Selasa, 01 Juli 2014

Perjanjian Cinta #Part 43

Setelah ditinggal pergi oleh bunda serta ayahnya. Kini yang dilakukan Elfaris hanya diam dan diam.
Meski sore tadi ia sempat menangia histeris. Namun kali ini Elfaris lebih memilih untuk diam seribu bahasa.



"Tuh kan benean bakan saah Arfa. Papah sih tuduh Arfa teus.." Arfa berujar dengan gaya tengilnya. Ia melirik Elfaris dengan kedua tangan yang ia lipat didepan dada.

Rafael menggelengkan kepalanya. Ia tidak percaya akan apa yang dilihat dan didengarnya dari mulut Arfa bocah kecil jagoan kesayangannya.

"Baati papah nati Arfa hukum ya pah? Kan kata bibinya Fais itu nanis gegaa ditigal pegi, bakan gegaa Arfa. Baati papah haus Arfa huuu.."

"Fa bisa diam dulu sebentar gak?" Rafael menatap Arfa geram.

Arfa langsung buru-buru menutup mulutnya agar tidak bersuara lagi.

"Aduh, maaf ya bi. Arfa emang anaknya kaya gitu. Cukup tengil, tapi aslinya baik ko.
Y..yaudah kalau emang Faris ini pingin ke Jakarta, nanti bareng sama kita aja bi. Sekalian kita jalan-jalan, biar Arfa ada temennya." tawar Indah tiba-tiba.

"Aduh matur nuwun non, tapi nda usah repot-repot. Bibi nda berani izinin. Nanti takut dimarahin sama tuan nyonya. Jadi nda papa den Faris disini aja, nanti juga pasti hilang sedihnya non.." balas bi Min menolak halus.

"Yaah padahal saya berharap Faris ikut bi. Saya janji deh akan jagain Faris. Dia pasti akan baik-baik aja sama saya. Bibi gak perlu takut." ucap Rafael.

"N..ndak den, nda usah. Bibi nda berani." lagi-lagi bi Min tetap menolak. Padahal ini kesempatan langka bisa mengajak Elfaris ke Jakarta.

"Hm.. Y..yaudah bi gak papa.
Tapi biar Farisnya gak sedih terus, gimana kalau malam ini dia nginep dirumah saya aja.
Biar dia gak kesepian. Arfa juga gak ada temennya. Pasti Faris seneng." Rafael kembali menawarkan niat baiknya.

Bi Min melirik Elfaris yang hanya duduk memeluk bantalan sofa. Ia tidak berucap sama sekali. Hanya terdengar isak tangis saja dari mulut mungilnya.

"Bi..? Gimana?
Rumah saya di depan ko bi. Bibi gak perlu khawatir. Saya bukan orang jahat. Jadi saya gak bakalan apa-apain Faris." jelas Rafael meyakinkan.

"Den Faris bisa nangis terus kalau udah kaya gini. Apa bibi biarin aja gitu den Faris nginep disana?" bi Min membatin bingung.

"Ih bibi kebanyakan benong! Tigal biang iya aja apa susahnya sih bi? Papah Arfa bakan teois ko. Jadi bibi gapeu takuut! Papah Arfa kan cuna nawain aja. Masa bibi cuiga sama papah Arfa!" celetuk Arfa tiba-tiba. Rupanya bocah tengil ini merasa geram tidak sabaran melihat sikap pengasuh Elfaris yang terlalu takut ini.

"Arfa?!" Rafael melotot menatap Arfa.

"Maaf pah, keceposan. Abis Arfa geget sih!" Arfa memanyunkan bibirnya sebal. Ekspresi wajahnya sangat lucu mengundang tawa.

"Jadi gimana bi?" Rafael kembali bertanya.

"Iya bi gimana? Boleh kan?
Kita cuma pingin hibur Faris aja ko bi.
Anggap aja sebagai permintaan maaf karna Arfa tadi nakalin Faris.
Bibi gak perlu khawatir, siapa tau Faris bisa sedikit terhibur kalau nginap dirumah kita. Kan ada temennya juga. Disana banyak mainan. Faris pasti suka." jelas Indah ikut meyakinkan.

"Y..yaudah non, bibi sih izinin aja. Tapi bibi titip den Faris ya non, den. Kalau ada apa-apa nanti panggil bibi aja."

"Iya bi. Bibi tenang aja. Faris pasti baik-baik aja sama kita.
Yaudah kita pamit ya bi.
Ayo sayang? Sini sama om? Uhh berat juga yah ternyata Faris tuhh." pamit Rafael beranjak. Ia kemudian meraih tubuh Elfaris dan menggendongnya.

