Sabtu, 12 April 2014

Perjanjian Cinta #Part 11

Setibanya ditempat yang dituju. Bisma segera menghentikan mobilnya. Franda keluar lebih dulu, perempuan hamil itu sedikit berlari kecil saat memasuki resto dimana siang ini dirinya dan Bisma akan makan bersama.

"Heh, lo gak usah lari bisa?" tegur Bisma terkejut akan apa yang dilihatnya.

Franda menoleh, menghentikan langkahnya sejenak. "Gue pengen pipis, gak kuat nih.." ujarnya seraya memegangi perut buncitnya yang ia tutupi rapi dengan jaket yang dia pakai.

"Hem, yaudah. Tapi hati-hati, gak usah pake lari. Inget lo tuh laagi.."

"Ahh iya bawel! Gue inget ko.
Gue masuk duluan, tar sms aja lo ada dimana. Gue pengen pipis banget nih.." Franda buru-buru melangkah kembali. Nampaknya ia memang benar-benar kebelet ingin buang air kecil.

Bisma menggeleng pasrah melihat tingkah istri sahnya itu. Ia menutup pintu mobilnya yang sudah ia parkirkan rapi diparkiran.
Mobil Alphard hitam itu pun ia tinggalkan, masuk kedalam resto adalah tujuan utamanya siang ini.

"Akhirnya bisa makan juga. Gak biasanya perut gue laper kayak gini.
Tapi tadi gue kayak mimpi.
Apa itu beneran mimpi yah?" Bisma berfikir bingung. Ia terus melangkahkan kakinya memasuki area resto yang tidak terlalu ramai dipadati pengunjung itu.

"K..ko eloo?"

"G..gue kenapa emang?"

"Itu tadi, lo barusan.. Lo ngapain?"

"Gue? Gue gak ngapa-ngapain.
Dari tadi gue duduk terus disini, emangnya gue habis ngapain?"

"HAH? trus barusan yang cium bibir gue siapa?
Masa iya itu cuma hayalan gue?"

"Cium bibir lo?"

"Engh~ ah enggak! Udahlah lupain. Gak penting!"

"Dih dasar aneh!
Lagian mana mau gue nyium bibir lo, yang ada gue langsung kena rabies lagi entar.."

Bisma tidak bergeming. Ia masih saja memikirkan kejadian saat dimobil tadi.
Entah itu halusinasinya atau memang hanya hayalannya saja.
Kejadian yang begitu singkat dan membuatnya bingung sampai detik ini.

"Masa iya sih tadi tuh Franda gak cium bibir gue?
Perasaan dia bilang makasih deh, trus gak lama dia ngecup bibir gue sekilas. Masa pas gue tanya, dia bilang gak ngapa-ngapain?
Trus yang nyium bibir gue siapa dong?
Masa itu beneran cuma hayalan gue aja sih?" fikirnya tampak kebingungan sendiri.

Bisma masuk kedalam resto masih dengan raut wajah yang bingung dan penuh keanehan, ditambah perutnya yang keroncongan juga rasa heran plus aneh akibat kejadian tersebut.

Bisma duduk dimeja nomor 7. Letaknya tepat dipojokan ruangan. Rupanya didalam resto ini pengunjungnya lumayan banyak.

Mungkin bertepatan dengan jam makan siang.

Makanya banyak yang baru saja berdatangan sama seperti Bisma.
Bisma memanggil salah satu pelayan. Ia memesan menu yang diinginkannya. Kemudian pemuda tampan itu mengirimi pesan singkat untuk Franda, memberi tahu kalau dirinya sekarang berada dimeja nomor 7.

**

"Iya, aku sengaja kasih ini buat kamu. Mamah yang minta, katanya aku harus kasih benda berharga ini buat seseorang yang benar-benar aku sayang. Dan itu kamu."

"Makasih Ga. Ini bagus banget. Aku gak nyangka bisa dapat ini dari kamu.
Sekali lagi makasih..
Uummm aku makin sayang sama kamu.."

"Iya sama-sama. Aku juga sayang sama kamu.."

Tubuh Franda seperti mendapatkan serangan jantung mendadak.
Ia hanya bisa mematung cengo melihat adegan yang terjadi didepan kedua bola matanya.

