"Dokteer.. Dokteeer...!!"
"DEGG!!"
"o..om?"
"Ga cepat panggil Dokter Ga, cepat Ga.."
"i..iya tante, Rangga panggil Dokternya sekarang.."
"Paah, papah.. Papah kenapa?
Papah harus kuat pah, Rangga lagi panggil Dokternya, papah harus
kuat, jangan tinggalin mamah.. Hiks jangan tinggalin mamah paah.."
Dhira buru-buru menepis tangan Bisma. Suara teriakan serta isak
tangis tante Nela didalam ruangan rawat om Landry membuatnya kaget dan
khawatir.
"DHIRA!"
"Aku harus lihat papah Bis, aku takut papah kenapa-napa.."
"enggak! Kamu gak boleh masuk kesana lagi. DHIRA!! Berhenti aku bilang!"
"isssh.. Dasar istri pembang.."
"PLAKK!!"
Karena tidak mau mendengarkan ucapannya, akhirnya dengan sangat
kasar Bisma menarik paksa tangan Dhira dan mendaratkan satu tamparan
kerasnya dipipi Dhira.
Air mata Dhira jatuh seketika. Kedua bola matanya menatap nanar melihat sikap suaminya ini.
"papah sakit Bis, tadi aku dengar mamah berteriak panik dan menangis
disana. Aku khawatir, aku mau lihat keadaan papah Bis.."lirih Dhira
memegangi pipinya.
"itu pasti hanya acting! Sekarang kamu ikut aku pulang sebelum aku
berbuat LEBIH kasar lagi!"tegas Bisma tetap keras kepala. Ia meraih Raza
dari gendongan Dhira kemudian menarik paksa tangan Dhira agar segera
berlalu meninggalkan rumah sakit dan tidak mempedulikan om Landry lagi.
"hiks, maafin Dhira pah, maafin Dhira.."Dhira memandang lirih
ruangan rawat om Landry dengan kaki yang terus melangkah meninggalkan
rumah sakit.
**
"BRUGGH!!"
Bisma melempar kasar tubuh Dhira keatas tempat tidur.
Peristiwa hari ini benar-benar membuatnya emosi dan kehilangan
kendali. Tamparan, bentakkan keras, dan perlakuan yang kasar Dhira
terima bertubi-tubi. Bisma benar-benar sudah gila, ia sampai tidak
memikirkan bagaimana perasaan Dhira akan keegoisannya ini.
"SEKALI lagi kamu ngebantah aku, aku gak akan segan-segan bawa Raza
pergi. Kali ini aku SERIUS. Aku GAK main-main sama ucapan aku!!"
Dhira tertunduk lirih disudut tempat tidurnya. Hatinya terasa amat
sakit, air matanya terus mengalir tanpa bisa ia tahan, sedangkan Raza
sendiri hanya duduk disampingnya memandang ia pilu.
"mbuun.. ik's.. mbun Zaza.."lirihnya merangkak pelan mendekati Dhira.
"sini sayang, gak boleh nangis yah? Sini sama bunda, hiks.."Dhira
meraih tubuh malaikat kecilnya, mendekap dan memeluknya erat. Mencium
puncak kepala Raza yang bersender didadanya.
"iyah mbuun.. Iyah Zazaa ik's.. Iyaah.."Raza menunjuk kearah Bisma
tanpa berani melihat wajah menakutkan ayahnya itu. Ia sangat takut karna
baru kali ini melihat Bisma bisa semarah dan semurka ini.
"hiks.. Iya ayah. Maafin ayah yah.. Raza jangan sampai benci sama
ayah.. Maafin ayah ya sayang.. Maafin ayah, hiks.."Dhira terisak lirih.
Wajahnya ikut ia tenggelamkan dipundak Raza tanpa berani menatap Bisma
lagi.
"kalau kamu terus menangis sama halnya kamu mengajarkan Raza menjadi
anak yang cengeng. Jadi BERHENTI untuk menangis dan mengajarkan hal
buruk pada Raza!!"bentak Bisma lagi.
Dhira menoleh kaget mendengar ucapan Bisma. Namun Bisma sendiri
malah berlalu pergi begitu saja tanpa mau berlama-lama melihat istri dan
anaknya menangis seperti ini.
