Rakhel Adinda rupanya memang gadis yang sangat baik, meskipun ia berkarakter tomboy, namun dalam berteman ia tidak memilah-milih atau pun membatasi harus berteman dengan siapa. Ia juga bisa akrab dengan siapa pun dengan mudahnya. Begitu juga dengan Bisma, bahkan keduanya kini tengah berada di sebuah hutan kecil, dimana disana terdapat tempat biasanya Rakhel bermain basket.
"Ternyata di hutan kecil yang sepi ini ada lapangan basketnya juga.." ujar Bisma menatap tidak percaya sekelilingnya.
Rakhel hanya tersenyum. Ia men-dribble bola basket di tangannya lalu melemparnya keatas ring.
"Hebat!" satu kata yang spontan Bisma lontarkan saat melihat Rakhel bermain dengan bola basketnya.
Rakhel terkekeh, ia menghentikan aksinya lalu berjalan mendekati Bisma. "thanks yah.." ujarnya tersenyum.
"Thanks buat apa?" Bisma mengerutkan dahinya bingung.
Lagi-lagi Rakhel terkekeh, kali ini Bisma dapat melihat senyuman yang begitu manis dari bibir Rakhel.
"Manis banget.." gumamnya tanpa sadar.
"Ya makasih aja Bis, kamu udah mau anterin aku kesini.
Ini tuh tempat favorit aku dari kecil. Yang buat lapangan basket disini itu almarhum papah, dulu dia sembunyi-sembunyi kasih kejutan tempat ini buat aku, alasannya sih karna mamah emang gak suka aku jadi anak yang tomboy, sedangkan papah justru mendukung banget. Katanya supaya aku kuat dan bisa jaga diri." jelas Rakhel mencoba mengingat masa kecilnya dan menceritakannya pada Bisma.
"Jadi ini sengaja di buat sama papah kamu? Pantesan aja tempatnya rapi, trus suasananya juga nyaman disini." balas Bisma mencoba berucap rileks dan menyembunyikan kegugupannya. Maklum, baru kali ini Bisma bisa berduaan bersama seorang gadis di tempat yang sepi dan jauh dari keramaian.
"Tempat ini aku rawat pastinya Bis, makanya bisa tetep rapi dan bersih. Aku selalu merasa bersama papah kalau udah ke tempat ini, makanya aku suka tempat ini." Rakhel kembali mengingat masa lalu indahnya saat bersama sang papah. Sosok gadis kecil yang sedang bermain basket dengan pria paruh baya yang tak lain adalah dirinya dan sang papah tiba-tiba saja terbayang di benaknya.
"Apa Rafael pernah kamu ajak kesini?" Bisma menatap Rakhel.
"Gak pernah, mana mau dia ke hutan yang sepi kaya gini. Dia kan penakut Bis.." cibir Rakhel seraya beranjak lalu melempar kembali bola basketnya keatas ring.
Bisma hanya tertawa kecil mendengar ucapan Rakhel. Ia semakin di buat kagum saja akan sosok gadis cantik pujaan hatinya ini.
"Oh iya, Rafael bilang kamu itu adik angkatnya, apa itu benar Bis?" Rakhel bertanya lagi seraya asik memainkan bola basket di tangannya.
"DEGG!!"
Bisma tiba-tiba saja terkejut mendengar pertanyaan Rakhel. Ia memicingkan matanya tidak percaya akan yang Rakhel tanyakan.
"Awalnya sih dia bilang kamu itu adiknya, tapi pas aku tanya lagi dia bilang kalau kamu cuma adik angkat aja. Pantesan wajah kalian gak terlalu mirip. Lagian setau aku sih Rafael itu anak tunggal, jadi gak mungkin punya adik kandung.." jelas Rakhel diiringi senyuman manisnya yang melebar.
Bisma diam, tidak satu kalimat pun keluar dari mulutnya, yang ada hanya cairan bening yang tak sengaja ia tumpahkan dari sudut matanya.
Rakhel yang masih asik bermain dengan bola basketnya tidak menyadari kalau Bisma menangis saat mendengar penuturannya tentang ucapan Rafael.
"Ko malah diem sih Bis? Emang ucapan aku ada yang salah ya?" tegur Rakhel lagi.
