Selasa, 01 Juli 2014

Perjanjian Cinta #Part 42

Mobil Alphard putih yang dikendarai oleh Bisma terlihat berhenti didepan rumah yang ditinggali putra kecilnya. Ia rupanya baru tiba di Bandung setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan karena padatnya jalan raya.



"Ko rumahnya sepi gini? Apa jangan-jangan Ais sama Franda udah tidur? Tapi kan ini baru jam tujuh? Gak mungkin kalau Franda sama Ais udah tidur.." Bisma bergumam memandang bingung keadaan rumah mewah dihadapannya.

Lelaki berparas tampan itu membuka pintu mobilnya. Ia mengambil beberapa kantung belanjaannya yang memang berisikan mainan-mainan untuk Elfaris, juga hadiah untuk Franda.

"Gak sabar pengen lihat Franda sama Ais. Uhh udah hampir dua minggu aku gak ketemu mereka. Kangen banget rasanyaa.. Ais, Nda, ayah kangenn..." bibir Bisma tersenyum membayangkan wajah dua malaikat hatinya.

Bayangan wajah Elfaris dan Franda terus terbayang dibenaknya. Rasanya benar-benar tidak sabar sekali ingin bertemu dengan jagoan kecil serta sang istri tercinta.

"Lihat nih Nda, aku udah pulang. Aku udah tepatin janji aku. Aku gak mungkin berani bohongin kamu juga Ais Nda. Kemarin-kemarin aku emang lagi sibuk-sibuknya sama kerjaan di kantor. Tapi sekarang kamu lihat kan? Aku udah pulang sayang.. Aku udah disini buat temui kamu sama Ais. Buat jemput kalian.." Bisma terus melangkahkan kakinya mendekati pintu utama. Bel dihadapannya segera ia tekan menunggu Franda atau Elfaris membukakan pintu untuknya.

Bisma sama sekali tidak mengetahui kepergian Franda ke Jakarta. Dirinya juga tidak tahu kalau Elfaris tadi sampai menangis histeris akibat Franda tinggal pergi begitu saja.





** "Kamu dimana sekarang?"

"Kamu yang dimana?!"

"Ssh.. Aku serius Nda, kamu sekarang dimana? Kenapa kamu tinggalin Ais sendiri di Bandung?"

"Aku capek tau gak! Mau kamu tuh sebenernya apa sih Bis? Aku lelah kalau kita kaya gini terus. Aku lelah Bisma, aku lelah.."

"M..maksud kamu apa sih? Y..yaudah sekarang kamu dimana? Biar aku jemput kamu. Ini udah tengah malam Nda. K..kamu dimana?"

"Udahlah! Kamu gak perlu tau aku dimana. Aku bukan siapa-siapa kamu kan? Aku udah kecewa sama kamu Bis, aku udah muak sama kamu!"

"T..tapi Nda, a..akuu..."

"Tuut-tuut...."


Franda buru-buru memutuskan sambungan telfonnya. Ia bahkan langsung me'non-aktifkan iphone miliknya agar Bisma tidak dapt menghubunginya lagi.


"Kamu jahat Biss.. Aku gak ngerti kenapa kamu bisa sejahat ini sama aku? Kamu udah sering bohongin aku.. Kamu juga udah sering ingkarin janji kamu. Aku kecewa Bis.. Aku kecewa sama kamu... Hiks." Franda terisak lirih. Ia menghentikan mobil Alphard hitamnya ketepi jalan raya. Entah sekarang Franda berada dimana. Dirinya terlihat begitu terpukul saat mengingat ucapan sekertaris Bisma sore tadi.

Franda mengusap pipi putihnya. Kedua mata sipitnya terlihat sembab akibat menangis terus tanpa henti. Rupanya rasa kecewa itu kembali muncul akibat Bisma yang mengingkari janjinya.


"Kamu bilang kamu udah tepatin janji itu. Tapi nyatanya apa? Kamu belum juga tepatin ucapan kamu. Apa susahnya sih Bis cuma bilang kaya gitu aja? Aku udah gak tau harus gimana lagi sama kamu. Aku ngerasa gak ada harganya dimata kamu. Kamu terlalu sering bohongin aku. Kamu juga terlalu sering ingkarin janji kamu. Aku kecewa Bis.. Aku kecewa sama kamu.." Franda memejamkan matanya lirih. Bulir bening itu kembali mengalir keluar dari sudut matanya. Franda menangis. Ia menangis dengan segala rasa sesak didadanya akibat kebohongan yang dilakukan Bisma padanya.

"Aku pingin sendiri dulu. Kalau kamu emang sayang Ais, silahkan kamu jaga dia. Aku udah muak sama kamu Bis. Aku ingin sendiri.."

