Sabtu, 12 Oktober 2013

Terpaksa BUKAN Cinta II "Maafkan Aku" #Part 23

Sosok lelaki bertubuh kekar ini kini hanya bisa berbaring lemah diatas tempat tidurnya. Memang sudah dua hari ini kondisinya kurang membaik, tepatnya semenjak pulang dari rumah kontrakan Bisma kondisinya menjadi drop seperti ini.



"Pah, makan dulu yah? Mamah bawain makanan buat papah.."tiba-tiba seorang wanita paruh baya datang dan masuk menghampirinya. Lelaki bertubuh tegap tinggi yang ternyata om Landry ini hanya menoleh sekilas melihat kedatangan sang istri.

Tante Nela tersenyum. Ia berjalan mendekat dengan membawa nampan berisikan sepiring makanan dan segelas minuman untuk om Landry.

"makan dulu yah? Papah dari dua hari lalu susah sekali untuk makan, jangan sampai nanti kondisi papah semakin drop pah.."ujarnya lembut.

"papah tidak lapar mah.."om Landry menepis pelan sesendok makanan yang hendak tante Nela sodorkan padanya.

"sampai kapan sih papah akan seperti ini terus?
Papah tidak kasihan sama badan papah?
Kalau papah yang sakit mamah juga yang repot pah, papah jangan egois, papah harusnya bisa menyayangi badan papah, jangan siksa diri papah sendiri seperti ini pah.."tante Nela terlihat begitu emosi dan berkaca. Satu sisi ia sangat kesal, tapi disisi lain ia juga khawatir dan cemas akan kesehatan om Landry.

Air mata om Landry menetes perlahan mendengar bentakan yang keluar dari mulut tante Nela. Sebenarnya ia juga tidak bermaksud membuat istrinya cemas dan khawatir, tapi apa daya, kini hati dan fikirannya memang hanya tertuju pada Raza dan Raza, cucu kesayangannya.


"papah kangen Raza maah.."om Landry memandang lirih wajah cantik istrinya itu.

"papah ingin bertemu dia..
Papah janji kalau papah sudah bertemu Raza papah akan mau makan..
Papah sangat rindu Raza mah, sangat rindu dia.."lanjutnya kini berderai air mata.

Tante Nela hanya diam. Ia bingung harus berbicara apa, kepalanya menggeleng lemah dengan bulir bening air mata yang ikut menetes mengalir dari pelupuk matanya.

"dua hari lalu papah kerumah Bisma. Papah bawain mainan banyak untuk Raza. Papah dapat alamat rumah Bisma dari Rangga.
Papah sangat senang mah karna papah bisa bertemu Raza, makanya papah beliin dia mainan yang sangat banyak.
Tapi ternyata papah salah, bukan Raza yang papah temui, papah justru melihat Bisma merusak semua mainan yang akan papah berikan untuk Raza. Dia merusaknya mah, bahkan Bisma menendang layaknya seperti sampah yang patut dibuang.
Dia tidak menghargai papah, padahal papah yakin Bisma tahu itu pemberian papah, Bisma juga pasti lihat kalau mobil papah masih terparkir didekat halaman rumahnya.
Dia tega mah, Bisma kejam sama papah hiks.."dada om Landry terasa semakin sesak mengingat kejadian dua hari lalu. Rasanya itu bagaikan mimpi buruk yang sangat sulit untuk dilupakan dan dihilangkan dari memori ingatannya.

"separah itukah pah?
Seburuk itu kan perlakuan Bisma terhadap papah?.."tante Nela memejamkan matanya lirih.

"salah papah apa sih mah?
Kenapa Bisma bisa sampai sebegitu bencinya terhadap papah?
Papah menyayanginya tulus mah dari dia kecil, tapi ini balasan yang papah dapatkan dari dia.
Sakit mah, sangat sakit.."ujar om Landry terisak. Tante Nela mendekat dan mendekat tubuh kekar suaminya ini. Rasanya ia tidak mampu berkata lagi, dadanya sendiri sangat terasa sesak, jantungnya bagaikan ditusuk secara langsung dengan benda tajam. Benar-benar sakit, bahkan sangat sakit.

