Pagi telah berganti siang, sore hari kini bahkan telah datang...
Franda
nampak duduk dikursi teras depan rumahnya. Ia memandang terus kearah
depan berharap kalau Bisma akan segera datang dan tidak mengecewakannya
lagi.
"Ditelfon nomornya malah gak aktif,
sebenernya Bisma niat gak sih buat pulang kerumah ini? Kalau emang gak
niat, kenapa gak bilang aja? Atau gak perlu pulang sekalian!
Selamanya!!" Franda menggerutu sebal. Ia menarik nafasnya panjang,
mencoba menahan emosi yang semakin menggebu.
Franda
melirik jam tangan putih dipergelangan kirinya. Ia berdecak. Sekarang
sudah tepat pukul lima sore, dan sama sekali tidak ada kabar dari Bisma
akan pulang atau pun tidak.
"Apa aku telfon ke kantornya aja?" fikir Franda tiba-tiba.
Tanpa menunggu lama lagi, Franda segera mengeluarkan iphone putih miliknya.
"Untung
waktu itu Bisma pernah nelfon pake nomor kantor, jadi aku bisa tau
nomor kantornya." Franda mencari kontak nomor kantor Bisma. Ia segera
menekan tombol hijau untuk melakukan panggilan.
"Tuut....tuuutt...."
"Halo Bis, kaa.."
"Hallo? Ada yang bisa saya bantu?"
Tiba-tiba kalimat yang hendak keluar dari mulut Franda terhenti. Ia cukup kaget karna bukan suara Bisma yang didengarnya disana.
"Hallo? Ini dengan siapa yah? Ada perlu apa dengan pak Bisma?" suara seorang perempuan muda kembali terdengar disana.
Franda menghela nafasnya. Iphone putihnya kembali ia dekatkan ketelinga.
"Bismanya ada? Saya mau bicara sama dia?"
"Aduh
maaf mba, pak Bisma itu lagi sibuk. Mba lain kali aja kalo mau nelfon,
sekarang tuh pak Bisma lagi sibuk-sibuknya. Jadi saya haa.."
"Saya mau BICARA sama Bisma SEKARANG!!" tegas Franda sedikit menekan kata-katanya.
Perempuam
muda yang ternyata sekertaris Bisma ini terpelongo kaget. Baru kali
ini ada yang menelpon atasannya sampai memaksa seperti ini.
"Cepetan panggil Bismanya! Kamu denger saya gak sih?!" Franda mulai emosi.
"HEH! Mba tuh siapa sih? Berani-beraninya mba nyuruh-nyuruh sama saya?! Mba gak tau apa kalo saya ituu..."
"Saya ISTRINYA Bisma!" tegas Franda.
Seketika bola mata sekertaris muda itu membola kaget.
"Kenapa? Kamu kaget hah karna tau saya istrinya Bisma?"
"Ha?
Hahaha.. Hahaha, apa mba? Coba bilang sekali lagi? Tadi mba bilang
apa? Istri pak Bisma? Ahahaa.. Hahaha.." sekertaris muda yang diketahui
bernama Shela itu malah tertawa hingga terpingkal-pingkal. Alhasil
Franda semakin dibuat emosi saja akan tingkahnya.
"Errrrrr!!!
Kenapa sekertaris gak jelas ini malah ngetawain gue sih?! Emang dia
fikir ada yang lucu apa?!" Franda membatin penuh emosi.
"Haha
aduuh.. Kayaknya mba tuh baru keluar dari rumah kejiwaan deh. Mba
belum sembuh nih pasti. Atau jangan-jangan mba kabur lagi dari sana.
Hahaha."
"HEH! JAGA bicara kamu yah!!" bentak Franda kesal.
"Hah?
Kenapa saya harus jaga bicara saya? Memangnya saya bicara apa mba?
Bukannya itu fakta yah? Lagian setau saya, pak Bisma itu masih single!
Jangankan punya istri, pacar aja dia belum punya. Eh tapi saya siap deh
jadi calon istrinya. Jadi mba gak usah ngarang dan ngaku-ngaku deh
jadi istrinya pak Bisma, karna pak Bisma itu belum punya istri sampai
sekarang. Jadi kmungkinan yang jadi istrinya itu saya, bukan mba yang
gak jelas banget kaya gini!"
"JLEGG!!"
