Sabtu, 14 Desember 2013

Terpaksa BUKAN Cinta II "Maafkan Aku" #Part 32

Sosok bayi tampan ini rupanya begitu asik bermain dengan mainan-mainan barunya. Ia merangkak kesana-kemari. Mengeluarkan mainan-mainannya yang sangat banyak itu dari dalam kardus besar berisi semua mainannya. Ia bahkan sesekali berjalan perlahan dengan berpegangan pada bufet besar yang terdapat didalam ruangan kamarnya itu. Berjalan dengan langkah kecil sambil berpegangan. Bayi tampan itu meraih mainan-mainannya yang tersusun rapi didalam bufet tersebut. Menjatuhkannya satu persatu hingga berserakan dilantai.


"Mbim! Tuh, mbim Zaza!!" ucapnya berceloteh sendiri. Ruangan kamarnya yang cukup luas itu bagaikan ia sulap menjadi area bermain. Banyak sekali mainan-mainan miliknya yang masih sangat bagus-bagus dan tentunya berharga fantastis.

"Ya ampuunnn..!! Astaga Razaaa.. Ini apa-apaan sih? Kenapa kamarnya jadi kayak kapal pecah gini? Mainannya kenapa dikeluarin semua sih? Kan jadi berantakan sayang.." tiba-tiba bola mata Bisma melonjak kaget saat melihat seisi ruangan kamar jagoan kecilnya yang mirip kapal pecah itu.

"Hihii Zaza iyah, uhh Zaza mbiim" Raza malah tertawa kecil menunjuk mainan-mainan miliknya begitu mendengar teguran dari sang ayah. Dua buah gigi yang baru tumbuh didepan itu membuat tawanya terlihat lucu. Ekspresi marah Bisma seketika pun menjadi lemah saat melihat Raza tertawa.

"Jagoan ayah ternyata bandel yah? Mau ayah hukum ya? Raza mau ayah hukum hem?" Bisma berjalan mendekati Raza. Berjongkok menyamai tinggi putra kesayangannya itu. Ia mengelus puncak kepala Raza dan menatap lekat wajah polos buah hatinya yang sangat menggemaskan.

"Zaza mbim yah.. Uuhh mbimm!!" Raza kembali berujar. Ia tetap menunjuk mainan-mainannya. Posisinya yang semula berdiri berpegangan pada bufet didekatnya itu pun ia ubah menjadi duduk. Tak lama ia merangkak cepat mengambil mainan mobil-mobilan yang ditunjuknya tadi.

Bisma menggelengkan kepalanya. Bibirnya tersenyum kecil melihat tingkah lucu Raza yang sangat menyukai mainan mobil-mobilan. Ia mendekati Raza. Ikut duduk disamping jagoan kecilnya itu.

"Kayaknya udah pas kalau dikasih adik. Masih kecil tapi udah pinter. Main sendirian juga gak pernah nangis.. Lucu banget sih anak ayah?
Raza mau adik gak sayang hem? Mmuach! Anak pintar.." Bisma berujar pelan diiringi senyum. Ia mengelus puncak kepala Raza. Mengecupnya lembut dengan tatapan mata yang tak pernah lepas memandangi sosok jagoan kesayangannya itu.

"Yah! Iyah!" tiba-tiba Raza menarik-narik lengan baju Bisma.

"Apa sayang? Raza mau apa hem?" Bisma kembali menatap wajah tampan Raza.

"Zaza mbun yah.. Uh, Zaza us!" Raza menunjuk kearah pintu kamarnya yang terbuka. Kepalanya ia angkat agar bisa memandang wajah sang ayah. Sedangkan lehernya ia usap dengan tangan mungilnya.

"Raza ngomong apa sih? Nunjuk pintu, pegang leher? Maksudnya apa?" Bisma mengerutkan keningnya bingung.

"Iss! Iyah Zaza uss. Uhhh uss mbun Zaza iyah!" Raza menarik kembali baju Bisma. Ekspresinya kali ini berubah menjadi geram. Entah apa maksud dari bayi berusia satu tahun itu. Tampaknya ia menginginkan sesuatu namun sulit untuk mengucapkannya.

Bisma lagi-lagi hanya cengo. Terpelongo dengan ekspresi wajah polos yang benar-benar bingung.

