Mobil Alphard putih yang dikendarai oleh Bisma terlihat berhenti
didepan rumah yang ditinggali putra kecilnya. Ia rupanya baru tiba di
Bandung setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan karena
padatnya jalan raya.
"Ko rumahnya sepi gini? Apa
jangan-jangan Ais sama Franda udah tidur? Tapi kan ini baru jam tujuh?
Gak mungkin kalau Franda sama Ais udah tidur.." Bisma bergumam
memandang bingung keadaan rumah mewah dihadapannya.
Lelaki
berparas tampan itu membuka pintu mobilnya. Ia mengambil beberapa
kantung belanjaannya yang memang berisikan mainan-mainan untuk Elfaris,
juga hadiah untuk Franda.
"Gak sabar pengen lihat Franda
sama Ais. Uhh udah hampir dua minggu aku gak ketemu mereka. Kangen
banget rasanyaa.. Ais, Nda, ayah kangenn..." bibir Bisma tersenyum
membayangkan wajah dua malaikat hatinya.
Bayangan wajah
Elfaris dan Franda terus terbayang dibenaknya. Rasanya benar-benar
tidak sabar sekali ingin bertemu dengan jagoan kecil serta sang istri
tercinta.
"Lihat nih Nda, aku udah pulang. Aku udah
tepatin janji aku. Aku gak mungkin berani bohongin kamu juga Ais Nda.
Kemarin-kemarin aku emang lagi sibuk-sibuknya sama kerjaan di kantor.
Tapi sekarang kamu lihat kan? Aku udah pulang sayang.. Aku udah disini
buat temui kamu sama Ais. Buat jemput kalian.." Bisma terus
melangkahkan kakinya mendekati pintu utama. Bel dihadapannya segera ia
tekan menunggu Franda atau Elfaris membukakan pintu untuknya.
Bisma
sama sekali tidak mengetahui kepergian Franda ke Jakarta. Dirinya juga
tidak tahu kalau Elfaris tadi sampai menangis histeris akibat Franda
tinggal pergi begitu saja.
** "Kamu dimana sekarang?"
"Kamu yang dimana?!"
"Ssh.. Aku serius Nda, kamu sekarang dimana? Kenapa kamu tinggalin Ais sendiri di Bandung?"
"Aku capek tau gak! Mau kamu tuh sebenernya apa sih Bis? Aku lelah kalau kita kaya gini terus. Aku lelah Bisma, aku lelah.."
"M..maksud kamu apa sih? Y..yaudah sekarang kamu dimana? Biar aku jemput kamu. Ini udah tengah malam Nda. K..kamu dimana?"
"Udahlah!
Kamu gak perlu tau aku dimana. Aku bukan siapa-siapa kamu kan? Aku udah
kecewa sama kamu Bis, aku udah muak sama kamu!"
"T..tapi Nda, a..akuu..."
"Tuut-tuut...."
Franda
buru-buru memutuskan sambungan telfonnya. Ia bahkan langsung
me'non-aktifkan iphone miliknya agar Bisma tidak dapt menghubunginya
lagi.
"Kamu jahat Biss.. Aku gak ngerti kenapa
kamu bisa sejahat ini sama aku? Kamu udah sering bohongin aku.. Kamu
juga udah sering ingkarin janji kamu. Aku kecewa Bis.. Aku kecewa sama
kamu... Hiks." Franda terisak lirih. Ia menghentikan mobil Alphard
hitamnya ketepi jalan raya. Entah sekarang Franda berada dimana.
Dirinya terlihat begitu terpukul saat mengingat ucapan sekertaris Bisma
sore tadi.
Franda mengusap pipi putihnya. Kedua mata
sipitnya terlihat sembab akibat menangis terus tanpa henti. Rupanya
rasa kecewa itu kembali muncul akibat Bisma yang mengingkari janjinya.
"Kamu
bilang kamu udah tepatin janji itu. Tapi nyatanya apa? Kamu belum juga
tepatin ucapan kamu. Apa susahnya sih Bis cuma bilang kaya gitu aja? Aku
udah gak tau harus gimana lagi sama kamu. Aku ngerasa gak ada harganya
dimata kamu. Kamu terlalu sering bohongin aku. Kamu juga terlalu sering
ingkarin janji kamu. Aku kecewa Bis.. Aku kecewa sama kamu.." Franda
memejamkan matanya lirih. Bulir bening itu kembali mengalir keluar dari
sudut matanya. Franda menangis. Ia menangis dengan segala rasa sesak
didadanya akibat kebohongan yang dilakukan Bisma padanya.
"Aku pingin sendiri dulu. Kalau kamu emang sayang Ais, silahkan kamu jaga dia. Aku udah muak sama kamu Bis. Aku ingin sendiri.."
