Sore menjelang...
Mobil Ferrari berwarna biru ini tiba-tiba saja berhenti tepat didepan halaman rumah kontrakan Dhira.
Sosok lelaki tampan yang tak lain adalah Rangga pun keluar membuka
pintu mobil tersebut. Sejenak ia menatap bagian depan rumah Dhira. Kedua
bola matanya sedikit berkaca, pintu mobilnya pun segera ia tutup dan
bergegas melangkah mendekati rumah kontrakan dihadapannya.
"gue gak peduli loe akan marah seperti apa, tapi ini demi kebaikan
bokap loe. Gue gak mau kalau sakit bokap loe bertambah parah hanya karna
keegoisan loe. Gue gak akan pernah biarin itu semua terjadi
Bis!"batinnya yakin seraya mengepalkan kedua tangannya.
**
"uhhh jagoannya ayah ternyata bisa sakit juga yah?
Panas ya sayang?
Maafin ayah yaah..
Ayah gak bisa bawa Raza kerumah sakit, jadi cukup dirawat dirumah aja ya sayang? Muach.. Ayah sayang Raza"
"mbunn.. mbuunnn..!!"
"yaudah sama bunda dulu, ayah mau ambil air hangat sama handuk kecil
buat ngompres kening Raza. Jangan rewel yah? Kasihan bundanya sayang.."
"panasnya udah cukup reda Ra. Aku keluar sebentar yah?
Aku ada kerjaan sore ini, cuma sebentar ko, gak nyampe satu jam.
Cuma disuruh ngantar barang aja. Aku pergi yah sayang? Jaga Raza, kalau
ada apa-apa jangan panik. Aku pasti pulang cepet. Muach, aku pergi.."
Dhira hanya diam memandang pilu wajah putra kecilnya. Ia tak habis
fikir kalau jagoan kecilnya itu kini bisa sakit. Namun yang lebih tak
disangka ternyata Bisma begitu perhatian dan sikapnya kembali lembut
padanya juga Raza. Entah kenapa rasanya begitu bahagia namun menyesakkan
saat kecupan dari Bisma kembali mendarat dikeningnya.
"aku pergi yah sayang, muach.. Jaga Raza baik-baik.."
Ucapan Bisma tadi seolah terus terbayang tanpa bisa hilang dari pandangan Dhira.
"aku rindu kecupan-kecupan lembut juga candaan-candaan kecil kamu Bis.."lirihnya menyentuh kening yang tadi sempat Bisma kecup.
Dhira menoleh memandang Raza. Tubuh bayi mungilnya kini hanya bisa
terbaring lemah diatas tempat tidur dengan handuk kecil yang menempel
dikeningnya.
"dulu kalau kamu sakit, ayah kamu pasti panik. Dia langsung bawa
kamu kerumah sakit. Apalagi eyang kamu. Padahal badan kamu hanya sedikit
hangat karna habis imunisasi. Tapi kepanikannya luar biasa.
Bahkan hanya karna bentolan merah akibat gigitan semut aja eyang kamu langsung telpon om Adi Dokter keluarga kita.
Tapi sekarang? Bunda mau pakai uang bunda untuk bawa kamu kerumah sakit aja dilarang sama ayah.
Bunda bingung..
Semoga Raza hanya sakit panas biasa aja yah sayang?
Jangan sakit yang aneh-aneh, bunda takut..."Dhira menyentuh puncak
kepala Raza. Mengelusnya lembut dengan hati yang lirih melihat wajah
jagoan kecilnya yang terlihat lemah.
"papah lagi sakit, dan sekarang Raza ikut-ikutan sakit. Kenapa bukan
bunda aja yang sakit sayang, kenapa harus Raza? Bunda gak tega lihat
kamu lemes kayak gini. Biasanya lincah, tapi sekarang hanya bisa diam
tanpa daya..
Maafin bunda ya sayang? Maafin bunda.."lirih Dhira memeluk tubuh kecil Raza.
Raza sendiri hanya diam dan sesekali mengedipkan kelopak matanya.
Suhu tubuhnya memang cukup panas, namun setelah Dhira mengompresnya dan
memberinya obat penurun panas perlahan suhu tubuh Raza mulai menurun dan
sedikit membaik.
Raza membalikkan tubuhnya. Ia memeluk guling disampingnya.
