Selasa, 01 Juli 2014

Perjanjian Cinta #Part 40

"Bun, bunda lagi ngapain? Ko baju Ais dimasukkon kekopel?" Elfaris tampak bingung melihat apa yang dilakukan Franda dengan baju-bajunya. Ia mendekati sang bunds lalu duduk tepat disamping Franda.



"Besok kan ayah pulang, nanti kita bakalan ikut ayah ke Jakarta. Kita akan tinggal disana sama ayah. Ais mau gak tinggal di Jakarta?" Franda menghentikan aktifitasnya sejenak. Ia mengelus puncak kepala Elfaris dan bertanya begitu lembutnya.

"Mau bunda. Ais mau tinmgal di Jakalta, asal ada bunda sama ayah, Ais pasti mau." Elfaris mengangguk mantap dengan ekspresi wajah senangnya yang tidak dapat ia sembunyikan.

Franda tersenyum lebar. Ia menarik kepala Elfaris lalu mengecupnya lembut. Rasanya kesabaran Franda sudah habis karna tidak mau menunggu lebih lama lagi untuk mengajak buah hati kecilnya tinggal di Jakarta nanti.

"Bun, baju-bajunya bial Ais aja yang masukkin. Ais juga bisa sendili ko bunda." ujar Elfaris menawarkan diri.

"Gak papa sayang, sama bunda aja. Ais sekarang bobo gih, udah malam, besok nanti Ais bisa kesiangan kalau belum bobo."

"Tapi Ais masih mau disini. Ais mau temenin bunda aja. Ais blum ngantuk buun.." Elfaris berucap dengan nada lucunya.

Franda terkekeh. Lagi-lagi buah hati kecilnya ini selalu saja bisa membuatnya tersenyum. Melihat wajah Elfaris saja Franda sangat senang dan nyaman. Apalagi mendengar suara dan melihat tingkah lucunya. Itu adalah kebahagiaan besar yang pernah Franda sia-sia kan selama ini.

"Bunda gasuka yah? Yaudah deh Ais nulut. Ais bobo sekalang. Dah bundaaa.. Mmuuuah! Ais sayang sama bunda." tiba-tiba Elfaris beranjak dan mengecup pipi Franda. Bocah tampan itu berlalu keluar dari kamar bundanya karena tidak mau membuat sang bunda kecewa.

"Lucu banget. Dia kelihatan sayang banget sama aku. Bunda juga sayang Ais. Maafin bunda yah kalau selama ini Ais suka bunda abaikan. Maafin bunda sayang.." Franda memandang sosok Elfaris lirih. Ia teringat akan masa lalunya yang memang selalu mengabaikan Elfaris.

Franda kembali mengemasi baju-bajunya juga baju Elfaris. Ia memasukkannya kedalam koper berukuran cukup besar untuk dibawa ke Jakarta nanti.


"Telpon Bisma dulu deh, siapa tau aja dia belum tidur.." tiba-tiba satu ide cermerlang muncul dibenaknya. Ponselnya pun segera ia ambil agar dapat mengubungi suami tercintanya.


"Tuuut...tuuut.."


"Yes nomornya aktif."

Wajah Franda seketika sumringah tak dapat menyembunyikan lagi raut kebahagiaannya.


"H..halo?" suara Bisma yang sangat dirindukan terdengar disana.

Franda benar-benar senang bisa mendengar suara Bisma. ia bahkan sampai tidak mampu berucap karna terlalu senang.

"Halo Nda? kamu disana sayang?" Bisma bertanya sekali lagi.

"I..iya Bis, a..aku disini ko. K..kamu belum tidur?" Franda berujar gugup.

Bisma tersenyum mendengar suara gugup istrinya. Ia kemudian duduk disofa ruang kamarnya dan merebahkan diri disana.

"Aku kangen kamu Nda. Tapi kayaknya aku gak bisaa..."

"Aku juga kangen kamu Bis, kangen banget malahh.." Franda langsung memotong kalimat yang belum sempat Bisma ucapkan. Ia terlalu antusias dan tidak dapat lagi menyembunyikan rasa rindunya.

Bisma membuang nafasnya. Raut wajahnya seketika menjadi sedih dan gelisah.

