Selasa, 18 Februari 2014

Petualangan Alam Gaib #Part 1

Sebuah kecelakaan maut yang hampir saja merenggut beberapa nyawa para korbannya termasuk Bisma.
Lelaki muda berparas tampan ini hampir saja kehilangan nyawanya akibat kecelakaan tersebut.
Kecelakaan yang terbilang sangat aneh dan tidak bisa dipercaya.
Kecelakaan itu menyisakan tanda tanya besar sekaligus trauma untuk Bisma.
Kepala bagian depannya retak, mengeluarkan banyak sekali darah, lengannya pun terasa sakit karna membentur stir mobil cukup keras. Kaca mobilnya pun hancur berkeping-keping.
Tapi ajaibnya dirinya tidak apa-apa. Kondisi tubuhnya sehat, meski kepala bagian depannya retak dan harus mendapat beberapa jahitan, tapi tidak ada luka dalam. Bahkan hanya dua atau tiga hari saja dirumah sakit, Bisma sudah diperbolehkan pulang oleh pihak rumah sakit.
Padahal korban lain yang bertabrakan dengan mobilnya sampai ada yang dirawat beberapa hari bahkan sampai satu minggu. Tapi dirinya justru tidak.


"Kayaknya lo ada yang ngelindungin deh Bis, harusnya kecelakaan kayak gini tuh seenggaknya lo luka parah, tapi ini enggak. Malah lo baik-baik aja. Kan aneh, sedangkan bagian depan mobil lo sendiri hancur total.." Lelaki berparas chinesse ini menatap keanehan yang terjadi pada sahabatnya.

"Menurut feeling gue sih bukan Bisma ada yang ngelindungin. Tapi emang nasib dia aja lagi baik. Coba lo lihat korban yang lain? Sampe ada yang patah tulang, bahkan kepalanya bocor, luka lain juga. Sedangkan Bisma enggak.." lelaki berpipi cuaby ini sedikit memprotes akan ucapan lelaki chinesse yang bernama Rafael.

"Tapi seenggaknya Ga, ini tuh aneh tau. Lo sendiri sering kan denger keanehan yang terjadi sama Bisma?
Dia tuh banyak banget keanehannya. Coba lo fikir lagi deh.." Rafael masih tetap bersikukuh akan pemikirannya.

Rangga. Lelaki tampan berpipi cuaby ini hanya mengangkat kedua bahunya. Sepertinya ia lebih baik diam dari pada menambah perdebatan dengan Rafael sahabatnya sendiri.

"Tapi waktu kecelakaan itu terjadi, gue ngerasa didepan gue tuh gak ada mobil, apalagi pohon atau apapun. Gue tuh ngerasa jalanannya sepi. Makanya gue berani ngebut, lagian udah malem juga, jadi gue terus ngebut. Tapi tau-taunya malah kayak gini.." kini Bisma akhirnya angkat bicara. Menceritakan sedikit kisah yang terjadi padanya beberapa hari lalu.

"Tapi luka dikening lo kenapa enggak kering juga? Kenapa perbannya gak lo lepas?" Rafael kembali bertanya.

"Lukanya belum kering, masih sakit. Bahkan kalau malem kepala gue suka sakit, dan.."

"Dan apa?" Rangga memasang wajah penasaran.

"Gak papa. Udah lupain aja. Mendingan sekarang lo berdua pulang.
Udah malem, besok lusa jadi kan buat acara tour kita?" Bisma mengalihkan pembicaraan.

"Jadi dong, gue kan emang pengen banget tour disana. Camping dialam terbuka, apalagi kita boleh bawa pacar. Kan seru.." Rafael tersenyum senang.

"Ah elo, bisanya emang cuma pacaran doang." Rangga melempar bantal disampingnya kearah Rafael.

"Yee biarin aja kali. Pacaran itu kan bisa bikin hati gue seneng dan bahagia." Rafael tersenyum membayangkan wajah kekasihnya.

"Hemm.. Yaudah gue pulang dulu deh Bis. Udah cukup malem juga. Kasian adik gue dirumah sendirian.
Gue pamit yah?
Ayo Raf?" Rangga menarik tangan Rafael paksa.