Tiba-tiba
tubuh Franda melemas dan kaku mendengar Shela berucap seperti itu.
Dadanya terasa sesak dan sakit. Dua sungai kecil bahkan tanpa terasa
keluar dari sudut mata Franda membasahi pipi putihnya.
"J..jadi..? J..jadi kamu belum bilang Bis..? K..kamu.."
"BRUKS!!"
Karna
lemas dan sangat kaget. Franda langsung menjatuhkan Iphonenya begitu
saja. Rasanya sangat sesak sekali mengetahui kalau ternyata Bisma belum
juga menepati janjinya.
"Ini gak bisa dibiarin! Aku gak suka kamu bohongin aku kaya gini Bis, aku bener-bener kecewa sama kamu, aku KECEWA BISMA!!"
Franda
semakin dibuat emosi. Dadanya sampai naik turun dengan tempo cepat.
Bulir bening air mata pun tidak dapat dihentikannya lagi. Kakinya mulai
melangkah keluar mendekati mobil Alphard hitamnya.
"Aku
butuh penjelasan dari kamu Bis. Kamu udah bohongin aku. Kamu bilang kamu
udah kenalin aku sama semua pegawai dan staf-staf diperusahaan kamu.
Tapi apa Bis? APAA?! Hiks..kamu bohongin aku.. Kamu bohongin akuu.."
Franda terisak lirih. Ia berjalan dengan tubuh dan hati yang hancur
akan kebohongan Bisma ini.
"Bundaa!!"
Tiba-tiba terdengar suara teriakan Elfaris yang memanggil Franda.
"Bunda
mau kemana? Ais ikut buun.. Bunda jangan tigalin Ais.." Elfaris
berlari menghampiri sang bunda. Ia nampak ketakutan karna takut
ditinggal pergi.
"Maafin bunda Ais.. Maafin bunda. Bunda
gak bisa disini, bunda harus pergi, maafin bunda.." Franda menggeleng
lemah melihat sosok buah hati kecilnya. Ia kemudian membuka pintu
mobilnya dan masuk agar bisa segera pergi.
"Hiks..
Bundaaaa... Bunda jangan tigalin Ais... Bundaaa.. Buunn.. Bunda mau
kemanaa..? Ais ikut bundaa.. Ais ikuut...hiks bundaaa.." Elfaris berlari
mengejar mobil Franda. Ia mengedor pintu kaca mobil bundanya yang
hendak melaju itu seraya menangis histeris.
"Maaf sayang,
maaf... Bunda gak bisa ajak Ais sekarang. Maafin bunda nak.." Franda
menatap lirih apa yang dilakukan buah hati kecilnya. Tangisan Elfaris
terdengar pilu ditelinga Franda. Namun ibu satu anak itu tetap saja
pergi. Ia memutar stir mobilnya dan melaju keluar dari halaman
rumahnya.
"Hiks bunda.. Buun.. Jangan tigalin
Ais...hiks bundaaaaaaaaaa!!" Elfaris berteriak lirih. Ia berdiri
mematung memandang sedih mobil Alphard hitam sang bunda yang sudah
menjauh pergi.
Tiba-tiba kedua kaki mungilnya
berlari. Ia mengejar mobil hitam dihadapannya itu seraya terus
menangis. Elfaris bahkan tidak mempedulikan kalau dirinya tidak
mengenakan sendal atau pun sepatu.
"Hikss..buuun.. Blenti
bundaa.. Bunda blenti... Ais moon bunda. Ais pingin ikut buun...
Bundaaaaaa..hiks Ais ikut bunda.. Ais ikuut..." Elfaris terus berlari
mempercepat langkahnya. Kedua kaki putihnya yang tidak terbiasa
berjalan tanpa alas sampai lecet karna berlari cepat diatas aspal
jalanan.
"BRUGGHH!!"
Tiba-tiba
saja kaki Elfaris tersandung polisi tidur yang terdapat dijalanan
kompleks tersebut. Ia terjatuh. Tubuhnya tersungkur dengan kedua lutut
dan siku yang berdarah akibat tergores aspal.
"Hiks bunda jangan tigalin Ais buun..hiks BUNDAAAAAAAAA!!!" teriaknya histeris karna tidak mampu mengejar mobil bundanya lagi.