"Dhira waktu hamil ngidam apa sih? Masa Raza ngomongnya gak bisa dimengerti gini? Us Zaza? Apa coba maksudnya? Us-us? Us apa si?" fikirnya kebingungan sendiri.

"PUKK!!"

tiba-tiba Raza memukul lengan Bisma. Pukulan yang tidak terlalu sakit namun berhasil membuat ayahnya itu kaget.

"Us iyahh uh uss!! Zaza uss!!" jelasnya kesal. Ia kemudian merangkak menjauhi Bisma. Mendekati pintu kamarnya dan berlalu begitu saja meninggalkan Bisma yang hanya diam melongo melihat tingkahnya.

"Ko ayah malah ditinggal sih?
Aduh Raza.. Kamu mau kemana sih sayang? Tungguin ayah dong.. Masa ayah ditinggal si? Issh..!!" Bisma beranjak dari duduknya. Ia segera menyusul jagoan kecilnya yang begitu cepat raib dari pandangan matanya. Bayi tampan itu terus merangkak keluar kamarnya. Menjauhi Bisma dan mencari sesuatu yang memang diinginkannya.


"MBUUN!!" tiba-tiba Raza berteriak senang. Ia melihat Dhira sang bunda berdiri tak jauh darinya. Kedua kakinya pun semakin cepat ia gerakkan. Merangkak menghampiri Dhira dengan ekspresi wajahnya yang sangat-sangat senang.

"Uhh jagoan bunda.. Ko masih merangkak sih sayang? Kan Raza udah bisa jalan. Ko masih merangkak terus cih hem?" Dhira meraih tubuh mungil jagoan kecilnya itu. Ia menggendongnya dan sesekali mengecup pipi chuaby Raza.

Namun Raza tidak menghiraukan ucapan Dhira. Ia justru malah langsung meraih botol dot bayi yang berisi air susu putih favoritnya. Botol berisi air susu itu diambilnya dengan cepat. Dimasukkan kedalam mulutnya dan segera ia hisap dengan semangatnya. Rupanya bayi tampan itu tengah kehausan, pantas saja ia sangat senang saat melihat sang bunda yang sudah membawakannya sebotol susu didalam dot bayinya.

"Duuhh rupanya jagoan ayah tuh kehausan yah? Hemm pantesan aja dari tadi us-usan terus. Ayah fikir us itu nama mobil-mobilan kamu. Eh ternyata us itu haus.. Hihi lucu banget sih sayang.. Mmuach.. Anak ayah mmuach!" Bisma tertawa kecil melihat apa yang dilakukan oleh putra kesayangannya itu. Ia mengelus puncak kepala Raza, mengecupnya dan menatapnya dengan ekspresi gemas.

"Pantes aja tiap ditawarin Asi aku dia gak mau. Kayaknya udah lengket banget sama botol dot nya ini.." Dhira berujar pelan diiringi senyum melihat aksi jagoan kecilnya.

"Berati Asi bunda buat baby kedua kita nanti bun.. Kan katanya mau punya baby lagi. Raza udah kasih lampu hijau loh buat kita. Iya kan sayang? Raza setuju kan buat punya adik hem?" Bisma kembali mengecup kening Raza. Dhira hanya tersenyum kecil membalas ucapan suaminya.

"Nanti malam mulai usaha yah? Kalau ke Puncak atau Bali gak mau, berati kita usahanya dirumah aja. Mumpung mamah sama papah lagi keluar kota Ra. Mau ya sayang? Raza udah besar ini Ra. Dia juga mau kayaknya buat punya adik. Mau ya yah?" pinta Bisma memasang wajah melasnya.

"Baru satu tahun. Kasian nanti jaraknya terlalu dekat. Nanti dia malah gak keurus lagi.."

"Aku pasti urus ko. Kasih sayang aku buat Raza tuh gak mungkin putus. Ayolah sayang.. Biar anak-anak kita nantinya seumuran. Kan bedanya hanya satu atau dua tahun sama kakaknya nanti. Ya Ra? Mau ya sayang?" Bisma kembali memasang wajah melasnya. Ia sepertinya begitu menginginkan menyentuh sang istri dan memberikan jagoan kecilnya adik.
Namun lagi-lagi Dhira hanya diam. Ia seperti menahan tawa saat melihat ekspresi wajah melas Bisma yang lucu.