Franda
kembali memutar kunci mobilnya. Mesin mobil Alphard hitam itu ia
nyalakan dan dijalankannya. Entah apa maksud ucapan Franda barusan.
Mungkin saat ini dirinya memang hanya butuh waktu untuk sendiri tanpa
Bisma maupun Elfaris.
** Wajah
Bisma seketika berubah menjadi cemas. Ia bingung dan tidak mengerti
kenapa Franda bisa bersikap seperti ini padanya. Bahkan perempuan
cantik itu pergi meninggalkan Elfaris sendirian begitu saja. Bisma
masih belum faham kalau Franda berbuat demikian karena rasa kecewa
akibat ulahnya sendiri.
"Ayah mau kemana?" Tiba-tiba suara polos Elfaris terdengar ditelinga Bisma.
Bisma menoleh. Ia mendapati sosok jagoan kecilnya tengah berdiri dibelakangnya.
"Ko
ayah diem? Katanya tadi ayah mau bobo sama Ais? Tapi Ais tuguin ayah
dikamal, ayah malah gak ada telus. Ayah lagi apa disini? Ayah gak mau
tigalin Ais lagi kan yah?" tanya Elfaris bertubi memborong banyak
pertanyaan untuk sang ayah.
"Ngh, a..ayah gak kemana-mana
ko sayang. Ayah tadi cuma lagi terima telfon aja. Yaudah yuk sekarang
kita ke kamar Ais lagi? Ini udah tengah malam. Gak baik kalau Ais belum
tidur juga.. Ayo jagoan? Uhh.." ujar Bisma lembut diiringi senyuman.
Ia meraih tubuh Elfaris dan menggendongnya. Membawa tubuh jagoan
kecilnya itu menuju lantai atas kamarnya.
"Ayah jangan
tigalin Ais lagi yah.. Ais gamau kalau halus ditigalin ayah lagi. Ais
gamau yaah.. Ais sayang ayah.." Elfaris mendekap tubuh Bisma dan
menenggelamkan wajahnya didada Bisma. Kedua tangannya ia kalungkan
dileher Bisma. Terlihat sekali kalau Elfaris sangat merindukan Bisma
dan dekapan hangat ayah kandungnya itu.
Bisma tersenyum.
Ia mengusap puncak kepala Elfaris lalu mengecupnya. Mengelus punggung
Elfaris dan membalas dekapan tubuh mungil yang memang baru bisa
dirasakannya lagi.
"Maafin ayah, mungkin besok ayah
bakalan tinggalin Ais lagi. Ayah harus cari bunda kamu. Ayah yakin bunda
kamu salah faham sama ayah. Kalau semuanya udah beres. Ayah janji akan
langsung bawa Ais buat tinggal dirumah ayah. Ayah janji sayang..."
Bisma membatin yakin. Ia terus melangkahkan kakinya membawa Elfaris
menuju kamarnya tanpa melepaskan pelukan hangatnya untuk Elfaris.
"Tadi bunda pelgi yah, bunda tigalin Ais. Ais gak tau kenapa bunda pelgi. Tapi Ais lihat bunda nangis.." ujar Elfaris tiba-tiba.
"Ais tau bunda pergi kemana?" Bisma menoleh memandang wajah tampan jagoan kecilnya.
"Ais
enggak tau yah, bunda pelginya blu-bulu. Ais aja pingin ikut tapi gak
diajak. Bunda kaya lagi malah. Makanya Ais dadi ditigal.. Tapi Ais
sekalang seneng kalna ayah ada disini. Nanti kita cali bunda ya yah?
Kita cali bunda sama-sama. Ais gamau kalau bunda pelgi. Ais mau bunda
tigal disini lagi yah.. Sama Ais, sama ayah.." Elfaris berujar serius
menjelaskan. Ia memandang wajah Bisma penuh harap dan rasa ingin yang
besar.
Bisma hanya membalas dengan seukir senyuman kecil.
Puncak kepala Elfaris dikecupnya lagi. Ia buru-buru bergegas membawa
Elfaris masuk kedalam kamarnya tanpa membalas ucapan Elfaris lagi.
"Ayah
aneh, ko cuma senyum aja? Padahal Ais pingin dengel aya ajak Ais cali
bunda. Humb, mudah-mudahan ayah gak tigalin Ais kaya bunda. Ais bakalan
benci sama ayah kalau ayah tigalin Ais juga. Ais bnelan bakalan benci
ayah ntal.." Elfaris membatin mengancam. Ia merasa curiga akan sikap
Bisma yang menurutnya cukup aneh.
** Keesokan harinya...
Rafael
tengah berdiri didepan pintu kamar mandinya. Wajahnya sedikit terlihat
cemas menunggu Indah sang istri yang belum keluar juga sejak tadi.
