Terlihat Faris begitu asik bermain dengan Rangga. Ia memang sangat akrab dengan sahabat dari Bundanya ini.
"om om, nanti kalau Ais udah besar om antelin Ais ketemu Ayah yah?
Ais pengen banget ketemu Ayah om, tapi om jangan bilang-bilang Bunda.
Ais gak mau Bunda sedih kalau Ais pengen ketemu Ayah.."ucap Ais dengan
wajah putih nan polosnya itu, Rangga hanya tersenyum menatap Ais. Ia
mengacak rambut Ais yang hitam diponi itu
"kalau om Rangga tau siapa Ayah kamu, tanpa nunggu Ais besar om
pasti bakalan bantuin Ais, tapi om beneran gak tau sayang, Bunda kamu
gak pernah mau ngasih tau, padahal om yakin kalau Ayah kamu pasti seneng
lihat kamu sudah sebesar ini.. Franda terlalu egois, Ia gak pernah
mikirin gimana perasaan Ais, maafin om yah?.."lirih Rangga dalam hati.
Matanya sedikit berkaca karna tidak tega melihat bocah kecil yang sudah
Ia anggap keponakannya sendiri ini
"om ko diem aja? Ais salah ngomong lagi ya om?"tanya heran Ais lagi melirik heran kearah Rangga
"enggak ko om gak papa, Ais gak salah..
Om tinggal sebentar yah? Om mau temuin Bunda Ais dulu.."balas Rangga
seraya beranjak dari duduknya. Ia mencoba bangun untuk menemui Franda
yang masih asik didapur itu. Sementara Ais hanya menganggukan kecil
kepalanya
"coba om Rangga Ayah Ais yah? Pasti Ais seneng banget, tlus Bunda
juga gak akan sedih telus.."gumam Ais tersenyum menatap Rangga yang
sudah menjauhinya. Ia pun kembali asik memainkan mainan barunya yang
dibawakan oleh Rangga tadi. Didalam rumah ini Ais memang hanya bermain
sendiri, Rangga atau Morgan sahabat dari Bundanya ini tidak terlalus
ering berkunjung, jadi Ais lebih sering bermain sendiri tanpa berani
keluar rumah atau bermain dengan anak-anak lain karna Franda selalu
melarangnya, Ia takut kalau Ais hanya akan menjadi bahan ejekan
teman-temannya nanti..
"Tadi malam Ais mimpi ketemu Ayah, tapi Ayah pake topi, tlus mukanya
gak telalu kelihatan, padahal Ais pengen banget lihat wajah Ayah.
Ayaah.. Ais kangen.. Ais pengen banget punya Ayah.. Ais pengen peluk
Ayah.."Ais memeluk robot-robotan miliknya, air matanya tiba-tiba
menetes mengingat sosok Ayah yang tidak pernah Ia temui itu, sungguh
hatinya sangat ingin berjumpa dengan sang Ayah, namun karna tidak ingin
menyakiti perasaan Bundanya, Ais rela menyembuyikan kesedihannya itu
agar sang Bunda tidak ikut sedih jika melihatnya bersedih..
"kamu lihat Fran? Apa kamu tega lihat Ais kaya gitu terus?
Kasian Ais Franda.. Kamu jangan egois gini donk.. Aku cuma pengen
hibur Dia aja, Aku cuma pengen ajak Ais jalan-jalan ke Mall.. Aku gak
mau lihat Dia sedih terus, plis izinin yah?
Aku janji akan bawa Ais pulang dengan selamat, Aku akan pastiin Ais
aman sama Aku, kamu harus percaya itu Fran, pliss.."Rangga terus memohon
dan meminta agar Franda mengizinkannya mengajak Ais pergi. Ia sungguh
ingin menghibur bocah kecil ini, namun tetap saja Franda tidak
mengizinkan, Ia sangat ketakutan karna takut Ais bertemu Bisma lalu
Bisma membawa Ais, terlebih lagi sekarang Franda sudah tidak tinggal
diluar kota lagi. Ia sudah tinggal di Jakarta sama seperti Bisma.
