Kamis, 27 Maret 2014

Diantara Tiga Cinta #Part 46

Semua yang datang pasti suatu saat akan pergi.
Begitu pun dengan kehadiran Rafael yang selama ini selalu menjadi pelindung serta saudara kandung Franda satu-satunya, harus berakhir dan pergi pada sang pemilik kehidupan.


Franda tidak dapat berkata apapun lagi. Meski ia terus-menerus menangis dan menolak akan semua takdir buruk yang Tuhan berikan untuknya. Namun kepergian Rafael ini tidak dapat ditolak lagi.
Semuanya sudah terjadi dan menjadi suratan takdir dari Tuhan.
Kali ini Franda benar-benar tengah Tuhan uji dengan segala macam cobaan yang diterimanya.


"Hiks, bunda jaat! Kenapa bunda diam telus disini?
Kenapa bunda gak ikut Ais sama ayah tadi? Hiks..bunda jaat! Om Laffa kasian buun.. Om Laffa kasiaan.."

Dua sungai kecil itu kembali keluar dari sudut mata Franda. Kalimat yang dilontarkan Elfaris padanya tadi seolah terus terngiang.
Bocah tampan itu mengadu akan apa yang dilihat dan disaksikannya saat proses pemakaman Rafael sang om tadi.

"Bunda tau gak, om Laffa dimasukkin kedalam tanah buun..
Om Laffa dikubul sama olang-olang itu..hiks Ais kasian sama om Laffa buun..
Om Laffa udah dikubul.. Ais kasian bunda.. Ais kasiaan..hiks."

Suara isakan tangis histeris Elfaris sangat jelas terdengar ditelinga Franda.
Bocah tampan itu tersedu-sedu karna tidak terima tubuh sang om yang sangat disayanginya harus dikuburkan dan dimasukkan kedalam liang lahat untuk segera dimakamkan.
Bocah tampan itu nampaknya belum mengerti dengan semua ini.
Ia sampai memprotes dan mengadu karna ketidak terimaannya.

Franda hanya bisa menangis menatap wajah Elfaris yang terlelap setelah menangis terus seharian. Puncak kepala bocah tampan itu diusapnya pelan. Ia mengelus rambut hitam Elfaris yang terlelap disampingnya itu begitu pilu penuh kelembutan. Kedua mata Franda berkaca kala mengingat ucapan demi ucapan Elfaris tadi.

"Hiks..jangankan kamu sayang.. Bunda aja masih gak bisa terima kalau om kamu sekarang udah gak ada.. Bunda gak bisa terima itu.. Bunda terlalu sayang om kamu..hiks.
Maaf kalau bunda tadi gak ikut lihat prosesi pemakaman om Rafa. Kondisi tubuh bunda masih lemah. Maafin Nda juga Cooh.. Nda gak bisa nganterin Cocoh kerumah baru Cocoh.. Hiks maafin Nda..hiks.." lirih Franda terisak. Nafasnya terasa sesak akan semua kenyataan pahit yang menimpanya ini.


Bisma sendiri tidak bisa berbuat apa-apa. Mendekat dan duduk disamping Franda saja ia tidak berani. Ayah dari dua anak itu hanya bisa memandang pilu seraya berdiri mematung diambang pintu kamar rawat Franda.

Bisma mengalihkan pandangannya. Sosok bayi mungil yang baru saja dilahirkan Franda pagi tadi terlihat begitu tenang didalam box bayinya. Kedua kaki Bisma pun melangkah mendekati box berwarna pink itu.

"Putri ayaah..
Dari tadi pagi ayah pingin banget gendong kamu..
Ayah pingin banget sentuh kamu sayang.." ujarnya terdengar lirih. Bisma buru-buru menyeka air mata yang hampir saja keluar dari sudut matanya.
Wajahnya seketika berbinar senang saat melihat wajah cantik putri kecilnya didalam box bayi tersebut.