"Iya Ga, thanks yah udah nemenin dan jenguk gue.
Kalian emang sobat gue yang the best.." ujar Bisma melemparkan senyuman manisnya.

"Iya Bis, sama-sama. Kalo ada apa-apa sama lo, telpon gue sama Rafael aja. Kita pasti langsung kesini ko."

"Oke sip deh.. Yaudah hati-hati.."

"Sipp..."

Rangga dan Rafael pun akhirnya keluar dari kamar Bisma. Mereka pulang dan meninggalkan Bisma seorang diri didalam kamarnya, lebih tepatnya didalam kamarnya.
Kemana orang tua Bisma? Orang tuanya terlalu sibuk dengan urusan mereka. Bisma bahkan sering mereka lupakan.

"Awwssh.." tiba-tiba Bisma memegang kepalanya yang masih dililit perban. Setetes darah merah keluar mengalir dan menetes mengenai lengannya.

"Ngeluarin darah lagi? Ko bisa sih?
Dokter bilang kepala gue gak papa, tapi kenapa tiap malam sering ngeluarin darah?" Bisma menatap keadaan lukanya bingung.

Ia kemudian berbaring. Mungkin karna posisinya duduk darahnya jadi keluar lagi dan lukanya tidak mau kering. Dan mungkin juga dengan berbaring itu akan membuat darahnya berhenti keluar.


"JLEGG!!"

Tiba-tiba ruangan kamar Bisma berubah menjadi aneh.
Langit-langit kamarnya tidak ada, yang dilihatnya justru adalah alam terbuka. Sebuah tempat yang entah baru kali ini dilihatnya.

"K..ko bisa kayak gini..?" Bisma memandang bingung setiap sudut ruangan kamarnya yang menjadi aneh tidak seperti biasa. Ia bangkit dari tempat tidurnya, mengucek kedua matanya berharap kalau yang dilihatnya ini adalah halusinasinya saja.

"Langit? Pohon? Bintang? Bulang?
G..gue?" Bisma semakin dibuat tidak percaya akan apa yang dilihatnya. Ia seperti berada dialam terbuka. Bahkan tempat tidurnya pun lenyap. Yang ada hanyalah rerumputan basah yang mengembun dikala malam. Hembusan angin serta cahaya bintang dan bulan dilihat dan dirasakannya begitu jelas disana.

Karna penasaran. Bisma mencoba melangkahkan kakinya. Memijak rerumputan basah itu dengan alas kakinya. Bisma terkejut. Pemandangan didepannya membuatnya semakin dibuat penasaran. Terlebih disana ia seolah mendengar suara-suara seorang perempuan yang tengah bersenandung. Hanya ada suara, tanpa diketahui siapa pemilik suara lembut nan indah itu.

"Suaranya merdu. Walau cuma bersenandung, tapi hati gue jadi nyaman.." Bisma bergumam. Bibirnya tersenyum. Ia seperti terhipnotis akan alunan suara perempuan tersebut.

Bisma terus melangkah. Entah sudah berapa puluh langkah yang dilewatinya. Ia semakin terhipnotis. Ia sangat penasaran akan siapa pemilik suara yang sangat merdu itu.


"Kakak jangan kesana!"

Tiba-tiba terdengar suara seorang anak kecil laki-laki yang keluar dari balik pohon. Bisma menoleh, menatap bingung wajah bocah kecil yang tidak dikenalinya itu.

"Kakak jangan kesana. Kalau kakak kesana, nanti kakak gak bisa pulang lagi." bocah kecil itu kembali berujar.

Bisma tidak bergeming. Ia menatap pemandangan dihadapannya. Suara itu kembali terdengar. Suara merdu, suara yang benar-benar sangat merdu.


"PLUKK!!"

"Awww!!"

Tiba-tiba bocah kecil itu melempar Bisma dengan batu berukuran tidak terlalu besar dan tepat mengenai belakang kepala Bisma.

