Sebuah kecelakaan maut yang hampir saja merenggut beberapa nyawa para korbannya termasuk Bisma.
Lelaki muda berparas tampan ini hampir saja kehilangan nyawanya akibat kecelakaan tersebut.
Kecelakaan yang terbilang sangat aneh dan tidak bisa dipercaya.
Kecelakaan itu menyisakan tanda tanya besar sekaligus trauma untuk Bisma.
Kepala bagian depannya retak, mengeluarkan banyak sekali darah,
lengannya pun terasa sakit karna membentur stir mobil cukup keras. Kaca
mobilnya pun hancur berkeping-keping.
Tapi ajaibnya dirinya tidak apa-apa. Kondisi tubuhnya sehat, meski
kepala bagian depannya retak dan harus mendapat beberapa jahitan, tapi
tidak ada luka dalam. Bahkan hanya dua atau tiga hari saja dirumah
sakit, Bisma sudah diperbolehkan pulang oleh pihak rumah sakit.
Padahal korban lain yang bertabrakan dengan mobilnya sampai ada yang
dirawat beberapa hari bahkan sampai satu minggu. Tapi dirinya justru
tidak.
"Kayaknya lo ada yang ngelindungin deh Bis, harusnya kecelakaan
kayak gini tuh seenggaknya lo luka parah, tapi ini enggak. Malah lo
baik-baik aja. Kan aneh, sedangkan bagian depan mobil lo sendiri hancur
total.." Lelaki berparas chinesse ini menatap keanehan yang terjadi pada
sahabatnya.
"Menurut feeling gue sih bukan Bisma ada yang ngelindungin. Tapi
emang nasib dia aja lagi baik. Coba lo lihat korban yang lain? Sampe ada
yang patah tulang, bahkan kepalanya bocor, luka lain juga. Sedangkan
Bisma enggak.." lelaki berpipi cuaby ini sedikit memprotes akan ucapan
lelaki chinesse yang bernama Rafael.
"Tapi seenggaknya Ga, ini tuh aneh tau. Lo sendiri sering kan denger keanehan yang terjadi sama Bisma?
Dia tuh banyak banget keanehannya. Coba lo fikir lagi deh.." Rafael masih tetap bersikukuh akan pemikirannya.
Rangga. Lelaki tampan berpipi cuaby ini hanya mengangkat kedua
bahunya. Sepertinya ia lebih baik diam dari pada menambah perdebatan
dengan Rafael sahabatnya sendiri.
"Tapi waktu kecelakaan itu terjadi, gue ngerasa didepan gue tuh gak
ada mobil, apalagi pohon atau apapun. Gue tuh ngerasa jalanannya sepi.
Makanya gue berani ngebut, lagian udah malem juga, jadi gue terus
ngebut. Tapi tau-taunya malah kayak gini.." kini Bisma akhirnya angkat
bicara. Menceritakan sedikit kisah yang terjadi padanya beberapa hari
lalu.
"Tapi luka dikening lo kenapa enggak kering juga? Kenapa perbannya gak lo lepas?" Rafael kembali bertanya.
"Lukanya belum kering, masih sakit. Bahkan kalau malem kepala gue suka sakit, dan.."
"Dan apa?" Rangga memasang wajah penasaran.
"Gak papa. Udah lupain aja. Mendingan sekarang lo berdua pulang.
Udah malem, besok lusa jadi kan buat acara tour kita?" Bisma mengalihkan pembicaraan.
"Jadi dong, gue kan emang pengen banget tour disana. Camping dialam
terbuka, apalagi kita boleh bawa pacar. Kan seru.." Rafael tersenyum
senang.
"Ah elo, bisanya emang cuma pacaran doang." Rangga melempar bantal disampingnya kearah Rafael.
"Yee biarin aja kali. Pacaran itu kan bisa bikin hati gue seneng dan bahagia." Rafael tersenyum membayangkan wajah kekasihnya.
"Hemm.. Yaudah gue pulang dulu deh Bis. Udah cukup malem juga. Kasian adik gue dirumah sendirian.
Gue pamit yah?
Ayo Raf?" Rangga menarik tangan Rafael paksa.
