Mobil Alphard putih yang dikendarai oleh Bisma nampak melaju dengan
kecepatan sedang. Sosok lelaki berwajah tampan itu mengetuk-ngetuk
jarinya diatas stir mobil. Bibirnya sesekali tersenyum. Wajahnya sangat
ceria dan penuh kegembiraan. Rupanya Bisma memang tidak bisa
menyembunyikan lagi semua rasa bahagianya.
"Hari
ini aku ke Jakarta emang cuma sendiri. Tapi besok lusa, atau minggu
depan, aku yakin didalam mobil ini bukan cuma ada aku aja. Tapi akan
ada kamu juga anak kita. Kita pulang bareng-bareng nanti Nda. Kita
tinggal dirumah aku sama-sama anak kita Ais.." Bisma tersenyum lebar
membayangkan keinginan juga impian terbesarnya. Wajahnya semakin ceria,
rupanya Bisma memang sudah tidak sabar untuk membawa istri serta
jagoan kecilnya untuk tinggal bersama di Jakarta sana.
Bisma
mengingat wajah lucu nan tampan Elfaris. Ia buru-buru merogoh
handphonenya disaku celana. Layar handphone tersebut segera ia tatap dan
dicarinya nomor kontak Franda sang istri.
"Ais sama
Franda lagi apa ya? Hem telfon dulu deh, takut Ais nangis. Bisa salah
faham nanti kalo aku gak kabarin jagoan ganteng itu.." Bisma menekan
tombol panggil saat kontak Franda sudah ditemukannya. Alat komunikasi
itu pun ia tempelkan ketelinga kirinya untuk melakukan panggilan.
Bisma
nampak tidak sabar menunggu suara Franda yang sangat dirindukannya.
Suara buah hati kecilnya, serta ekspresi mereka yang sangat bisa Bisma
bayangkan jika sudah mendengar suaranya nanti.
"Halo Nda?" Bisma mulai membuka suara saat panggilan telfonnya sudah tersambung.
Mobil
yang tengah Bisma kendarai itu dikurangi kecepatannya. Tangan Bisma
satu berada diatas stir mobil, dan satunya memegang handphone yang
ditempelkannya ketelinga.
"Hallo Bis? Ada apa yah?" suara Franda terdengar diseberang sana.
Bibir Bisma tersenyum. Rasanya begitu nyaman bisa mendengar suara perempuan yang sangat dicintainya.
"Ais mana Nda? Aku pingin ngobrol sama dia. Dia gak nangis kan aku tinggal pergi?" Bisma bertanya dengan lembutnya.
"Aku
gak tau Bis. Dari tadi aku cariin dia tapi gak ada. Aku panggilin juga
gak nyahut. Dikamarnya, dihalaman belakang, aku gak temuin dia.
Aku..aa.."
"Maksud kamu apa sih Nda? Emangnya Ais kemana?
Jangan ngaco deh.." Bisma membenarkan posisi duduknya dengan tatapan
serius mendengar penuturan Franda.
"Aku gak becanda. Tapi
Ais emang gak kelihatan dari tadi. Aku udah suruh bi Min cari Ais
diluar. Mungkin tadi dia keluar soalnya bi Min sempet lihat Ais bawa
mobil-mobilan." ujar Franda menjelaskan. Seketika raut wajah Bisma
berubah menjadi gelisah dan khawatir.
"Yaudah kamu coba
cari dulu yang bener. Nanti kalau Ais udah ada, kamu telfon aku. Aku
pingin ngobrol sekaligus minta maaf sama dia. Aku gak mau dia marah sama
aku Nda karna aku gak pamitan pergi. Telfonnya aku tutup dulu yah? Aku
lagi nyetir soalnya. Nanti kamu telfon balik kalau Aiss.."
"I..iya. Yaudah, nanti aku telfon kamu balik. Hati-hati yah. Bye Bis.." Franda langsung mematikan sambungan telfonnya.
Bisma menarik nafasnya panjang. Baru saja ia hendak berucap lagi, namun Franda malah mengakhiri sambungan telfonnya.