Franda kembali memutar kunci mobilnya. Mesin mobil Alphard hitam itu ia nyalakan dan dijalankannya. Entah apa maksud ucapan Franda barusan. Mungkin saat ini dirinya memang hanya butuh waktu untuk sendiri tanpa Bisma maupun Elfaris.




** Wajah Bisma seketika berubah menjadi cemas. Ia bingung dan tidak mengerti kenapa Franda bisa bersikap seperti ini padanya. Bahkan perempuan cantik itu pergi meninggalkan Elfaris sendirian begitu saja. Bisma masih belum faham kalau Franda berbuat demikian karena rasa kecewa akibat ulahnya sendiri.


"Ayah mau kemana?" Tiba-tiba suara polos Elfaris terdengar ditelinga Bisma.

Bisma menoleh. Ia mendapati sosok jagoan kecilnya tengah berdiri dibelakangnya.

"Ko ayah diem? Katanya tadi ayah mau bobo sama Ais? Tapi Ais tuguin ayah dikamal, ayah malah gak ada telus. Ayah lagi apa disini? Ayah gak mau tigalin Ais lagi kan yah?" tanya Elfaris bertubi memborong banyak pertanyaan untuk sang ayah.

"Ngh, a..ayah gak kemana-mana ko sayang. Ayah tadi cuma lagi terima telfon aja. Yaudah yuk sekarang kita ke kamar Ais lagi? Ini udah tengah malam. Gak baik kalau Ais belum tidur juga.. Ayo jagoan? Uhh.." ujar Bisma lembut diiringi senyuman. Ia meraih tubuh Elfaris dan menggendongnya. Membawa tubuh jagoan kecilnya itu menuju lantai atas kamarnya.

"Ayah jangan tigalin Ais lagi yah.. Ais gamau kalau halus ditigalin ayah lagi. Ais gamau yaah.. Ais sayang ayah.." Elfaris mendekap tubuh Bisma dan menenggelamkan wajahnya didada Bisma. Kedua tangannya ia kalungkan dileher Bisma. Terlihat sekali kalau Elfaris sangat merindukan Bisma dan dekapan hangat ayah kandungnya itu.

Bisma tersenyum. Ia mengusap puncak kepala Elfaris lalu mengecupnya. Mengelus punggung Elfaris dan membalas dekapan tubuh mungil yang memang baru bisa dirasakannya lagi.

"Maafin ayah, mungkin besok ayah bakalan tinggalin Ais lagi. Ayah harus cari bunda kamu. Ayah yakin bunda kamu salah faham sama ayah. Kalau semuanya udah beres. Ayah janji akan langsung bawa Ais buat tinggal dirumah ayah. Ayah janji sayang..." Bisma membatin yakin. Ia terus melangkahkan kakinya membawa Elfaris menuju kamarnya tanpa melepaskan pelukan hangatnya untuk Elfaris.

"Tadi bunda pelgi yah, bunda tigalin Ais. Ais gak tau kenapa bunda pelgi. Tapi Ais lihat bunda nangis.." ujar Elfaris tiba-tiba.

"Ais tau bunda pergi kemana?" Bisma menoleh memandang wajah tampan jagoan kecilnya.

"Ais enggak tau yah, bunda pelginya blu-bulu. Ais aja pingin ikut tapi gak diajak. Bunda kaya lagi malah. Makanya Ais dadi ditigal.. Tapi Ais sekalang seneng kalna ayah ada disini. Nanti kita cali bunda ya yah? Kita cali bunda sama-sama. Ais gamau kalau bunda pelgi. Ais mau bunda tigal disini lagi yah.. Sama Ais, sama ayah.." Elfaris berujar serius menjelaskan. Ia memandang wajah Bisma penuh harap dan rasa ingin yang besar.

Bisma hanya membalas dengan seukir senyuman kecil. Puncak kepala Elfaris dikecupnya lagi. Ia buru-buru bergegas membawa Elfaris masuk kedalam kamarnya tanpa membalas ucapan Elfaris lagi.

"Ayah aneh, ko cuma senyum aja? Padahal Ais pingin dengel aya ajak Ais cali bunda. Humb, mudah-mudahan ayah gak tigalin Ais kaya bunda. Ais bakalan benci sama ayah kalau ayah tigalin Ais juga. Ais bnelan bakalan benci ayah ntal.." Elfaris membatin mengancam. Ia merasa curiga akan sikap Bisma yang menurutnya cukup aneh.




** Keesokan harinya...


Rafael tengah berdiri didepan pintu kamar mandinya. Wajahnya sedikit terlihat cemas menunggu Indah sang istri yang belum keluar juga sejak tadi.