"Hufh, mudah-mudahan aja positif. Aku juga pingin punya anak dari kamu Ndah.." Rafael membatin penuh harap.
Tak
lama sosok perempuan cantik yang menjadi istrinya itu keluar. Rafael
tersenyum antusias dan tidak sabar menunggu kabar baik yang sangat
diharapkannya.
"Gimana sayang? Garisnya ada dua kan?" tanyanya tidak sabar.
Indah menggeleng lemas. Ia memberikan benda kecil berwarna putih yang dipegangnya kearah Rafael.
"Negatif?" Rafael memandang satu garis merah pada benda tersebut.
"Maaf
ya? M..mungkin kita harus nunggu lagi. A..aku gak bermaksud ngecewain
kamu Raf, aku juga pingin kasih kamu keturunan, t..tapi kayaknya
kitaa..."
"Ussstt kamu ngomong apa sih? Gak papa sayang,
kalau pun belum sekarang juga. Aku gak akan marah ko. Mungkin emang
belum dikasih lagi. Jangan sedih gitu dong, sini deh..." Rafael menarik
tubuh Indah kedalam dekapannya.
Perempuan cantik itu nampak sedikit terlihat tenang mendengar ucapan Rafael.
"Beruntung
banget aku bisa punya suami kaya kamu Raf.. Kamu itu selalu bisa buat
aku nyaman kalau udah didekat kamu. Meski kamu nikahin aku dengan status
memiliki satu anak. Tapi aku gak pernah nyesel. Aku sayang sama kamu,
aku juga sayang Arfa. Kalian berdua selalu bisa kasih kebahagiaan buat
aku. Semoga secepatnya aku juga bisa kasih apa yang kamu mau Raf, biar
Arfa punya temen.." Indah membatin membalas dekapan hangat Rafael.
Bibirnya tersenyum merasakan ketulusan serta rasa nyaman yang selalu
didapatnya dari Rafael sang suami.
** "Napain kamu pagi-pagi udah jokok disitu?" Arfa keluar dari area rumahnya menatap Elfaris bingung.
Elfaris menoleh. Wajahnya masih basah dengan air mata dan kedua mata yang sembab.
"Kebisaan!
Ditanya bakanya jaab maah diem. Huh dasar anak aneh!" ketus Arfa
sebal. Ia membuka pagar rumahnya lebih lebar dan berjalan mendekati
Elfaris.
Elfaris yang tengah bersedih tidak menghiraukan
Arfa. Ia tetap saja berjongkok didepan pot bunga berukuran cukup besar
dipojokan pagar depan rumah Arfa. Entah apa maksudnya menyendiri
disana. Kedua kaki Elfaris ditekuknya dengan wajah yang ia palingkan
tanpa mau melihat Arfa.
"Fais? Ah iya bnel kao gasaah nana anak ini Fais?" Arfa mengingat-ngingat siapa nama bocah kecil dihadapannya.
"Heh
kamu, Fais! Napain sih kamu disini? Pasaan kamu seing banet diem
didepan rumah Arfa? Jan janan kamu seing lihatin Arfa yah? Hayo naku?
Kamu napain lihatin Arfa teus?" Arfa membidik Elfaris curiga. Kedua
tangannya ia lipat didepan dada. Terlihat sangat tengil sekali gaya
bicara bocah kecil ini.
Namun lagi-lagi Elfaris tidak
menghiraukan. Ia malah semakin memalingkan wajahnya menghadap pojokan
pot bunga agar tidak melihat Arfa. Raut wajahnya ia tekuk. Terlihat
sekali kalau Elfaris tengah bersedih dan terpuruk.
"Issshh
aneh banet sih! Bum penah Arfa doong sape nusruk sih yah?!" Arfa
berujar geram. Ia berdiri dibelakang Elfaris lalu hendak menjalankan
aksinya.
"Brukk!!"
"Aw..ssh!"
"Ahaha lasain kamu!!" Arfa tersenyum senang melihat tubuh Elfaris yang berhasil didorongnya hingga jatuh.
Bocah kecil yang cukup nakal itu langsung berlari masuk kedalam rumahnya lagi karna takut ketahuan telah mendorong Elfaris.
"Ya
ampun deen.. Den Faris kenapa bisa ada disini? Aden bibi cariin dari
tadi denn.. Aden ndak papa kan? Den Faris ndak papa kan den?" tiba-tiba
bi Min datang dan terlihat panik. Ia mencoba menyentuh tubuh Elfaris
dan hendak membantunya berdiri.