"Sial! Kenapa anak itu ngelempar gue sih? Apa maksud dia?" Bisma merintih memegangi belakang kepalanya. Rupanya lemparan anak kecil tadi cukup kencang dan membuat Bisma merintih kesakitan.


"Tess.."

Darah segar itu kembali Bisma lihat menetes pada lengannya.
Bisma memegang luka dikeningnya yang masih dililit oleh perban putih.

"Aww... Ssshh.." Bisma menunduk. Merintih menahan rasa sakit yang teramat pada bagian lukanya. Mata Bisma sampai ia pejamkan karna rasa sakit itu cukup menyiksa dirinya.


"CKLEEK!!"

"Den Bisma?" tiba-tiba seorang wanita paruh baya masuk dan memanggil nama Bisma.

"Aden kenapa den?" wanita paruh baya itu mendekat memasuki kamar Bisma. Ia melihat Bisma tengah menunduk dipojokan dekat tempat tidurnya dengan posisi berjongkok.

"Astaghfirullah aden.." wanita paruh baya yang sering disapa bi Min pembantu dirumah Bisma itu tersentak kaget melihat Bisma banyak mengeluarkan darah.

"Sshh.. Sakit bi.. Sakitt.." Bisma berucap disela rintihannya.

Bi Min pun membantu Bisma naik keatas tempat tidurnya dan membaringkan tubuh Bisma disana.

"Bibi ambil obat dulu den, sekalian bibi ambil perban yang baru." pamit bi Min segera berlalu keluar.

"Sssh... Sebenernya apa yang terjadi sama gue?
Kenapa sekarang gue bisa ada dikamar gue lagi?
Bukannya tadi gue ada dihutan? Tapi? Sssh.. Awww!!" Bisma benar-benar dibuat bingung tidak mengerti. Kepalanya semakin sakit saat mengingat kejadian tidak masuk akal barusan.

Tak lama bi Min pun masuk dengan kotak P3K yang dibawanya. Ia mengobati luka Bisma dan mengganti perban dikepala Bisma dengan yang baru.

"Ko aden sering kayak gini sih den? Kemarin sama kemarin lusa, aden juga ada dipojokan tempat tidur. Merintih dan luka aden ngeluarin darah lagi. Bibi enggak ngerti. Kenapa terus-terusan kayak gini den?" bi Min menatap keanehan yang terjadi pada anak dari majikannya.

Bisma tidak menjawab. Rasa sakit dikepalanya membuat ia tidak mampu berucap apalagi menjelaskan yang terjadi dengannya. Ia sendiri saja sangat bingung dan tidak mengerti. Terlebih ini sudah yang ketiga kalinya Bisma mengalami keanehan seperti ini.




**
"Lo percaya gak kalau gue bisa lihat setan?"

"Ya enggak lah, ngapain gue percaya sama lo. Kalau gue percaya sama lo, itu namanya musrik.."

"Isssh gue seriusss.."

"Gue slankers.."

"Rezaaaa... Gue lagi ngomong serius!! Issh lo tuh ya?"

"Iya-iya, yaudah sekarang lo buktiin kalau lo beneran bisa lihat setan.." lelaki bersuara ngebas yang sering disapa Reza ini meminta bukti.

"Oke. Gue bakalan buktiin. Tapi lo harus bantu gue.." ujar lelaki bertubuh kecil yang diketahui bernama Dicky sahabat dari Reza.

"Iya gue bantu. Gue bantu doa deh.." Reza berujar enteng.

"Lo harus fokus Ja, ini gue serius. Gue gak lagi main-main.." ujar Dicky menatap Reza serius.

"Iya gue serius.." Reza merubah posisinya mengikuti Dicky. Bersila dan saling berhadapan.

Dicky menarik nafasnya dalam-dalam. Kedua matanya ia pejamkan. Kedua tangannya pun ia taruh diatas kedua lututnya yang dalam posisi bersila.

Reza mengikuti. Ia ikut memejamkan matanya. Kedua tangannya ia taruh diatas lutut kakinya yang bersila. Namun fikirannya tidak fokus. Ia bahkan sesekali membuka matanya melihat apa yang dilakukan Dicky dihadapannya.