Bisma buru-buru menggeleng dan menunjukkan senyuman manisnya. "E..enggak kenapa-napa ko Hel.." ujarnya tersenyum.
"Oh iya, tapi katanya Rafa bilang kalau kedua orang tua kamu itu udah meninggal karna kecelakaan, apa itu benar Bis? Trus kebetulan papah sama mamahnya Rafa itu sepupunya orang tua kamu, makanya kamu di angkat anak sama mereka dan kamu juga tinggal di rumahnya Rafa semenjak kedua orang tua kamu itu meninggal. Apa itu benar Bis?" pertanyaan Rakhel kali ini berhasil membuat air mata Bisma keluar kembali. Pasalnya Rafael sudah mengarang cerita tentang dirinya kepada Rakhel.
"Kenapa Lo harus bohongin Rakhel Raf?
Kalau emang lo gak mau nganggep gue ini adik lo, gue ikhlas Raf.. tapi gak seharusnya lo sampe ngarang cerita kaya gini sama Rakhel.." Bisma hanya dapat membatin mendengar semua omong kosong yang di rekayasa Rafael ini.
"M..maaf Bis, aku gak bermaksud buat kamu sedih. Aku faham ko, kamu pasti keinget sama kedua orang tua kamu yang udah gak ada. Aku juga bisa rasain itu karna papah aku sendiri udah gak ada. Sekali lagi aku minta maaf yah?" Rakhel duduk di samping Bisma lalu mengusap pundak kiri Bisma pelan. Ia rupanya salah mengartikan ekspresi sedih Bisma yang sama sekali bukan bersedih karna mengingat orang tuanya, Bisma justru sedih karna ucapan Rafael yang membohongi Rakhel tentang dirinya.
"Aku gak papa ko Hel, kamu gak perlu minta maaf.." Bisma berusaha tersenyum di depan gadis pujaan hatinya ini.
Rakhel ikut tersenyum, ia tiba-tiba saja menyenderkan kepalanya di pundak kiri Bisma. Wajahnya menatap lurus kedepan dengan pandangan menerawang masa lalu.
"K..kenapa gue begitu nyaman sekali dengan posisi ini?
Mungkin kata-kata Rafael emang cukup menyakitkan, tapi dengan sikap Rakhel yang kaya gini bisa membuat hati gue nyaman dan gak sakit lagi.
Gue rela deh gak di akuin sama lo Raf, asalkan bisa terus deket sama Rakhel kaya sekarang ini.." Bisma membatin penuh senyuman melihat wajah Rakhel yang dapat di pandangnya dari jarak yang begitu dekat. Ia memberanikan mengangkat tangan kirinya untuk mengelus rambut panjang Rakhel yang terurai bebas.
"Andai aja yang lagi duduk sama gue ini bukan Bisma tapi Rafael, mungkin ini adalah hari yang paling menyenangkan. Papah pasti akan tersenyum dari atas sana saat melihat putri kesayangannya berdua dengan orang yang ia sayangi. Rakhel sayang papah pah.." Rakhel ikut membatin seraya memejamkan matanya. Ia tidak mempedulikan dada siapa yang di topangnya untuk bersandar. Yang ia rasakan hanya rasa nyaman dan bayangan wajah tampan Rafael lelaki yang di kaguminya.
**
Berbeda dengan Rakhel dan Bisma. Rafael sendiri kini masih asik bersama kekasih hatinya.
Setelah selesai menonton film di bioskop, kini Rafael tengah berada di salah satu salon kecantikan untuk mengantar Sheryl memanjakan diri disana. Selain menata rambutnya, Sheryl juga melakukan beberapa perawatan di salon tersebut agar dirinya selalu terlihat cantik. Hal ini sering Sheryl lakukan dan Rafael juga sering mengantar Sheryl ke salon tersebut.
"Sayang jangan lama-lama ya? Aku ada janji sama mamah soalnya, jadi aku gak bisa kalau harus nunggu disini terus, mamah bisa marah nanti.." ujar Rafael sedikit berteriak dari ruang tunggu.
"Kalau kamu lebih sayang sama mamah kamu, yaudah kamu pulang aja sana dan lupain aku!" balas Sheryl ketus.
"Bukan gitu sayang, aku tetep sayang ko sama kamu, masa gitu aja marah sih?" Rafael beranjak lalu berjalan menghampiri Sheryl.
