Sebuah gundukan tanah merah yang masih basah terlihat begitu penuh dengan taburan bunga beraneka warna.
Isak tangis, serta pilunya terdengar begitu menyayat hati.
Sosok wanita paruh baya dengan pakaian serba hitamnya terus menangis
memeluk gundukan tanah merah yang menjadi tempat peristirahatan
terakhir suaminya itu.
Patok kayu bertuliskan LANDRY TANUBRATA nama sang suami semakin membuat tangisnya terisak.
Begitu berat dan sangat sulit untuk menerima kenyataan pahit ini.
"papah.. Hiks, paaah.. Bangun paah.. Banguun..
Papah jangan tinggalin mamah..
Bangun paah banguun..."wanita paruh baya yang ternyata tante Nela itu memeluk patok kuburan dihadapannya lirih.
"maah, udah mah.. Mamah jangan kayak gini..
Mamah harus bisa ikhlasin papah.. Mamah harus ikhlas mah.. Biar
papah bisa tenang disana, mamah harus ikhlas.."Dhira mendekat mengelus
pundak tante Nela menenangkan ibu mertuanya.
"tapi mamah tidak punya siapa-siapa lagi Dhira. Mamah sudah tidak
punya siapa-siapa lagi.. Hiks"tante Nela terisak dipelukan Dhira.
Baginya ini seperti mimpi buruk. Hatinya benar-benar belum bisa
mengikhlaskan kepergian sang suami.
Dhira terus menenangkan tante Nela. Para kerabat dekat dan kolaga
yang ikut datang dipemakaman om Landry sudah mulai meninggalkan tanah
pemakaman umum itu. Sedangkan Raza sendiri tengah digendong oleh Rangga.
Bayi tampan itu terlihat sangat terpuruk sekali. Ia hanya bisa diam dan
diam. Memandang pilu gundukan tanah merah yang menjadi tempat
peristirahatan terakhir eyang yang sangat disayanginya.
"Seribu kali kamu meminta maaf, saya tetap TIDAK AKAN memaafkan
kamu. Terkecuali jika dengan kata maaf itu suami saya bisa hidup
kembali.
Kecuali dengan kata maaf itu kamu bisa mengembalikan suami saya.
Saya benar-benar tidak akan pernah memaafkan kamu, sampai kapan pun! TIDAK AKAN pernah!!"
Kalimat-kalimat yang tante Nela ucapkan seolah terus terngiang ditelinga Bisma.
Lelaki yang menjadi putra semata wayang yang diangkatnya sejak kecil
itu hanya memandang dari kejauhan sosok Dhira, tante Nela, Rangga juga
jagoan kecilnya.
Tante Nela memang melarang Bisma untuk mengikuti proses pemakaman om
Landry. Ia bahkan sangat enggan untuk bertemu dengan Bisma lagi karna
rasa kecewa yang teramat sangat dalam.
Bisma diam. Ia tetap diam memandang dari kejauhan. Kacamata hitam
yang menutupi mata beningnya yang sudah dibanjiri bulir bening air mata.
Hatinya sangat teriris karna sebuah penyesalan yang sungguh sangat ia sesali.
"paah.. Maafin Bisma.
Bisma benar-benar menyesal paah.. Maafin Bismaa.."lirihnya dengan mata terpejam.
Sejenak dirinya menoleh kaget saat rombongan Dhira juga sang mamah tak sengaja melewatinya karna hendak pulang.
"INI SEMUA GARA-GARA KAMU!!
Kamu PEMBUNUH!!
kamu sudah membunuh suami saya!
KAMU PEMBUNUH!!"tante Nela menatap wajah Bisma penuh dendam dan
emosi. Matanya seolah memerah menahan amarah saat tak sengaja melihat
kehadiran Bisma disana.
"maafin Bisma maah..
Bisma bukan pembunuh..
Bisma minta maaf.. Maafin Bisma maah.."Bisma berujar lirih.
"TIDAK!! kamu bukan anak saya!
Kamu PEMBUNUH!!
