Selasa, 01 Juli 2014

Perjanjian Cinta #Part 38

Mobil Alphard putih yang dikendarai oleh Bisma nampak melaju dengan kecepatan sedang. Sosok lelaki berwajah tampan itu mengetuk-ngetuk jarinya diatas stir mobil. Bibirnya sesekali tersenyum. Wajahnya sangat ceria dan penuh kegembiraan. Rupanya Bisma memang tidak bisa menyembunyikan lagi semua rasa bahagianya.



"Hari ini aku ke Jakarta emang cuma sendiri. Tapi besok lusa, atau minggu depan, aku yakin didalam mobil ini bukan cuma ada aku aja. Tapi akan ada kamu juga anak kita. Kita pulang bareng-bareng nanti Nda. Kita tinggal dirumah aku sama-sama anak kita Ais.." Bisma tersenyum lebar membayangkan keinginan juga impian terbesarnya. Wajahnya semakin ceria, rupanya Bisma memang sudah tidak sabar untuk membawa istri serta jagoan kecilnya untuk tinggal bersama di Jakarta sana.

Bisma mengingat wajah lucu nan tampan Elfaris. Ia buru-buru merogoh handphonenya disaku celana. Layar handphone tersebut segera ia tatap dan dicarinya nomor kontak Franda sang istri.

"Ais sama Franda lagi apa ya? Hem telfon dulu deh, takut Ais nangis. Bisa salah faham nanti kalo aku gak kabarin jagoan ganteng itu.." Bisma menekan tombol panggil saat kontak Franda sudah ditemukannya. Alat komunikasi itu pun ia tempelkan ketelinga kirinya untuk melakukan panggilan.

Bisma nampak tidak sabar menunggu suara Franda yang sangat dirindukannya. Suara buah hati kecilnya, serta ekspresi mereka yang sangat bisa Bisma bayangkan jika sudah mendengar suaranya nanti.

"Halo Nda?" Bisma mulai membuka suara saat panggilan telfonnya sudah tersambung.

Mobil yang tengah Bisma kendarai itu dikurangi kecepatannya. Tangan Bisma satu berada diatas stir mobil, dan satunya memegang handphone yang ditempelkannya ketelinga.


"Hallo Bis? Ada apa yah?" suara Franda terdengar diseberang sana.

Bibir Bisma tersenyum. Rasanya begitu nyaman bisa mendengar suara perempuan yang sangat dicintainya.

"Ais mana Nda? Aku pingin ngobrol sama dia. Dia gak nangis kan aku tinggal pergi?" Bisma bertanya dengan lembutnya.

"Aku gak tau Bis. Dari tadi aku cariin dia tapi gak ada. Aku panggilin juga gak nyahut. Dikamarnya, dihalaman belakang, aku gak temuin dia. Aku..aa.."

"Maksud kamu apa sih Nda? Emangnya Ais kemana? Jangan ngaco deh.." Bisma membenarkan posisi duduknya dengan tatapan serius mendengar penuturan Franda.

"Aku gak becanda. Tapi Ais emang gak kelihatan dari tadi. Aku udah suruh bi Min cari Ais diluar. Mungkin tadi dia keluar soalnya bi Min sempet lihat Ais bawa mobil-mobilan." ujar Franda menjelaskan. Seketika raut wajah Bisma berubah menjadi gelisah dan khawatir.

"Yaudah kamu coba cari dulu yang bener. Nanti kalau Ais udah ada, kamu telfon aku. Aku pingin ngobrol sekaligus minta maaf sama dia. Aku gak mau dia marah sama aku Nda karna aku gak pamitan pergi. Telfonnya aku tutup dulu yah? Aku lagi nyetir soalnya. Nanti kamu telfon balik kalau Aiss.."

"I..iya. Yaudah, nanti aku telfon kamu balik. Hati-hati yah. Bye Bis.." Franda langsung mematikan sambungan telfonnya.

Bisma menarik nafasnya panjang. Baru saja ia hendak berucap lagi, namun Franda malah mengakhiri sambungan telfonnya.