"Kamu mau ngapain sama anak aku?"

Tiba-tiba Bisma menoleh terkejut. Ia mendapati Franda menatapnya masih dengan tatapan penuh kebencian.

"A..aku cuma mau lihat dia Nda.
Aku pingin gendong dia.
Boleh yah? Aku pingin banget gendong dia, please Nda.. Sebentar aja.." Bisma memandang Franda memohon. Kedua bola matanya sampai berkaca karna tidak mampu menahan rasa rindunya lagi terhadap putri kecilnya.

Franda beranjak turun dari ranjang rawatnya. Ia mencoba berjalan mendekati Bisma. Menghampiri box bayi serta suaminya itu meski dengan langkah tertatih karna kondisinya masih sangat lemah.

"Lebih baik sekarang kamu pulang.
Ini udah malam. Dina pasti udah nunggu kamu dirumah.
Jadi aku harap kamu bisa tinggalin aku dan anak-anak sekarang.." jelas Franda seraya meraih putri kecilnya dan menggendong bayi mungil itu.

Bisma tersentak kaget. Ia tidak menyangka kalau Franda akan berbicara seperti itu. Dua sungai kecil sampai kembali hampir saja mengalir dari sudut matanya.

"Salah aku apa sih Nda?
Kenapa kamu siksa aku kayak gini?
Aku cuma pingin sentuh anak aku aja Nda.
Aku pingin peluk dia, aku pingin gendong dia. Aku pingin gendong putri aku Nda. Apa itu salah..?" Bisma berujar diiringi air mata yang berlomba-lomba keluar membasahi wajah tampannya.
Rasanya kali ini sikap Franda sangat keterlaluan terhadapnya. Apalagi sejak putrinya lahir Bisma sama sekali tidak diperbolehkan menyentuh darah dagingnya itu.

"Kalau kamu tanya letak kesalahan kamu dimana, lebih baik kamu tanyakan itu semua sama diri kamu sendiri.
Aku gak mau debat sama kamu lagi Bis..
Aku cuma butuh waktu sendiri.
Aku harap kamu bisa ngerti.
Aku pingin sendiri Bisma.
Aku pingin tenangin hati aku sendiri." jelas Franda berujar lirih seraya menatap lekat mata Bisma.

Perempuan cantik itu kemudian kembali naik keatas ranjang rawatnya. Ia memangku putri kecilnya tanpa mau berjauhan dari bayi mungil itu.
Elfaris sendiri terlelap diatas tempat tidur tersebut disampingnya.

Bisma hanya diam mematung mendengar Franda berujar seperti itu. Ia tidak tahu harus berbuat apalagi agar Franda berhenti bersikap dingin dan cuek terus-menerus kepadanya.

"Ais biar aku pindahin tidurnya ya?
Dia bisa tidur disofa sana.
Nanti kalau Ais tidur disini, kamu gak bisa berbaring.." Bisma menatap wajah jagoan kecilnya yang masih terlelap disamping Franda.

"Aku gak mau jauh dari anak-anak aku.
Jadi biarin aja Ais tidur disini.
Lebih baik sekarang kamu pulang aja Bis.
Dina pasti udah nunggu kamu dirumah.." lagi-lagi Franda menolak apa yang Bisma ucapkan padanya. Badan Elfaris pun ia tutupi dengan selimut karna udara didalam ruangan cukup dingin.

"Aku udah minta izin buat nginap disini.
Aku mau temenin kamu Nda.
Aku tau ko letak kesalahan aku dimana. Tapi apa gak ada kesempatan buat aku?
Aku juga gak tau kalau semalam kamu melahirkan. Aku..aku bahkan nyesel banget Nda karna gak bisa nepatin janji kamu.
Aku gak bisa dampingi kamu. Tapi itu bukan keinginan aku.
Aku sendiri gak tau.. Aku gak tau Nda.." Bisma menunduk penuh sesal. Ia kemudian mendongakan wajahnya menatap Franda penuh rasa bersalah.