"Hufhh.. Mudah-mudahan Ais gak kenapa-napa. Ko aku jadi pengen balik lagi ya?" raut wajah Bisma semakin terlihat gelisah.
"Ah
enggak deh. Masa baru beberapa menit aja udah mau balik lagi. Aku
pasti bisa atasi semuanya. Dan aku harus mulai semuanya dari sini. Demi
kamu sama Ais Nda. Kita pasti akan jadi keluarga bahagia nanti.." Bisma
membatin yakin. Handphonenya pun ia lemparkan keatas jok mobil
disampingnya. Ia memandang serius jalanan raya yang tengah dilaluinya.
Pandangannya semakin ia fokuskan dan berhenti berfikir negatif tentang
buah hatinya.
** Elfaris sendiri rupanya
masih berada diluar rumah. Kini ia berdiri tepat didepan pagar rumah
mewah yang tak lain adalah rumah Arfa.
"Napain sih
anak aneh itu lihatin kesini teus?! Nyebein banet!! Issssh!!" Arfa
mendelik tidak suka melihat kehadiran Elfaris yang membuntutinya.
"Apa kamu?!" ketusnya lagi disaat Elfaris menoleh menatap dirinya.
Elfaris menunduk. Entah kenapa ia malah mengikuti Arfa dan memperhatikan bocah kecil seusianya itu.
"Siapa Fa?"
Tiba-tiba Arfa menoleh mendengar suara Rafael sang papah.
"Papah
tanya, dia siapa? Ko Arfa malah diam? Kenapa gak diajak masuk, hem?"
Rafael bertanya sekali lagi. Kali ini nada bicaranya lebih lembut dan
pelan.
"Arfa gatau pah, dia itu anak tetaga didepan lumah
kita. Tapi anaknya aneh, gapenah mau nomong.. Arfa tanya juda pasti
gapenah dijaab.." ujar Arfa menjelaskan dengan kalimat lucunya.
Rafael mengerutkan dahinya. Ia sepertinya ragu akan penuturan Arfa putra tunggalnya.
"Arfa
siyus pah, Arfa gaboong. Arfa kan gapenah baani boonin papah.." jelas
Arfa lagi. Ia berusaha meyakinkan Rafael kalau Elfaris memang bersifat
aneh.
"Yaudah, Arfa ajak aja dia main. Kasian pasti dia
gak ada temennya. Papah mau kedalam dulu ya? Ingat jangan nakal." Rafael
mengacak rambut hitam Arfa lalu beranjak masuk kedalam rumahnya.
Arfa
hanya membuang nafas sebal. Ia sebenarnya termasuk anak yang penurut
dan baik. Namun kadang jika ia tidak suka pada seseorang, ya seperti
inilah ekspresi raut wajahnya.
"Apa kamu?!" lagi-lagi Arfa menatap Elfaris ketus.
Elfaris
menggeleng lalu mengalihkan pandangannya karna takut berlama-lama
memandang Arfa. Kedua matanya nampak berair. Sebenarnya dirinya sedang
bersedih karna ditinggal sang ayah. Dan melihat kebersamaan Arfa dan
Rafael membuat Elfaris iri dan cemburu.
"Arfa sebenanya
ganelti sama kamu. Kamu tuh bisa nomong gak sih?" Arfa berjalan
mendekati pagar luar rumahnya, lebih tepatnya ia mendekati Elfaris.
Pintu pagar besi berwarna merah kecoklatan itu ia buka perlahan. Sosok Elfaris menjauhkan tubuhnya satu langkah dari pintu.
"Tenang
aja, Arfa ga bakaan makan kamu. Arfa gasuka anak kecil, dadi gapeu
takut.." ujar Arfa dengan nada bicaranya yang asal dan penuh candaan.
Elfaris hanya diam memperhatikan apa yang akan dilakukan Arfa padanya.
"Nama aku Arfa. Kamu saapa?" Arfa menyodorkan tangan kanannya mengajak Elfaris berkenalan.
Tangan Elfaris mulai mengulur dan hendak menyambut jabatan tangan Arfa.