"Hufhh.. Mudah-mudahan Ais gak kenapa-napa. Ko aku jadi pengen balik lagi ya?" raut wajah Bisma semakin terlihat gelisah.

"Ah enggak deh. Masa baru beberapa menit aja udah mau balik lagi. Aku pasti bisa atasi semuanya. Dan aku harus mulai semuanya dari sini. Demi kamu sama Ais Nda. Kita pasti akan jadi keluarga bahagia nanti.." Bisma membatin yakin. Handphonenya pun ia lemparkan keatas jok mobil disampingnya. Ia memandang serius jalanan raya yang tengah dilaluinya. Pandangannya semakin ia fokuskan dan berhenti berfikir negatif tentang buah hatinya.



** Elfaris sendiri rupanya masih berada diluar rumah. Kini ia berdiri tepat didepan pagar rumah mewah yang tak lain adalah rumah Arfa.


"Napain sih anak aneh itu lihatin kesini teus?! Nyebein banet!! Issssh!!" Arfa mendelik tidak suka melihat kehadiran Elfaris yang membuntutinya.

"Apa kamu?!" ketusnya lagi disaat Elfaris menoleh menatap dirinya.

Elfaris menunduk. Entah kenapa ia malah mengikuti Arfa dan memperhatikan bocah kecil seusianya itu.


"Siapa Fa?"

Tiba-tiba Arfa menoleh mendengar suara Rafael sang papah.

"Papah tanya, dia siapa? Ko Arfa malah diam? Kenapa gak diajak masuk, hem?" Rafael bertanya sekali lagi. Kali ini nada bicaranya lebih lembut dan pelan.

"Arfa gatau pah, dia itu anak tetaga didepan lumah kita. Tapi anaknya aneh, gapenah mau nomong.. Arfa tanya juda pasti gapenah dijaab.." ujar Arfa menjelaskan dengan kalimat lucunya.

Rafael mengerutkan dahinya. Ia sepertinya ragu akan penuturan Arfa putra tunggalnya.

"Arfa siyus pah, Arfa gaboong. Arfa kan gapenah baani boonin papah.." jelas Arfa lagi. Ia berusaha meyakinkan Rafael kalau Elfaris memang bersifat aneh.

"Yaudah, Arfa ajak aja dia main. Kasian pasti dia gak ada temennya. Papah mau kedalam dulu ya? Ingat jangan nakal." Rafael mengacak rambut hitam Arfa lalu beranjak masuk kedalam rumahnya.

Arfa hanya membuang nafas sebal. Ia sebenarnya termasuk anak yang penurut dan baik. Namun kadang jika ia tidak suka pada seseorang, ya seperti inilah ekspresi raut wajahnya.


"Apa kamu?!" lagi-lagi Arfa menatap Elfaris ketus.

Elfaris menggeleng lalu mengalihkan pandangannya karna takut berlama-lama memandang Arfa. Kedua matanya nampak berair. Sebenarnya dirinya sedang bersedih karna ditinggal sang ayah. Dan melihat kebersamaan Arfa dan Rafael membuat Elfaris iri dan cemburu.

"Arfa sebenanya ganelti sama kamu. Kamu tuh bisa nomong gak sih?" Arfa berjalan mendekati pagar luar rumahnya, lebih tepatnya ia mendekati Elfaris.

Pintu pagar besi berwarna merah kecoklatan itu ia buka perlahan. Sosok Elfaris menjauhkan tubuhnya satu langkah dari pintu.

"Tenang aja, Arfa ga bakaan makan kamu. Arfa gasuka anak kecil, dadi gapeu takut.." ujar Arfa dengan nada bicaranya yang asal dan penuh candaan.

Elfaris hanya diam memperhatikan apa yang akan dilakukan Arfa padanya.

"Nama aku Arfa. Kamu saapa?" Arfa menyodorkan tangan kanannya mengajak Elfaris berkenalan.

Tangan Elfaris mulai mengulur dan hendak menyambut jabatan tangan Arfa.