"Iya Ga, thanks yah udah nemenin dan jenguk gue.
Kalian emang sobat gue yang the best.." ujar Bisma melemparkan senyuman manisnya.
"Iya Bis, sama-sama. Kalo ada apa-apa sama lo, telpon gue sama Rafael aja. Kita pasti langsung kesini ko."
"Oke sip deh.. Yaudah hati-hati.."
"Sipp..."
Rangga dan Rafael pun akhirnya keluar dari kamar Bisma. Mereka
pulang dan meninggalkan Bisma seorang diri didalam kamarnya, lebih
tepatnya didalam kamarnya.
Kemana orang tua Bisma? Orang tuanya terlalu sibuk dengan urusan mereka. Bisma bahkan sering mereka lupakan.
"Awwssh.." tiba-tiba Bisma memegang kepalanya yang masih dililit
perban. Setetes darah merah keluar mengalir dan menetes mengenai
lengannya.
"Ngeluarin darah lagi? Ko bisa sih?
Dokter bilang kepala gue gak papa, tapi kenapa tiap malam sering ngeluarin darah?" Bisma menatap keadaan lukanya bingung.
Ia kemudian berbaring. Mungkin karna posisinya duduk darahnya jadi
keluar lagi dan lukanya tidak mau kering. Dan mungkin juga dengan
berbaring itu akan membuat darahnya berhenti keluar.
"JLEGG!!"
Tiba-tiba ruangan kamar Bisma berubah menjadi aneh.
Langit-langit kamarnya tidak ada, yang dilihatnya justru adalah alam terbuka. Sebuah tempat yang entah baru kali ini dilihatnya.
"K..ko bisa kayak gini..?" Bisma memandang bingung setiap sudut
ruangan kamarnya yang menjadi aneh tidak seperti biasa. Ia bangkit dari
tempat tidurnya, mengucek kedua matanya berharap kalau yang dilihatnya
ini adalah halusinasinya saja.
"Langit? Pohon? Bintang? Bulang?
G..gue?" Bisma semakin dibuat tidak percaya akan apa yang
dilihatnya. Ia seperti berada dialam terbuka. Bahkan tempat tidurnya pun
lenyap. Yang ada hanyalah rerumputan basah yang mengembun dikala malam.
Hembusan angin serta cahaya bintang dan bulan dilihat dan dirasakannya
begitu jelas disana.
Karna penasaran. Bisma mencoba melangkahkan kakinya. Memijak
rerumputan basah itu dengan alas kakinya. Bisma terkejut. Pemandangan
didepannya membuatnya semakin dibuat penasaran. Terlebih disana ia
seolah mendengar suara-suara seorang perempuan yang tengah bersenandung.
Hanya ada suara, tanpa diketahui siapa pemilik suara lembut nan indah
itu.
"Suaranya merdu. Walau cuma bersenandung, tapi hati gue jadi
nyaman.." Bisma bergumam. Bibirnya tersenyum. Ia seperti terhipnotis
akan alunan suara perempuan tersebut.
Bisma terus melangkah. Entah sudah berapa puluh langkah yang
dilewatinya. Ia semakin terhipnotis. Ia sangat penasaran akan siapa
pemilik suara yang sangat merdu itu.
"Kakak jangan kesana!"
Tiba-tiba terdengar suara seorang anak kecil laki-laki yang keluar
dari balik pohon. Bisma menoleh, menatap bingung wajah bocah kecil yang
tidak dikenalinya itu.
"Kakak jangan kesana. Kalau kakak kesana, nanti kakak gak bisa pulang lagi." bocah kecil itu kembali berujar.
Bisma tidak bergeming. Ia menatap pemandangan dihadapannya. Suara
itu kembali terdengar. Suara merdu, suara yang benar-benar sangat merdu.
"PLUKK!!"
"Awww!!"
Tiba-tiba bocah kecil itu melempar Bisma dengan batu berukuran tidak terlalu besar dan tepat mengenai belakang kepala Bisma.
"Sial! Kenapa anak itu ngelempar gue sih? Apa maksud dia?" Bisma
merintih memegangi belakang kepalanya. Rupanya lemparan anak kecil tadi
cukup kencang dan membuat Bisma merintih kesakitan.