"Ko Fais di gedong pah? Tus Arfa gimana?" Arfa terpelongo kaget melihat apa yang dilakukan sang papah terhadap Elfaris.

"Arfa kan bisa jalan. Masa mau papah gendong? Kan udah besar." jelas Rafael enteng.

"Yah papaah.. Ga adil banet sih?!" Arfa memanyunkan bibirnya sebal.
Indah sampai terkekeh melihat ekspresi lucu bocah tengil itu.

"Yaudah bi, kita pamit yah?"

"I..iya non. Titip den Faris yah? Maaf kalau bibi jadi ngerepotin."

"Iya bi. Bibi gak perlu sungkan. Gak papa ko bi. Kita malah ngerasa seneng jadinya.."

"Makasih non.."

"Iya.."


Tak lama Indah pun segera menyusul Rafael Arfa juga Elfaris yang sudah berlalu mendahuluinya.
Sementara bi Min hanya tersenyum memandang kepergian mereka semua seraya menutup pelan pintu rumahnya.

"Coba non Franda sama den Bisma bisa akur kaya den Rafa sama non Indah. Uhh bibi sing yakin, den Faris pasti bakalan seneng tenan. Bibi yakin iku." batin bi Min yakin.










**
Franda sendiri kini tengah berada di apartemennya. Wajah perempuan cantik bermata sipit ini terlihat gusar dan gelisah. Ia teringat terus akan sosok Elfaris yang ditinggalkannya di Bandung begitu saja. Rupanya ibu satu anak ini masih memikirkan juga keadaan buah hati kecilnya.


"Aku udah ada didepan pintu apartemen kamu. Tolong bukain pintunya."

Tiba-tiba Franda mendapati pesan masuk dari Bisma melalui Iphonenya.

"Buka aja sendiri! Lagian siapa juga yang sudi bukain pintu buat pembohong besar kaya kamu!!" Franda membalas pesan singkat dari Bisma dengan wajah geram dan masih saja emosi.

Franda membalikkan iphone putihnya itu. Wajahnya semakin terlihat gelisah. Gelisah bukan.hanya memikirkan Bisma, nun wajah dan tangisan Elfaris terus terngiang difikirannya.

Meski sedang marah besar, namun entah kenapa kali ini marah Franda sedikit lucu. Ia masih mau membalas sms dari Bisma, sedangkan telfon dari Bisma tidak mau ia angkat sama sekali dengan alasan malas mendengar suara suaminya itu.


"Yakin kamu gak mau bukain pintunya Nda?
Atau kamu mau aku dobrak pintu apartemen kamu ini?"

"HAH?!" Tiba-tiba bola mata Franda melonjak kaget mendapati pesan balasan dari Bisma.

"Isshh!! Gila kali nih orang!! Gak tau apa kalo aku lagi benci sama dia?
Gak bisa banget bikin orang tenang sebentar aja. Dasar cungkring!!" Franda membatin geram. Jari-jari halusnya pun segera membalas pesan dari Bisma dengan ekspresi wajah yang semakin bertambah emosi.

"TERSERAHH!!" balasnya singkat nun dengan hurup yang dicapslock semua olehnya.


"Glek!" Bisma menelan ludahnya bulat-bulat mendapati pesan balasan yang tidak sesuai harapannya.

"Hufh, okey kalo gitu.
Pintunya rusak. Jangan salahin aku.
Salam kangenn..
Ayah Bii love bunda Panda :* :*"

Setelah membalas lagi sms dari Franda. Bisma segera menaruh hanpohonenya kedalam saku celana jeans hitam yang ia kenakan. Tubuh kurusnya pun mundur beberapa langkah menjauhi pintu. Entah apa yang akan Bisma lakukan. Sepertinya ia akan benar-benar mendobrak pintu apartemen Franda.




**
"Ihh, geli banget sih! Apaan coba pake ayah bii bunda panda segala? Dasar lebay! Gak tau apa kalo aku lagi beneran marah sama dia? Dasar cungkring gila!!
Silahkan aja dobrak pintunya sampe bisa. Dikepung satpam tau rasa kamu!!"

Franda memandang pintu apartemennya. Ia kemudian beranjak menuju ruangan kamarnya untuk beristirahat.
Perempuan cantik yang baru memilliki satu anak itu sama sekali tidak mau menghiraukan Bisma yang tengah berusaha membuka paksa pintu apartemennya di depan sana.


