Mobil Pajero Sport berwarna putih milik Bisma ini tampaknya baru tiba di rumah sakit.
Bisma buru-buru keluar dari mobilnya untuk membawa Franda menuju ruang bersalin. Ia sampai tergesa dan lupa akan jagoan kecilnya yang masih di dalam mobil.
"Uh! Ayah ini pintunya kelas. Susah di buka yah, uh!" ujar Elfaris mencoba mendorong pintu mobil ayahnya.
Bocah kecil ini tampak kesulitan. Ia beberapa kali berteriak memanggil Bisma ayahnya agar mau membantunya keluar dari mobil.
"Ayah tungguin Ais. Ayah jangan dulu pelgi, hiks.. Ayah tolongin Ais. Ais gabisa kelual yah, hiks ayaah." Elfaris menangis terisak. Ia menggedor pintu kaca mobil di sampingnya, berharap kalau Bisma mendengarnya dan mau berbalik arah sebentar.
"Errghhh anak ituu!!" Bisma mengepalkan tangannya geram. Saat berbalik arah ia tidak mendapati Elfaris di belakangnya. Bocah kecil itu justru ia lihat masih di dalam mobil dan berteriak seraya menggedor kaca mobil. Emosi Bisma semakin memuncak saja melihat putra kecilnya ini.
Bisma buru-buru berbalik arah dan berlari menghampiri Elfaris. Tubuh lemah Franda masih tetap di gendongnya dari depan.
"Bisa gak sih untuk SE-HARI ini aja kamu gak usah bikin ayah marah?!
Bunda kamu lagi kesakitan ELFARIS!
Masa cuma buka pintu mobil aja gak bisa?! Apa kamu mau terjadi apa-apa sama bunda HAH?!" sebuah bentakan keras kembali keluar dari mulut Bisma. Ia tampak sangat marah dan benar-benar habis kesabaran.
"Hiks, ma'apin Ais ayah. Ais gamau bunda kenapa-napa.
Tapi pintu mobilnya emang kelas, ini masih kekunci yah, Ais gabisa bukanya." Elfaris menatap Bisma lirih. Berharap kalau ayahnya ini bisa mengerti dan berhenti memarahinya.
Bisma langsung membuka paksa pintu mobilnya hingga terbuka. Meski sedikit kesulitan karna tangannya masih mengangkat tubuh Franda. Namun akhirnya Elfaris bisa keluar juga.
"SE-KALI lagi kamu bikin ayah marah. Ayah GAK AKAN mau lagi akuin kamu sebagai anak ayah!" jelas Bisma menatap wajah Elfaris seolah ingin menerkamnya hidup-hidup.
Elfaris tidak menjawab. Air matanya justru meleleh mendengar ayahnya berbicara seperti itu. Ia diam, menunduk dan menangis.
"CEPAT ELFARIS!!" lagi-lagi Bisma berteriak membentak.
"I..iya ayah. I..ini Ais.." Elfaris tersentak kaget mendengar teriakan ayahnya. Ia lebih kaget saat melihat Bisma sudah hampir masuk ke dalam rumah sakit, sementara dirinya sendiri masih di dekat area parkir.
"Ayah kenapa tinggalin Ais? Hiks..ayaaah.." tanpa menunggu lama lagi Elfaris langsung berlari dengan langkah kecilnya menyusul sang ayah. Ia sampai tidak melihat apapun di dekatnya. Bahkan ia tidak melihat saat ada pot bunga di depannya.
"BRUKK!!"
"Aduh! Awws." Elfaris meringis kesakitan karna terjatuh.
Lutut dan siku bocah tampan ini berdarah akibat terjatuh.
"Uhh sakit. Ayaah tolongin Ais. Ais jatuh yah, tangan sama kaki Ais beldalah.." teriaknya meringis kesakitan.
Namun tidak ada satu pun yang mempeeulikannya. Orang-orang yang berlalu lalang, bahkan Bisma sendiri tidak menghiraukan Elfaris. Padahal ia sempat melihat Elfaris saat terjatuh tadi. Mungkin Bisma lebih fokus akan keselamatan Franda dan bayi keduanya.