"Maafin
bunda sayang. Bunda bener-bener minta maaf.. Ini semua gara-gara ayah
kamu. Bunda kecewa sama dia, bunda kecewa Ais. Maafin bunda.." Franda
terus melajukan mobilnya meninggalkan kompleks rumahnya. Ia tidak
sanggup melihat kearah belakang lagi. Entah kenapa Franda bisa menjadi
seegois ini. Padahal putra kecilnya sendiri sampai menangis histeris
tidak mau ditinggalkannya.
**
Berbeda dengan Franda. Bisma sendiri justru baru saja menyelesaikan
meeting terakhirnya tentang pembahasan perusahaan baru yang menjadi
bisnis baru Bisma bersama perusahaan luar. Pantas saja jika pekerjaannya
hampir seminggu lebih ini tidak bisa ditunda terus, ini alasan Bisma
karna bisnisnya kali ini memang bisnis besar-besaran.
"Nih,
aku udah selesai Nda, aku mau ke Bandung sekarang. Meski masih capek,
tapi aku gak mau buat kamu tambah marah. Semoga masih ada kesempatan
buat aku minta maaf karna nelantarin kamu sama Ais disana. Aku gak sabar
pengen ketemu kamu Nda. Rasanya kangen banget.. Apalagi sama Ais.
Mudah-mudahan aku sampai sana gak malem yah, biar kalian berdua belum
tidur pas aku dateng.."
Bisma masuk kedalam Alphard
putihnya. Bibirnya tersenyum lebar membayangkan wajah kedua malaikat
hatinya yang sangat ia rindukan. Bayangan wajah Franda dan Elfaris
seolah menjadi penyemangat hari-harinya ini.
"Ayah beliin
mainan banyak buat Ais. Aku juga beliin boneka-boneka panda buat kamu
Nda, kalian pasti seneng.." Bisma melirik kotak-kotak mainan untuk
Elfaris yang memang sengaja dibelinya. Boneka panda yang masih
terbungkus rapi pun dipandangnya. Ia tidak sabar melihat ekspresi
Franda dan Elfaris menerima hadiah-hadiah darinya itu.
Tak
lama mobil Alphard putih Bisma melaju meninggalkan area kantornya.
Tujuan Bisma saat ini adalah menuju Bandung dimana anak dan istrinya
tengah menunggu kehadirannya disana.
**
"Dia siapa sayang? Ko bisa ada dirumah kita?" Rafael memandang bingung
sosok bocah kecil yang tengah diobati oleh Indah istrinya.
"Aku
juga gak tau Raf, tapi kayaknya dia anak tetangga didepan rumah kita,
Arfa bilang sih dia itu anak pemilik rumah yang didepan.." jelas Indah
seraya menempelkan perekat luka dilutut bocah kecil yang ternyata
Elfaris.
"Dia itu anak nakal yan tadi pagi lepal Arfa pake
bola pah, utung Arfa gasape gegel otak, gak amesia juda. Kan kao sape
amesia, bisa baabe paah.." ujar Arfa menjelaskan dengan kalimat lucu
nan polosnya.
Rafael hanya tersenyum mendengar ucapan Arfa
yang memang selalu mengundang tawa. Ia mengusap puncak kepala Arfa
gemas karna tingkah lucunya.
"Yaudah nanti kalau abis
diobatin, langsung anterin aja kerumahnya, takut orang tuanya nyariin.
Mereka bisa khawatir nanti.." ujar Rafael lembut.
"Kapa gak sekaang aja pah anteinnya? Tapi gapeu diantein juda pasti dia bisa puang sendii." ceplos Arfa ngasal.
Indah dan Rafael hanya terkekeh melihat sikap Arfa yang sedari tadi sinis terus terhadap Elfaris.
Elfaris
tidak berucap sama sekali. Meski ditanya berulang-ulang, namun ia
tetap diam terisak. Mungkin karna masih sedih mengingat kejadian sore
tadi. Rasa sakit pada lutut dan sikunya tidak sebanding dengan rasa
sakit dihatinya akibat ditinggal sang bunda.
"Apa kamu?!" Arfa menatap Elfaris ketus.
"Arfa
gak boleh gitu. Masa sama temannya kaya gitu sih? Ajak main dong
sayang. Temen Arfa kan lagi sedih. Kasian tuh, lutut sama sikunya aja
sampe berdarah. Harusnya Arfa gak boleh kaya gitu.." Rafael menasihati
putra kecilnya.