"maaf Ga, Aku tetep gak bisa. Aku gak izinin kamu bawa Ais pergi.
Kalau kamu mau hibur Ais, kalian cukup main disini aja, Aku gak mau Ais
kenal sama dunia luar, biarkan Ais tidak terlalu mengenal kehidupan
menyakitkan diluar sana, Aku lebih suka Ais berdiam dirumah saja, Aku
harap kamu bisa ngerti Ga. Permisi.."Franda langsung pergi begitu saja
meninggalkan Rangga, Ia mengeka air mata yang menetes dipelupuk matanya,
sungguh Ia jugsa tidak tega melihat Ais terlalu Ia kekang,
sampai-sampai Ais jarang sekali Ia ajak main keluar rumah, dan itu semua
semata-mata hanya karna takut Ais bertemu dengan Bisma Ayah kandungnya
sendiri
"Hufh.. Kamu itu satu-satunya wanita keras kepala yang pernah Aku temun Fran..
Tapi yasudahlah.. Aku udah gak bisa berbuat apa-apa lagi.
Aku cuma mau buat Ais bahagia aja, tapi tanpa membuat kamu nangis
juga. Aku hargain keputusan kamu.."Rangga menghela nafasnya panjang
mencoba memahami sikap Franda yang demi kebaikan Ais juga.
Rangga pun kembali menghampiri Ais dan bermain-main bersama Ais lagi.
Sementara itu...
"Yakin Pak meeting siang ini dibatalkan?
Tapi Clien kita kali ini dari Perusahaan Asing Pak, apa masih mau
dibatalkan juga?"tanya seorang sekertaris muda ini meyakinkan sekali
lagi. Bisma hanya menghela nafasnya mendengar ucapan sekertaris
dikantornya tersebut
"Hemz.. Meeting nya Saya tunda sampai besok. Sampaikan saja kalau
Saya benar-benar tidak bisa."jawab Bisma singkat kemudian beranjak
meninggalkan ruangan juga sekertarisnya tersebut. Fkirannya sungguh
tidak tenang, Ia merasa kalau pun meeting ini berjalan pasti semuanya
akan kacau karna Ia tidak bisa fokus sama sekali, jadi lebih baik
dibatalkan saja
"Gak biasanya Pak Bisma bersikap seperti ini..
Hemz.. Mungkin lagi ada masalah sama istrinya, ya sudahlah, ini
bukan urusan Aku.. Mungkin Pak Bisma memang sedang tidak bisa
diganggu.."sekertaris muda tersebut pun langsung ikut meninggalkan
ruangan Bisma dan kembali ketempat ruangan kerjanya, karna Bisma sendiri
sudah pergi entah kemana..
**
"Duuh.. Kenapa handphone Bisma gak aktif? Apa Dia masih marah sama Aku?
Biss.. Aku gak bermaksud buat kamu marah.. Aku cuma mau kita bahagia
aja Bis, Aku rasa dengan mengadopsi bayi kita bisa merasakan memiliki
seorang anak, walau bukan anak kandung kita sendiri, tapi kenapa kamu
harus marah?
Kalau kamu memang gak setuju, Aku bisa batalin Bis.. Aku cuma pengen
bahagiain kamu aja, Aku gak mau lihat kamu sedih dan kesepian terus..
Aku gak mau Bisma.."Dina tampak begitu gelisah membolak-balikkan BB
ditangannya, raut wajahnya sangat panik karna Bisma tidak mau
mengaktifkan Handphone nya, terlebih lagi pagi tadi sempat terjadi
sedikit perdebatan antara Ia dengan Bisma. Sekarang mungkin Bisma marah
makanya tidak mau mengaktifkan handphone nya
"kalau seandainya waktu itu Aku gak ceroboh, mungkin kita gak akan
kaya gini Bis.. Mungkin Putra kita masih hidup dan sudah bisa kamu ajak
main-main.. Aku nyesel Bis gak dengerin ucapan kamu waktu itu, Aku
nyeseel...