"Udah gapeu takut.. Arfa gabakaan gigit ko. Kamu tuh pasaan takut banet sama Arfa." Arfa menarik tangan Elfaris dan menjabatnya paksa. Rupanya cukup tidak sabaran juga bocah tengil yang satu ini.

"Ais.." ujar Elfaris pelan hampir tak terdengar.

"Hah? Nama kamu sapa bausan? Arfa tadi gadenel. Nomongnya yan keceng doong. Jan bisik-bisik kaya ditu. Arfa dadinya ga denel nihhh!!" protes Arfa mulai keluar lagi raut wajah tengilnya.

Elfaris melepaskan tangan Arfa yang menjabat tangannya. Ia seperti orang yang ketakutan dan langsung berlari pergi begitu saja.

"Hey! Kamu mau kemaa? Kita kan bum kenaan? Masa lasung pegi ditu aja? Gasopan kamu.." panggil Arfa setengah berteriak.

Elfaris tidak mempedulikan. Bocah tampan itu terus saja berlari masuk kedalam rumahnya dan menutup pagar rumahnya rapat-rapat. Ia selalu bersikap seperti ini, entah karna takut, atau memang dirinya tidak berani bermain dengan anak lain, atau mungkin Elfaris tidak terbiasa dengan lingkungan luar.

"Errrrrrrr!!! Awass kamu! Lain kai Arfa ganau ajak kamu kenaan ladi! Temanan sama kamu juga Arfa ganau! Isssss awas aja ntal kao datang ladi, Arfa siam kamu pake air!!" Arfa menghentakkan kakinya kesal. Ia marah dan ngedumel sendiri karna tingkah Elfaris memang sangat membuatnya emosi.


"Kakaak.." Elfaris memandang Arfa lirih. Entah apa yang sebenarnya terjadi pada bocah tampan ini. Ia ingin bermain dan memiliki teman, namun dirinya selalu ketakutan sendiri dan malah bertingkah aneh.

Arfa masuk kedalam rumahnya. Mulut kecilnya terus berceloteh ria ngedumel sendiri akan tingkah mengesalkan tetangga didepan rumah, yang menurutnya sangat aneh.

"Hausnya anak aneh tadi tuh ga pegi ditu aja. Masa cuna diajak kenaan aja lasung lai? Emanya Arfa seem apa sape takutan ditu? Issh panggalan banet tuhh.. Awas aja kao datang kesini ladi, Arfa masukin kaung ntal.." dumelnya tidak jelas.




** "Ya ampuun.. Sayang Ais kemana aja? Bunda dari tadi cariin Ais. Ais dari mana? Ais gak papa kan nak, hem?" Franda nampak terkejut dan khawatir. Ia memandang Elfaris dari atas sampai bawah. Wajah bocah tampan itu disentuh dan diusapnya penuh kekhawatiran.

"Ais ko diam? Ais kenapa sayang? Apa ada yang nakalin Ais?" Franda menyentuh pipi Elfaris yang masih terasa basah. Rupanya Franda tahu jika Elfaris tadi sempat menangis.

"Ais cali ayah, tapi ayah pelgi. Ayah naik mobil kelual, Ais pagilin ayah gadengel. Tlus Ais ketemu sama kak Arfa, kak Arfa ajakin Ais kenalan, tapi Ais takut buun. Ais takut, makanya Ais lasung masuk kelumah. Ais takut bundaa..hiks" adu Elfaris menjelaskan apa yang terjadi padanya tadi. Ia langsung berhambur memeluk tubuh Franda dengan isakan tangis yang tiba-tiba keluar dari mulutnya.

Franda terpelongo bingung. Ia masih belum mengerti akan apa yang dimaksudkan oleh jagoan kecilnya. Puncak kepala Elfaris pun ia usap dan berusaha menenangkannya.

"Ko Ais takut sih sayang? Memangnya Ais takut apa? Bukannyaa.."

"Ais takut aja bun. Ais gabelani. Dadinya Ais lasung pelgi gitu aja. Ais, Ais.."

