kelubang kecil diatas.. Tapi itu mustahil kalau bisa
Raza lakukan, karna handle pintunya cukup tinggi.
Sekarang Raza lempar aja kuncinya lewat celah-celah kecil dibawah
sayang.. Disitu ada celah buat melempar kuncinya kesini. Nanti biar
bunda buka pintunya dari sini nak.. Ayo lakukan.. Raza pasti ngerti apa
yang bunda suruh, ayo sayang.."pinta Dhira penuh harap. Air matanya
sampai menetes haru karna kalau Raza bisa mengerti perintahnya ia pasti
bisa keluar dari kamar mandi tersebut.
Namun Raza malah diam. Ia seperti kebingungan karna memang tidak terlalu mengerti dengan ucapan Dhira.
"sayang.. Raza masukkin kuncinya kecelah lubang dibawah ini nak..
Ayo sayang, nanti biar bunda yang ambil.. Raza tinggal masukkin dan
lempar aja, ayo nak.."Dhira mengetuk-ngetuk pintu bagian bawah yang
terdapat banyak celah ventilasi udara itu. Raza membungkukkan badannya.
Kepalanya menatap wajah Dhira yang sedikit terlihat olehnya.
"mbuunn!!"teriaknya riang.
"iya sayang ini bunda. Ayo masukkin kuncinya, ayo sayang.. Please
bantu bunda biar bunda bisa keluar.."ujar Dhira penuh kesabaran
membimbing putra kecilnya ini.
Tak lama Raza memasukkan jari telunjuknya pada lubang ventilasi
udara tersebut. Ia lalu menjatuhkan kuncinya lewat lubang itu juga.
Sungguh sangat pintar bayi mungil ini.
"CRINGG!!"benda logam itu akhirnya terjatuh tepat didekat kaki Dhira.
Raza bersorak senang. Ia menepukan kedua tangannya lalu beranjak menjauhi pintu.
"ternyata kamu sangat pintar sayang. Bunda benar-benar bangga
memiliki anak sepintar kamu.."batin Dhira yang langsung mengambil kunci
tersebut dan segera membuka pintu kamar mandinya.
"KREEEK!!"
Akhirnya pintu pun terbuka. Air mata Dhira menetes haru melihat
sosok jagoan kecilnya duduk menunggu kehadirannya disana. Sosok yang
sedari tadi berjuang untuk membantunya.
"Razaaaa..."Dhira berlari berhambur memeluk tubuh mungil Raza. Ia mendekapnya dengan sangat erat penuh kasih sayang.
"mbuuunnn Zaza mbuuunn Zazaaaa..."teriak Raza lirih menyembunyikan wajah tampannya didada Dhira.
"makasih ya sayang.. Makasih nak, makasih..."Dhira mengusap puncak
kepala Raza dan mengecup wajahnya berulang-ulang. Ia menangis terharu
karna akhirnya bisa keluar dan memeluk tubuh Raza putra kecilnya.
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Nggak Komentar, Nggak Kece :p