Senin, 16 Februari 2015

Perjanjian Cinta #Part58

"Ayah, Ais mau pulang.. Ais mau ketemu ayah, Ais mau pulang yah.. Ais mau pulang.." Elfaris terus mengigau dalam tidurnya.

Pembantu paruh baya yang Reza bayar untuk menjaga Elfaris pun tampak kebingungan dan panik. Pasalnya panas di tubuh Elfaris dari semalam belum juga turun. Bahkan kini kondisinya cukup lemas dan wajahnya pun mulai memucat.

"Hiks, bunda.. Ais mau ketemu bunda, Ais mau pulang, Ais mau sama bunda, hiks.." tiba-tiba Elfaris menangis terisak.

Wanita paruh baya ini semakin panik. Berkali-kali ia mengompres kening Elfaris berharap kalau suhu panas di tubuh Elfaris bisa menurun. Namun sepertinya usahanya hanya sia-sia karna badan Elfaris tetap saja panas.

"Duhh, kayaknya harus di bawa ke rumah sakit. Kalau terus-terusan di biarin, nanti sakitnya bisa tambah parah. Bibi jadi takut, tuan Reza harus tau tentang ini.." wanita paruh baya tersebut pun kemudian beranjak keluar untuk mencoba menghubungi Reza lagi.

"Hiks, ayah.. maapin Ais, Ais janji gamau nakal lagi.. Ais mau pulang yah, Ais gamau disini, Ais mau pulang..hiks ayaah.." Elfaris membuka kelopak matanya yang terlihat sayu. Ia mencoba bangun dan beranjak dari tempat tidurnya.

Tubuh Elfaris terasa sangat lemas. Bahkan untuk berjalan saja sepertinya tidak bisa ia lakukan dengan cepat, langkahnya sangat pelan karna kondisi fisiknya memang tengah menurun drastis.

"Ais halus pulang, Ais gamau disini telus, Ais mau pulang.." ujarnya entah sadar atau tidak. Kini Elfaris keluar dari ruangan kamar dimana ia di sekap disana selama hampir empat hari ini.




**
"Kenapa lagi sih bi?! Kan saya udah bilang, jangan telfon saya lagi kalo saya yang gak nelfon duluan. Bibi bisa ngerti gak sih?!" Reza tampak kesal menerima telfon dari bi Ipah wanita paruh baya yang di suruhnya untuk menjaga Elfaris.

"M..maaf tuan, t..tapi bibi beneran takut. K..kondisi den Ais semakin mengkhawatirkan tuan, panasnya dari semalam gak turun-turun, bibi takut den Ais kenapa-napa. Dia juga nangis terus tuan, bibi..bibi beneran takut.." ujar bi Ipah menjelaskan.

"Ah bibi ini gimana sih? Masa cuma di suruh ngurusin anak satu aja gak becus?!" sentak Reza kesal.

"M..maaf tuan, b..bibi beneran minta maaf." bi Ipah menunduk takut.

"Yaudah nanti saya ke Bandung. Sekarang saya masih di Jakarta soalnya. Mungkin nanti siang saya baru sampai disana."

"I..iya tuan, b..bibi pasti tunggu tuan sam.."

"Tuut tuut..."

Belum sempat bi Ipah meneruskan kalimatnya, Reza sudah mematikan sambungan telfonnya terlebih dahulu.

"Mudah-mudahan tuan Reza cepat kesini, bibi takut disini sendirian jagain den Ais.
Lagian kenapa den Ais bisa di bawa kesini. Biasanya den Rayan yang tuan Reza bawa kesini. Kalau den Rayan biasanya juga gak pernah rewel. Den Rayan justru senang kalau udah disini karna tuan Reza selalu nemenin dia setiap hari.." bi Ipah rupanya memang sangat polos dan tidak tahu apa-apa kalau sebenarnya Reza sengaja membawa Elfaris kesana untuk di sembunyikan.




**
"Mah, Ray mau main mobil-mobilan dulu ya?" bocah kecil seusia Elfaris ini berlari keluar dari rumahnya.

"Jangan jauh-jauh sayang mainnya, nanti mamah ambilin Rayan makanan yah biar sekalian mamah suapin.." terdengar suara Nadin menyahuti dari dalam.

"Iya mah.." balas Rayan tampak begitu menurut.

Bocah kecil berwajah cukup tampan ini menaruh mobil-mobilan remote controlnya diatas jalanan kompleks depan rumahnya. Ia mulai memainkan mobil-mobilan berwarna putih miliknya itu dengan begitu senang dan cerianya.

"Ray, papah kangen sama Rayan.." tidak disangka ternyata Reza tengah memperhatikan jagoan kecilnya dari dalam mobil yang sengaja ia parkirkan tak jauh dari rumah Nadin mantan istrinya.

"Rayan sayang, sini makan dulu, mainnya sekalian sambil mamah suapin.." panggil Nadin berjalan menghampiri Rayan.

"Iya mah, Ray mau makan di suapin mamah.." ujar Rayan menyahuti lalu dengan lahapnya ia menyantap makanan yang di suapkan sang mamah untuknya.

"Umm pinter anaknya mamah.."

"Ray main lagi ya mah.." Rayan kembali berlari membawa mobil-mobilan miliknya.