"mbuu un.."Raza mencoba berdiri menarik baju Dhira, tangan mungilnya
menunjuk bagian dada Dhira. Sepertinya bayi tampan ini kehausan dan
mengharapkan Asi dari bundanya.
"bobo yah sayang? Nanti bunda kasih Asinya.."Dhira tersenyum kecil.
Ia memangku Raza dengan kepala Raza yang berpangku pada lengan kirinya.
Beberapa kancing bajunya pun ia buka agar lebih leluasa memberikan
Asinya untuk Raza.
"jangan nakal yah, jangan sering nangis juga. Ayah gak suka kalau Raza cengeng..
Maafin bunda sayang, bunda gak bisa berbuat apa-apa.
Semoga tidak terjadi hal buruk dengan eyang kamu. Kita doakan dari sini.
Maafin Dhira ya pah.. Dhira terlalu lemah kalau harus melawan ucapan
Bisma. Maafin Dhira.."lirihnya memandang pilu wajah tampan Raza yang
tengah ia beri Asi.
Posisinya saat ini benar-benar sulit. Keadaan sang mertua begitu ia
khawatirkan, namun sikap Bisma juga ia takutkan karna jika melawan Bisma
bisa bertindak sangat kasar padanya.
Dhira kemudian membaringkan tubuh mungil Raza yang sudah terlelap
dipangkuannya. Ia mengecup wajah Raza, menyelimuti malaikat kecilnya itu
seraya ikut berbaring disamping Raza.
"bobo yang nyenyak yah sayang, cepat sembuh dan jangan nangis..
Semoga besok pagi kita dapat kabar baik tentang eyang Landry.
Bunda sayang Raza, mmuach.."Dhira mengelus lembut puncak kepala
Raza. Satu kecupan hangatnya ia daratkan, kedua kelopak matanya pun
kemudian ia pejamkan karna hari sudah cukup malam.
Sementara itu..
Kamu tampak begitu gelisah dan khawatir. Setelah diantar Rangga
pulang dari rumah sakit tadi, Rangga langsung meninggalkanmu hingga
sampai larut malam seperti ini. Mungkin malam ini Rangga akan menginap
dirumah sakit karna kondisi om Landry saat ini cukup kritis.
"baru kali ini aku tidur tanpa kamu.
Kamu tuh tega tau Ga, aku takut, kalau nanti Arka nangis gimana? Gak
ada yang gantian gendong dia dong.."pikirmu cemas memandang sosok Arka
yang sudah terlelap disampingmu itu.
Dengan sangat pelan kamu mendekati Arka. Ikut berbaring disampingnya
tanpa membuat suara atau gerakan gaduh agar tidak membuat Arka terusik
dan bangun.
"usst.. Anaknya mamah, bobo yang lelap ya sayang..
Papahnya lagi gak ada disini, jadi Arka gak boleh bangun apalagi nangis,
bobonya sama mamah dulu, gak papa yah sayang gak ada papah juga.
Mamah akan temani Arka ko. Muaah, selamat bobo Rangga kecil.."bibirmu
tersenyum memandang buah hatimu yang sangat lucu itu. Satu kecupan kamu
daratkan dipipi cuaby Arka.
"pokoknya kalau malam ini Arka rewel dan nangis terus, besok pagi
kamu akan aku susul kerumah sakit. Aku akan marahin dan bentak kamu.
Awas kamu Ga!"batinmu mengancam dengan ekspresi lucu seperti anak kecil.
**
Esok paginya..
Cuaca pagi ini terlihat sedikit gelap, cahaya matahari yang biasanya
bersinar bebas menyinari bumi, kini seolah bersembunyi dibalik awan
hitam tebal diatas sana. Yaps keadaan memang cukup gelap dan mendung.
Mungkin tak lama lagi tetesan air akan turun dari langit membasahi bumi.
"Kreek.."
"Rangga?"
Dhira terkejut melihat sosok lelaki yang sangat dikenalinya ini sudah berdiri diluar pintu rumahnya.
"k..kamu kenapa? Ko tumben pagi-pagi udah datang kesini?"tanya Dhira
bingung. Rangga hanya mendonga pelan dengan ekspresi kesedihan yang tak
dapat ia sembunyikan.
"kita masuk dulu aja yah? Kita bicara didalam.."ajak Dhira mempersilahkan Rangga masuk.