Menyembunyikan wajah tampannya dibalik guling tersebut. Entah apa
maksudnya, mungkin ia tidak tega melihat sangt bunda menangisinya
seperti itu, ia terus menyembunyikan wajahnya tanpa mau menatap Dhira
lagi.
"ko bundanya dibelakangin sayang?
Raza marah ya sama bunda, hem?"Dhira mendekap tubuh Raza dari
belakang. Mengecup belakang kepalanya dengan kecupan lembut dan suara
halusnya.
Namun Raza hanya diam. Ia tetap tidak mau menoleh. Kedua kelopak
matanya ia pejamkan membuat Dhira tersenyum saat menyadari kalau jagoan
kecilnya itu ternyata sudah terlelap.
"hem.. Yaudah bobo yah sayang? Istirahat yang cukup, semoga Raza
cepat sembuh. mmuaach Bunda sayang Raza."Dhira mengecup pipi Raza
lembut. Bayi tampannya itu tersenyum kecil namun tetap enggan membuka
kedua kelopak matanya.
Dhira beranjak dari tempat tidurnya. Keningnya tiba-tiba mengerut,
matanya ia picingkan begitu menyadari sebuah mobil berwarna biru
berhenti tepat didepan rumahnya.
"itu mobil siapa?
Aku kayak yang pernah lihat, tapi punya siapa yah?"pikir Dhira bingung.
Tak lama terdengar suara ketukan pintu yang diketuk dari luar.
"siapa?
Apa itu Bisma sama temannya?"Dhira menduga-duga. Ia berjalan keluar
dari kamarnya menghampiri pintu depan untuk mengetahui siapa tamunya
yang datang.
Sementara itu..
"duh, ko gue kenapa jadi deg-degan gini sih?
Kenapa juga dari tadi gue bengong didepan ini pintu?
Hampir setengah jam gue disini, tapi gue baru berani ngetuk pintunya
sekarang. Haduhh Ga Gaa, loe tuh bener-bener cemen banget. Kenapa juga
gue harus mikirin gimana sama Bisma nanti. Kalaupun dia marah, pasti gue
yang bakalan dia marahin duluan bukan Dhira. Jadi ngapain juga gue
harus khawatir? Yang terpenting sekarang itu om Landry dan kesehatannya.
Gue yakin kondisinya bisa jauh lebih baik kalau Raza sama Dhira bisa
gue bawa kesana. Iya gue sangat yakin.."Rangga berbicara dan marah-marah
sendiri didalam hatinya. Sungguh sangat aneh sekali lelaki berpipi
chuaby ini. Tapi keyakinan dan kegigihannya cukup kuat. Ia berani
mengambil resiko sebesar apapun asalkan kondisi om Landry bisa jauh
membaik.
**
Rangga memberhentikan mobil birunya. Bibir tipisnya sedikit terukir
senyum. Ia menoleh memandang Dhira yang kini sudah bersamanya juga Raza.
Rangga buru-buru keluar. Ia membukakan pintu mobilnya untuk Dhira.
"ayo keluar Ra? Om Landry sama tante Nela pasti seneng, apalagi om
Landry, dia pasti akan jauh lebih bahagia saat lihat kedatangan kalian,
apalagi ada Raza. Ayo Ra?"ujarnya kembali tersenyum mempersilahkan Dhira
keluar dari mobilnya.
"sebenarnya aku takut Ga. Gak seharusnya aku ikut ajakan kamu
kesini. Aku takut sama Bisma, kalau dia tahu aku pasti akan dimarahi
Ga."Dhira malah diam menunduk lirih. Sedangkan Raza yang duduk
dipangkuannya memandang dirinya bingung.
"Ra? Kamu gak papa?"tiba-tiba Rangga menyentuh pundak Dhira membuat perempuan cantik ini sedikit terkejut.
"e..enggak. A..aku gak papa ko Ga."ujarnya gugup.
"iyaaang.. Iyang mbuuunnn iyaaang!!"teriak Raza menunjuk arah luar.
Suaranya kini kembali terdengar setelah cukup lama ia diam karna kondisi
badannya yang memang tidak enak.
"udah kangen sama eyang ya sayang?
Sini sama om? Kita ketemu eyang didalam. Badan kamu juga kayaknya udah gak panas lagi.
Cakitnya langsung cem buh.."Rangga meraih tubuh mungil Raza dan beralih menggendongnya.