"papah sangat menyayangi Raza mah, walaupun dia bukan cucu kandung papah, tapi papah tulus menyayangi dia.
Tolong bawa Raza kesini mah, papah sangat rindu Raza, papah ingin menggendongnya, tolong bawa Raza kesini mah, papah mohoon.."lanjutnya menatap lirih wajah tante Nela. Ia sampai menyatukan kedua tangannya memohon agar keinginannya bisa tante Nela penuhi.

"mamah sudah berusaha bujuk Dhira untuk datang dan bawa Raza kesini, tapi sulit pah.. Dhira bilang dia tidak bisa, dia takut kalau Bisma memarahinya lagi, Bisma bahkan sampai mengancam kalau ia akan membawa Raza dan memisahkannya dengan Dhira kalau sampai Dhira membangkang.
Jadi mamah tetap tidak bisa, maafin mamah.."tante Nela meraih pergelangan tangan om Landry dan menggenggamnya erat.

"sebenci itukah Bisma terhadap papah mah?
Papah tidak mengerti kenapa dia menjadi seperti ini.
Bisma yang sekarang berbeda dengan Bisma yang papah rawat sejak kecil, dia lebih keras kepala dan egois dari yang papah terka.
Padahal papah sangat ingin bertemu Raza, papah merindukan cucu papah mah.."om Landry kini hanya bisa merasakan sakit dihati akibat sikap egois Bisma yang sama sekali tidak mau mempedulikannya lagi ini.

Tante Nela merangkul pundak om Landry. Ia memeluknya erat dan menenangkan lelaki kekar ini. Hatinya bagai tersayat-sayat benda tajam melihat keadaan sang suami yang sangat terpuruk akibat ulah putra angkatnya sendiri.

"kamu tidak tahu terimakasih Bisma.
Kamu sama sekali tidak menghargai kami, semua kasih sayang mamah dan papah pun kamu balas dengan rasa sakit seperti ini.
Mamah kecewa Bis, kamu sudah membuat papah menjadi seperti ini.
Kamu benar-benar membuat mamah kecewa"lirih tante Nela memejamkan mata membiarkan air matanya mengalir bebas membasahi pipi putihnya.





**
Sedari tadi balita mungil yang lucu ini terlihat begitu asik bermain dengan mainan mobil-mobilan merahnya. Ia sampai merangkak mengelilingi ruangan tengah rumah kontrakannya yang tidak terlalu luas ini, mulutnya tak henti mengoceh ria, cairan bening dari mulutnya sampai keluar karna terus-terusan mengoceh, kerah bajunya saja ikut basah terkena tetesan air tersebut.


"mbuum.. Mbuum-mbuuum.. Zaza mbuumm.."ujarnya terus melajukan mobil-mobilan tersebut dan menggosokkannya kelantai, sungguh sangat asik sekali bayi mungil yang akan menginjak usia 1tahun ini.


"Ya ampun.. Pantesan dari tadi ayah panggil gak nyahut-nyahut, rupanya jagoan ayah ini lagi asyik disini?"tiba-tiba Raza menoleh kaget mendengar suara Bisma yang berdiri tak jauh darinya.

"mbim iyah, mbimm Zaza"Raza menyodorkan mobil-mobilan yang dipegangnya kearah Bisma membuat lelaki tampan ini tersenyum kecil.

"mbim terus yang disebutin, bunda nya mana?
Itu mulut kamu sampai basah kayak gitu, Raza ngeces yah? Issh, masa anaknya ayah ngeces sih nak? Sini-sini, biar ayah bersihin dulu, kamu itu kalau udah main pasti mulut jadi basah semua kayak gini, ngoceh terus sih.."Bisma berjalan mendekat dan berjongkok dihadapan Raza. Ia meraih tubuh mungil jagoan kecilnya ini, memangkunya dan mengeringkan mulut Raza yang banjir dipenuhi tetesan air liurnya sendiri.

"mbim Zaza yah, uhh mbim Zaza.."lagi-lagi Raza malah menunjukkan mobil-mobilannya pada Bisma.

"iya mbim Zaza, tapi ini mulut jangan sampai ngeluarin air kayak gini dong? Udah besar juga, emang bunda kamu ngidam apa sih? Perasaan selalu ayah turutin deh, tapi kenapa kamunya bisa ngeces kayak gini coba?"fikir Bisma bingung. Ia membuka baju kaos berwarna biru yang Raza pakai karna memang cukup terasa banyak basahan.