"Tess.."
Darah segar itu kembali Bisma lihat menetes pada lengannya.
Bisma memegang luka dikeningnya yang masih dililit oleh perban putih.
"Aww... Ssshh.." Bisma menunduk. Merintih menahan rasa sakit yang
teramat pada bagian lukanya. Mata Bisma sampai ia pejamkan karna rasa
sakit itu cukup menyiksa dirinya.
"CKLEEK!!"
"Den Bisma?" tiba-tiba seorang wanita paruh baya masuk dan memanggil nama Bisma.
"Aden kenapa den?" wanita paruh baya itu mendekat memasuki kamar
Bisma. Ia melihat Bisma tengah menunduk dipojokan dekat tempat tidurnya
dengan posisi berjongkok.
"Astaghfirullah aden.." wanita paruh baya yang sering disapa bi Min
pembantu dirumah Bisma itu tersentak kaget melihat Bisma banyak
mengeluarkan darah.
"Sshh.. Sakit bi.. Sakitt.." Bisma berucap disela rintihannya.
Bi Min pun membantu Bisma naik keatas tempat tidurnya dan membaringkan tubuh Bisma disana.
"Bibi ambil obat dulu den, sekalian bibi ambil perban yang baru." pamit bi Min segera berlalu keluar.
"Sssh... Sebenernya apa yang terjadi sama gue?
Kenapa sekarang gue bisa ada dikamar gue lagi?
Bukannya tadi gue ada dihutan? Tapi? Sssh.. Awww!!" Bisma
benar-benar dibuat bingung tidak mengerti. Kepalanya semakin sakit saat
mengingat kejadian tidak masuk akal barusan.
Tak lama bi Min pun masuk dengan kotak P3K yang dibawanya. Ia
mengobati luka Bisma dan mengganti perban dikepala Bisma dengan yang
baru.
"Ko aden sering kayak gini sih den? Kemarin sama kemarin lusa, aden
juga ada dipojokan tempat tidur. Merintih dan luka aden ngeluarin darah
lagi. Bibi enggak ngerti. Kenapa terus-terusan kayak gini den?" bi Min
menatap keanehan yang terjadi pada anak dari majikannya.
Bisma tidak menjawab. Rasa sakit dikepalanya membuat ia tidak mampu
berucap apalagi menjelaskan yang terjadi dengannya. Ia sendiri saja
sangat bingung dan tidak mengerti. Terlebih ini sudah yang ketiga
kalinya Bisma mengalami keanehan seperti ini.
**
"Lo percaya gak kalau gue bisa lihat setan?"
"Ya enggak lah, ngapain gue percaya sama lo. Kalau gue percaya sama lo, itu namanya musrik.."
"Isssh gue seriusss.."
"Gue slankers.."
"Rezaaaa... Gue lagi ngomong serius!! Issh lo tuh ya?"
"Iya-iya, yaudah sekarang lo buktiin kalau lo beneran bisa lihat
setan.." lelaki bersuara ngebas yang sering disapa Reza ini meminta
bukti.
"Oke. Gue bakalan buktiin. Tapi lo harus bantu gue.." ujar lelaki bertubuh kecil yang diketahui bernama Dicky sahabat dari Reza.
"Iya gue bantu. Gue bantu doa deh.." Reza berujar enteng.
"Lo harus fokus Ja, ini gue serius. Gue gak lagi main-main.." ujar Dicky menatap Reza serius.
"Iya gue serius.." Reza merubah posisinya mengikuti Dicky. Bersila dan saling berhadapan.
Dicky menarik nafasnya dalam-dalam. Kedua matanya ia pejamkan. Kedua
tangannya pun ia taruh diatas kedua lututnya yang dalam posisi bersila.
Reza mengikuti. Ia ikut memejamkan matanya. Kedua tangannya ia taruh
diatas lutut kakinya yang bersila. Namun fikirannya tidak fokus. Ia
bahkan sesekali membuka matanya melihat apa yang dilakukan Dicky
dihadapannya.