"Dari pada ngurusin ayahnya yang gak jelas dan gak pernah mau ngakuin anak sama istrinya. Mending aku telfon anak kesayangan aku. Kalo perlu aku susulin dia dan bawa kabur kesini tanpa Bisma." Franda berujar masih dengan dumelan dan nada bicaranya yang di selingi emosi.

Perempuan cantik bermata sipit itu lalu menghempaskan tubuhnya diatas tempat tidur. Ia buru-buru mencari kontak nomor rumah yang di Bandung agar dapat mendengar suara jagoan kecilnya yang ia tinggalkan disana.




Sementara itu..


Bisma sendiri kini sudah ada dibalik pintu yang berhasil dibukanya dengan mudah.
Ayah satu anak itu tersenyum penuh kemenangan saat sudah berada didalam apartemen sang istri.


"Franda tuh oon apa dong-dong sih?!
Dia marah, tapi kaburnya ke apartemen. Udah tau ini apartemen gue.
Yaa emang sih apartemen ini udah atas nama dia sekarang. Tapi kan tetep aja gue punya kunci duplikatnya.
Hhemm kerjain ahh.
Lagian siapa suruh marah-marah gak jelas. Mana nuduh gur gak ngakuin dia sama Ais lagi?
Belum pernah aku bawa ke kantor sih. Gak tau apa kalo orang kantor udah tau semua kalo gue udah nikah sama punya anak. Hhehhh."

Bisma menghela nafasnya. Bibirnya sedikit melebar saat mendapati sebuah ide yang muncul di benaknya.
Sebenarnya Bisma memang sudah mengakui Franda dan Elfaris di depan semua staf karyawannya. Bahkan di kantor Franda saja Bisma sudah memberitahukan itu semua.
Hanya sepertinya Shela sekertaris Bisma tidak tahu menahu soal itu karna saat Bisma mengumumkan semuanya. Shela tidak masuk. Jadi jangan heran kalau Shela benar-benar tidak tahu tentang Franda dan Elfaris.


Bisma berjalan mengendap memasuki ruangan demi ruangan di dalam apartemen yang kini menjadi milik istrinya.
Bibir tipisnya semakin melebar saat melihat pintu kamar yang terbuka. Bahkan dengan sangat jelas Bisma dapat melihat Franda tengah berbaring disana dengan posisi mengenggam iphone.

"Akhirnya aku bisa lihat kamu lagi Nda. Rasanya aku pengen langsung meluk kamu. Kangenn bun..." Bisma membatin lirih seolah tak kuasa menahan rindu terhadap istri tercintanya.

Perlahan Bisma mendekati pintu kamar Franda. Ia membukanya hati-hati tanpa mengeluarkan suara. Sehingga ia dapat masuk dengan mudahnya menemui istri yang sangat dirindukannya.


Tiba-tiba Bisma kembali mengeluarkan hanphonenya. Ia mengirimi Franda pesan singkat lagi.
Perempuan cantik itu sama sekali tidak menyadari kehadiran Bisma karna posisinya sendiri berbaring membelakangi Bisma.


"Aku kesakitan disini.
Kamu gak kasihan sama aku?
Ayo dong bukain pintunya.
Badan aku sakit semua Nda dari tadi gak bisa-bisa buka pintunya."

Bibir tipis Franda seketika tersenyum melebar saat membaca pesan sms dari Bisma.

"Aku gak peduli!
Siapa suruh bikin hati orang sakit terus?!
Silahkan aja rasain sendiri.
Mau kamu sampe geger otak juga aku gak peduli!" Franda membalas pesan singkat Bisma masih dengan tawa yang ditahannya. Sebenarnya ini sangat lucu. Apalagi saat membayangkan wajah Bisma yang kesakitan akibat badannya membentur pintu. Itu pasti sangat lucu sekali.


"Kejam kamu Nda. Kali ini hati aku ikutan sakit bahkan sangat sakit. Kamu beneran gak kasian sama aku? :( "

Bisma kembali mengirimi Franda pesan singkat. Dirinya padahal ada tepat dibelakang Franda. Sedikit saja Franda merubah posisi tidurannya. Sosok Bisma pasti dapat dilihatnya dengan sangat jelas.


"Lebih kejam mana suami yang gak pernah mau ngakuin anak sama istrinya selama hampir empat tahun?
Bisanya cuma ngumbar janji doang. Kamu tuh kaya calon anggota DPR tau gak! Bisanya mengumbar janji BUKAN Bukti!!" ketus Franda lewas sms balasan yang diketiknya untuk Bisma.