KAMU PEMBUNUH!!
"enggak.. Enggak mah.. Bisma bukan pembunuh.."
"PEMBUNUH!!"
"PEMBUNUH!!"
"KAMU PEMBUNUH!!
"PEMBUNUH!!
"PEMBUNUUH!!"
"TIDAAAAAAAAKKK!!!"tiba-tiba Bisma berteriak kencang tak menerima
tudingan sang mamah yang terus menuduhnya sebagai seorang pembunuh.
Dhira bahkan Rangga juga sikecil Raza memandangnya tajam penuh dendam.
Bisma menutup kedua telinganya. Terus berteriak kalau dirinya tidak bersalah dan bukan seorang pembunuh.
"Bisma bukan pembunuh maah.. Bisma BUKAN PEMBUNUUUHHH!!!"
"AAAAAARRRRRGHHHH!!!"
Tiba-tiba Bisma terbangun dari tidurnya. Nafasnya begitu
tersenggal-senggal. Ia menatap bingung sekeliling ruangan yang menjadi
kamarnya. Jam dinding dilihatnya. Tepat pukul 13:00wib atau jam satu
siang. Ia tadi memang tengah mencoba merebahkan tubuhnya sejenak. Namun
entah kenapa ia tiba-tiba tertidur bahkan sampai bermimpi seburuk itu.
"hosh-hos ternyata itu cuma mimpi..
Ya Tuhan.. Kenapa aku bisa mimpi seburuk itu?..
Kenapa mamah bahkan Dhira menatapku begitu tajam disana. Mereka seperti yang ingin memangsaku hidup-hidup..
Padahal aku bukan pembunuh..
Bisma bukan pembunuh maah... Bisma bukan pembunuh.."Bisma berujar
lirih. Ia terlihat sangat stres dan frustasi akibat mimpi buruknya itu.
Bayangan yang lebih mengerikan semakin membuatnya takut. Terlebih sampai saat ini jasad om Landry belum juga tiba dirumahnya.
Proses pemakaman, bahkan bayangan-bayangan didalam mimpinya tadi seolah terus berkecamuk difikirannya.
"papaah..."tiba-tiba Bisma memandang bingkai photo om Landry yang
terdapat didalam kamarnya. Bingkai photo lelaki kekar yang tengah
menggendong Raza jagoan kecilnya itu ia raih. Ia mengusapnya pilu, air
matanya sampai tak tertahankan. Bisma menangis.
"paah.. Maafin Bisma.
Bisma minta maaf paah..
Maafin Bisma.."lirihnya memeluk bingkai photo tersebut. Bisma sama
sekali tidak tahu kalau saat ini sang papah masih hidup. Ia memang tidak
diberitahu oleh tante Nela, Dhira ataupun Rangga. Yang Bisma tahu kalau
papahnya itu telah meninggal dan sudah tak bernyawa lagi.
**
Tante Nela, Dhira, Raza dan Rangga.
Mereka semua bahkan (nama kamu) juga Arka kini sudah ada didalam ruangan rawat om Landry.
Semuanya memandang haru bercampur bahagia. Terlebih saat Dokter
menyatakan kalau kondisi om Landry sudah mulai membaik dan melewati masa
kritisnya. Bahkan kini om Landry sudah mulai bisa menggerakkan jarinya,
kedua kelopak matanya ia buka. Om Landry telah siuman.
"maah..."ia berujar pelan. Air mata tante Nela menetes haru melihatnya. Ia mendekat, meraih tangan om Landry dan menggenggamnya.
"R..razaa?"om Landry kini memandang bayi tampan yang digendong Dhira.
"iyaang.."Raza berujar lirih. Dhira, Rangga bahkan (nama kamu)
sampai haru melihat pemandangan yang membuat hati bahagia namun bisa
meneteskan air mata.
"mamah kenapa?
Mamah menangis maah?.."om Landry meraih pipi tante Nela. Ia mengusap
bulir bening yang terus tante Nela biarkan mengalir bebas dipipinya.