"Kalau aku tau semalam kamu akan melahirkan. Aku pasti gak akan pergi Nda.
Aku gak akan ikutin keinginan Dina.
Aku juga gak akan nginep di Bandung.
Aku akan lebih memilih nemenin kamu.
Dampingi dan kasih kamu semangat saat melahirkan putri kecil kita.
Tapi aku gak tau kalau itu semua terjadi.
Aku..akuu.." Bisma tidak mampu lagi meneruskan kata-katanya. Nafasnya seakan sesak karna ia menyadari kalau kesalahannya kali ini memang benar-benar fatal. Apalagi Rafael sampai meninggal tepat disaat putrinya lahir.

Franda menangis diam. Ia membiarkan agar Bisma terus mengeluarkan kalimat-kalimatnya. Hati Franda semakin teriris kala mengingat pengorbanan sang kakak yang meski kondisinya tengah tidak baik, tapi Rafael mampu membawanya kerumah sakit. Walau pada akhirnya nyawa Rafael sendiri tidak tertolong karna tubuhnya sangat lemah dan drop total. Rafael kritis bahkan meninggal sesaat setelah tim dokter mencoba menolongnya.
Dan itu semua yang membuat Franda tidak mampu untuk memaafkan Bisma.

"Hiks.. Andai kamu bisa tepatin janji kamu Bis..
Mungkin Cocoh masih hidup sampai saat ini..hiks..
Kamu jahat Bisma..hiks..
Kamu udah buat Cocoh aku pergi..hiks.." Franda membatin terisak. Ia memeluk tubuh bayi mungilnya dengan wajah yang sudah banjir dialiri air mata.

"Kayaknya Ais tidur disofa aja Nda.
Kamu nanti gak bisa tidur sayang..
Aku pindahin dia dulu yah?
Nanti aku akan langsung keluar ko.
Kamu tenang aja. Aku tau kamu butuh waktu buat sendiri.
Aku akan coba buat ngertiin kamu.
Aku pindahin Ais yah?" Bisma mencoba tersenyum selebar mungkin didepan istrinya ini. Perlahan ia mengangkat tubuh jagoan kecilnya lalu dipindahkannya agar Elfaris berbaring disofa panjang yang terdapat juga didalam ruangan tersebut.

Franda diam. Ia tidak menjawab ucapan Bisma. Ia juga tidak menolak saat Bisma memindahkan Elfaris dari sampingnya. Franda hanya memperhatikan seraya mengelus puncak kepala bayi mungilnya yang ia pangku.

"Uggh, jagoan ayaah.. Bobo yang nyenyak ya sayang..
Ayah sayang banget sama Ais. Mmuach..
Good night nak.." Bisma membaringkan tubuh Elfaris begitu pelan dan hati-hati. Ia memberikan kecupan hangatnya dikening Elfaris lalu melepas jaket jeansnya untuk menyelimuti tubuh Elfaris agar tidak kedinginan.

"K..kalau gitu aku keluar dulu ya Nda?
Aku nunggunya diluar.
Kalau nanti ada apa-apa, langsung panggil aku aja.
Aku gak akan kemana-mana ko. Aku pasti jagain kamu dan anak-anak kita.
Aku pamit Nda. Permisi.." Bisma berjalan mendekati pintu kayu berwarna coklat itu. Handle pintunya ia tarik hingga pintu pun terbuka.
Sejenak ia berhenti dan menoleh. Memberikan Franda senyuman berharap kalau Franda juga akan membalas senyumannya.

Namun lagi-lagi Franda tidak mempedulikan sama sekali. Wajahnya memaling seolah tidak sanggup berlama-lama menatap wajah Bisma.
Hingga Bisma pergi pun Franda tetap memalingkan wajahnya dan menangis.

"Maafin aku Bis.. Maafin aku.." batinnya terdengar lirih.