"Iyang Zaza omm!! Iyang Zaza uhh!!"Raza memajukan bibir kecilnya menunjuk rumah sakit dihadapannya.
"uhh mau ketemu iyang? Emang iyang Zaza ada didalam gitu?
Coba kita lihat yuk? Kayaknya Zaza udah kangen banget sama iyang yah?"tanya Rangga dijawab anggukan cepat oleh Raza.
Dhira tersenyum kecil. Ia kemudian keluar dari mobil Rangga dan segera mengikuti langkah Rangga dari belakang.
"hufh, mudah-mudahan aja Bisma pulangnnya telat. Aku gak mau kalau
sampai dia tahu. Bisma pasti akan marah besar kalau tahu aku sama Raza
kesini buat jenguk papah.."Dhira menarik nafasnya agar hatinya bisa
sedikit rileks dan membuang semua hal buruk yang semoga saja tidak akan
pernah terjadi hari ini.
"ohh jadi beneran itu mobil si Rangga.
Dia bawa Dhira dan anak gue buat nemuin si PEMBOHONG besar itu.
CK! Lihat apa yang bakalan gue lakuin. Gue bakalan bikin loe
mampus!!"tiba-tiba Bisma keluar dari balik mobil yang terparkir tak jauh
dari mobil biru Rangga. Ia tersenyum kecut penuh kelicikan.
**
"naah.. Akhirnya kita sampai juga. Ini ruangan rawat iyang.
Iyang Zaza lagi dalam, lagi nungguin Zaza. Zaza mau gak ketemu sama
iyang?"Rangga memberhentikan langkahnya. Matanya menatap wajah polos
Raza yang tak sabaran bertemu dengan eyangnya itu.
"Zaza iyang! Zaza iyang omm"Raza menganggukan kepalanya mantap. Benar-benar tak sabaran ternyata bayi tampan ini.
Rangga terkekeh geli melihat ekspresi wajah Raza. Ia mengusap rambut Raza bahkan mengecupnya gemas.
"lucu banget sih? Pantes aja iyangnya sampe sayang banget.
Yaudah kita masuk sekarang yah?"Rangga kembali melangkah. Tangannya
meraih handle pintu dimana disana terdapat om Landry dan tante Nela.
"Ra?"tiba-tiba ia menghentikan langkahnya sejenak. Memandang Dhira yang justru malah berdiam diri seperti orang bingung.
"kamu kenapa? Ayo kita masuk sekarang?"ajak Rangga lagi.
"i..iya Ga, s..sebentar"balas Dhira gugup.
"aku kayak yang lihat Bisma. Apa dia ada disini?
Kalau Bisma beneran ada disini gimana?
Aku takut, aku gak mau kalau sampai Bisma tahu dan marahin aku. Aku gak mau kehilangan Raza.."batin Dhira lirih.
"Kreeek.."
Rangga membuka pelan pintu ruangan kamar rawat om Landry.
"iyaaaaaang!!!"Raza berteriak dengan histerisnya membuat Rangga om Landry juga tante Nela kaget melihatnya.
"Ra..Raza?
I..itu beneran Raza mah?
Raza ada disini?"om Landry menatap tante Nela seolah tidak
mempercayai kalau yang berteriak memanggilnya itu hanyalah
halusinasinya.
"iyaaaangg.. Iyang Zaza iyaang!! Iyang zazaaa"belum sempat tante
Nela menjawab Raza sudah kembali berteriak. Rangga melangkahkan kakinya
mendekati tempat tidur om Landry. Posisi Raza sendiri masih dalam
gendongan Rangga.
"R..Raza? Cucu eyang.. Cucu eyang.."om Landry menyentuh pipi putih
Raza dengan tangan yang sedikit bergetar karna masih tidak percaya.
"iyaang.. Iyang Zaza, iyang Zaza..."Raza meneteskan air matanya lirih.
"Razaa.. Sini sayang sama eyang. Eyang kangen.. Raza apa kabar? Raza
kangen tidak sama eyang? Sini sayang? Sini eyang gendong.."pinta om
Landry ikut meneteskan air mata haru.
Rangga juga tante Nela ikut menangis bahagia melihatnya. Raza Rangga sodorkan agar bisa om Landry pangku.
"sini sayang sama eyang.. Eyang kangen sama Raza, eyang sangat rindu
Raza.."om Landry mengulurkan kedua tangannya disambut oleh uluran kedua
tangan mungil Raza yang ikut ia rentangkan.