"Udah
gapeu takut.. Arfa gabakaan gigit ko. Kamu tuh pasaan takut banet sama
Arfa." Arfa menarik tangan Elfaris dan menjabatnya paksa. Rupanya
cukup tidak sabaran juga bocah tengil yang satu ini.
"Ais.." ujar Elfaris pelan hampir tak terdengar.
"Hah?
Nama kamu sapa bausan? Arfa tadi gadenel. Nomongnya yan keceng doong.
Jan bisik-bisik kaya ditu. Arfa dadinya ga denel nihhh!!" protes Arfa
mulai keluar lagi raut wajah tengilnya.
Elfaris melepaskan tangan Arfa yang menjabat tangannya. Ia seperti orang yang ketakutan dan langsung berlari pergi begitu saja.
"Hey! Kamu mau kemaa? Kita kan bum kenaan? Masa lasung pegi ditu aja? Gasopan kamu.." panggil Arfa setengah berteriak.
Elfaris
tidak mempedulikan. Bocah tampan itu terus saja berlari masuk kedalam
rumahnya dan menutup pagar rumahnya rapat-rapat. Ia selalu bersikap
seperti ini, entah karna takut, atau memang dirinya tidak berani
bermain dengan anak lain, atau mungkin Elfaris tidak terbiasa dengan
lingkungan luar.
"Errrrrrrr!!! Awass kamu! Lain kai Arfa
ganau ajak kamu kenaan ladi! Temanan sama kamu juga Arfa ganau! Isssss
awas aja ntal kao datang ladi, Arfa siam kamu pake air!!" Arfa
menghentakkan kakinya kesal. Ia marah dan ngedumel sendiri karna
tingkah Elfaris memang sangat membuatnya emosi.
"Kakaak.."
Elfaris memandang Arfa lirih. Entah apa yang sebenarnya terjadi pada
bocah tampan ini. Ia ingin bermain dan memiliki teman, namun dirinya
selalu ketakutan sendiri dan malah bertingkah aneh.
Arfa
masuk kedalam rumahnya. Mulut kecilnya terus berceloteh ria ngedumel
sendiri akan tingkah mengesalkan tetangga didepan rumah, yang
menurutnya sangat aneh.
"Hausnya anak aneh tadi tuh ga
pegi ditu aja. Masa cuna diajak kenaan aja lasung lai? Emanya Arfa seem
apa sape takutan ditu? Issh panggalan banet tuhh.. Awas aja kao datang
kesini ladi, Arfa masukin kaung ntal.." dumelnya tidak jelas.
**
"Ya ampuun.. Sayang Ais kemana aja? Bunda dari tadi cariin Ais. Ais
dari mana? Ais gak papa kan nak, hem?" Franda nampak terkejut dan
khawatir. Ia memandang Elfaris dari atas sampai bawah. Wajah bocah
tampan itu disentuh dan diusapnya penuh kekhawatiran.
"Ais
ko diam? Ais kenapa sayang? Apa ada yang nakalin Ais?" Franda menyentuh
pipi Elfaris yang masih terasa basah. Rupanya Franda tahu jika Elfaris
tadi sempat menangis.
"Ais cali ayah, tapi ayah pelgi.
Ayah naik mobil kelual, Ais pagilin ayah gadengel. Tlus Ais ketemu sama
kak Arfa, kak Arfa ajakin Ais kenalan, tapi Ais takut buun. Ais takut,
makanya Ais lasung masuk kelumah. Ais takut bundaa..hiks" adu Elfaris
menjelaskan apa yang terjadi padanya tadi. Ia langsung berhambur
memeluk tubuh Franda dengan isakan tangis yang tiba-tiba keluar dari
mulutnya.
Franda terpelongo bingung. Ia masih belum
mengerti akan apa yang dimaksudkan oleh jagoan kecilnya. Puncak kepala
Elfaris pun ia usap dan berusaha menenangkannya.
"Ko Ais takut sih sayang? Memangnya Ais takut apa? Bukannyaa.."
"Ais takut aja bun. Ais gabelani. Dadinya Ais lasung pelgi gitu aja. Ais, Ais.."