"Usstt.. Yaudah, bunda ngerti ko. Sekarang kita kekamar bunda aja yuk? Kita telfon ayah. Ais pasti mau denger suara ayah kan? Ayahnya tadi gak sempet pamitan sama Ais. Ayah bilang ayah minta maaf soalnya ayah harus buru-buru. Jadinya tadi ayah langsung pergi. Ais gak boleh nangis lagi yah? Jagoannya bunda masa nangis, nanti Ais gak ganteng lagi.." Franda berujar dengan lembutnya. Ia mengusap wajah Elfaris, menghapus air mata yang membasahi pipi Elfaris.

"Dadi ayah bnelan pelgi bunda? Tlus kenapa ayah ga bilang sama Ais? Ais kan dadi sedih, Ais pikil ayah.."

"Ayahnya gak sempet sayang.. Ayah buru-buru. Kita telfon sekarang aja yuk? Nanti Ais boleh protes sama ayah lewat telfon. Sekarang Ais gak boleh nangis dan sedih lagi." jelas Franda lagi-lagi berujar dengan nada lembutnya.

Elfaris mengangguk setuju. Ia buru-buru menghapus air mata diwajahnya. Raut kesedihan dan ketakutan pun segera ia hilangkan dan mencoba untuk tersenyum selebar mungkin.

"Naah gitu dong. Itu baru jagoannya bunda. Muach! Kita kekamar sekarang yuk?" Franda mengacak poni hitam Elfaris dan mengecupnya sekilas. Tubuh bocah tampan itu pun diraih dan digendongnya untuk dibawa kedalam kamarnya dilantai atas sana.

"Ais sayang bunda, mmuuaach.." Elfaris mengecup pipi Franda lalu bergelayut manja digendongan sang bunda.

Franda hanya tersenyum kecil melihat tingkah lucu buah hati kesayangannya. Ia berbalas menyentuh puncak kepala Elfaris dan mendekap tubuh mungil itu saat digendongnya.

"Maafin bunda sayang. Kayaknya kamu sering ketakutan terus akhir-akhir ini. Apa kamu mengalami trauma ditinggal pergi sama ayah juga bunda? Kasihan kamu nak, kamu masih terlalu kecil untuk jadi korban keegoisan bunda sama ayah. Maafin bunda yah.. Bunda janji gak akan ulangin kesalahan buruk itu lagi. Bunda akan tetap disini sama Ais buat jagain Ais. Nanti ayah juga pasti jemput kita buat tinggal di Jakarta sana. Sabar ya sayang.. Semuanya pasti akan indah nanti.." Franda mengecup puncak kepala Elfaris. Ia bergumam dalam hati dengan raut wajah penuh sesal mengingat apa yang dilakukannya juga Bisma terhadap Elfaris tiga tahun terakhir ini.




** Bisma rupanya baru saja tiba di Jakarta. Ia nampak kelelahan setelah menempuh perjalanan Bandung-Jakarta yang cukup lama karna mengalami kemacetan.

Tubuh Bisma segera ia hempaskan diatas tempat tidur. Dirinya langsung mengingat sosok Franda dan Elfaris. Sampai saat ini kedua malaikat hatinya itu belum juga menghubunginya, padahal Bisma sudah berpesan pada Franda tadi.

"Issh Franda ngeselin banget. Masa gak nelfon-nelfon juga sampe sekarang? Udah disuruh nelfon juga. Gak tau apa kalo aku khawatir. Aku juga kangen tau Nda sama kamu dan Ais.." Bisma menggerutu sebal. Ia buru-buru merogoh handphonenya lagi untuk menghubungi Franda.

"Ahh sial! Pantesan aja Franda gak nelfon-nelfon. Hp guenya mati!" Bisma berdecak kesal. Dirinya buru-buru mengambil telfon rumah karna sepertinya handphone miliknya tidak bisa diandalkan.