Maafin mamah sayang, maafin mamaah..."air mata Dina pun menetes
mengingat kejadian 4tahun silam saat kecelakaan mengerikan itu. Ia
memegang perut datarnya seolah merasakan janin yang 4tahun lalu masih
tumbuh dirahimnya, seandainya kejadian buruk itu tidak terjadi pasti
putranya tidak akan pergi dan meninggalkannya begitu cepat, Ia juga
mungkin bisa memberi Bisma keturunan lagi kalau saja rahimnya tidak
rusak dan diangkat oleh pihak Dokter. Sungguh hanya ada penyesalan yang
kini menyelimuti diri Dina. Menangis pun sepertinya tidak akan berarti
apa-apa..
"mungkin Aku udah gak bisa buat kamu bahagia lagi Bis..
Aku udah gagal jadi istri yang baik buat kamu..
Aku selalu buat kamu kecewa.. Aku gak kuat Bisma, Aku gak kuaat..
Aku gak sanggup terus-terusan buat kamu kecewa.. Aku mau lihat kamu
bahagia, Aku mau lihat kamu senyum lagi kaya dulu, Aku pengen bahagiain
kamu Bis.. Maafin Aku.."Dina terus menangis merasa bersalah, Ia tidak
tahu kalau ini adalah ujian terbesar dari Tuhan, Bisma memang selalu
terlihat sabar dan kuat, tapi tidak bisa dipungkiri kalau Dina tidak
tahan akan semua ujian ini. Ia tidak sanggup melihat Bisma murung dan
terpuruk terus-menerus karna tidak bisa memiliki keturunan lagi. Ia
merasa telah gagal menjadi seorang istri yang baik untuk Bisma, dan
hanya air mata yang bisa Dina keluarkan atas ketidak sempurnaannya ini.
Dina pun kembali masuk kedalam kamarnya, langkahnya yang gontai
dengan kedua mata yang sembab membuat raut wajah Dina terpampang sangat
sedih penuh rasa sesal.
Sementara itu...
Bisma ternyata tengah asik duduk-duduk dibangku taman. Bibirnya
terus tersenyum menatap sekumpulan anak-anak kecil yang tengah bermain
di area taman tersebut, matanya sampai berkaca dan membayangkan kalau
seandainya salah satu dari anak-anak menggemaskan itu adalah buah
hatinya, mungkin Bisma akan menjadi orang yang sangat bahagia saat ini
"Mereka benar-benar lucu.. Seandainya salah satu diantara mereka ada
yang mau memanggilku 'Ayah' mungkin Aku adalah orang yang sangat
bahagia saat ini.. Iya mungkin gak akan ada yang bisa menandingi rasa
bahagia tersebut kalau sampai ada yang memanggilku..."belum sempat
ucapan Bisma berlanjut, tiba-tiba terdengar suara seorang anak kecil
yang memotongnya
"Ayah.."suara anak tersebut begitu jelas terdengar ditelinga Bisma,
entahlah apa maksud anak laki-laki yang mengenakan kaos berwarna Putih
ini
"Ayah?"Bisma menoleh kaget kearah bocah laki-laki berusia sekitar 4'tahun yang tiba-tiba memanggilnya 'ayah' ini
"iya Ayah.. Om kan tadi mau dipanggil Ayah, Ya udah Ais panggil om
Ayah aja, biar om jadi orang yang paling seneng sekarang ini.."suara
polosnya kembali terdengar, bibir tipis berwarna merah dan matanya yang
sipit membuat hati Bisma terenyak mendengarnya. Ia pun mendekati bocah
kecil tersebut yang ternyata Elfaris atau Ais ini
"A..apa tadi kamu bilang?