"Ais gamau sama bibi! Ais
benci sama bibi! Ais gamau!!" Elfaris menepis tangan bi Min kasar. Ia
langsung beranjak dan berlari masuk kedalam rumahnya. Entah apa yang
sudah terjadi pada bocah tampan itu hingga bisa bersikap seperti ini
pada bi Min.
"Pasti den Faris masih marah gara-gara tadi
bibi gak bisa cegah den Bisma pergi. Maafin bibi den, bibi cuma disuruh
sama den Bisma biar bawa aden masuk kedalam. Bibi gak bermaksud
apa-apa. Bibi minta maaf.." sesal bi Min memandang kepergian Elfaris
lirih.
"Semuanya jaat sama Ais! Semuanya
jaaaat...hiks Bunda pelgi tigalin Ais, Ayah juga pelgi. Ais benci sama
semuanya. Ais benciii...!!!"
"BRUGGHH!!"
Elfaris
dengan sangat emosinya membanting pintu depan rumahnya. Ia terlihat
sangat marah dan kecewa. Wajar saja bila Elfaris sampai terpukul dan
berteriak histeris seperti ini.
"Bunda pebohong..
Bunda bilang gak bakalan tigalin Ais lagi. Tapi bunda pelgi gitu aja.
Bunda pelgi tigalin Ais..hiks Ayah juga pebohong!! Ayah bilang bakalan
bawa Ais tigal sama ayah. Tapi ayah malah tigalin Ais? Hiks.. Kenapa Ais
ditigalin telus.. Kenapa yaaah kenapaaa...? Hiks.." Elfaris duduk
lemas membelakangi pintu rumahnya yang tadi ia tutup kasar. Wajahnya
sudah sangat sembab dibanjiri air mata.
"Hiks..hiks..
Kenapa yaah... Apa ayah udah gak sayang sama Ais?hiks.. Bunda juga apa
udah gak sayang sama Ais?hiks.. Ais cuma mau ayah.. Ais cuma mau bunda..
Ais gamau apa-apa yaah..hiks."
Dada Elfaris terasa begitu
sesak. Ia sampai menangis terisak tersedu-sedu. Sungguh sangat
memprihatinkan sekali melihat keadaannya yang seperti ini. Elfaris
menjadi korban keegoisan kedua orang tuanya yang sama-sama keras kepala.
** "Apa yang udah Arfa lakuin sama Faris?" Rafael membidik Arfa curiga.
"Arfa ga senaja paah.. Arfa cuna doong aja. Itu juga pean pah.." jelas Arfa menatap Rafael takut.
"Tapi
kenapa Farisnya sampai nangis kenceng gitu Fa? Sampe kedengeran
kesini. Arfa beneran gak nakalin Faris kan?" Indah ikut membidik Arfa
karna takut penyebab Elfaris menangis adalah Arfa.
"Arfa
siyus mah pah.. Benean deh, Arfa gamukin boong.. Dai tadi Fais diem
teus, makanya Arfa isenin doong. Tapi ga keceng.. Arfa kan cuna becanda.
Tapi Fais maah..."
"Arfa udah berani nakal yah sekarang? Siapa sih yang ajarin Arfa nakal?" Rafael memandang Arfa tegas.
"Maafin Arfa.. Arfa benean gasenaja paah.." Arfa menunduk penuh sesal. Ia menyembunyikan wajahnya dibelakang badan Indah.
"Y..yaudah,
sekarang kita lihat aja Farisnya langsung. Sekalian Arfa minta maaf
dan janji gak boleh nakal lagi." Indah mencoba melerai dan menahan
emosi Rafael.
"Iya Arfa nau mita maaf. Waaupun Arfa
gasaah, tapi gapapa deh Arfa mita maaf, dai pada imaahin papah.." ujar
Arfa setuju meski sedikit mengoceh lucu.
Indah tersenyum melihat tingkah Arfa yang memang selalu bisa membuatnya tersenyum.
"Kalau Arfa ketahuan salah, papah nanti akan hukum Arfa." jelas Rafael tegas.
"Oke. Tapi kao Arfa ga saah, papah yan bakaan Arfa hukum!" balas Arfa ngasal. Rafael menoleh menatap Arfa kaget.
"Hehee
becanda pah..." Arfa menunjukkan jari telunjuk dan jari tengahnya
kearah sang papah. Tingkahnya benar-benar selalu saja mengundang tawa.
Padahal Rafael tengah berbicara serius padanya.
Bersambung....
Koq ada org tua kaya gini tega banget egois mikirin diri snediri.. Semarah2x pun sama suami atau isteri jgn jadikan anak sebgai korban. Seperti bukan darah daging mereka si faris ini...
BalasHapusYg paling nyebeli si Franda. Emosian banget.
BalasHapusYg paling nyebeli si Franda. Emosian banget.
BalasHapus