"Mudah-mudahan aja Franda gak marah. Aku gak tau Nda kalo hape aku mati. Serius deh, ini diluar dugaan. Padahal tadi masih nyala. Pasti gara-gara aku lupa ngisi batrenya. Hufh.. Jangan marah sayang, aku paling gak bisa dimarahin sama kamu Nda.." Bisma duduk ditepi tempat tidurnya. Ia menekan setiap digit nomor diatas telfon rumahnya untuk menghubungi Franda lewat telfon rumah tersebut.

Bisma menempelkan gagang telfonnya ketelinga. Posisinya segera ia ubah menjadi bersender pada tempat tidurnya. Selain ia masih lelah, Bisma juga harus beristirahat sejenak karna sore nanti ia harus buru-buru kekantornya untuk meeting.


"H..halo Nda?" bibir Bisma tersenyum lebar begitu mendengar suara istri tercintanya.

"Ngapain kamu nelfon-nelfon aku?" suara Franda terdengar cukup ketus.

"Duhh udah dong jangan marah. Hape aku mati. Aku gak tau kalo hapenya mati. Aku lupa nge charge, makanya jadi susah.."

"Tau ah! Kamu tuh nyebelin tau gak Bis!"

"Ya ampuun kan aku udah minta maaf.. Aku juga gak tau, aku dari tadi nunggu telfon dari kamu, tapi gak ada juga, pas aku lihat, ternyata hape akunya mati. Jadi akuu.."

"Alesan! Bilang aja mau bikin aku sama Ais kesel, iya kan?!" Franda lagi-lagi berucap dengan ketusnya.

Bisma menghela nafas panjang. Sepertinya Franda benar-benar marah karna kelalaiannya ini.

"Hufhh.. Udah dong sayang jangan marah terus. Aku minta maaf, ini diluar skenario aku. Jadinya aku gak tau."

"Skenario? Emangnya kamu pikir kita lagi main sinetron apa? Isshh kamu tuh nyebelin banget tau gak Bis!"

"Aduuh.. Maksud aku tuh ini diluar dugaan. Jangan marah terus dong.. Aku minta maaf yah? Maafin aku, bilang maaf juga sama Ais. Aku udah ngelakuin kesalahan dua kali sama dia. Maaf ya Nda.. Maafin aku sayang.."

Franda langsung terdiam. Rasanya begitu terharu mendengar Bisma yang terus mengucap kata maaf penuh sesal.

"Nda? Ko diem sih? Kamu masih marah juga sama aku? Atau kamuu.."

"Engh~ a..aku gak papa ko. Aku..aku cuma kesel aja sama kamu. Kasian Ais tau Bis. Dia dari tadi nungguin kamu. Dia pingin ngobrol sama ayahnya, tapi hape kamu malah gak bisa dihubungin. Gimana aku gak kesel coba?!"

"Iya-iya maaf.. Yaudah sekarang Aisnya mana? Aku pingin bicara sama dia."

Franda menoleh menatap buah hati kecilnya yang terlelap disampingnya.

"Nda..?" panggil Bisma pelan.

"Ais mana? Aku pingin ngobrol sama dia.." ujar Bisma lagi. Franda hanya diam memperhatikan wajah lucu Elfaris saat tertidur.

"Sayaang.. Kamu kenapa sih? Ko malah diem terus? Aisnya mana Ndaa..?" Bisma terlihat geram dan tidak sabaran.

"Eh i..iya. A..aduh maaf Bis. Aku..aku gak denger.."

"Hufh masa gak denger. Emangnya kamu lagi apa? Trus Ais mana?" lagi-lagi hanya pertanyaan itu yang terus Bisma lontarkan.

"Aku lagi lihatin wajah Elfaris, mukanya persis kamu banget. Dia lagi tidur Bis. Kalau aku lihat dia, rasanya aku kaya lihat kamu.." Franda memandang wajah tampan Elfaris dan tersenyum melihatnya.

"Yaiyalah ingat aku, kan aku sama Ais emang mirip, aku ayahnya Nda, jadi Elfaris pasti akan mirip sama aku.." Bisma sedikit terkekeh membayangkan ekspresi Franda yang tengah memandang jagoan kecilnya.