"ayah ambil baju Raza dulu yah? Jangan ngeces lagi dong, mainnya jangan ngoceh terus, bisa banjir nanti rumah kita kalau Raza ngoceh terus..
Ayah kedalam dulu, Raza tunggu disini sebentar yah? Mmuach"Bisma mengecup kening Raza sekilas kemudian beranjak memasuki kamarnya untuk mengambil baju ganti Raza.

"Zaza iyah, mbimm.."Raza mengangguk cepat diiringi senyum dengan lengan yang ia gosokkan pada bagian mulut, kemudian barulah kembali asik bermain lagi.




**
"kamu ngapain sih dari tadi didalam terus?
Raza sendirian diluar, bajunya sampai basah kena ecesannya dia, tadi udah aku buka karna takut masuk angin, kamu ambilin baju yang kering dan pakein lagi sama Raza, aku mau mandi Ra, gerah.."Bisma segera berjalan cepat keluar dari kamarnya setelah melihat sosok Dhira yang memang sedari tadi hanya duduk berdiam diri diatas tempat tidurnya.


"Bis.."panggil Dhira tiba-tiba.

"apa?"Bisma menghentikan langkahnya. Ia menoleh memandang bingung wajah perempuan cantik ini.


"mamah bilang papah dirawat, tadi pagi katanya papah jatuh dari tempat tidur. Kita kesana yah? Kita bawa Raza juga, Aku khawatir sama papah Bis, apalagi mamah bilang papah manggil-manggil nama Raza terus..
Aku takut Bis, kita kesana sebentar yah? Please.."pinta Dhira sedikit memohon dengan kedua bola mata yang berkaca.

Bisma sendiri malah diam. Ia tampak seperti yang sedang berfikir. Bola matanya berputar menatap kearah Dhira.

"Bis.. Boleh kan?"Dhira memegang pundak Bisma. Wajahnya nampak ragu karna takut Bisma tidak mengizinkannya.

"mana handphone kamu?"tanya Bisma tiba-tiba.

"m..buat apa? K..kamu pasti mau telpon mamah yah?
A..ada ko Bis, tunggu sebentar.."ujar Dhira buru-buru beranjak mencari telpon genggamnya didalam lemari baju.

Lagi-lagi Bisma hanya diam. Ia berdiri mmatung memandang Dhira, tatapannya sungguh penuh misteri, entah apa yang tengah difikirkannya, yang pasti sangat tidak mudah untuk ditebak.

"i..ini Bis handphone nya.."tidak perlu menunggu lama Dhira kembali menghampiri Bisma. Ia menyodorkan Bb hitam miliknya pada Bisma.

Bisma meraih BB tersebut. Ia memandangnya dengan senyuman kecil yang tersungging dari bibir tipisnya.

"k..kamu mau langsung telpon papah kan Bis?"Dhira bertanya sekali lagi, tatapannya penuh dengan harapan meski sangat takut juga ia bertanya demikian.

"jadi kamu fikir aku bakalan telpon lelaki tua itu?"Bisma tersenyum kecut membuat bola mata Dhira terbelalak kaget mendengarnya.


"BRAAAKKSSSS!!!"

Tiba-tiba Bisma membanting BB Dhira yang tengah dipegangnya membuat kedua bola mata Dhira semakon melotot kaget melihatnya.

"SEKALI LAGI kamu berbicara tentang lelaki tua pembohong besar itu. Aku gak akan segan-segan urus hak asuh Raza dan PERCERAIAN kita!!!"tegas Bisma dipenuhi emosi seraya menginjak BB yang sudah hancur diatas lantai itu dan berlalu meninggalkan Dhira.

"hiks, enggak. Enggak Bis.. Aku gak mau cerai dari kamu, aku juga gak mau kehilangan Raza.."Dhira terisak lirih. Ucapan Bisma memang tidak pernah main-main, ia harus panda menjaga sikap dan ucapan juga apa yang Bisma inginkan agar tidak menemui om Landry serta tante Nela lagi.

"kalau kamu masih MAU jadi istri aku, JANGAN PERNAH kamu bawa Raza dan temui mereka. Atau aku akan benar-benar mencarikan bunda baru untuk Raza, ANAK AKU!!"tegasnya kembali mengancam membuat Dhira hanya bisa menunduk takut tanpa berani menatapnya.








Bersambung..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Nggak Komentar, Nggak Kece :p