"Gue tuh paling gak percaya sama hal-hal mistis kayak gini. Sumpah demi apapun gue gak pernah mau percaya."


"BRAAAKKSSS!!"

Tiba-tiba saja jendela kayu yang terdapat diruangan temah rumah Dicky itu terbuka lebar seolah ada yang mendobraknya dari dalam.

"Jangan ngomong sompral disini Ja. Rumah ini tuh rumah jaman dulu, banyak penghuninya yang udah nempatin rumah ini dari dulu. Jadi lo harus jaga ucapan lo kalau dirumah gue.." ujar Dicky masih dalam posisi mata yang terpejam.

Reza membuka matanya. Kaget dengan apa yang dilihatnya. Bulu kuduknya bahkan langsung berdiri saat mendengar suara gebrakan jendela kayu tersebut.

"Udah tau rumah ini banyak penghuninya. Tapi kenapa lo betah Dick?
Pantes aja nyokap bokap lo ninggalin lo gitu aja. Lo punya kegemaran yang aneh sih.." Reza berujar dengan bulu kuduk yang semakin berdiri karna hawa ruangan tersebut kini berubah menjadi menyeramkan.

"Gue suka rumah ini. Gue nyaman disini dan gue sangat senang tinggal disini.." ujar Dicky membalas ucapan Reza dengan mata yang tetap terpejam namun nada suaranya seperti suara perempuan.

"Astagaa.. Dick sumpah ini gak lucu, sumpaah demi apapun ini gak lucu Dick.." Reza menjauhkan tubuhnya dari hadapan Dicky dan menjauhi Dicky yang bersikap aneh sekaligus tidak wajar.

"Itu bukan gue. Aduhh lo bisa gak sih fokus?
Lo jangan banyak bicara, nanti malah banyak yang lebih ngaco disini.
Lo gak mau kan denger suara gue berubah jadi suara kakek-kakek atau nenek-nenek?" Dicky berujar kesal dan membuka matanya menatap Reza.

"Gue pengen pulang aja deh.. Kayaknya lo tuh udah gak waras.."


"ihihihi uhuk-huk.. Ihihihihi. Hihihi.."

Tiba-tiba saja Dicky malah tertawa layaknya seorang nenek tua yang menertawakan Reza.

"Dick.. Sumpah ini gak lucu banget Dick sumpaaah.." tubuh Reza bergetar takut.

Dicky mengusap wajahnya. Menarik nafasnya dalam-dalam. Ia seolah banyak sekali yang merasuki tubuhnya dan mengganggunya. Dicky mungkin sudah terbiasa dengan hal ini, karna dia memang dapat mengendalikannya. Namun itu justru malah membuat Reza ketakutan karna kejanggalan dan keanehan tersebut.

"Aaarrrgghh!! Loe semua jangan ganggu gueeee errrrrrghh!!!"


"BRAAAKSSS!!"

Dicky berteriak kesal. Ia mengacak rambutnya lalu melempar patung kayu didekatnya kesembarang tempat. Ia sangat kesal karna dirinya selalu saja seperti ini. Bahkan karna hal tersebut ia disebut gila dan tidak ada yang mau berteman dengannya kecuali Reza.

"G..gue pulang aja deh Dick.
G..gue pamit. P..permisi." Reza beranjak cepat dari tempatnya. Ia berlari ngacir keluar dari rumah Dicky tanpa menunggu lama dan menunggu banyak keanehan lagi nantinya.

"Hahaha.. Ahahaha.. Kakak lucu, ahaha, kakak beneran lucu.."

"DIEM LO!!"

Suara tawa anak kecil itu langsung hilang dan lenyap beserta wujudnya karna Dicky langsung membentaknya.

Dicky beranjak. Ia berdiri dan berjalan menaiki anak tangga rumahnya. Perasaannya saat ini snagat kacau. Kesal bercampur emosi menyertai dirinya.

"Habis ini pasti Reza bakalan gak mau berteman sama gue lagi. Aaargghh!!" Dicky memukul tangannya sendir kesal.











Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Nggak Komentar, Nggak Kece :p