"Ra, ko malah diem sih? Jadinya mau gak nih? Kalau gak mau nanti malam aku mau pergi aja. Aku mau marah sama kamu. Aku bakalan bawa Raza pergi dan gak balik-balik lagi kerumah ini!" Bisma mengancam ngasal.

"Yaudah bawa aja. Lagian Raza mana mau sama kamu. Ngurusin Raza sehari aja nangisnya bisa lebih dari tiga kali. Apalagi kalau berhari-hari.." ledek Dhira kembali dengan senyuman dan tawa yang ia tahan.

"Jadi nantangin nih? Beneran mau Raza ayah bawa ya?
Yaudah, sekalian nanti ayah mau cari bunda baru aja buat Raza" Bisma tersenyum jahil dan hendak berlalu meninggalkan istrinya itu.

"Awas aja kalo berani! Aku bakalan minta cerai nanti sama kamu!!" ancam Dhira sepertinya serius.

Bisma menghentikan langkahnya. Ia membalikkan tubuhnya dan kembali menghampiri Dhira.

"Jangan dong.. Iya ayah gak jadi deh. Kan cuma becanda bun. Kalau bunda cerain ayah, nanti ayah sama siapa? Trus siapa yang ngurusin Raza sama ayah?" Bisma memasang wajah melasnya. Dhira menahan tawa melihat ekspresi wajah Bisma yang lucu.

"Bunda cuma becanda ko yah.. Lagian bunda mana mungkin bisa jauh dari ayah, Raza juga. Kita itu gak akan bisa hidup tanpa kamu.." jelasnya diiringi senyum kecil membuat Bisma ikut tersenyum.

"Nakal ih! Lain kali gak boleh ngomong kayak gitu. Ayah gak suka bun.." Bisma mencubit gemas hidung mancung Dhira.

"Abis kamunya nyebelin sih.."

"Hem, yaudah. Bawa Raza kekamar aja yah? Sekalian tidurin dia. Kayaknya ngantuk banget. Nanti malam bunda milik ayah ya? Gak boleh nolak lagi, dan gak boleh bilang gak mau" Bisma meraih tubuh mungil jagoan kecilnya yang masih asik dengan botol dot bayinya itu.

"Iya, terserah kamiunya aja. Kalau itu buat kamu seneng, aku akan nurut.." balas Dhira pasrah. Senyum mengembang dibibir Bisma.

"Makasih sayang. Ayah sayang banget sama kamu bun.. Mmuach" Bisma tiba-tiba mengecup bibir Dhira sekilas.

"Issh apaan sih cium-cium? Masih aja yah suka ngambil kesempatan dalam kesempitan!"

"Hehe, abis menggoda banget sih. Lagian bunda kan istri ayah. Jadi terserah ayah dong mau ngapain juga." Bisma cengengesan.

"Ya tapi kan gak.."

"Udah ah, jangan kebanyakan protes. Ayah bawa Raza kekamar dulu ya? Udah sore juga. Habis itu bunda temani ayah. Pokoknya nanti malam bunda milik ayah titik! Gak boleh nolak apalagi bilang gak mau lagi!" jelas Bisma sedikit memaksa seraya berjalan membawa tubuh jagoan kecilnya menuju kamarnya.

"iya-iya. Bawel banget sih ayahnya Zaza itu.." Dhira tertawa kecil mendengar celotehan penuh paksaan dari Bisma. Ia kemudian beranjak dan mengikuti langkah Bisma. Membuntutinya serta ikut masuk kedalam kamarnya bersama sang suami.





**
Setelah merasa kenyang dan menghabiskan satu botol susu dari dot bayinya. Tubuh mungil Raza akhirnya terlelap. Wajahnya terlihat begitu polos dan penuh ketenangan. Bisma membaringkan tubuh jagoan kecilnya itu diatas tempat tidurnya. Memandanginya dengan lekat serta tak henti mengelus puncak kepala Raza.

"Lucu yah? Kalau lagi tidur kayak gini kayaknya mirip kamu banget bun.." ucapnya terkagum-kagum melihat wajah malaikat kecilnya itu.