"Bunda gak bermaksud jauhin kamu dari ayah.
Tapi bunda pingin ayah kamu tau gimana sakitnya hati bunda.
Bunda harus dua kali melahirkan tanpa dia disamping bunda.
Itu rasanya lebih dari sakitnya melahirkan..
Apalagi om kamu meninggal sayang..
Bunda bener-bener takuut.. Bunda gak sanggup lama-lama disini.. Bunda rasanya pingin menyusul om kamu.. Hiks.. Sekali lagi maafin aku Bis.. Aku gak bermaksud sejahat ini sama kamu.."

Franda mendekap tubuh bayi mungilnya dengan wajah yang benar-benar banjir dengan air mata. Pipi putri kecilnya ia buat menempel dengan wajahnya. Rasa bersalah bercampur amarah terhadap Bisma membuat dirinya semakin sulit dan sakit.
Yang bisa dilakukannya kini hanyalah menangis dan menangis.




**
Berbeda dengan Franda. Pramudina atau Dina justru tampak gelisah didalam rumahnya.
Ia mondar-mandir tidak karuan dengan raut wajah penuh kecemasan dan rasa takut.

"Duuh.. Telfon jangan yah?
T..tapi aku takut disini sendiri.
K..kalau Bisma disuruh pulang apa dia bakalan mau?
T..tapi...
Aahh mending telfon aja deh. Aku juga masih istrinya Bisma. Jadi aku gak bisa minta tolong sama siapapun lagi selain Bisma." fikirnya kemudian bergegas mencari kontak nomor Bisma dilayar handphone yang digenggamnya.

Dina pun mencoba melakukan panggilan. Menghubungi Bisma sang suami adalah cara satu-satunya untuk mengurangi rasa takut serta gelisahnya ini.


"H..halo Bis?" Dina buru-buru menempelkan handphonenya ketelinga saat suara Bisma sudah terdengar diseberang telfon sana.

"Iya Din. Ada apa?" Bisma bertanya dengan setengah mata yang terpejam. Ia memijat bagian tautan alisnya karna kepalanya terasa sedikit pusing.

"A..aku..akuu.."

"Kamu kenapa?
Ko kamu belum tidur sih, hem?" Bisma merubah posisinya yang tadi duduk kini menjadi berdiri. Sesekali pandangannya pun menatap kearah dalam ruangan untuk mengecek keadaan Franda serta dua malaikat kecilnya disana.

"K..kamu malam ini beneran nginep dirumah sakit?" Dina bertanya ragu.

"Iya sayang. Kan tadi aku udah bilang.
Frandanya masih marah sama aku.
J..jadi aku gak mungkin tinggalin dia. Lagian Ais ada disini juga, jadi gak mungkin aku gak nginep Din. Gak ada yang jagain Franda disini.." Bisma menjelaskan lembut.

Dina menarik nafasnya. Ia sudah menduga kalau Bisma pasti tidak akan bisa kalau harus pulang kerumah.

"Memangnya kenapa Din?
K..kamu gak papa kan dirumah?" Bisma mulai merasa aneh akan sikap istrinya ini.

"A..aku.. Aku gak papa ko.
Y..yaudah. Kamu jangan tidur malam-malam.
A..aku cuma mau pastiin aja kalau kamu dirumah sakit temenin Franda.
Aku mau tidur dulu.
Good night Bis.. Baik-baik disana.."

Dina langsung buru-buru mematikan sambungan telfonnya. Air matanya keluar membasahi pipi putihnya itu. Nafasnya terasa sesak dan hati yang begitu sakit.

"Hiks.. Aku emang gak ada apa-apanya kalau dibanding kamu Fran..
Kamu lebih sempurna dari aku. Kamu bisa kasih Bisma anak. Sedangkan aku enggak. Jadi Bisma pasti akan lebih milih sama kamu dari pada sama aku.. Hiks.. Aku gak kuat kalau kayak gini terus Biss..
Rasanya aku ingin akhiri semua.
Aku gak kuat Bisma..hiks aku gak kuaaat..." tubuh Dina terkulai lemas diatas lantai rumahnya. Ia menangis terisak dengan segala kenyataan dan takdir Tuhan yang menurutnya tidak adil pada dirinya ini.