"Hiks, ayah kemana? Kaki Ais sakit yah.. Dalahnya kelual telus. Tangan Ais juga sakit. Ayaah..hiks." Elfaris menatap sendu sosok ayahnya yang kini sudah menghilang dari pandangan matanya.
Hatinya benar-benar sakit karna Bisma meninggalkannya begitu saja.
"Kenapa ayah tinggalin Ais? Ayah dimana? Ais takut yah, Ais gamau di tinggal sendili disini. Ayaah.." lirihnya sedih.
Elfaris mencoba bangun untuk mencari keberadaan Bisma ayahnya. Kakinya sedikit ia seret karna sepertinya terkilir saat terjatuh tadi. Ia tidak mempedulikan lagi rasa sakit di kaki maupun tangannya.
"Ayah jangan tinggalin Ais.. Ais gamau sendilian disini yah.. Ayaaah..hiks.. Ayah.." Elfaris tampak ketakutan sendiri karna tidak melihat keberadaan ayahnya. Terlebih tidak ada satu pun orang yang ia kenali di area rumah sakit ini.
Sementara itu..
"Maaf pak. Sebaiknya anda tunggu di luar. Biar kami dan Dokter saja yang menangani istri bapak." ujar seorang suster seraya mendorong tubuh Bisma keluar dari ruangan persalinan.
"T..tapi sus saya suaminya. Dan saya mau menemani istri saya suster."
"Maaf pak. Ini sudah prosedur rumah sakit."
"Enggak suster. Saya mohon ijinkan saya masuk. Saya mau menemani istri saya. Saya sudah janji sama istri saya suster, saya mohon.." pinta Bisma memaksa. Ia sampai menahan pintu ruangan tersebut agar ia di izinkannya masuk.
Seorang dokter yang akan menangani Franda untuk proses persalinan ini hanya mengangguk pasrah saat melihat Bisma memohon pada suster tadi.
"Baiklah. Ya sudah anda boleh masuk." ujar suster muda ini akhirnya.
"M..makasih suster." bibir Bisma tersenyum melebar.
Suster tersebut hanya membalas dengan anggukan saja kemudian menutup pintu ruangan saat Bisma sudah masuk bersamanya.
**
"Kamu pasti bisa Nda. Tadi kamu udah gak pingsan lagi sayang. Jadi kamu gak perlu operasi. Kamu pasti bisa melahirkan dengan normal kaya dulu.
Aku yakin kamu pasti bisa.
Kamu harus bisa sayang.." Bisma menggenggam erat jemari Franda. Ia berdiri di samping Franda untuk memberikan semangat pada istrinya ini.
"Ssh.. Sakit Bis, sakitt.. Aku gak kuat. Aku takut aku gak bisa. Sakit Bisma..sshh sakitt." Franda mencengkram kuat tangan Bisma menahan rasa sakit di perutnya.
"Enggak sayang kamu pasti bisa. Kamu gak boleh bilang kaya gitu. Aku yakin kamu pasti bisa. Ayo sayang, ayo Nda.." Bisma mengusap puncak kepala Franda. Ia mengecup beberapa kali jemari Franda yang tetap di genggamnya.
Franda hanya menggeleng lemah. Rasanya memang benar-benar sakit, bahkan sangat sakit.
"Ayo bu dorong lagi. Kepalanya sudah kelihatan. Coba tarik nafas lalu dorong. Dorong yang kuat bu. Sedikit lagi pasti keluar. Ayo bu dorong.." ujar sang dokter menyemangati.
Franda mencoba mengikuti arahan dari dokter perempuan tersebut. Ia mencoba menarik nafas panjang dan mengejan sekuat mungkin dengan sisa tenaganya yang masih ada.
"Ayo sayang. Kamu pasti bisa. Dorong Nda. Ima yakin Nda pasti bisa." Bisma ikut menyemangati Franda di sampingnya.
Franda menarik nafasnya panjang. Ia tidak mau mengecewakan suaminya ini. Karna bagaimana pun juga Franda harus bisa. Ia tidak boleh lemah palagi kalau harus menyerah. Meskipun sakit, namun harus tetap Franda lewati.
"Nggh.. Eenggh.. Huh huh eeeeeeeerrrghh...!!!"