O..om gak salah denger kan?"tanya Bisma gugup tidak percaya, air
matanya tiba-tiba menetes mendengar suara Ais yang memanggilnya 'ayah'
"om gak boleh nangis..
Bunda selalu bilang kalau anak laki-laki itu gak boleh ngeluarin air
matanya, om gak boleh cengeng, Bunda benci sama anak laki-laki yang
cengeng..
Om gak salah denger ko om.
Om kan tadi minta dipanggil Ayah, yaudah Ais panggil om Ayah aja
biar om seneng.."Ais meletakkan ibu jarinya dipipi Bisma. Ia mengelus
dengan lembutnya air mata yang membasahi pipi mulus Bisma. Wajahnya yang
sangat putih dan tampan ini sungguh sangat terlihat polos, Bisma pun
semakin dibuat terenyak akan kata-katanya
"om gak nangis ko..
Kamu anak yang pintar, makasih yah? Udah coba hibur om..
Om bener-bener gak nyangka kamu mau manggil om 'Ayah' cuma biar om
seneng.. Kamu benar-benar anak yang pintar.."puji Bisma mencoba menahan
air matanya yang sangat ingin menetes itu. Ia berjongkok menyamai tinggi
Ais dan tersenyum menatap wajah polos nan tampan Ais
"Ais seneng bisa manggil om Ayah.."Ais membalas senyuman Bisma
dengan melempar senyumannya yang sangat mirip dengan Bisma ini, entah
mengapa Ia merasa begitu nyaman bisa sedekat ini dengan seorang pemuda
asing yang baru Ia jumpai sekarang, Ia merasa ingin terus dekat layaknya
apa yang dirasakan oleh Bisma juga. Rupanya ikatan batin antara anak
dan Ayahnya ini begitu kuat hingga bisa dirasakan oleh keduanya
"oh iya nama kamu siapa? Om boleh tau gak?"tanya Bisma lagi. Ia
mencoba membuka pembicaraan baru agar bisa lebih akrab dengan bocah
asing ini
"panggil aja Ais om. Itu nama yang dikasih Bunda buat Ais.."jawab
Ais tersenyum menunjukkan deretan gigi putihnya yang sangat rapi itu
Bisma pun ikut tersenyum dan kembali mengacak pelan rambut Ais
"nama yang unik, tapi cocok buat kamu.
Kalau nama om B..."belum sempat Bisma meneruskan ucapannya, tiba-tiba tersengar suara seseorang memanggil Ais
"Fariisss...!! Elfariisss... Kamu dimana sayang??.. Ais
dimana???.."suara seorang perempuan yang ternyata Franda itu terdengar
begitu jelas. Ais dan Bisma pun saling menatap satu sama lain
"itu suara Bunda Ais om. Ais permisi dulu yah? Bunda pasti nyariin Ais.. Dah om..
Om gak boleh sedih lagi, Ais sayang sama om, Muah.."pamit Ais yang
langsung berlari kecil meninggalkan Bisma, namun Ia sempat mengelus dan
mencium pipi kiri Bisma sebelum berlari menghampiri sang Bunda
"benar-benar anak yang lucu, pintar, putih tampan, dan... Sipit..
Jadi ngingetin Aku sama kamu Nda. Rasanya wajah Ais mirip sekali sama kamu.
Hufh.. Semoga saja kita bertemu lagi jagoan. Om benar-benar senang
bisa bertemud engan malaikat kecil seperti kamu. Terimakasih untuk
panggilan 'Ayah' tadi. Itu sungguh berharga banget buat om.."Bisma
tersenyum kecil menatap langkah kaki Ais yang semakin menjauhinya, Ia
pun membalikkan badannya dan berlalu meninggalkan taman tersebut kearah
yang berlawanan dengan Ais..
Namun bibirnya terus-menerus tersenyum dengan perasaan yang sangat
bahagia. Rasanya semua kesedihannya hari ini terasa hilang setelah
bertemu dengan Ais..
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Nggak Komentar, Nggak Kece :p