"Buseet. Ini kenapa sekarang malah bawa-bawa anggota DPR segala?
Lagian siapa juga yang cuma ngumbar janji. Dianya aja yang salah faham terus. Dasar sipit!"

Bisma membatin dengan dumelan lucunya. Ekspresi wajahnya juga sangat lucu. Siapapun yang melihatnya mungkin bisa tertawa melihat wajah Bisma yang sekarang(?).

"Hemm langsung peluk aja kali yah? Biasanya kan Franda suka gak bisa berkutik kalo udah gue peluk.." tiba-tiba sebuah ide cemerlang muncul dibenak Bisma.

Tanpa mau menunggu lama. Lelaki tampan bertubuh cungkring itu pun langsung menjatuhkan tubuhnya menubruk tubuh Franda yang masih asik berbaring membelakanginya.


"Happp!!"


"Aaaaaaaaaaaaaaa!!"

"BRUKKK!!!"


"Aduh! Franda sakit. Gak usah maen dorong juga bisa kali?"

"Hah? B..Bisma? K..kamu koo...?"

Franda buru-buru merubah posisinya menjadi duduk. Dilihatnya dengan tatapan masih belum percaya akan sosok lelaki cungkring yang barusan di dorongnya hingga terperosot jatuh kelantai.

Bisma sendiri masih meringis kesakitan mengusapi punggungnya yang terbentur lantai akibat dorongan cukup keras dari Franda.

"Koalah diem? Bantuin kek, inu beneran sakit loh Nda.." ujarnya memasang wajah melas menatap Franda.

"T..tapi ko kamu bisa ada disini?
K..kamu...?"

"Nanti aku jelasin. Tapi bantuin dulu. Ini beneran sakit loh. Tulang pinggang aku kaya yang patah."

"Hah? I..iya yaudah aku tolongin.."

Dengan perasaan cemas dan khawatir akhirnya Franda turun dari tempat tidurnya. Sebenarnya ia masih bingung kenapa Bisma bisa tiba-tiba ada diruangan kamar apartemennya. Ditambah Franda juga masih benci terhadap Bisma karena telah membohongi dirinya.

"Aww pelan-pelan."

"Bawel! Ini juga udah pelan!"

"Ssshh tapi beneran sakit."

"Iya makanya gak usah bawel. Lagi dibantuin juga."

Bisma langsung diam. Ia kini malah memandang Franda dan memperhatikan wajah cantik perempuan bermata sipit itu.


"Cantik. Lagi marah aja tetep cantik kaya gini.
Kerjain lagi ahh.. " Bisma membatin dengan senyuman yang melebar dari bibirnya.
Ia kemudian melepaskan tangan Franda yang tengah membantunya menuntun menuju tempat tidur.
Bisma benar-benar jahil. Ia dengan sangat cepatnya langsung menubruk tubuh Franda dan mendekapnya erat.


"Aaaaaaaa Bismaaaaaaa!!!"

"Usssstt diemm. Aku pingin peluk kamu Nda. Sebentar aja. Please diem..."

"Issshhh t..tapi..?"

"Aku kangen kamu Nda. Kangen banget..."


Franda langsung diam. Tubuhnya seolah terkulai lemas mendengar penuturan suaminya ini.
Franda pun membiarkan Bisma mendekapnya. Tidak dapat dipungkiri kalau dirinya juga sangat merindukan sosok suaminya ini.

"Aku beneran kangen kamu Nda.
Kangen banget Nda..." Bisma berujar lirih. Ucapannya kini dapat langsung menyentuh hati Franda.
Perempuan cantik berwajah oriental itu bahkan sampai meneteskan air mata karna haru.

"Aku juga kangen kamu Bis. Tapi kamu selalu terus-terusan sakitin dan bohongin aku.
Sebenernya mau kamu apa sih Bis?
Kamu seneng nyiksa perasaan aku.
Aku juga kangen kamu. Kangen kamu Bis..." Franda membatin lrih seraya membalas dekapan hangat Bisma. Kepalanya ia senderkan didada bidang Bisma. Merasakan hangat dan nyamannya pelukan suaminya itu.
Sebenci-bencinya Franda. Tetap saja ia tidak dapat menyembunyikan rasa rindunya terhadap Bisma.










Bersambung....


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Nggak Komentar, Nggak Kece :p