Tante Nela menggeleng lirih. Ia kemudian berhambur memeluk tubuh
suaminya itu. Rasa tidak percaya dan kenyataan yang sangat sulit
diterima oleh akal sehat kini terjadi didepan matanya.
Semua air matanya tumpah bercampur rasa bahagia yang tak dapat lagi diungkapkannya dengan kata-kata.
"hiks.. Jangan pernah tinggalin mamah lagi paah.. Jangan
pernah..."tante Nela berujar lirih. Om Landry memejamkan matanya.
Mengusap lembut rambut tante Nela. Apa mungkin kondisinya beberapa saat
lalu yang membuat tante Nela seperti ini? Yapz itulah yang ada difikiran
om Landry saat ini.
"jangan pernah tinggalin mamah lagi ya paah..
Papah jangan lakuin hal itu lagi.. Jangan pernah paah.."tante Nela kembali berucap.
"mamah jangan menangis.
Papah akan tetap disini ko mah.
Papah akan tetap mendampingi mamah.
Papah tidak akan kemana-mana. Papah akan tetap bersama mamah.."om
Landry berujar pelan. Sekilas wajah tante Nela menyunggingkan sebuah
senyum kecil. Ia bahagia, bahkan sangat-sangat bahagia.
Keduanya kembali saling berpelukan. Dhira, Rangga, juga (nama kamu)
ikut tersenyum bahagia. Seisi ruangan rawat tersebut telah dipenuhi
senyum kebahagiaan.
Tak ada kata lagi yang dapat mereka ucap. Semuanya bahagia, sangat-sangat bahagia.
"Iyaang.."tiba-tiba Raza menunjuk kearah iyangnya. Tante Nela dan om
Landry menoleh secara bersamaan. Melepaskan pelukannya dan tersenyum
menatap malaikat kecil yang telah menjadi perantara atas kekuasaan Tuhan
itu.
"cucuku.. Raza.. Sini sayang.. Eyang kangen sama Raza..
Sini nak.. Eyang pingin gendong Raza.."om Landry mengulurkan tangannya.
Raza menangis. Ia menangis bahagia. Kedua tangan mungilnya ia
ulurkan seolah tak sabar ingin segera berada dipelukan hangat sang
eyang.
"iyang Zazaa.. Iyang Zaza..."suara mungilnya terdengar lirih.
Wajahnya ia tenggelamkan didada bidang om Landry. Kedua tangannya
mendekap erat tubuh iyang yang sangat disayanginya itu.
"cucu eyang.. Razaa.. Cucu eyang.."om Landry ikut mendekap lirih
tubuh mungil Raza. Keduanya kini sama-sama saling melepas rasa rindu dan
memeluk erat karna telah lama tidak bisa saling mendekap seperti ini.
Terlebih semenjak sikap Bisma yang berubah drastis menjadi arogan dan
egois.
"andai Bisma ada disini..
Andai Bisma bisa melihat papah yang masih hidup.
Dhira yakin Bisma pasti sangat bahagia sama seperti Dhira.
Dhira juga yakin kalau Bisma pasti akan mau meminta maaf.. Dia tidak
akan egois lagi dan semuanya akan kembali seperti dulu..."Dhira
membatin pilu melihat pemandangan mengharukan didepan matanya.
Tapi mungkin yang diharapkannya itu tidak akan segera terwujud karna
kini justru tante Nela lah yang bersikap egois. Ia sengaja melarang
Dhira ataupun Rangga agar tidak memberitahu kabar bahagia ini pada anak
yang sudah dicapnya sebagai anak durhaka itu.
Keesokan harinya...
Kondisi om Landry kini semakin membaik. Ia dan Dhira bahkan tante Nela sudah sepakat untuk mengerjai Bisma.
Setelah mendengar ucapan om Landry ternyata tante Nela mau membuka hatinya lagi untuk memaafkan putra angkatnya itu.
Om Landry bilang kalau bagaimana pun buruknya Bisma, ia tetap
anaknya bersama tante Nela. Anak yang telah dirawat sejak bayi meski
bukan darah dagingnya.