"Ko mirip aku si yah? Bukannya Raza itu mirip kamu banget ya?" Dhira memandang Bisma bingung. Ia merapatkan posisi duduknya agar semakin dekat dengan tubuh Raza.

"Wajahnya sih memang mirip aku, tapi kalau dia tidur percis kamu Ra.." Bisma tersenyum menyentuh pipi chuaby Raza.

"Enggak ah, tetep mirip kamu. Raza tuh gak ada mirip-miripnya sama aku. Dia tuh kamu banget.." Dhira berujar kekeuh. Bisma hanya tersenyum kecil mendengarnya. Kepala Dhira ia raih dan diusap sekilas rambut panjang istrinya itu.

"Makasih ya bun.." ujar Bisma tiba-tiba.

"Makasih? Buat apa?" Dhira tampak bingung.

"Ya buat semuanya. Buat semua kebahagiaan yang bunda kasih untuk ayah. Ayah seneng banget. Bunda udah jadi pengisi hati ayah, jadi ibu dari anak ayah, dan jadi pendamping terbaik untuk ayah. Makasih banget sayang.. Ayah sayang banget sama kamu.." jelasnya. Kini lengan Dhira ia raih. Posisinya pun menjadi bersender pada tempat tidurnya. Ia menarik tubuh Dhira agar bersender didada bidangnya. Sedangkan posisi Raza masih tetap terlelap disampingnya.

Dhira tersenyum. Ia menikmati kenyamanan berada didalam dekapan suaminya. Kepalanya ia senderkan didada Bisma. Bersender pada tubuh kurus suaminya itu. Lengannya Bisma genggam, sedangkan kedua kakinya ia sejajarkan lurus kedepan.

"Maafin aku ya Bis, kalau aku terkadang suka bikin kamu kesel.."

"Apaan sih minta maaf? Kamu tuh gak pernah buat aku kesel. Harusnya aku yang minta maaf karna aku udah terlalu sering nyakitin kamu.."

"Tapi aku tetap ngerasa bersalah. Aku suka ketus sama kamu. Aku juga suka nolak keinginan kamu buat kasih Raza adik. Maafin yah? Gak bermaksud kayak gitu ko. Aku tuh cuma becanda aja, lagian sebenarnya kapanpun dan apapun yang mau kamu minta sama aku. Aku pasti kasih, aku gak mungkin enggak kasih Bis, hanya saja kamu suka salah tempat dan gak kenal waktu. Makanya aku jadi kesel.."

"Hehe, namanya juga cowok sayang. Hasratnya terkadang suka tidak bisa terkontrol. Tapi aku juga cuma becandaan ko. Rasanya kalau ngeledekin kamu dan bikin kamu kesel itu seru. Makanya aku sering lakuin.."

"Ihh Bisma nakal.. Ko gitu sih sama istri sendiri?"

"Hihii, abis kamu gemes sih sayang. Bikin aku tuh tambah hari tambah sayang sama kamu. Muach. Aku cinta kamu Ra. Cintaa banget.." Bisma mendekap tubuh Dhira. Kedua tangannya melingkar diperut datar Dhira. Puncak kepala Dhira ia kecup. Wajahnya kini menelusup leher jenjang Dhira dan menghirup aroma wangi leher mulus istrinya itu.

"Ngh~ pindahin Razanya dulu Bis. Jangan sampai kamu kebablasan nantinya. Kan bahaya kalau Raza bangun dan lihat apa yang kita lakukan. Gak baik buat perkembangan otaknya.." Dhira sedikit mendesah akibat ulah suaminya itu. Lehernya menjadi merah karna ternyata Bisma malah membuat satu tanda disana. Tubuh Bisma ia dorong pelan agar menghentikan aktifitasnya sejenak.

"Maaf bun, yaudah ayah pindahin Raza kekamarnya dulu ya? Bunda jangan kemana-mana. Ayah secepatnya kesini lagi, mmuaach ayah sayang kamu bun.." Bisma mengecup bibir Dhira sekilas. Ia kemudian beranjak menjauhkan tubuhnya dari Dhira. Beralih meraih tubuh mungil jagoan kecilnya untuk ia pindahkan keruangan kamar Raza yang letaknya hanya bersebelahan itu. Meski masih sangat kecil, namun Bisma sudah memberikan kamar Raza dan menidurkan buah hatinya itu sendiri agar terbiasa dan menjadi mandiri tentunya.