"Hufh, mudah-mudahan aja positif. Aku juga pingin punya anak dari kamu Ndah.." Rafael membatin penuh harap.

Tak lama sosok perempuan cantik yang menjadi istrinya itu keluar. Rafael tersenyum antusias dan tidak sabar menunggu kabar baik yang sangat diharapkannya.

"Gimana sayang? Garisnya ada dua kan?" tanyanya tidak sabar.

Indah menggeleng lemas. Ia memberikan benda kecil berwarna putih yang dipegangnya kearah Rafael.

"Negatif?" Rafael memandang satu garis merah pada benda tersebut.

"Maaf ya? M..mungkin kita harus nunggu lagi. A..aku gak bermaksud ngecewain kamu Raf, aku juga pingin kasih kamu keturunan, t..tapi kayaknya kitaa..."

"Ussstt kamu ngomong apa sih? Gak papa sayang, kalau pun belum sekarang juga. Aku gak akan marah ko. Mungkin emang belum dikasih lagi. Jangan sedih gitu dong, sini deh..." Rafael menarik tubuh Indah kedalam dekapannya.

Perempuan cantik itu nampak sedikit terlihat tenang mendengar ucapan Rafael.

"Beruntung banget aku bisa punya suami kaya kamu Raf.. Kamu itu selalu bisa buat aku nyaman kalau udah didekat kamu. Meski kamu nikahin aku dengan status memiliki satu anak. Tapi aku gak pernah nyesel. Aku sayang sama kamu, aku juga sayang Arfa. Kalian berdua selalu bisa kasih kebahagiaan buat aku. Semoga secepatnya aku juga bisa kasih apa yang kamu mau Raf, biar Arfa punya temen.." Indah membatin membalas dekapan hangat Rafael. Bibirnya tersenyum merasakan ketulusan serta rasa nyaman yang selalu didapatnya dari Rafael sang suami.




** "Napain kamu pagi-pagi udah jokok disitu?" Arfa keluar dari area rumahnya menatap Elfaris bingung.

Elfaris menoleh. Wajahnya masih basah dengan air mata dan kedua mata yang sembab.

"Kebisaan! Ditanya bakanya jaab maah diem. Huh dasar anak aneh!" ketus Arfa sebal. Ia membuka pagar rumahnya lebih lebar dan berjalan mendekati Elfaris.

Elfaris yang tengah bersedih tidak menghiraukan Arfa. Ia tetap saja berjongkok didepan pot bunga berukuran cukup besar dipojokan pagar depan rumah Arfa. Entah apa maksudnya menyendiri disana. Kedua kaki Elfaris ditekuknya dengan wajah yang ia palingkan tanpa mau melihat Arfa.

"Fais? Ah iya bnel kao gasaah nana anak ini Fais?" Arfa mengingat-ngingat siapa nama bocah kecil dihadapannya.

"Heh kamu, Fais! Napain sih kamu disini? Pasaan kamu seing banet diem didepan rumah Arfa? Jan janan kamu seing lihatin Arfa yah? Hayo naku? Kamu napain lihatin Arfa teus?" Arfa membidik Elfaris curiga. Kedua tangannya ia lipat didepan dada. Terlihat sangat tengil sekali gaya bicara bocah kecil ini.

Namun lagi-lagi Elfaris tidak menghiraukan. Ia malah semakin memalingkan wajahnya menghadap pojokan pot bunga agar tidak melihat Arfa. Raut wajahnya ia tekuk. Terlihat sekali kalau Elfaris tengah bersedih dan terpuruk.

"Issshh aneh banet sih! Bum penah Arfa doong sape nusruk sih yah?!" Arfa berujar geram. Ia berdiri dibelakang Elfaris lalu hendak menjalankan aksinya.


"Brukk!!"


"Aw..ssh!"

"Ahaha lasain kamu!!" Arfa tersenyum senang melihat tubuh Elfaris yang berhasil didorongnya hingga jatuh.

Bocah kecil yang cukup nakal itu langsung berlari masuk kedalam rumahnya lagi karna takut ketahuan telah mendorong Elfaris.


"Ya ampun deen.. Den Faris kenapa bisa ada disini? Aden bibi cariin dari tadi denn.. Aden ndak papa kan? Den Faris ndak papa kan den?" tiba-tiba bi Min datang dan terlihat panik. Ia mencoba menyentuh tubuh Elfaris dan hendak membantunya berdiri.

"Ais gamau sama bibi! Ais benci sama bibi! Ais gamau!!" Elfaris menepis tangan bi Min kasar. Ia langsung beranjak dan berlari masuk kedalam rumahnya. Entah apa yang sudah terjadi pada bocah tampan itu hingga bisa bersikap seperti ini pada bi Min.