Dengan dorongan sekuat tenaga. Akhirnya sang bayi keluar diiringi suara tangisan yang begitu nyaring.
"Alhamdulillah.. Alhamdulillah ya Allah.." air mata Bisma menetes haru mendengar suara tangisan bayi keduanya.
Franda menghela nafas lega melihat sosok bayi mungil yang masih berlumuran darah telah berhasil ia lahirkan.
Air matanya ikut menetes haru melihat darah dagingnya telah lahir dengan selamat.
"Terimakasih Tuhan.. Terimakasih.." batinnya bahagia.
"Selamat Pak Bu, bayinya sudah lahir. Dia sehat dan tidak kurang suatu apapun." ujar sang dokter seraya menunjukkan bayi merah yang di gendongnya kepada Bisma dan Franda.
"B..bayinya perempuan Dok?" tanya Bisma tidak percaya dengan apa yang ia lihat.
"Iya pak. Bayinya perempuan. Sekali lagi selamat.." balasnya tersenyum begitu ramah.
Bisma benar-benar bahagia. Ia seperti mimpi saat tahu bayi keduanya ini berjenis kelamin perempuan. Karna Bisma dan Franda memang ingin memiliki putri kecil.
"M..maaf ibu dan bayinya mau di bersihkan dahulu. Bapak bisa menunggu diluar, silahkan.." ujar suster muda ini ramah.
"I..iya suster. Saya permisi keluar dulu.
Sayang aku keluar dulu yah? Kamu baik-baik disini. Aku nunggunya di luar, mmuach. Sekali lagi makasih Nda." Bisma mengecup puncak kepala Franda kemudian bergegas keluar dari ruangan.
Franda hanya mengangguk dan tersenyum kecil. Tubuhnya masih sangat lemah setelah berjuang melahirkan putri kecilnya tadi.
**
"Om, sbenelnya kita mau kemana sih om?" Elfaris menatap bingung lelaki yang menggendongnya.
"Kamu gak perlu banyak tanya. Kan tadi om udah bilang, om mau obatin luka kamu." ujarnya seraya membuka pintu mobil Jazz putihnya lalu mendudukkan Elfaris di jok depan.
"Tapi kan tadi om bilangnya mau bantuin Ais cali ayah omm." protes Elfaris tidak terima.
Lelaki berkumis tipis ini hanya tersenyum kecil lalu mulai menstaterkan mesin mobilnya.
"Om ko malah senyum? Om gak akan bohongin Ais kan?" bidik Elfaris mulai curiga.
"Gak mungkinlah kalau om bohong.
Om itu mau obatin luka kamu dulu. Nanti baru kita cari ayah kamu."
"Tapi kan Ais gapapa om. Kita skalang cali ayah aja. Ais gamau ayah malah lagi om. Ais mau ketemu ayah aja." pinta Elfaris memaksa.
"Tapi tangan sama kaki kamu berdarah. Jadi om harus obatin luka kamu dulu, habis itu kita cari ayah."
"T..tapi om Ais maunya ketemu ayah aja. Kaki sama tangan Ais gapelu di obatin juga gapapa om. Ais udah gapapa ko."
"Udah, kamu gak perlu takut sama om. Kita obatin luka kamu dulu, nanti kita balik lagi kesini buat cari ayah kamu. Setuju?"
"Yaudah deh, tapi ntal om jangan boongin Ais yah?"
"Iya. Om gak mungkin bohong sama kamu."
"Janji?" Elfaris mengacungkan jari kelingkingnya.
"Iya om janji." lelaki berkumis tipis ini mengaitkan kelingkingnya dengan jari kelingking Elfaris.
"yudah kalo gitu Ais pelcaya sama om." bibir Elfaris tersenyum melebar.
Sama halnya dengan lelaki muda ini. Ia juga ikut tersenyum. Namun senyumannya berbeda dengan senyum tulus Elfaris.
"Lo udah ambil paksa anak kandung gue Bis.
Lo so jadi pahlawan kesiangan dan bantuin cewek sial itu buat dapetin hak asuh Rayan dari tangan gue.
Dan sekarang lo bisa lihat sendiri. Gue dengan mudahnya bisa ambil anak lo ini dari tangan lo." batinnya tersenyum licik menatap Elfaris dari kaca spion mobilnya.