"Tau ah! Kamu tuh nyebelin! Masa cuma nunggu aku disini aja gak bisa, kan habis ini kita mau ke mall, katanya mau beliin aku sepatu sama handphone baru. Tapi masa udah mau buru-buru pulang? Kamu keterlaluan tau gak!" ambek Sheryl marah. Rupanya selain matrealistis, perempuan berambut pirang ini cukup menyebalkan juga.
"Hufh, yaudah iya aku disini. Kamu jangan marah-marah kaya gitu dong? Masa pacarnya sendiri di marahin?"
"Ya abis kamu nyebelin!"
"Iya, yaudah aku gak jadi anterin mamah, biar aku disini aja sama kamu, asalkan kamu seneng dan kamu gak marah-marah lagi.." Rafael melingkarkan tangannya merangkul Sheryl yang tengah duduk.
"Beneran?" Sheryl menoleh ragu.
Rafael mengangguk mantap diiringi senyuman yang begitu manis dari bibir tipisnya.
"Aaa makasih Rafa sayang.. Gitu dong, itu baru namanya pacar aku.." Sheryl berhambur mengalungkan tangannya di leher Rafael, ia sampai melonjak senang karna lagi-lagi Rafael mau menuruti keinginannya.
"Iya sayang sama-sama. Ini semua aku lakuin karna aku sangat-sangat sayang dan cinta sama kamu, mmuach! Nanti aku beliin handphone yang paling terbaru yah, biar kamu makin seneng.." ujar Rafael semakin membuat Sheryl senang saja karna terus ia manjakan.
"Aku beruntung banget punya pacar sebaik kamu. Udah ganteng, baik, trus perhatian lagi. Jadi makin sayang sama kamu.." Sheryl bergelayut manja di leher Rafael. Kepalanya sejenak ia senderkan di dada bidang Rafael.
Entah kenapa Rafael bisa begitu mudahnya Sheryl perdaya. Ia bahkan sangat nurut dan patuh pada Sheryl, ia juga selalu memanjakan Sheryl, memberikan apapun yang Sheryl inginkan. Padahal sudah sangat jelas terlihat kalau Sheryl hanya memanfaatkan dirinya saja agar dapat di poroti kekayaannya.
**
"Duuh, Rafa kemana sih? Katanya gak pulang terlalu sore, tapi udah hampir jam 4 aja dia belum pulang juga. Padahal aku mau ajakin dia ke rumahnya jeng Ratna. Ya ampuun Rafaa, please jangan kecewain mamah Raf.."
Tante Faras terlihat cukup gelisah menunggu anak kesayangannya yang belum juga pulang. Padahal pagi tadi Rafael sudah berjanji untuk tidak pulang terlalu sore, sementara hingga pukul 4 saja ia belum juga pulang.
"Bisma saja udah pulang Raf dari tadi, masa kamu belum juga? Kamu gak lupa kan buat anterin mamah sore ini? Mamah gak mungkin minta tolong sama Bisma, nanti mamah bisa malu Rafa.." tante Faras kembali melirik arloji perak yang ia kenakan di lengan kirinya.
Entah kenapa wanita paruh baya ini harus malu jika mengajak Bisma pergi bersamanya. Toh Bisma juga putra kandungnya, darah daging ia sendiri dan lahir dari rahimnya. Apa pantas jika Bisma terus-menerus ia asingkan dan tidak ia akui?
"Gak, gak mau Rafa.. Mamah gak mau kalau harus minta antar sama Bisma, please Raf pulang, mamah cuma mau ajak kamu kesana, cuma sebentar ko Raf, paling cuma satu atau dua jam aja, enggak sampai lama.." tante Faras tiba-tiba saja menempelkan handphone ketelinganya.
"Duh mamah, Rafa tetep gak bisa. Sama Bisma aja sih, nanti kalau ada yang tanya Bisma siapa, ya tinggal jawab aja keponakan mamah, sopir mamah atau tukang kebun mamah kek, yang penting mamah bisa berangkat aja kesana.
Kali ini Rafa beneran gak bisa mah, Rafa minta maaf, Rafa ada keperluan mendadak soalnya."
"T..tapi Raf mamah.."
"Udah gak perlu pake tapi-tapian lagi. Pokoknya ajak aja Bisma. Dia bisa nyetir ko.