"Ko hati gue sakit banget sih?
Kalau waktu itu Bisma gak ganggu, pasti yang duduk disana gue, bukan cewek itu.
Rangga.. Aku juga sayang kamu Ga. Sayang banget malah.." Franda membatin. Wajahnya terlihat memelas penuh rasa sesal karna tidak bisa memiliki Rangga seutuhnya, dan itu gara-gara Bisma tentunya.

Franda berjalan mencari meja nomor 7. Langkahnya cukup gontai. Ia seperti yang tidak bersemangat saat melihat Rangga bersama kekasihnya yang tidak sengaja dilihatnya tadi.

"Ko lo jadi lemes gitu? Emang lo pipisnya abis berapa liter? Gak nyampe seember kan?" ceplos Bisma kembali dengan nada becandaanya.

"Gue lagi gak mood buat becanda.
Udah deh lo makan aja. Gak usah ganggu gue!" ketus Franda singkat, lalu ikut duduk berhadapan dengan Bisma.
Seketika kening Bisma mengerut. Matanya memicing melihat keanehan baru pada istrinya ini.

"Franda kenapa?
Tadi perasaan dia gak kenapa-napa deh. Tapi ko sekarang jadi gini?" fikirnya bingung.

"Lo kenapa sih Fran?" Bisma kembali bertanya.

"Gue gak papa." Franda menjawab dengan singkatnya.

"Hufh.. Yaudah, tapi sekarang makan ya?
Lo belum makan siang kan?
Tadi lo bilang laper. Gue udah pesenin makanan buat lo juga.
Jadi harus lo makan.." suruh Bisma pelan. Ia menunjukkan menu makanan yang sudah dipilih untuknya juga Franda.

Franda menatap heran. Ia memandang lekat wajah Bisma dengan segala sikap dan ucapan yang tidak seperti biasanya.

"Ko tumben dia baik sama gue?
Biasanya kalau makan kayak gini gue gak pernah dipesenin. Pasti disuruh pesen sendiri.
Abis kesambet dimana nih anak?" Franda berfikir bingung. Ia menopang dagu dengan sebelah tangan yang ia letakkan diatas meja.

Tiba-tiba bibir Franda tersenyum. Ia memandang wajah Bisma dengan rasa lucu dan senang.
Mulut Bisma yang tengah mengunyah makanan dilihatnya begitu lekat.

"Lucu banget. Mukannya ko kayak gitu?
Gua baru tau kalau muka Bisma bisa selucu ini kalau lagi makan.." batinnya kagum.

Franda bukannya memakan hidangan didepannya. Ia justru kini malah asik memperhatikan wajah Bisma. Entah ada kekaguman dan kenyamanan tersendiri saat melihat wajah tampan suaminya itu.
Kedua tangan Franda kini ia tekuk dan letakkan diatas meja. Ia menopang dagunya dengan kedua tangan.
Bola matanya sampai tidak berkedip, bibirnya pun tak henti tersenyum melihat wajah Bisma yang menurutnya sangat lucu.

"K..Ko gak dimakan sih?
E..elo ngapain lihatin gue kayak gitu? Ada yang aneh?" tanya Bisma tiba-tiba. Ia mendadak keheranan sesaat setelah menyadari kalau dirinya tengah Franda perhatikan.

"Gue gak papa ko.
Udah lo makan aja lagi. Gue masih kenyang.." ujar Franda enteng.

Bisma mengernyitkan keningnya. Ada apa dengan perempuan satu ini?
Kenapa tingkahnya menjadi aneh seperti ini?
Mungkin itu yang memenuhi fikirannya sekarang.

"Ganteng, mukanya lucu. Apalagi matanya. Ko gue baru tau yah ternyata Bisma ituu...?" Franda tiba-tiba menggantungkan ucapannya.

"HEH! ko gue jadi kayak gini sih?
Isssh apa-apaan sih ini? GILA kali gue muji-muji Bisma. Aaaaah masa sih iya gue kagum sama muka nih cowok gila!
Amit-amit deh. Amit-amit, pasti ini gara-gara anak ini. Iya, pasti ini gara-gara anaknya Bisma yang ada diperut gue.
Mau bikin gue damai kali sama ayahnya. Maaf yah, GAK AKAN!" batinnya ketus terus menggerutu sendiri sambil mengelus perut buncitnya penuh rasa kesal dan geram.