"JANGAN PERNAH SENTUH ANAK GUE!!"
tiba-tiba semuanya menoleh kaget melihat Bisma yang tiba-tiba masuk dan langsung menepis kasar lengan om Landry.
"B..bisma?"Rangga memekik kaget.
"B..bis? K..kenapa tidak boleh?"air mata tante Nela mengalir
seketika. Sedangkan Dhira sendiri benar-benar sudah menangis karna ia
lebih dulu tahu, bahkan tadi sempat mencegah Bisma agar tidak masuk
kedalam.
"Raza sama ayah!"Bisma merebut paksa Raza dan menggendongnya. Menjauhkannya dari om Landry sang papah.
"Bis, loe gak bisa seenaknya kayak gini. Raza itu cucu om Landry.
Gak seharusnya loe ngelarang dia. Loe gak bisa egois! Loe tuh gak bisa
seenaknya terus-menerus, gak bisa Bis!"bentak Rangga tiba-tiba.
Bisma membalikkan tubuhnya. Kedua bola matanya menatap Rangga tajam.
"itu BUKAN urusan loe!
Ini HAK gue! Raza ANAK gue. Jadi terserah gue mau ngelakuin hal apapun.
Asal loe tau, Gue BUKAN anak kandung laki-laki ini. Dan RAZA, dia
juga BUKAN cucu kandungnya. Jadi STOP buat berharap kalau gue akan
ngizinin Raza dekat dengan dia. Karna sampai kapanpun gue GAK AKAN
pernah sudi anak gue didekati PEMBOHONG besar seperti mereka!!"jelas
Bisma menekan kata-katanya menunjuk wajah Rangga. Ucapan yang begitu
menyakitkan dan menyesakkan.
"gue gak nyangka loe bisa bicara seperti itu Bis.
Apa gak ada sedikitpun rasa iba loe? Apa loe gak kasihan sama bokap loe?
Dia bokap loe Bis, bagaimana pun om Landry dan tante Nela ini orang tua loe! Mereka yang udah rawat dan besarin loe!
Tapi loe justru malah membalas semuanya dengan keegoisan dan keras kepala loe!
Loe gak akan pernah bisa seperti ini tanpa mereka Bis, GAK
AKAN!!"bentak Rangga murka. Nafasnya sampai tersenggal menahan amarah.
"asal loe tahu, gue GAK PERNAH sedikit pun minta dirawat oleh
mereka. Apalagi oleh PEMBOHONG besar yang tega bohongin gue dari kecil.
Gue GAK SUDI GA!!
Lebih baik gue gak usah kenal dengan mereka sekalian, GAK USAH!!"
"PLAAK!!!"
Tiba-tiba tanpa disengaja telapak tangan tante Nela mendarat kasar
dipipi Bisma. Air matanya mengalir tanpa bisa dihentikan lagi, dadanya
terasa sesak mendengar semua kalimat menyakitkan yang keluar dari mulut
Bisma.
"jadi ini semua balasan kasih sayang mamah selama ini Bis?
Mamah merawat kamu dari kecil dengan kasih sayang yang tulus, tapi
justru ini balasan semuanya?"tante Nela memandang Bisma tidak percaya.
Bisma tidak menjawab pertanyaan tante Nela. Ia hanya memegang
pipinya dan menatap wajah tante Nela kesal. Mungkin kalau tante Nela
bukan seorang perempuan sudah ia tampar balik. Tapi tidak untuk kali
ini.
"kita pulang sekarang!"Bisma menarik paksa tangan Dhira.
"t..tapi Bis?
G..gimana sama pa.."
"PULANG AKU BILANG!!"
Dhira menunduk takut dan menangis. Sama halnya dengan Raza yang ikut
menangis. Menangis tanpa menimbulkan suara. Dada Raza seolah sesak
mendengar suara keras yang keluar dari mulut sang ayah.
"Ya Tuhan.. Sebenarnya makhluk seperti apa yang aku rawat selama ini?
Kenapa ia seperti binatang yang sama sekali tidak memiliki hati?
Salah apa ku Tuhan.."om Landry memegang dadanya yang terasa sakit.
Kedua matanya ia pejamkan membuat air matanya mengalir bebas membasahi
wajahnya.
Bersambung..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Nggak Komentar, Nggak Kece :p