"Usstt..
Yaudah, bunda ngerti ko. Sekarang kita kekamar bunda aja yuk? Kita
telfon ayah. Ais pasti mau denger suara ayah kan? Ayahnya tadi gak
sempet pamitan sama Ais. Ayah bilang ayah minta maaf soalnya ayah harus
buru-buru. Jadinya tadi ayah langsung pergi. Ais gak boleh nangis lagi
yah? Jagoannya bunda masa nangis, nanti Ais gak ganteng lagi.." Franda
berujar dengan lembutnya. Ia mengusap wajah Elfaris, menghapus air mata
yang membasahi pipi Elfaris.
"Dadi ayah bnelan pelgi bunda? Tlus kenapa ayah ga bilang sama Ais? Ais kan dadi sedih, Ais pikil ayah.."
"Ayahnya
gak sempet sayang.. Ayah buru-buru. Kita telfon sekarang aja yuk? Nanti
Ais boleh protes sama ayah lewat telfon. Sekarang Ais gak boleh nangis
dan sedih lagi." jelas Franda lagi-lagi berujar dengan nada lembutnya.
Elfaris
mengangguk setuju. Ia buru-buru menghapus air mata diwajahnya. Raut
kesedihan dan ketakutan pun segera ia hilangkan dan mencoba untuk
tersenyum selebar mungkin.
"Naah gitu dong. Itu baru
jagoannya bunda. Muach! Kita kekamar sekarang yuk?" Franda mengacak
poni hitam Elfaris dan mengecupnya sekilas. Tubuh bocah tampan itu pun
diraih dan digendongnya untuk dibawa kedalam kamarnya dilantai atas
sana.
"Ais sayang bunda, mmuuaach.." Elfaris mengecup pipi Franda lalu bergelayut manja digendongan sang bunda.
Franda
hanya tersenyum kecil melihat tingkah lucu buah hati kesayangannya. Ia
berbalas menyentuh puncak kepala Elfaris dan mendekap tubuh mungil itu
saat digendongnya.
"Maafin bunda sayang. Kayaknya kamu
sering ketakutan terus akhir-akhir ini. Apa kamu mengalami trauma
ditinggal pergi sama ayah juga bunda? Kasihan kamu nak, kamu masih
terlalu kecil untuk jadi korban keegoisan bunda sama ayah. Maafin bunda
yah.. Bunda janji gak akan ulangin kesalahan buruk itu lagi. Bunda akan
tetap disini sama Ais buat jagain Ais. Nanti ayah juga pasti jemput kita
buat tinggal di Jakarta sana. Sabar ya sayang.. Semuanya pasti akan
indah nanti.." Franda mengecup puncak kepala Elfaris. Ia bergumam dalam
hati dengan raut wajah penuh sesal mengingat apa yang dilakukannya
juga Bisma terhadap Elfaris tiga tahun terakhir ini.
**
Bisma rupanya baru saja tiba di Jakarta. Ia nampak kelelahan setelah
menempuh perjalanan Bandung-Jakarta yang cukup lama karna mengalami
kemacetan.
Tubuh Bisma segera ia hempaskan diatas tempat
tidur. Dirinya langsung mengingat sosok Franda dan Elfaris. Sampai saat
ini kedua malaikat hatinya itu belum juga menghubunginya, padahal
Bisma sudah berpesan pada Franda tadi.
"Issh Franda
ngeselin banget. Masa gak nelfon-nelfon juga sampe sekarang? Udah
disuruh nelfon juga. Gak tau apa kalo aku khawatir. Aku juga kangen tau
Nda sama kamu dan Ais.." Bisma menggerutu sebal. Ia buru-buru merogoh
handphonenya lagi untuk menghubungi Franda.
"Ahh sial!
Pantesan aja Franda gak nelfon-nelfon. Hp guenya mati!" Bisma berdecak
kesal. Dirinya buru-buru mengambil telfon rumah karna sepertinya
handphone miliknya tidak bisa diandalkan.