Namun Rangga malah diam. Kedua bola matanya berkaca menatap wajah
Dhira. Bulir bening air mata pun jatuh membasahi pipi cuaby nya.
"Ga? Kamu sebenarnya kenapa sih Ga? Kenapa kamu nangis?"Dhira
memandang bingung melihat sikap lelaki yang sudah dianggapnya saudara
sendiri ini.
"om.. Om Landry Ra.."
"p..papah?
Papah kenapa Ga?
Papah baik-baik aja kan?
P..papah.."
"dia sudah meninggal..
Semalam kondisinya sangat kritis, dan.."
"JEDDERR!!"
Bagaikan disambar petir yang begitu dasyat jantung Dhira mendengar
kabar buruk ini. Air matanya seketika meleleh dan jatuh membasahi
wajahnya.
"enggak. Itu pasti gak mungkin.
Kamu cuma becanda kan Ga? Itu gak mungkin.. Papah gak mungkin Ga..
Enggak mungkin.. Hiks"tubuh Dhira terjatuh lemas mendapati kabar buruk
tersebut. Ia duduk diatas kursi disampingnya dibantu oleh Rangga.
"Semalam kondisi om Landry sempat kritis. Setelah kamu dan Bisma
pergi om Landry mendapat serangan jantung lagi. Kali ini lebih parah
karna Dokter tidak bisa menyelamatkannya. Aku juga gak nyangka kalau om
Landry bisa pergi secepat ini.
Aku sengaja datangi kamu kesini. Tante Nela disana sendirian Ra. Aku
mau kamu tenangin dia. Dari semalam tante Nela menangis terus. Om
Landry meninggal subuh tadi.
Sekarang kita kesana yah? Aku gak tega lihat tante Nela Ra, kasihan
dia.."ujar Rangga pelan menjelaskan apa yang terjadi semalam.
Dhira menoleh. Air matanya semakin berderai membanjiri wajah cantiknya.
"hiks, aku ambil Raza dulu yah Ga?
Dia masih tidur tadi, dan Bisma juga masih tidur. Mudah-mudahan aja
dia belum bangun, aku takut dia larang aku lagi untuk pergi kesana.
Tunggu sebentar ya Ga.."ucap Dhira beranjak menuju kamarnya. Rangga
hanya membalas dengan anggukan kecil tanda setuju.
"lo pasti akan nyesel Bis. Lo udah buat bokap lo sendiri jadi
seperti ini, dan semuanya karna lo. Lo egois Bisma, lo benar-benar
egois!"batin Ranggamengepalkan tangannya lirih.
**
"paah.. Papah bangun pah.. Papah bangun..
Jangan tinggalin mamah paah.. Mamah mohon papah banguun.. Hiks papaah.."
"maah.."
"Dhira?
Dhira tolong mamah Dhira. Tolong mamaah..
Bangunkan papah kamu Dhir, bangunkan papah kamu..
Mamah gak mau kalau sampai papah pergi. Ayo bangunkan papah kamu Dhira, mamah mohoon.."
"hiks, maah... Mamaah.."
"paah, bangun paah.. Banguun..."
Dhira berhambur memeluk tubuh tante Nela. Sungguh sangat mengharukan
melihatnya terus-menerus menangis didepan jasad kaku om Landry yang
masih terbaring diruangan rawatnya itu.
"yang sabar ya mah.. Mamah harus kuat..
Dhira minta maaf mah.. Dhira minta maaf.."lirih Dhira masih terus memeluk tante Nela.
"papaah.. Jangan tinggalkan mamah paah.. Jangan tinggalkan mamaah..
Hiks, mamah udah gak punya siapa-siapa lagi disini, jangan tinggalkan
mamah paah.. Mamah mohoon.."
Raza memandang pilu kedua sosok wanita yang tak henti menangis ini.
Ia berdiri bersender pada pintu ruangan kamar rawat iyangnya. Kedua bola
mata Raza tampak berkaca. Saat datang tadi Dhira memang langsung
menurunkannya dari gendongan Dhira. Membuat bayi tampan ini bingung akan
apa yang tengah terjadi diruangan tersebut.
"iyaang..
Iyang Zazaa ik's.. Iyaang.."lirihnya mengeluarkan suara kecil masih dengan posisinya yang tetap berdiri bersender pada pintu.