**
"Dina kenapa sih? Aneh banget. Gak biasanya dia kayak gini.." Bisma menaruh BBnya kedalam saku celana. Ia menarik nafasnya panjang dan membuang semua hal buruk yang berkecamuk didalam fikirannya.


"Mending aku lihat Franda dulu.
Kayaknya putri aku nangis. Dari tadi aku denger terus suaranya.." ujarnya kemudian segera masuk kedalam ruangan untuk menemui Franda dan putri kecilnya.



"Duuhh sayang kamu kenapa..?
Ko nangisnya gak mau berenti?
Padahal bunda udah kasih Asi, tapi kamu gak mau hisap.
Ayo dong naak.. Jangan buat bunda panik.. Kamu kenapa sayang?.." Franda begitu gelisah karna suara tangisan putri kecilnya tidak juag gau berhenti. Ia sudah mencoba memberikan Asi-nya, namun bayi mungil itu menolak dan tetap menangis tanpa henti.

"Ya Tuhaan.. Kamu jangan bikin bunda makin panik dong sayaang..
Ayo Asi-nya dihisap. Tadi juga putri bunda gak rewel.
Ayo sayang.. Putri bunda gak boleh nakal.. Ayo naak.." Franda kembali mencoba mengarahkan Asi-nya agar putri kecilnya mau menghisap dan menerimanya. Namun lagi-lagi bayi mungil itu menolak. Ia seolah tidak menginginkan Asi dari bundanya. Ia menginginkan hal lain selain Asi. Dan itu yang terus membuat tangisnya pecah tanpa henti.


"Ya ampuun.. Anak kita kenapa Nda?
Ko nangisnya sampe kenceng gitu?
Dia kenapa?
Putri ayah kenapa sayang?.." Bisma yang baru saja masuk langsung mendekat panik mendengar suara tangisan putrinya yang semakin kencang.

"Aku gak tau Bis..hiks aku gak tau Bisma..
Dia gak mau dikasih Asi. Padahal tadi dia lagi tidur, dan gak nangis. Tapi sekarang langsung nangis dan gak mau berenti.." jelas Franda panik dan ketakutan sendiri.

"Coba kasih Asi-nya lagi. Mungkin tali pusarnya masih kerasa sakit, makanya dia nangis terus.
Coba kasih lagi Nda.." ujar Bisma pelan tanpa menyentuh putri kecilnya.

Franda masih dengan wajah ragunya pun menurut. Ia membuka dua kancing atas bajunya lalu mengarahkan Asi-nya pada mulut sikecil.

"Oeeek.. Oeeekk....!!"

Namun lagi-lagi bayi mungilnya itu tidak mau. Ia tetap menolak dan tidak mau menghisap Asi sang bunda.

"Hiks..kamu jangan kayak gini dong sayang..
Jangan buat bunda panik..
Kamu kenapa sih naak..?" Franda mengancingi bajunya kembali kemudian mengusap pipi sang bayi yang menangis tanpa air mata.


"Sini Nda, biar aku yang coba tenangin dia.." tiba-tiba Bisma mengulurkan kedua tangannya.

Franda menoleh. Ia menatap Bisma dengan wajah yang berderai air mata kepanikan.

"Aku gak akan apa-apain dia ko.
Aku cuma mau bantu tenangin. Siapa tau putri kita bisa tenang Nda..
Percaya sama aku.
Aku gak akan apa-apain dia.
Please.." pinta Bisma sedikit memohon. Kedua tangannya kini ia arahkan dan menyentuh bayi mungilnya itu.