"Tapi dia bakan temen Arfa pah. Arfa aja gatau nananya sapa. Jadi baati bakan temen Arfaa." jelas Arfa menolak.
"Ya
kalau belum tau namanya, harusnya Arfa kenalan dong. Masa kenalan aja
gak mau? Inget kan kalau papah selalu bilang Arfa ituu.."
"Iya
papah Arfa inet! Papah gapeu uang ladi deeh.. Arfa bum amesia ko, dadi
masih inet.." Arfa langsung memotong kalimat yang hendak Rafael
ucapkan. Bibirnya melebar menunjukkan senyuman paksanya yang memang
sangat lucu dan selalu bisa membuat Rafael atau pun Indah tertawa.
"Muach!
Anak papah pinter.. Yaudah diajak ngobrol dulu yah temennya. Papah mau
kekamar dulu, mau ganti baju, nanti kita sama-sama anterin temen Arfa
ini kerumahnya." Rafael beranjak dan hendak berlalu pergi.
"Mamah
juga mau tinggal dulu ya Fa? Mamah mau simpan kotak obatnya dulu. Arfa
jangan nakal.. Kasian temen Arfanya, kalau bisa Arfa hibur yah? Biar
temennya gak nangis lagi." jelas Indah ikut beranjak.
"Siap
mah pah. Pokoknya mamah sama papah gapeu hawatir, Arfa pasti bakaan
ajakin anak ini main, Arfa jaji ga nakal deeeh.." jelas Arfa tersenyum
setuju seraya menunjukkan deretan gigi putihnya.
Indah dan
Rafael ikut tersenyum. Keduanya kemudian beranjak dan berlalu
membiarkan Arfa dan Elfaris agar bisa berbicara berdua untuk
mengakrabkan diri.
* "Pasaan dai
tadi Arfa nomong teus deh, tapi anak kecil ini teptep aja diem.
Tinganya jan janan lusak ladi, jadi gabisa denel suaa Arfa." Arfa
membidik Elfaris curiga. Kedua matanya mendelik lucu memperhatikan
telinga Elfaris.
Memang sudah hampir 30menit Arfa
berceloteh ria mengajak Elfaris berbicara, mulai dari bertanya nama,
sebab dan akibat kenapa Elfaris menangis ditengah jalan kompleks tadi.
Hingga Arfa sampai dibuat pusing sendiri karna Elfaris tetap saja diam
tidak mau berbicara. Bocah tampan itu hanya diam dan diam seribu
bahasa.
"Hufh, kamea dimana sih? Arfa nyeah deh kao
dituh.. Mana sih kamea? Arfa mau labai tanan aja. Anak kecil ini payah,
kayaknya tinga dia bakan cuna lusak, tapi udah sadium ahil.. Arfa
nyeaaaaaahh.." Arfa membalikkan badannya dan beranjak berdiri. Ia tidak
mau mengajak Elfaris berbicara lagi karna bocah tampan itu tetap saja
diam tidak mempedulikannya.
"Ais mau bunda. Ais
mau bunda buun.. Kenapa bunda tigalin Ais sih? Kenapa bunda tigalin
Ais..hiks bundaa .." Elfaris membatin lirih penuh sesak. Rupanya ia
menghiraukan segala ocehan Arfa karna terus saja teringat sosok
bundanya. Kedua mata Elfaris ia pejamkan. Bulir bening air mata itu
kembali keluar dari sudut matanya dan mengalir membasahi pipinya.
"Ayaah..
Ayah kapan pulang? Ais gamau sendili disini yah.. Bunda udah pelgi.
Bunda tigalin Ais yah.. Ais pingin ayah pulang, Ais pingin ketemu
ayah..hiks.." suara isakan tangis Elfaris terdengar lirih dan pelan.
Arfa terpelongo bingung. Ia melihat wajah Elfaris sudah basah dengan
air mata, padahal dirinya tidak berbuat apa-apa dan tidak menyakiti
Elfaris.
"Waaah ini sih nananya panggalan. Pasaan Arfa ga
bat apa-apa, tapi kaapa anak kecil ini maah nanis? Sape kual ail mata
ladi.. Waaahh bisa dimaahin papah nih ntal.." Arfa membatin gelisah dan
takut. Mimik wajahnya seketika menjadi lucu karna kaget dan bingung
serta takut bercampur menjadi satu.
Bersambung....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Nggak Komentar, Nggak Kece :p