"Mudah-mudahan
aja Franda gak marah. Aku gak tau Nda kalo hape aku mati. Serius deh,
ini diluar dugaan. Padahal tadi masih nyala. Pasti gara-gara aku lupa
ngisi batrenya. Hufh.. Jangan marah sayang, aku paling gak bisa
dimarahin sama kamu Nda.." Bisma duduk ditepi tempat tidurnya. Ia
menekan setiap digit nomor diatas telfon rumahnya untuk menghubungi
Franda lewat telfon rumah tersebut.
Bisma menempelkan
gagang telfonnya ketelinga. Posisinya segera ia ubah menjadi bersender
pada tempat tidurnya. Selain ia masih lelah, Bisma juga harus
beristirahat sejenak karna sore nanti ia harus buru-buru kekantornya
untuk meeting.
"H..halo Nda?" bibir Bisma tersenyum lebar begitu mendengar suara istri tercintanya.
"Ngapain kamu nelfon-nelfon aku?" suara Franda terdengar cukup ketus.
"Duhh udah dong jangan marah. Hape aku mati. Aku gak tau kalo hapenya mati. Aku lupa nge charge, makanya jadi susah.."
"Tau ah! Kamu tuh nyebelin tau gak Bis!"
"Ya
ampuun kan aku udah minta maaf.. Aku juga gak tau, aku dari tadi nunggu
telfon dari kamu, tapi gak ada juga, pas aku lihat, ternyata hape
akunya mati. Jadi akuu.."
"Alesan! Bilang aja mau bikin aku sama Ais kesel, iya kan?!" Franda lagi-lagi berucap dengan ketusnya.
Bisma menghela nafas panjang. Sepertinya Franda benar-benar marah karna kelalaiannya ini.
"Hufhh.. Udah dong sayang jangan marah terus. Aku minta maaf, ini diluar skenario aku. Jadinya aku gak tau."
"Skenario? Emangnya kamu pikir kita lagi main sinetron apa? Isshh kamu tuh nyebelin banget tau gak Bis!"
"Aduuh..
Maksud aku tuh ini diluar dugaan. Jangan marah terus dong.. Aku minta
maaf yah? Maafin aku, bilang maaf juga sama Ais. Aku udah ngelakuin
kesalahan dua kali sama dia. Maaf ya Nda.. Maafin aku sayang.."
Franda langsung terdiam. Rasanya begitu terharu mendengar Bisma yang terus mengucap kata maaf penuh sesal.
"Nda? Ko diem sih? Kamu masih marah juga sama aku? Atau kamuu.."
"Engh~
a..aku gak papa ko. Aku..aku cuma kesel aja sama kamu. Kasian Ais tau
Bis. Dia dari tadi nungguin kamu. Dia pingin ngobrol sama ayahnya, tapi
hape kamu malah gak bisa dihubungin. Gimana aku gak kesel coba?!"
"Iya-iya maaf.. Yaudah sekarang Aisnya mana? Aku pingin bicara sama dia."
Franda menoleh menatap buah hati kecilnya yang terlelap disampingnya.
"Nda..?" panggil Bisma pelan.
"Ais mana? Aku pingin ngobrol sama dia.." ujar Bisma lagi. Franda hanya diam memperhatikan wajah lucu Elfaris saat tertidur.
"Sayaang.. Kamu kenapa sih? Ko malah diem terus? Aisnya mana Ndaa..?" Bisma terlihat geram dan tidak sabaran.
"Eh i..iya. A..aduh maaf Bis. Aku..aku gak denger.."
"Hufh masa gak denger. Emangnya kamu lagi apa? Trus Ais mana?" lagi-lagi hanya pertanyaan itu yang terus Bisma lontarkan.
"Aku
lagi lihatin wajah Elfaris, mukanya persis kamu banget. Dia lagi tidur
Bis. Kalau aku lihat dia, rasanya aku kaya lihat kamu.." Franda
memandang wajah tampan Elfaris dan tersenyum melihatnya.
"Yaiyalah
ingat aku, kan aku sama Ais emang mirip, aku ayahnya Nda, jadi Elfaris
pasti akan mirip sama aku.." Bisma sedikit terkekeh membayangkan
ekspresi Franda yang tengah memandang jagoan kecilnya.