"Bis, aku sekarang lagi kemasin baju-baju Ais sama baju aku. Besok kamu jadi pulang kan? Nanti aku masakkin makanam kesukaan kamu deh. Atau aku bikinin kamu kue mau? Aku sedikit-sedikit udah bisa masak loh, belajar dari Bi Min, dia ternyata jago masak sama bikin kue, aku..aku jado seneng belajar sama dia Bis. Aku sama Ais juga jadi..."

Lagi-lagi Bisma hanya menghela nafasnya. Ia bingung harus berucap apa pada Franda. Yang pasti Franda pasti akan kecewa karenanya.

"Pip!!"

Bisma langsung mengakhiri sambungan telponnya. Ia tidak menghiraukan Franda yng masih berucap disana.

"Maafin aku sayang, kamu pasti akan kecewa sama aku. Maaf Nda, tapi aku akan berusaha pulang segera, cuma gak untuk besok. Aku belum bisa. Maaf sayang, sekali lagi maaf..." Bisma menunduk sesal. Ia mematikan ponselnya lalu melemparnya begitu saja. Entah apa maksud ucapannya, namun sepertinya Franda kan benar-benat dibuat kecewa olehnya.



** "Ngeselin!! Istri lagi ngajak ngobrol tapi malah dimatiin! Ditelfon lagi nomornya udah gak aktif! Aku jadi curiga sama kamu Bis. Sebenernya kamu tuh lagi kerja atau lagi apa sih di jakarta? Atau kamu emang punya yang lain selain aku? Atau kamu..."

Franda seolah tak dapat lagi meneruskan kalimatnya. Dadanya terasa sesak dan sakit. Sifat Bisma akhir-akhir ini memang selalu membuatnya curiga, terlebih ia selalu menunda-nund waktu untuk pulang.

"Kalau besok kamu gak pulang ke Bandung juga. Aku yang akan kesana Bis. Dan aku akan bawa Ais buat nemuin kamu. Awas aja kalo sampe janji itu belum kamu tepatin dan kamu disana berbuat macem-macem. Jangan harap ku bakalan maafin kamu!!" ancam Franda nampak emosi. Raut wajahnya memerah penuh amarah kekesalan.




** Pagi-pagi sekali Elfaris sudah terlihat rapi dengan baju kaos putih serta celana jeans pendek yang melekat ditubuhnya. Wajahnya sangat tampan dan lucu. Bi Min yang memakaikan Elfaris baju tak lupa juga memolesi wajah Elfaris dengan bedak tabur.


"Nah den Faris sudah ganteng sekarang. Sudah mirip ayah Bisma. Sudah ganteng pokonya aden ganteng.." puji bi Min membuat Elfaris tersenyum kecil.

"Ais kan emang milip ayah bi, bunda bilang juga gitu." ujar Elfaris senang.

"Iya. Aden memang mirip sama den Bisma. Pokoknya den Faris itu guanteng tenan. Mirip sama ayah aden." jelas bi Min lagi-lagi membuat Elfaris tertawa karna pujiannya.

"Hihii. Tapi halus ada milip bunda juga dong bi. Kan bunda yang udah lahilin Ais, dadi Ais juga halus milip bundaa. "

"Oh bibi lali den. Hihi iya aden mirip sama bunda Franda. Bunda Franda yang cantik, sama ayah Bisma yang guanteng. Semuanya mirip sama aden. Pokoknya aden itu guaanteng'e pool.." Bi Min berucap dengan lucunya. Alhasil Elfaris semakin senang saja.melihat ekspresi wajah bi Min yang lucu.

"Ais mau kebawah dulu deh bi. Mau temuin bunda. Bunda pasti udah nuguin Ais. Dah bibi..mmuuuaahh!! Ais pasti bakalan kangen sama bibi." Elfaris beranjak lalu mengecup pipo biin seraya berlari keluar dari kamarnya.

Bi Min tersenyum lebar. Ia memegangi pipinya yang barusan Elfaris kecup walau hanya sekilas.

"Bibi juga pasti kangen to den sama aden. Bibi sebenernya ndak mau kehilangan aden. Bibi udah terlanjur sayang sama aden. Tapi ini yang aden impikan dari dulu. Semoga aden bisa bahaia nanti ya den. Bi Min pasti selalu berdoa buat aden.." bi Min membatin lirih penuh kesedihan. Ia seolah tidak rela jika harus berpisah dengan Elfaris yang sudah dirawatnya selama hampir satu tahun ini.