Rafa pulangnya agak larut, dah mamah,, bye.. Mmuach!" Rafael langsung buru-buru mematikan sambungan telfonnya.
"Masa harus pergi sama Bisma?" tante Faras masih saja ragu dan merasa gengsi pergi ke rumah teman arisannya dengan membawa Bisma.
Padahal wajah Bisma sendiri tidak terlalu buruk. Bisma justru memiliki wajah yang sangat berkarisma. Bola mata yang bening dan wajah yang cukup tampan, ia juga manis saat tersenyum. Hanya saja memang postur tubuhnya jauh lebih kecil dari Rafael.
"Yasudah gak apa-apa deh. Rafael mungkin emang sedang sibuk. Rafa benar, aku bisa aja kenalin Bisma sebagai keponakan, sopir atau bahkan tukang kebun di rumah ini.
Tapi apa aku akan tega berbuat seperti itu pada anakku sendiri?" tante Faras tiba-tiba saja diam.
"Gak, aku gak mungkin setega itu. Ahh tapi ini darurat, maafin mamah ya Bis.. Mamah belum siap kenalin kamu sebagai anak mamah. Nanti papah kamu juga bisa marah kalau tahu kamu itu anaknya mamah sama papah. Mungkin selamanya kamu memang lebih baik menjadi orang asing di rumah ini. Sekali lagi mamah minta maaf.." tante Faras berlalu masuk ke dalam rumahnya menuju kamar Bisma.
**
"Aduh mah, memangnya tamu-tamu mamah ini berapa banyak sih? Kenapa harus sebanyak ini makanannya? Trus kenapa harus sore-sore? Biasanya pagi atau siang mah?"
"Nabil, udah jangan banyak berprotes, lebih baik sekarang kamu ganti baju kamu sama yang lebih rapi. Nanti ada tamu istimewa mamah, kebetulan dia bawa anak tunggalnya kesini.."
"Trus apa hubungannya sama Biel?" Nabila mengerutkan kening bingung.
"Ya ampuun anak mamah ini. Ya kan siapa tau aja nanti dia cocok sama kamu. Kamu kan udah dewasa, kamu udah waktunya punya pasangan, jadi yaa siapa tau aja kamu cocok nantinya.." jelas tante Ratna tersenyum menatap wajah cantik putri kesayangannya ini.
"Ihh mamah. Kan Biel udah bilang beberapa kali sama mamah. Biel itu pingin sukses dulu sama karir Biel, Biel pingin jadi dokter yang hebat dulu mah. Nanti baru mikirin pasangan. Lagian Biel masih muda, trus Biel juga udah punya pilihan sendiri. Jadi mamah gak perlu repot-repot mencarikan Biel pasangan.."
"Mamah gak repot ko sayang, kan mamah hanya mencoba aja, siapa tau nanti cocok. Kalau gak cocok, ya mamah gak akan maksa."
"Hemm.. Yaudah terserah mamah aja, tapi beneran ya? Kalau Biel gak cocok, mamah gak boleh paksa Biel.."
"Iya sayang mamah janji."
"Yaudah Biel ganti baju dulu."
"Iya, jangan lama-lama ya? Sebentar lagi pasti jeng Faras datang.."
"Iya mamah.."
Tak lama Nabila pun lenyap dari pandangan tante Ratna. Ia segera menuruti perintah mamahnya untuk berganti pakaian yang lebih rapi. Mungkin ucapan tante Ratna benar jika tamunya kali ini cukup istimewa dari tamu-tamunya yang lain.
"Semoga aja Nabila cocok sama anaknya jeng Faras nanti. Uhh pasti bahagia sekali kalau aku bisa besanan sama jeng Faras.." harap tante Ratna dengan senyuman yang tak henti terukir dari bibirnya.
Bersambung...
Tempat untuk Smashblast Indonesia membaca cerpen cerbung karya Dheana Smashblast
Rabu, 20 Desember 2017
Senyuman Bisma #part7
Senyuman Bisma #part6
***
Terlihat Bisma tengah duduk merenung memandang langit malam yang cukup gelap.
Jendela kamarnya ia buka lebar hingga dengan mudahnya ia dapat duduk menyender disana untuk melihat pemandangan malam yang cukup menenangkan hatinya.
"Kira-kira Bisma sakit apa om?"