"Ya
tapi Ais juga mirip aku kali. Mukanya aja chinese kaya aku nihh.. Dia
juga putih, bersih, persis banget kaya aku. Jadi gak sepenuhnya mirip
kamu.." Franda memprotes.
"Ya itu karna Elfaris anak kita
berdua. Jadi wajahnya juga perpaduan antara wajah kita Nda. Antara wajah
kamu dan aku. Matanya aja perpaduan mata sipit kamu dan mata bening
aku. Perhatiin aja deh, mata dia lucu tau, unik, sipit tapi bola
matanya itu bening kaya aku. Coba aja perhatiin.. Pasti gak bakalan
nyangka deh.."
Franda menurut. Ia mengikuti apa yang diucapkan oleh suaminya itu. Sekilas seukir senyum pun langsung terlihat disana.
"Perhatiin
juga bibirnya. Itu bibir aku banget. Kalo pipinya pipi kamu. Coba
perhatiin aja terus. Dia itu kita Nda. Elfaris ya kamu sama aku. Gak
ada bedanya pokoknya pasti mirip kita."
Lagi-lagi Franda tersenyum memperhatikan wajah Elfaris yang memang benar sangat mirip dengannya juga Bisma.
"Kalau
kita punya anak perempuan, nanti mukanya kaya siapa yah Bis?" ujar
Franda tiba-tiba. Entah sadar atau tidak ia bisa berucap demikian.
"Yaa
aku sih pingin mukanya kaya kamu. Gak perlu kaya aku. Biar nanti kalau
aku kangen kamu, aku tinggal lihatin muka dia, soalnya kalo aku
lihatin muka kamu, pasti gak akan akur lagi. Tau sendiri kan kamu itu
paling gak suka kalo.."
"Isshh iya-iyaaa.. Tapi siapa juga
yang mau punya anak lagi? Satu aja gak keurus, enak aja pengen punya
anak lagi!" ketus Franda tiba-tiba sewot.
Bisma menelan
ludahnya. Bukannya tadi Franda yang memulai sendiri membuka percakapan
tentang anak perempuan? Namun justru malah ia pula yang marah karna
membahas soal anak.
"Hufh sabar Bis.. Sifat Franda emang
kaya gitu. Kalo bukan lo yang sabar dan ngertiin dia, siapa lagi coba?
Disini gak akan ada yang nasehatin lo lagi, jadi lo sendiri yang harus
mengatur semuanya." Bisma membatin seraya mengelus dada bidangnya.
"Bis.."
panggil Franda pelan. Ia memutar badannya mencari posisi senyaman
mungkin untuk bercakap ria bersama Bisma lewat telfon genggamnya.
"Iya sayang.. Kenapa, hem? Kangen yah sama aku?"
"Issh apa sih? Orang cuma manggil doang. Pede kamu!"
"Ahaha
biasa aja kali Nda. Lagian gak perlu boong. Aku sih emang kangen sama
kamu. Kangen banget malah.." Bisma menatap bingkai photo Franda yang
terdapat diatas meja kecil disamping tempat tidurnya.
Franda terkekeh. Ia meraih guling disamping kirinya lalu memeluknya begitu erat.
"Pengen meluk. Kalo deket pasti udah aku peluk kamu Nda.."
Franda
lagi-lagi terkekeh. Rasanya seperti sedang berada dimasa puber. Ia
sangat-sangat bahagia saat ini karna sikap Bisma yang selalu mencoba
membuatnya nyaman.
"Bis, Biss.. Ko aku jadi gemes sih sama
kamu. Cowok gila yang nyebelin, tapi ngangenin juga. Isshh ko aku jadi
kaya gini sih? Pengen meluk Bismaa.. Uhh Biss.." Franda membatin tidak
karuan. Ia mendengkram guling yang tengah dipeluknya seraya tidak henti
tersenyum. Rupanya Franda memang sangat menginginkan pelukan hangat
Bisma yang tengah dirindukannya.
Bersambung...
Eh iya gimana kalo aku mau post?
BalasHapus