Franda sama sekali tidak memprotes. Ia membiarkannya begitu saja hingga putrinya kini sudah berada didalam gendoongan Bisma.

"Cuupp.. Sayang gak boleh nangis..
Putri ayah gak boleh nangis..
Ayah ada disini ko naak.. Ayah gak kemana-mana.
Ayah tetep sama kamu.. Ayah disini jagain kamu sama bunda, sama kakak Ais juga.
Jangan nangis lagi yaah..
Ayah sayang banget sama kamu.. Ayah juga sayang sama bunda dan kakak kamu..
Ayah sayang kalian...hiks."

Air mata Bisma tak kuasa lagi untuk ditahannya. Dua sungai kecil itu mengalir membasahi wajah Bisma. Kedua tangan Bisma sendiri sampai bergetar karna akhirnya bisa merasakan menyentuh serta menggendong putri kecilnya, darah daging ia sendiri.

Franda terpelongo bingung. Putri kecilnya langsung diam. Bayi mungil itu berhenti menangis saat berada dalam gendongan sang ayah. Kedua matanya bahkan kini kembali terpejam dan lelap dialam mimpinya.

"Kayaknya dia kangen sama ayahnya.
Maafin bunda sayang.. Bunda emang jahaat..
Gak seharusnya bunda gak ngebolehin ayah kamu buat nyentuh kamu..
Bunda minta maaf naak.. Maafin bunda.." Franda membatin lirih penuh sesal.


"Anak pintaar..
Putri ayah emang pinter...mmmuach. Ayah sayang banget sama kamu..
Bobo yang lelap ya sayang?
Ayah janji gak akan pergi lagi. Ayah akan temenin kamu disini. Ayah janji sayang.." Bisma mengecup kening putri kecilnya. Ia menyentuh wajah bayi mungil yang sangat cantik itu. Kecupan demi kecupan terus didaratkannya. Ia seolah tidak mau lagi jauh dari darah dagingnya itu.


"Putri kita langsung lelap lagi Nda.
Dia kayaknya memang pingin aku gendong.
Makasih yah udah gak larang aku lagi.
Aku..aku sampe gak percaya bisa gendong dan sentuh putri aku.
Aku..aku masih beneran gak percaya Nda.." Bisma menatap Franda dengan mata berkaca. Ekspresinya terharu bercampur bahagia.

Franda menyentuh puncak kepala putri kecilnya. Ia memberikan satu kecupan diatas kening putri mungilnya itu seraya memejamkan matanya lirih.

"Wajahnya mirip banget sama kamu ya Nda.
Matanya sipit, putih. Hidungnya juga kecil kaya hidung kamu..
Cantik banget Nda.. Mirip bundanya." Bisma memandang kagum wajah malaikat kecilnya. Bibirnya tak henti tersenyum melihat wajah sang bayi.

"Sini Bis, biar aku gendong dia. Dia udah berhenti nangis kan?
Aku pinging pangku dia lagi.." Franda mengulurkan tangannya.

Bisma mengangguk setuju. Meski sebenarnya ia masih ingin berlama menggendong putri kecilnya. Namun saat ini suasana hati Franda masih belum sepenuhnya seperti dulu.

"Oeeekk... Oeeek..."

Belum juga Bisma melepaskan tangannya, bayi mungil itu kembali menangis. Franda sampai terpelongo heran karna putrinya lebih nyaman bersama Bisma.

"M..mungkin dia masih pingin sama aku Nda.
Gak papa ko kalau aku gendong dia kaya gini terus, sampe pagi juga gak papa, yang penting putri kita gak nangis.." Bisma tersenyum lebar menatap wajah malaikat kecilnya.

"Manja banget putri bunda ini.
Yaudah, bobo sama ayah dulu.
Tapi kamu duduk aja, kalau kamu berdiri, nanti kamu bisa pegel.." usul Franda lembut.

Bisma mengangguk setuju. Franda membenarkan posisinya menjadi duduk menyender. Bisma lalu duduk disampingnya seraya memangku sikecil.