** "Kamu napain bedii disitu? Lihatin Arfa segaa ladih.. Awas ntal naksil ladi sama Arfa. Soi yah Arfa nasih nomal. Dadi gamukin jeuk makan jeuk.."

Elfaris mengerutkan keningnya bingung. Ia melihat Arfa bocah kecil yang sumuran dengannya tengah berbicara dengan seekor kucing(?).

"Apa sih? Dibianin janan lihatin juda. Arfa tuh gasuka kucinn.. Udah deh sana, kita beda aam, hausnya kamu jan deketin Arfa. Kao naksil Arfa kan jadi baabe uusanya." lagi-lagi bocah kecil yang tak lain adalah Arfa ini berbicara dengan gaya tengil dan asalnya. Entah apa maksud ia berbicara dengan seekor kucing, padahal kucing tersebut juga tidak mungkin mengerti ucapannya, apalagi sampai naksir kepada dirinya.


Elfaris terkekeh geli. Ia menahan tawanya melihat tingkah konyol Arfa yang memang benar-benar lucu. Elfaris tidak berani mendekat. Ia hanya berdiri saja dibalik pagar pintu depan rumahnya.


"Hus-huss! Kamu cepetan pegi deeh sebeum Arfa usil pake caa kasar. Atau eman mau Arfa kasain hah?" Arfa menendang-nendang kucing berwarna putih oranye itu dengan kakinya. Sementara tangannya sendiri asik memegangi sepotong ayam goreng yang memang tengah dinikmatinya.

"Meoong.. Meong.." kucing tersebut melirik ayam goreng yang Arfa genggam.

"Disuuh pegi maah meneong. Isshh dasal kucil nakal. Ussshh hussshh..!!" Arfa kembali menendang kucing tersebut. Ia bahkan hampir saja menginjak ekornya.

"Meoonngg!!!!" kucing itu seolah berteriak kesal dan marah.

"Papaaaaahh..!!"

"BRUKKK!!"

Tiba-tia saja kucing tersebut menyerang Arfa hinga terjatuh. Dan ayam goreng ditangan Arfa berhasil diambilnya.

"Hiks papaaaaah....!!" Arfa berteriak diiringi isakan tangis. Tubuhnya telentang tepat diatas lantai depan pintu rumahnya. Kepalanya bahkan sempat membentur pot bunga yang terdapat disana.


"Wuuaah jatuh, Ais halus tolongin nihh.." Elfaris buru-buru membuka pintu pagar rumahnya dan berlari menghampiri Arfa.

"Hiks papaaah.. PAPAAAAAAH!!" Arfa lagi-lagi berteriak mmanggil sang papah. Namun sayang suaranya tidak didengar karna Rafael sendiri memang masih belum keluar dari kamar mandinya.


"Hosh-hosh.. Kakak gak papa?" tanya Elfaris tiba-tiba.

Arfa mendelik kaget mendapati sosok Elfaris yang sudah berada dihadapannya.

"Kamu ladi. Pasti kamu mau tawain Arfa kan?" bidik Arfa curiga. Ia masih dengan posisinya yang telentang diatas lantai.

"Ais ga mau ketawa. Ais mau tolongin, kan tadi kakak jatuh. Pipi kakak juga beldalah. Pasti gala-gala dicakal kucing tadi.." jelas Elfaris. Meski masih takut, namun kali ini ia sudah mulai berani berbicara dengan Arfa. Tidak seperti biasanya.

"Arfa gapeu petoongan kamu! Arfa bisa banun sendii. Kamu gapeu so baik deh sama Arfa. Sana pegi, hus-huss!!" usir Arfa dengan nada ketus dan tengilnya mengusir Elfaris.

Elfaris diam menunduk. Perlahan ia mulai mundur dan menjauh dari Arfa.

"PAPAAAAAAHHH... Papaaaaaahhh!!!" Arfa berteriak dengan kencangnya memanggil sang papah. Kedua kakinya ia hentak-hentakkan kesal karna Rafael tidak juga mau keluar dari tadi. Padahal ia sudah berteriak sekuat tenaga dan sekencang-kencangnya.