Bisma keluar dari kamar Dhira. Berjalan dengan perlahan dan hati-hati saat menggendong tubuh putra semata wayangnya itu. seraya menggendong tubuh mungil Raza.

"Kayaknya Bisma emang pengen banget punya anak lagi, semoga aja aku bisa cepat hamil lagi Bis. Kasih kamu anak kedua meski aku sebenarnya kurang setuju dengan rencana memiliki anak lagi ini. Jaraknya terlalu dekat dengan anak pertama kita. Kasihan nanti Razanya karna dia masih kecil.." Dhira menatap punggung Bisma yang mulai menjauhinya dan tidak terlihat itu. Ia mengusap perut datarnya, satu senyum kecil terukir dibibir tipisnya saat mengingat kehamilan pertamanya dulu.

"Ko aku tiba-tiba ingat sama Rafael yah? Aku jadi ingat kehamilan pertama aku yang anak dari Rafael itu.." fikir Dhira tiba-tiba. Wajahnya sekilas berubah menjadi murung dan sedih.

"Andai dulu anak dari darah daging Rafa masih hidup. Mungkin aku udah punya dua orang anak sekarang. Rafael, maafin aku ya Raf. Aku gak bisa jagain anak kamu dan rawat ia sampai bisa lahir kedunia. Tuhan terlalu sayang sama dia, hingga Tuhan mengambilnya langsung dari aku. Maafin aku Raaf.." lirihnya tampak sedih mengingat kejadian sekitar dua tahun yang lalu.

Dhira merubah posisinya menjadi berbaring. Ia menunggu sosok Bisma menghampirinya kembali. Bibirnya tersenyum saat wajah tampan itu ia lihat dan berjalan masuk menghampirinya.

"Senyuman Bisma seperti Rafael. Beruntung sekali aku bisa memiliki dia. Raf, adik kamu ini hebat. Dia bisa membuat hati aku luluh kalau udah lihat wajahnya. Senyumnya yang manis, dan kedua bola matanya yang bening. Sangat tampan sekali Raf.." Dhira membatin kagum. Kedua bola matanya tidak berkedip saat memandang wajah tampan suaminya itu.

"Biasa aja kali bun, gak usah natap ayah kayak gitu. Nanti kamu kesihir loh.." Bisma berujar diiringi senyum.

"Emang udah kesihir ko. Lagian wajah ayah tuh cakep banget, gak bisa bunda pungkirin yah.." puji Dhira tersenyum lebar.

"Tumben ngegombal? Biasanya gak pernah tuh.." ledek Bisma. Ia ikut naik keatas tempat tidurnya dan duduk merapat disamping Dhira.

"Tapi itu memang kenyataan tau yah. Serius deh.." Dhira menyenderkan kepalanya didada bidang Bisma. Posisinya setengah tidur karna Bisma sendiri menyender pada tempat tidurnya.

"Iya-iya. Ayah tau ko kalau ayah itu ganteng. Cakep, manis, baik lagi. Makanya bunda mau sama ayah, karna ayah ganteng.." Bisma pede. Dhira terkekeh dan mencubit pelan perut Bisma.

"Udah ah, aku mau tidur aja. Ngantuk tau yah.." Dhira memejamkan kedua kelopak matanya.

"Yaudah tidur aja. Tapi nanti jangan kaget ya kalau pas bangun bajunya udah ayah lepas semua."

Bola mata Dhira langsung membola kaget.

"Hehe becanda sayang.. Lagian siapa juga yang nyuruh tidur. Katanya mau usaha, hem?"

"Iya-iya. Yaudah terserah ayah aja. Bunda ikutin deh. Pokoknya malam ini bunda sepenuhnya milik ayah.." Dhira berujar pasrah. Bisma lagi-lagi tersenyum. Puas sekali hatinya mendengar jawaban yang begitu ia inginkan.

"Muach! Nanti anak kedua kita laki-laki lagi ya?"

"Ha?"

"Hehe biar punya dua jagoan sayang.."

"Gak mau! Aku mau perempuan!"

"Yaudah, berati nanti kita bikin lagi buat anak ketiga"

"Isssh Bismaa!!"