**
Franda kini sudah di pindahkan keruangan rawat. Ia terlihat duduk berbaring memangku putri kecilnya diatas tempat tidur. Rupanya putri kecilnya itu tengah ia berikan Asi. Sedari tadi bayi cantik ini memang menangis terus. Padahal Franda sudah memangkunya dan memberikan Asi untuknya.
"Ko putrinya ayah nangis terus sih? Kamu kenapa sayang, hem?" Bisma mengecup kening putri kecilnya ini. Ia sedikit kebingungan karna bayi mungilnya ini menangis terus.
"Aku juga gak tau putri kita kenapa. Padahal Asi aku keluar banyak, tapi dia minumnya cuma sedikit-sedikit trus langsung di lepasin dan nangis." jelas Franda yang juga kebingungan melihat putri kecilnya.
"Yaudah sini biar sama aku. Mungkin putri kecil kita ini pingin di gendong sama ayahnya." ujar Bisma menerka.
Franda melepaskan Asi-nya lalu memberikan bayi mungil di pangkuannya itu agar beralih Bisma gendong.
Namun bukannya berhenti menangis. Bayi mungil itu justru malah kembali menangis, bahkan kali ini tangisannya semakin kencang.
"Ya ampuun. Udah sini aja biar sama aku. Ko kamu yang gendong malah tambah kenceng nangisnya." Franda kembali meraih putri kecilnya dan berusaha menenangkannya.
Bisma menatap bingung dengan apa yang terjadi di hadapannya ini.
"Kalau ada Ais, dia pasti bisa hibur adiknya." fikir Franda tiba-tiba saja mengingat sosok jagoan kecilnya.
Sedetik kemudian matanya melotot mengingat sedari tadi Elfaris sama sekali tidak terliht olehnya.
"Bis, Elfaris kemana? Kenapa dari tadi Aku gak lihat dia?" tanya Franda menoleh menatap Bisma.
"DEGG!!"
Bisma seolah diingatkan pada sosok jagoan kecilnya yang sedari tadi tidak ia pedulikan.
"Astaga Aiss?!" jantung Bisma tiba-tiba berdebar tidak karuan. Bagaimana mungkin ia bisa lupa pada jagoan kecilnya itu hingga sedikit pun ia tidak mengingatnya.
"Bisma kamu kenapa? Ais dimana Bis? Kenapa dia gak sama kita? Bukannya tadi dia sama kamu?" Franda semakin di buat bingung.
Bukannya menjawab. Bisma malah langsung berlari keluar meninggalkan Franda. Ia panik bahkan sangat-sangat panik.
"Bis? Bisma?!" panggil Franda sedikit berteriak. Namun Bisma tidak menghiraukan dan tetap berlari keluar untuk mencari putra kecilnya.
Franda semakin dibuat bingung. Namun entah kenapa tiba-tiba saja putri kecil yang masih di pangkunya langsung terlelap dan berhenti menangis. Ia tidak terdengar rewel lagi saat Bisma sang ayah keluar mencari kakaknya.
"Bayi ini diam pas Bisma pergi keluar. Dia bahkan langsung tertidur pulas.
Apa memang dia sengaja nangis dari tadi karna ingin ayahnya pergi?
Atau dia ingin ayahnya keluar dari sini buat mencari kakaknya? T..tapi.." Franda menerka-nerka bingung.
"Kenapa wajah Bisma langsung panik pas aku tanya tentang keberadaan Ais?
Apa yang sebenarnya terjadi sama Aia anakku? Kenapa perasaan aku jadi gak enak.." Franda membatin gelisah. Hatinya mulai tidak tenang mengingat sosok jagoan kecilnya.
"Semoga kamu gak kenapa-napa sayang. Semoga perasaan bunda ini salah. Semoga kamu baik-baik aja dimana pun kamu berada. Bunda sayang sama kamu."
Bersambung...
@dheana92
@Elfaris_Karisma
Tempat untuk Smashblast Indonesia membaca cerpen cerbung karya Dheana Smashblast
Kamis, 12 Februari 2015
Perjanjian Cinta #Part55
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Nggak Komentar, Nggak Kece :p