"Pasti den Faris masih marah gara-gara tadi bibi gak bisa cegah den Bisma pergi. Maafin bibi den, bibi cuma disuruh sama den Bisma biar bawa aden masuk kedalam. Bibi gak bermaksud apa-apa. Bibi minta maaf.." sesal bi Min memandang kepergian Elfaris lirih.


"Semuanya jaat sama Ais! Semuanya jaaaat...hiks Bunda pelgi tigalin Ais, Ayah juga pelgi. Ais benci sama semuanya. Ais benciii...!!!"


"BRUGGHH!!"


Elfaris dengan sangat emosinya membanting pintu depan rumahnya. Ia terlihat sangat marah dan kecewa. Wajar saja bila Elfaris sampai terpukul dan berteriak histeris seperti ini.


"Bunda pebohong.. Bunda bilang gak bakalan tigalin Ais lagi. Tapi bunda pelgi gitu aja. Bunda pelgi tigalin Ais..hiks Ayah juga pebohong!! Ayah bilang bakalan bawa Ais tigal sama ayah. Tapi ayah malah tigalin Ais? Hiks.. Kenapa Ais ditigalin telus.. Kenapa yaaah kenapaaa...? Hiks.." Elfaris duduk lemas membelakangi pintu rumahnya yang tadi ia tutup kasar. Wajahnya sudah sangat sembab dibanjiri air mata.

"Hiks..hiks.. Kenapa yaah... Apa ayah udah gak sayang sama Ais?hiks.. Bunda juga apa udah gak sayang sama Ais?hiks.. Ais cuma mau ayah.. Ais cuma mau bunda.. Ais gamau apa-apa yaah..hiks."

Dada Elfaris terasa begitu sesak. Ia sampai menangis terisak tersedu-sedu. Sungguh sangat memprihatinkan sekali melihat keadaannya yang seperti ini. Elfaris menjadi korban keegoisan kedua orang tuanya yang sama-sama keras kepala.



** "Apa yang udah Arfa lakuin sama Faris?" Rafael membidik Arfa curiga.

"Arfa ga senaja paah.. Arfa cuna doong aja. Itu juga pean pah.." jelas Arfa menatap Rafael takut.

"Tapi kenapa Farisnya sampai nangis kenceng gitu Fa? Sampe kedengeran kesini. Arfa beneran gak nakalin Faris kan?" Indah ikut membidik Arfa karna takut penyebab Elfaris menangis adalah Arfa.

"Arfa siyus mah pah.. Benean deh, Arfa gamukin boong.. Dai tadi Fais diem teus, makanya Arfa isenin doong. Tapi ga keceng.. Arfa kan cuna becanda. Tapi Fais maah..."

"Arfa udah berani nakal yah sekarang? Siapa sih yang ajarin Arfa nakal?" Rafael memandang Arfa tegas.

"Maafin Arfa.. Arfa benean gasenaja paah.." Arfa menunduk penuh sesal. Ia menyembunyikan wajahnya dibelakang badan Indah.

"Y..yaudah, sekarang kita lihat aja Farisnya langsung. Sekalian Arfa minta maaf dan janji gak boleh nakal lagi." Indah mencoba melerai dan menahan emosi Rafael.

"Iya Arfa nau mita maaf. Waaupun Arfa gasaah, tapi gapapa deh Arfa mita maaf, dai pada imaahin papah.." ujar Arfa setuju meski sedikit mengoceh lucu.

Indah tersenyum melihat tingkah Arfa yang memang selalu bisa membuatnya tersenyum.

"Kalau Arfa ketahuan salah, papah nanti akan hukum Arfa." jelas Rafael tegas.

"Oke. Tapi kao Arfa ga saah, papah yan bakaan Arfa hukum!" balas Arfa ngasal. Rafael menoleh menatap Arfa kaget.

"Hehee becanda pah..." Arfa menunjukkan jari telunjuk dan jari tengahnya kearah sang papah. Tingkahnya benar-benar selalu saja mengundang tawa. Padahal Rafael tengah berbicara serius padanya.






Bersambung....

3 komentar:

  1. Koq ada org tua kaya gini tega banget egois mikirin diri snediri.. Semarah2x pun sama suami atau isteri jgn jadikan anak sebgai korban. Seperti bukan darah daging mereka si faris ini...

    BalasHapus
  2. Yg paling nyebeli si Franda. Emosian banget.

    BalasHapus
  3. Yg paling nyebeli si Franda. Emosian banget.

    BalasHapus

Nggak Komentar, Nggak Kece :p