Om Landry bahkan sedikitpun tidak marah atau benci terhadap Bisma.
Ia berfikir kalau Bisma seperti itu karna kesalahannya juga. Jadi jangan
sepenuhnya ia atau tante Nela menyalahkan Bisma atas keegoisannya. Itu
semua tak lepas dari sebuah kebohongan besar yang om Landry sembunyikan
hingga Bisma kecewa karna terlambat mengetahui semua itu.
"yasudah mamah mau maafin, tapi dengan satu syarat.."tante Nela tersenyum jahil.
"apa itu mah?"tanya Dhira bingung. Raza dan om Landry malah asik
bermain-main tanpa menghiraukan rencana yang tengah dirancang oleh tante
Nela dan Dhira.
"ahaha Raza curang.. Masa dari tadi jadi kertas terus. Kan
pilihannya ada tiga sayang. Kenapa terus-terusan yang dikeluarin kertas
hem?"om Landry tertawa geli melihat tingkah lucu sang cucu. Ia mencium
gemas hidung mungil Raza. Bayi tampan itu hanya tertawa terbahak saat
bermain kertas gunting batu bersama sang eyang. Terlebih kelima jari
kanannya terus-terusan ia buka lebar sebagai arti sebuah kertas. Rupanya
Raza sangat menyukai permainan ini.
"ihihi iyang Zaza hii.."Raza menunjukkan jari-jari kecilnya.
Wajahnya tampak sekali begitu bahagia bisa bermain dengan eyangnya lagi.
"jadi maksud mamah kita kerjain Bisma?
Papah disuruh pura-pura kritis gitu mah?
Trus nanti kalau ketahuan gimana?"tiba-tiba Dhira memandang ragu bercampur bingung akan ide jahil ibu mertuanya itu.
"udah kamu ikutin aja ide mamah.
Mamah sekalian ingin mnghukum anak nakal itu.
Pokoknya mamah mau Bisma benar-benar menyesali semuanya.
Mamah mau dia minta maaf. Bahkan mamah sangat mau dia menjadi Bisma
yang dulu. Bisma yang penyayang, penurut, dan menyayangi istri serta
kedua orang tuanya, juga malaikat kecilnya ini.
Papah setuju kan pah?"jelas tante Nela seraya melirik kearah om Landry.
"kalau hanya beracting saja sih papah setuju.
Tapi mamah sama Dhira jangan ketawa kalau nanti acting papah jelek.
Nanti bisa-bisa papah ikutan ketawa lagi. Kan tidak lucu kalau Bisma
lagi nangis trus tiba-tiba papah ketawa. Nanti bisa ketahuan mah.."ujar
om Landry membuat tante Nela juga Dhira terkekeh mendengarnya.
"tenang aja pah.. Pokoknya Dhira sama mamah pasti gak akan ketawa.
Yaa asal Raza bisa diajak kompromi aja, jangan sampai dia lagi yang
duluan ketawa.."
"ahaha.. Iya awas aja, jangan sampai ya sayang?"..
"iyang.. Mbumm.."Raza malah menunjuk hidung om Landry dengan bibir
mungil yang ia majukan. Membuat ruangan ini menjadi penuh dengan tawa
bahagia semuanya.
Sedangkan Bisma sendiri masih belum terlihat disana. Ia rupanya
tengah diperjalanan menuju rumah sakit. Tante Nela yang menyuruh Dhira
agar menyuruh Bisma datang kesana. Namun Dhira tidak memberitahukan
kalau kondisi om Landry membaik dan sangat baik. Ia hanya memberitahu
kalau om Landry masih hidup namun kondisinya masih kritis. Dan itu semua
atas suruhan tante Nela. Hmm benar-benar jahil sekali wanita paruh baya
ini.
Entah bagaimana ekspresi Bisma nantinya.
Yang pasti jika kalian semua penasaran. Harus bersabar menunggu part selanjutnya...
Bersambung..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Nggak Komentar, Nggak Kece :p