"BUKK!!"

Tiba-tiba dengan jahilnya Elfaris melempar kepala Arfa dengan bola yang Elfaris temukan dihalaman depan rumah Arfa. Entah apa maksud dari bocah tampan itu. Yang pasti ia sengaja melakukannya.

"ERRRRRRRRR!!!! Kamu senaja yah lepal Arfa?! Masud kamu apa HAH?!!" Arfa langsung berhenti berteriak dan bangkit dari acara telentang diatas lantainya tadi. Ia menatap Elfaris penuh nafsu dan emosi.

Elfaris tertawa kecil kemudian berbalik badan dan hendak ngacir.

"Jan kabur WOOOYYY!!" Arfa berlari mengejar Elfaris.

"Aaaaaaa bundaaaaa tolongin Aiss... Bundaaaaaaa!!!" Elfaris berlari cepat keluar dari rumah Arfa. Ia sedikit kesulitan saat membuka pagar rumah Arfa. Namun akhirnya bisa juga ia keluar dari rumah bocah tengil itu.

"Jan lari....!! Arfa biang janan lari woooouuyy!!" Arfa berteriak mengejar Elfaris. Wajahnya seperti singa yang siap menerkam. Untung saja Elfaris berhasil lolos, kalau tidak, entak apa yang akan Arfa lakukan pada bocah tampan itu.


"Hosh-hosh.. Kak Arfa telnyata galak juga. Hosh-hosh.. Tadi kan Ais cuma belcanda. Uhh utung aja Ais bisa kabul..hosh-hosh.." Elfaris bersembunyi dibalik pintu rumahnya. Nafasnya tengah ia atur karna tersenggal akibat lari dari kejaran Arfa.

"Tapi Ais seneng, bialpun dikejal kak Arfa. Ais blasa bisa main sama kak Arfa. Hihii ntal Ais mau lempal kak Arfa lagi deh, bial bisa main kejal-kejalan lagi.." Elfaris berucap dengan polosnya. Ia merasa senang bisa dikejar Arfa walau dirinya sendiri menjadi taruhannya.





** "Jadi pulang gak? Udah siang nih.. Jangan bilang kalau kamu masih gak bisa juga. Aku akan nekat kesana sama Ais kalo kamu masih gak bisa juga!" ancam Franda berbicara lewat ponsel yang didekatkan ketelinganya.

"I..iya ini aku lagi usaha pulang ko. Kamu sama Ais gak perlu kesini. Aku takut kalian nanti dijalan malah kenapa-napa. Aku pasti usahain ko Nda. Sabar yah.. Abis meeting siang ini, aku janji langsung kesana. Please sabaar.. Kerjaan aku banyak banget, please kamu ngertiin sama kerjaaa.."

Belum sempat Bisma meneruskan ucapannya. Franda malah langsung memutuskan sambungan telfonnya. Mungkin ia sudah sebal dan kesal karna Bisma terus saja mengulur waktu.

"Hufh.. Pasti marah. Kamu tuh kaya anak kecil tau gak Nda. Harusnya kamu tuh bisa ngertiin aku. Bukan justru kayak gini terus. Aku kerja juga buat kamu. Buat Ais. Buat kalian.." Bisma membuang nafasnya lelah. Posisinya saat ini memang cukup sulit karna kesibukan yang tidak bisa ditinggalkan.

"Aku pasti usahain pulang. Kalau sore aku gak sampe Bandung. Kamu boleh gantung aku hidup-hidup. Aku pasti pulang. Pokoknya aku pasti pulang.." Bisma membatin yakin. Ia menonaktifkan ponselnya kemudian kembali masuk kedalam ruangan kerjanya karna para petinggi dari perusahaan lain sudahs menunggunya.



* "Pokoknya aku akan susul kamu. Aku gak peduli lagi sama kerjaan-kerjaan kamu itu. Aku udah mulai curiga sama kamu Bis. Kalo sampe sore ini kamu gak nyampe Bandung. Jangan harap aku gak bisa sampe Jakarta. Lihat aja nanti!!" Franda membatin tajam penuh ancaman. Rupanya Bisma benar-benar menguji kesabarannya kali ini.






Bersambung......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Nggak Komentar, Nggak Kece :p