"Lucu banget sih sayang.. Saking pingin sama ayah terus, sampe gak mau digendong sama bunda..
Takut ayah pergi ya?
Ayah gak akan pergi ko. Ayah kan disini sama kamu. Mmmuaach.. Ayah sayang sama kamu nak.." Bisma mengecup wajah putri kecilnya. Hatinya merasa sangat bahagia karna sikap Franda sudah mulai melemah padanya.

"Oh iya, bayinya belum dikasih nama.
Aku pingin kasih dia nama boleh?" Bisma menatap Franda serius.

"Kamu ayahnya. Jadi gak mungkin aku ngelarang kamu buat kasih nama sama anak ini.." ujar Franda tanpa membalas tatapan Bisma. Ia melah asik mengusap pipi putri kecilnya.

Senyum lebar pun mengembang dibibir Bisma. Ia merasa kalau ucapan yang keluar dari mulut Franda adalah jawaban yang ia inginkan.

"Aku pingin kasih dia nama Imanda.
Ima itu nama panggilan aku waktu masih kecil, dan Nda nama panggilan kesayangan dari aku buat kamu.."

Franda langsung memandang Bisma seolah tidak percaya akan arti nama tersebut.

"Imanda Ardina Karisma.
Dina pingin ada nama dia juga ditengah nama anak kita. Makanya aku berinama Ardina. Sedangkan Karisma, itu nama panjang aku. Nama besar keluarga aku juga.
Kamu setuju kan Nda?" Bisma menatap Bisma penuh harap.

"Namanya bagus. Iya aku setuju ko.
Mmuach, Imanda sayang.." Franda tersenyum kecil dengan anggukan pelan. Ia kemudian mengecup kening bayi mungil yang akhirnya memiliki nama Imanda Ardina Karisma.

"Makasih Nda. Kamu emang perempuan yang selalu bisa buat aku seneng..
Aku janji gak akan pernah buat kamu sedih lagi.
Aku gak akan kecewain kamu lagi.
Aku janji Nda.." batin Bisma bertekad yakin.

"Nama panggilannya manda aja yah? Biar lebih gampang.."

"Iya Nda. Manda.. Dede Manda.
Putri ayah yang cantik. Wajahnya mirip sama bunda. Muach. Ayah sayang banget sama kamu sayang.." Bisma mengecup lagi wajah putri kecilnya itu.
Kebahagiaannya kini terasa lengkap.
Sikap Franda pun sudah tidak sedingin dan semarah tadi padanya.









Bersambung..

1 komentar:

  1. cerpen smash blast


    dina; pergi mungkin itu yang terbaik untuk saat ini.

    di bandara

    dicky; kak, kakak yakin gak mau dicky temenin.
    dina; iya ,kakak yakin.oh ya kakak minta tlg , kalo ada yang nanya kemana? jangan kamu kasih tau yah.
    dicky;termasuk
    dina; bisma.

    kevin; dina.
    franda; kamu mau kemana din?
    dina; dari mana kalian tau aku disini,dicky.
    faris; bunda mau kemana?
    dina; ais, bunda sayang sama kamu, walaupun ais bukan anak kandung bunda tapi bunda tulus sayang sama ais,
    faris;bunda jangan pergi,
    dina;bunda harus pergi sayang, jaga bunda dan adik kamu ya jangan cengeng.

    pesawat r 30 akan segera berangkat.

    dina;bunda ,pergi ya ais , nda aku .....pergi ya. bisma .....kevin
    kevin; aku baru aja ketemu kamu lagi din, kamu udah mau tinggalin aku.
    dina; vin, aku punya kenang kenangan untuk kamu...ini koin persahabatan kita kan,nih aku kembaliin,
    kevin;maksud nya apa din?
    dina; gak pa2, bisma ......

    BalasHapus

Nggak Komentar, Nggak Kece :p