"paah.. Papah ayo bangun paah.. Dhira sudah ada disini.. Raza juga ada disini pah..
Ayo papah bangun mamah mohoon bangun paah.. Banguun.."tante Nela
mengguncang tubuh om Landry berharap suaminya ini akan terbangun meski
itu sangat mustahil bisa terjadi.
"maah.. Udah mah udah..
Kasihan papah..
Kalau mamah seperti ini papah nantinya akan berat..
Sabar ya maah.. Mamah harus sabar.."Dhira memeluk tante Nela
kembali. Berusaha menenangkannya agar ibu mertuanya ini bisa tenang dan
tabah juga ikhlas akan kepergian om Landry.
"maah.. Papah kenapa maah..?
Mamah kenapaa?.."
Tiba-tiba terdengar suara Bisma yang membuat Dhira, tante Nela juga
Rangga yang berada didalam ruangan menoleh kaget mendengarnya.
"maaah.. Apa terjadi sama papah?
Papah kenapa maah?"tanyanya lagi seraya berjalan perlahan mendekati jasad kaku om Landry.
"maah.. Papaaa.."
"PLAKK!!"
Tamparan yang begitu keras tiba-tiba langsung tante Nela layangkan diwajah putra angkatnya ini.
"puas kamu sekarang? Kamu sudah PUAS Bisma?"sentaknya seraya mengeluarkan bulir bening air mata.
"maah.. Mamah maafin Bisma.
Maafin Bisma maah, maafin Bisma.."lirih Bisma berlutut memegangi kedua kaki tante Nela.
Namun dengan sangat kasarnya tante Nela menepis lengan Bisma dengan kakinya.
"JANGAN pernah kamu sentuh saya dengan tangan kotormu itu!"tegasnya.
Rangga dan Dhira hanya terpelongo kaget menyaksikan apa yang tengah
terjadi dihadapannya.
"hiks.. Mamaah..
Mah Bisma minta maaf..
Bisma tahu Bisma salah.. Bisma mohon maafin Bisma mah..
Bisma sama sekali gak bermaksud untuk membenci mamah..
Bisma hanya emosi maah.. Maafin Bisma.."Bisma kembali menyentuh
kedua kaki tante Nela. Posisinya memang bersimpuh diatas lantai. Berbeda
dengan tante Nela Dhira dan Rangga yang tengah berdiri.
"suruh lelaki ini pergi Ga.
Tante tidak pernah mengenalnya. Tolong bawa dia keluar. Jangan
biarkan dia berlama-lama disini. Tante takut kalau nanti hanya akan
membuat om kamu bertambah sedih dan tidak tenang dialam sana."ujar tante
Nela melirik Rangga agar mengusir Bisma dari hadapannya.
"ta..tapi mah?
Mah jangan suruh Bisma pergi.. Bisma ingin tetap disini mah.. Bisma
ingin sama mamah juga papah.. Bisma mohon maah.. Bisma nyesel.. Maafin
Bisma maah, maafin Bisma.."
"udahlah Bis, lebih baik sekarang lo ikuti kemauan nyokap lo.
Sekarang lo keluar, mungkin itu akan lebih membuat nyokap lo tenang.
Ayo?"
"maah..?"
Tante Nela membuang mukanya tanpa berani melihat anak angkat yang
sudah membuat luka dihatinya itu. Bisma kemudian keluar meski sangat
berat harus meninggalkan tante Nela juga jasad om Landry yang sama
sekali belum disentuhnya. Mungkin kali ini ia benar-benar menyesal.
Menyesali semuanya yang tidak akan berguna karna sudah terlambat.
"BRUUk...!!"
Tiba-tiba tubuh tante Nela jatuh kelantai. Yapz dia pingsan.
"mamah?"Bisma langsung berbalik badan dan berlari cepat menghampiri tante Nela.
"maah.. Mamah kenapa?
Bangun maah.. Jangan buat Bisma takut.. Ayo bangun maah, bangun.."
"tante Nela hanya pingsan Bis, lebih baik kita baringkan dia diatas
kursi sana, ayo?"usul Rangga. Bisma mengangguk setuju dan segera
mengangkat tubuh tante Nela dibantu Rangga.
Bersambung..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Nggak Komentar, Nggak Kece :p