"Ya tapi Ais juga mirip aku kali. Mukanya aja chinese kaya aku nihh.. Dia juga putih, bersih, persis banget kaya aku. Jadi gak sepenuhnya mirip kamu.." Franda memprotes.

"Ya itu karna Elfaris anak kita berdua. Jadi wajahnya juga perpaduan antara wajah kita Nda. Antara wajah kamu dan aku. Matanya aja perpaduan mata sipit kamu dan mata bening aku. Perhatiin aja deh, mata dia lucu tau, unik, sipit tapi bola matanya itu bening kaya aku. Coba aja perhatiin.. Pasti gak bakalan nyangka deh.."

Franda menurut. Ia mengikuti apa yang diucapkan oleh suaminya itu. Sekilas seukir senyum pun langsung terlihat disana.

"Perhatiin juga bibirnya. Itu bibir aku banget. Kalo pipinya pipi kamu. Coba perhatiin aja terus. Dia itu kita Nda. Elfaris ya kamu sama aku. Gak ada bedanya pokoknya pasti mirip kita."

Lagi-lagi Franda tersenyum memperhatikan wajah Elfaris yang memang benar sangat mirip dengannya juga Bisma.

"Kalau kita punya anak perempuan, nanti mukanya kaya siapa yah Bis?" ujar Franda tiba-tiba. Entah sadar atau tidak ia bisa berucap demikian.

"Yaa aku sih pingin mukanya kaya kamu. Gak perlu kaya aku. Biar nanti kalau aku kangen kamu, aku tinggal lihatin muka dia, soalnya kalo aku lihatin muka kamu, pasti gak akan akur lagi. Tau sendiri kan kamu itu paling gak suka kalo.."

"Isshh iya-iyaaa.. Tapi siapa juga yang mau punya anak lagi? Satu aja gak keurus, enak aja pengen punya anak lagi!" ketus Franda tiba-tiba sewot.

Bisma menelan ludahnya. Bukannya tadi Franda yang memulai sendiri membuka percakapan tentang anak perempuan? Namun justru malah ia pula yang marah karna membahas soal anak.

"Hufh sabar Bis.. Sifat Franda emang kaya gitu. Kalo bukan lo yang sabar dan ngertiin dia, siapa lagi coba? Disini gak akan ada yang nasehatin lo lagi, jadi lo sendiri yang harus mengatur semuanya." Bisma membatin seraya mengelus dada bidangnya.

"Bis.." panggil Franda pelan. Ia memutar badannya mencari posisi senyaman mungkin untuk bercakap ria bersama Bisma lewat telfon genggamnya.

"Iya sayang.. Kenapa, hem? Kangen yah sama aku?"

"Issh apa sih? Orang cuma manggil doang. Pede kamu!"

"Ahaha biasa aja kali Nda. Lagian gak perlu boong. Aku sih emang kangen sama kamu. Kangen banget malah.." Bisma menatap bingkai photo Franda yang terdapat diatas meja kecil disamping tempat tidurnya.

Franda terkekeh. Ia meraih guling disamping kirinya lalu memeluknya begitu erat.

"Pengen meluk. Kalo deket pasti udah aku peluk kamu Nda.."

Franda lagi-lagi terkekeh. Rasanya seperti sedang berada dimasa puber. Ia sangat-sangat bahagia saat ini karna sikap Bisma yang selalu mencoba membuatnya nyaman.

"Bis, Biss.. Ko aku jadi gemes sih sama kamu. Cowok gila yang nyebelin, tapi ngangenin juga. Isshh ko aku jadi kaya gini sih? Pengen meluk Bismaa.. Uhh Biss.." Franda membatin tidak karuan. Ia mendengkram guling yang tengah dipeluknya seraya tidak henti tersenyum. Rupanya Franda memang sangat menginginkan pelukan hangat Bisma yang tengah dirindukannya.





Bersambung...

1 komentar:

Nggak Komentar, Nggak Kece :p