Nadin hanya mengangguk kecil dengan senyuman yang tak henti terukir dari bibirnya. Ia tampak begitu menikmati kebersamaan bersama buah hati kecilnya yang baru bisa di rasakannya lagi setelah hanpir satu tahun lamanya Rayan di bawa oleh Reza saat perceraian selesai.

"Terimakasih Bis, berkat kamu aku bisa bersama anak aku lagi sekarang.. Maaf kalau aku sempat ngancam kamu, aku cuma gak mau kehilangan anak aku lagi.." batinnya tersenyum kecil menatap tingkah Rayan yang memang sangat baik dan penurut.

"Rayan kelihatan nyaman banget sama cewek sialan itu. Apa dia bahagia tinggal sama mamahnya sekarang?
Awas aja kalo sampe Rayan kenapa-napa. Gue bakalan ambil Rayan paksa dari lo Nadin! Gue gak akan peduli dengan sidang hak asuh yang lo dapat, gue bakalan ambil Rayan lagi kalau sampe lo gak becus lagi ngurusin dia!" ancam Reza masih memperhatikan Rayan dari dalam mobilnya. Sepertinya ancaman Reza tidak main-main. Ia memang selalu serius dengan ucapannya, apalagi menyangkut soal Rayan putra satu-satunya yang sangat ia sayangi.




Sementara itu..

Elfaris kini tengah terbaring lemas di sebuah sofa panjang. Ia di temukan tak sadarkan diri dan tergeletak di pinggiran jalan. Beruntung ia tidak sampai tertabrak oleh kendaraan yang lewat maupun oleh kendaraan milik Pak Jhon ini. Dan lelaki paruh baya yang baru memiliki satu cucu itu langsung membawa Elfaris ke rumahnya.

"Anak siapa ini? Sepertinya bukan anak jalanan. Kulitnya saja putih dan bersih, tidak mungkin kalau ia seorang gembel atau anak jalanan. Lalu kenapa dia ada di pinggir jalan dalam keadaan pingsan? Perasaan tadi aku tidak sampai menabraknya." pak Jhon Tanubrata ini tampak kebingungan sendiri menatapi sosok Elfaris yang masih belum juga sadarkan. Ia memperhatikan wajah serta tubuh Elfaris yang putih bersih tanpa cacat sedikit pun.

"Apa anak ini tersesat? Dia tidak tahu jalan pulang dan akhirnya dia kecapean sendiri lalu pingsan?" pikirnya kembali.

"Ahh sudahlah, mendingan aku tunggu Rafael. Siapa tahu dia kenal dengan anak ini. Kasian dia, kondisi tubuhnya juga sedang sakit, untungnya aku dokter. Jadi aku bisa langsung memberikan pertolongan untuknya." om Jhon tersenyum lebar. Tak lama ia berinisiatif untuk membawa Elfaris kedalam kamarnya di lantai atas.




**
"Pah sebenernya kita nau kemana sih? Pasaan kita ga sampe-sampe pah? Arfa udah pegel nih duduk teus dai tadi.." ujar Arfa memprotea dengan celotehan lucunya.

"Ya gimana mau sampai sayang, kita kan lagi kena macet, mobilnya aja dari tadi gak maju-maju nih.." balas Indah sang mamah seraya mengelusi perutnya yang terlihat mulai membesar. Rupanya Indah tengah hamil anak pertamanya dari Rafael.

Rafael sendiri hanya tersenyum jika sudah mendengar celotehan Arfa. Ia mengelusi pelan perut Indah istrinya.

"Papah, ko pasaan papah eusin peut mamah teus dai tadi? Emang adik bayinya kenapa pah? Adik bayinya potes juda yah kaya Arfa?" Arfa kembali bertanya dengan pertanyaan asalnya.

"Adik bayinya gak mungkin kegerahan lah Fa. Kan masih di dalam perut mamah.." balas Rafael tersenyum kecil.

"Ohh baati di daam peut mamah duh udah ada ac nya ya pah? Jadinya adik bayinya egak kegeahan kaya Arfa isini.." Arfa mengusap keringan di dahinya.

"Ahaha ya enggak gitu juga sayang.. Adik bayinya gak mungkin kegerahan karna memang belum lahir, kan masih di dalam perut mamah, jadi masih kecil, belum bisa merasakan gerah kaya Arfa." jelas Indah mengelus rambut Arfa lembut.

Arfa hanya terkekeh kecil. Ia mengecup pipi Indah lalu berdiri di tengah-tengah Rafael dan Indah.

"Bahagia banget aku bisa ada diantara kamu dan Arfa Raf. Apalagi aku udah bisa hamil, aku udah gak sabar lihat anak ini lahir nanti, walaupun usia kandungan aku masih kecil, tapi kasih sayang kamu sangat bertambah besar buat aku. Dan Arfa juga sangat sayang sama aku dan calon adiknya. Aku benar-benar bahagia Raf, sangat bahagia.." Indah membatin memandangi wajah tampan Rafael. Perutnya yang mulai terlihat membesar terus di elusinya penuh rasa bahagia.








Bersambung...




@dheana92
@Elfaris_Karisma

1 komentar:

Nggak Komentar, Nggak Kece :p