Sementara itu...

Disebuah rumah yang tergolong cukup mewah. Tampak seorang lelaki muda tengah menggendong seorang bayi.
Ia duduk ditepi tempat tidurnya. Memandangi dengan lekat malaikat kecil yang menjadi buah cintanya bersama sang istri.

"Wajahnya lucu sayang, dia sangat mirip sama kamu.
Matanya, hidungnya, bibirnya, bahkan halis dan pipinya.
Dia begitu sempurna, mirip dengan kamu Re.." ujarnya terdengar lirih dan parau.

Bayi laki-laki yang tengah dipangkunya itu begitu terlihat tenang. Kedua kelopak matanya terpejam. Sesekali bibir mungilnya tersenyum kecil, sepertinya ia tengah bermimpi. Suara lelaki yang menjadi ayahnya itu pun bagaikan lantunan syair merdu yang membuatnya semakin dibuat terlelap.

"Andai kamu masih disini Re, mungkin aku gak akan sendirian ngurusin Arfa.
Dia lucu sayang, kenapa kamu begitu tega ninggalin dia sendiri Re.
Aku gak bisa ngurusin dia tanpa kamu.
Aku juga gak ada yang ngurusin lagi.
Aku rindu kamu Re.
Aku benar-benar rindu kamu.." tanpa terasa kedua pipi lelaki tempan ini sudah dialiri dua sungai kecil. Ia mengecup kening bayi mungil yang diberinya nama Arfa. Atau lengkapnya ARFA ELFANO TANUBRATA. Gabungan antara nama dirinya Rafael Tan, dengan sang istri Ar-Retha. Tanubrata sendiri adalah nama besar keluarganya.
Rafael terdiam. Ia kembali memandang wajah mungil malaikat kecilnya yang baru berusia satu minggu itu.
Memori ingatannya pun memutar mengingat saat-saat menyakitkan satu minggu yang lalu.

"A..aku gak kuat Raaf, aku beneran gak kuat.. Aaargghh!! Enggh! Raf..a sak..ittt!!"

"Re, kamu pasti bisa sayang. Aku yakin kamu pasti bisa.
Aku akan disini temani kamu Re.
Kamu pasti bisa sayang. Aku yakin kamu bisa.

"S..saaki..tt Raf! Sak..itt. Enggh!"

"Jangan dulu mengejan bu, jangan dulu!"

"Tapi sakit dokter. Saya sudah tidak ku..att!"

"T..tapi?"

"Dokter, tekanan darah pasien sangat tinggi.
Nafasnya juga terlihat sesak dok. Ini tidak memungkinkan pasien untuk melahirkan secara normal.."

"Apa istri bapak punya riwayat penyakit darah tinggi, ataau?"

"Astaga. Retha!
Istri saya punya penyakit asmha dok. D..dia juga memang akhir-akhir ini tensinya sering tinggi.
T..tapi istri sayaa.."

"Suster, kita lakukan operasi sekarang!"

"Baik dokter."

"Maaf.. Kondisinya terlalu lemah. Kami tidak bisa menyelamatkan nyawa istri anda. Kami..."


"Enggak. Itu gak mungkin dokter. Itu.. Itu gak mungkin. Dokter pasti salah, dokter pasti cuma becanda kan dok?"
"Sekali lagi maaf.."

Rafael memejamkan kedua kelopak matanya. Rasanya benar-benar tak sanggup jika harus mengingat kejadian buruk tersebut.

Kejadian dimana nyawa istrinya menjadi terenggut sesaat setelah melakukan operasi melahirkan buah cintanya.
Beruntung buah hatinya selamat, hanya saja Ar-Retha sendiri yang tidak bisa diselamatkan.
Rafael kembali mengecup kening Arfa. Jagoan kecil, buah hatinya itu ia peluk.
Ia begitu sangat menyayangi Arfa. Tidak sedikit pun ia membenci Arfa.
Baginya ini semua sudah takdir. Meski sangat sulit untuk diterima, namun Rafael mencoba menerimanya dengan ikhlas.