"Hahaha.."

Kemesraan dan keromantisan itu akhirnya terjadi dengan sendirinya. Keluarga yang harmonis dan penuh dengan canda serta tawa. Kasih sayang yang tulus dari keduanya. Cinta yang menyatukan mereka. Hidup pun terasa lebih indah kala keduanya bisa saling menghargai, memiliki dan mengerti satu sama lain.




Skip







**
Dua bulan berlalu..

Kini keluarga kecil Bisma dan Dhira benar-benar semakin dibuat bahagia. Kabar tak terduga dan keinginan yang sangat Bisma inginkan telah terwujud. Dhira rupanya sudah mengandung buah cinta keduanya. Usia yang baru saja empat minggu dan masih sangat kecil. Awalnya Dhira ragu kalau dirinya tengah hamil. Namun saat diperiksa ternyata keterlambatannya datang bulan selama dua bulan terakhir ini memang benar telah menghadirkan satu janin didalam rahimnya. Bahagia tak terkira saat Bisma mengetahui hal tersebut. Rupanya Bisma memang sangat mendambakan sosok malaikat kecilnya yang lain.

"Susunya diminum dulu ya bun.. Buburnya juga. Tadi udah ayah siapin. Ayah bikin susunya sendiri dan buburnya juga dapat beli didepan. Pokoknya bunda harus makan. Jangan sampai enggak. Kasihan bayi kitanya nanti.." Bisma berjalan menghampiri Dhira yang tengah duduk menonton televisi seraya memangku jagoan kecilnya itu. Ia membawa nampan berisikan semangkuk bubur dan susu khusus ibu hamil untuk Dhira.

"Raza sama ayah dulu sayang, jangan dipangku bunda terus. Nanti dede bayinya kasihan. Sini sama ayah? Uhhh anak ayaah.." Bisma meletakkan nampan tersebut diatas meja dihadapannya. Tubuh mungil Raza ia raih dan beralih didudukan dipangkuannya.

"Iyah mum yah.. Mmuumm!" tiba-tiba bibir mungil Raza berceloteh. Jemari kecilnya menunjuk semangkuk bubur ayam yang dihidangkan untuk bundanya itu.

"Kayaknya anak bunda lapar yah? Perasaan tadi udah bunda suapin. Raza masih mau makan lagi sayang?" tawar Dhira. Raza menoleh cepat dan menganggukkan kecil kepalanya.

"Itu kan ayah siapin buat bunda sama dede bayinya sayang. Bukan buat Raza, masa mau Raza makan lagi sih, hemm?" Bisma mengecup pipi putih Raza. Namun bayi tampan itu menggeleng cepat dan menghindari kecupan yang didaratkan oleh sang ayah dipipi cuabynya.

"Mmuumm.. Zaza mumm bun.." ujarnya tetap menatap semangkuk bubur tersebut. Wajahnya sangat lucu, terlihat sekali kalau ia begitu menyukai bubur ayam makanan favoritnya itu.

Dhira terkekeh. Ia menyendoki dengan porsi kecil bubur tersebut. Disodorkannya pada mulut mungil Raza. Bayi tampan itu bersorak riang. Kedua tangannya bertepuk tangan saat sesuap bubur itu masuk kedalam mulutnya.

"Haha lucu banget sih kamu sayang. Uuhh anak ayah? Muach-muah! Lucu banget sih nak.. Makan bubur aja sampe seneng gitu. Gimana kalau ayah kasih kamu makanan lain? Bisa loncat-loncat nih.."

"Ahaha memangnya kamu fikir Raza anak kangguru apa pake loncat-loncat segala"

"Hehe ya gak gitu maksudnya. Abis dia lucu sih. Gemessin banget.. Muach! Makannya berdua sama bunda yah? Nanti kalau kurang ayah beliin lagi" Bisma tak henti-hentinya mengecup wajah tampan Raza. Tingkah bayi mungil itu sangat lucu dan menggemaskan. Rasanya kebahagiaan Bisma benar-benar lengkap. Hanya saja ia tinggal menunggu buah hati keduanya lahir. Pasti nanti akan lebih terasa lengkap lagi jika semuanya sudah terjadi.







Bersambung..

4 komentar:

Nggak Komentar, Nggak Kece :p