"Gue tuh paling gak percaya sama hal-hal mistis kayak gini. Sumpah demi apapun gue gak pernah mau percaya."
"BRAAAKKSSS!!"
Tiba-tiba saja jendela kayu yang terdapat diruangan temah rumah Dicky itu terbuka lebar seolah ada yang mendobraknya dari dalam.
"Jangan ngomong sompral disini Ja. Rumah ini tuh rumah jaman dulu,
banyak penghuninya yang udah nempatin rumah ini dari dulu. Jadi lo harus
jaga ucapan lo kalau dirumah gue.." ujar Dicky masih dalam posisi mata
yang terpejam.
Reza membuka matanya. Kaget dengan apa yang dilihatnya. Bulu
kuduknya bahkan langsung berdiri saat mendengar suara gebrakan jendela
kayu tersebut.
"Udah tau rumah ini banyak penghuninya. Tapi kenapa lo betah Dick?
Pantes aja nyokap bokap lo ninggalin lo gitu aja. Lo punya kegemaran
yang aneh sih.." Reza berujar dengan bulu kuduk yang semakin berdiri
karna hawa ruangan tersebut kini berubah menjadi menyeramkan.
"Gue suka rumah ini. Gue nyaman disini dan gue sangat senang tinggal
disini.." ujar Dicky membalas ucapan Reza dengan mata yang tetap
terpejam namun nada suaranya seperti suara perempuan.
"Astagaa.. Dick sumpah ini gak lucu, sumpaah demi apapun ini gak
lucu Dick.." Reza menjauhkan tubuhnya dari hadapan Dicky dan menjauhi
Dicky yang bersikap aneh sekaligus tidak wajar.
"Itu bukan gue. Aduhh lo bisa gak sih fokus?
Lo jangan banyak bicara, nanti malah banyak yang lebih ngaco disini.
Lo gak mau kan denger suara gue berubah jadi suara kakek-kakek atau
nenek-nenek?" Dicky berujar kesal dan membuka matanya menatap Reza.
"Gue pengen pulang aja deh.. Kayaknya lo tuh udah gak waras.."
"ihihihi uhuk-huk.. Ihihihihi. Hihihi.."
Tiba-tiba saja Dicky malah tertawa layaknya seorang nenek tua yang menertawakan Reza.
"Dick.. Sumpah ini gak lucu banget Dick sumpaaah.." tubuh Reza bergetar takut.
Dicky mengusap wajahnya. Menarik nafasnya dalam-dalam. Ia seolah
banyak sekali yang merasuki tubuhnya dan mengganggunya. Dicky mungkin
sudah terbiasa dengan hal ini, karna dia memang dapat mengendalikannya.
Namun itu justru malah membuat Reza ketakutan karna kejanggalan dan
keanehan tersebut.
"Aaarrrgghh!! Loe semua jangan ganggu gueeee errrrrrghh!!!"
"BRAAAKSSS!!"
Dicky berteriak kesal. Ia mengacak rambutnya lalu melempar patung
kayu didekatnya kesembarang tempat. Ia sangat kesal karna dirinya selalu
saja seperti ini. Bahkan karna hal tersebut ia disebut gila dan tidak
ada yang mau berteman dengannya kecuali Reza.
"G..gue pulang aja deh Dick.
G..gue pamit. P..permisi." Reza beranjak cepat dari tempatnya. Ia
berlari ngacir keluar dari rumah Dicky tanpa menunggu lama dan menunggu
banyak keanehan lagi nantinya.
"Hahaha.. Ahahaha.. Kakak lucu, ahaha, kakak beneran lucu.."
"DIEM LO!!"
Suara tawa anak kecil itu langsung hilang dan lenyap beserta wujudnya karna Dicky langsung membentaknya.
Dicky beranjak. Ia berdiri dan berjalan menaiki anak tangga
rumahnya. Perasaannya saat ini snagat kacau. Kesal bercampur emosi
menyertai dirinya.
"Habis ini pasti Reza bakalan gak mau berteman sama gue lagi. Aaargghh!!" Dicky memukul tangannya sendir kesal.
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Nggak Komentar, Nggak Kece :p