"Papah sayang kamu. Maafin papah yah kalau mamah sekarang gak ada disini.
Papah akan berusaha menjadi papah sekaligus mamah buat Arfa.
Papah gak akan biarin Arfa kekurangan kasih sayang.
Papah pasti akan kasih semua kasih sayang papah buat Arfa. Hanya buat Arfa.." Rafael berujar pelan diiringi bulir bening air mata yang mengalir membasahi pipinya. Wajah Arfa diusapnya lembut, bayi mungil itu masih terlelap diamalm mimpinya.
Bibirnya tersenyum kecil. Lagi-lagi pasti ia bermimpi.

"Senyumnya mirip Retha.
Makasih Re, kamu udah kasih aku malaikat kecil setampan ini.
Aku janji akan jaga dan rawat dia dengan baik.
Aku janji sayang.." Rafael tersenyum memandang wajah buah hatinya.

**

"Gimana Fran? Setuju gak? Ide-nya keren kan?"

Bisma tersenyum lebar menunjukkan pesan singkat yang ia kirim pada pak Harison sang papah.
"Lo gila. Ngapain sih lu bawa-bawa nama gue?
Ini berlebihan tau. Mana ada coba orang hamil, ngidam kayak gitu." protes Franda.

"Ya tinggal di ada-in aja. Apa susahnya hem?
Lagian selama ini lo belum pernah ngidam minta apapun. Berati anak gue emang baik, gak pernah minta macam-macam. Tapi sangat sayang banget kalau gak dimanfaatin.." jelas Bisma. Ia mendekat kekarah Franda dan sedikit membungkukkan badannya. Mengelus perut buncit Franda dan mengcupnya sekilas.

"Anak ayah, kayaknya kamu kalau sudah lahir akan jadi anak yang pintar dan baik. Masih didalam sini aja udah sebaik ini.

Kamu gak pernah buat bunda kamu repot. Gak ngidam, gak mual pusing, pokoknya kamu the best. Ayah jadi makin sayang sama kamu. Mmuuach. Cepat lahir sayang.." ujarnya kembali mengecup perut buncit Franda.
Franda hanya diam. Jika Bisma sudah mengajak bicara bayi didalam perutnya Franda memang lebih memilih untuk diam.

"Kayaknya Bisma bener. Anak ini emang gak pernah bikin gue repot. Diawal kehamilan gue gak mual atau pusing kayak wanita hamil pada umumnya. Gue juga gak pernah minta atau ngidam sama sekali.
Anak pintar. Maafin bunda kalau bunda sering marahin kamu.." Franda membatin kagum. Ia memandangi perut buncitnya yang masih Bisma elus dan ajak bicara.

"Eh Bis, kayaknya bayinya gerak-gerak deh.." tiba-tiba Franda berucap lagi.

"Hah? Masa sih?" Bisma menatap Franda tidak percaya.

"Iya serius deh. Coba lo pegang. Lo rasain gerakkannya. Dia nendang-nendang. Tuhh uh, kerasa banget Bis. Kakinya itu nendang.." Franda memegang perutnya. Ekspresi wajahnya sedikit berubah saat merasakan gerakan bayi didalam kandungannya. Ia pun duduk ditepi tempat tidurnya itu.

Bisma menurut. Ia kembali membungkukkan badannya. Kedua tangannya ia taruh diatas perut Franda. Menyentuhnya dan merasakan gerakan aktif bayinya itu.

"Dia nendang. Ia beneran kerasa. Ko bisa yah? Hihi anak gue, anak ayah.." Bisma berujar kagum. Bibirnya tersenyum senang. Ia menempelkan pipi dan telinganya diatas perut Franda.

Franda lagi-lagi diam. Bibirnya tak henti tersenyum dengan adegan dan kejadian langka seperti ini.
"Ternyata Bisma bisa bersikap lembut juga.

Meski kadang nyebelin, tapi dia kayaknya seneng banget dan sayang banget sama anak ini.." batinnya tersenyum lebar.



Bersambung..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Nggak Komentar, Nggak Kece :p