Tiba-tiba Bisma mengingat percakapannya dengan om Reno saat dirumah sakit tadi.
"Kayaknya sekarang penyakit kamu sudah mulai menjalar ke hati Bis.." om Reno berujar dengan memasang wajah serius. Ia menutup bagian dada Bisma yang telah selesai diperiksanya.
"Hah? S..serius om? T..tapi gak terlalu parah kan?" Bisma terperanjak kaget mendengar penuturan dari dokter yang dikenalnya sejak kecil itu.
"Tidak. Om tidak serius, om hanya bercanda.."
"M..maksud om?" Bisma mengerutkan keningnya bingung.
Om Reno terkekeh. Ia beranjak dan duduk disamping Bisma. Kepalanya menggeleng dengan senyuman kecil yang tersungging dari bibirnya.
"Barusan om bilang apa sih? Ko Bisma jadi bingung sendiri..?" wajah Bisma terlihat semakin polos dan lucu. Ia menatap om Reno seraya masih saja memikirkan dan mencerna ucapan om Reno tadi.
"Sepertinya sekarang penyakit kamu sudah menjalar ke kepala juga.." om Reno mengusap puncak kepala Bisma. Senyumnya semakin melebar menahan tawa.
"Issh omm! Bisma seriuss." Bisma berdecak sebal menatap dokter dihadapannya. Wajahnya terlihat semakin lucu karna dirinya cukup panik dan kaget.
Om Reno berjalan menuju kursi diruangan prakteknya itu. Ia merogoh laci dibawah meja dihadapannya lalu mengeluarkan secarik kertas dan pulpen.
"Pasti resep obat lagi." Bisma ikut beranjak menghampiri om Reno.
"Obatnya harus di ambil. Jangan sampai enggak. Nanti om gak mau tangani kamu lagi kalau kamu bandel terus." om Reno memberikan resep obat yang harus Bisma tebus nanti.
"Iya om. Kali ini Bisma pasti bakalan nurut sama om. Soalnya sekarang cuma om yang sayang dan selalu perhatian sama Bisma." Bisma memandang secarik kertas yang berisi resep obat untuknya.
"Hati-hati sama hati kamu ya Bis.." ujar om Reno tiba-tiba.
Bisma mendonga. Matanya menatap om Reno bingung. "Emangnya hati Bisma kenapa om?" tanyanya polos.
"Yaa pokoknya hati-hati saja. Jangan sampai dia ikutan sakit. Apalagi cuma karna seorang perempuan.." om Reno berujar diiringi senyuman jahilnya.
"Aahh! Jadi maksud om tuhh..?" Bisma rupanya mulai konek dan mengerti apa maksud dokter yang sangat menyayanginya ini.
"Haha. Lucu sekali kamu Bis.
Kayaknya kamu perlu merasakan cinta." om Reno terkekeh lalu beranjak dari kursi yang didudukinya.
Bisma hanya tersenyum menahan malu. Bagaimana mungkin dokter yang baru memiliki satu anak itu bisa mengetahui apa yang ada didalam hatinya tentang seorang gadis apalagi cinta.
"Yasudah om pamit. Masih banyak pasien lain yang harus om tangani.
Ingat, jangan lupa obatnya.
Nanti om akan kasih kamu sesuatu. Siapa tau cocok untuk kamu.." om Reno mulai berjalan keluar dari ruangannya lalu diikuti langkah Bisma yang membuntutinya.
"I..iya om. Makasih banyak yah. Bisma janji akan tebus obatnya." Bisma mengangguk setuju diiringi senyuman manisnya.
"Sama-sama." om Reno menepuk punggung Bisma. Mengusapnya pelan kemudian berlalu meninggalkan Bisma untuk memeriksa pasiennya yang lain.
Bibir Bisma kembali melebar. Ia mengingat betapa ramah dan baiknya dokter Reno tersebut.
Meski tidak memiliki hubungan darah, namun Bisma sangat-sangat bersyukur bisa mengenal sosok dokter Reno atau yang sering disapanya om Reno.
"Kek, ternyata ada yang masih sangat sayang dan peduli sama Bisma selain kakek.
Om Reno baik banget kek. Tapi Bisma penasaran apa maksud om Reno yang mau kasih Bisma sesuatu. Dari tadi Bisma kepikiran terus kek. Apalagi pas Bisma gak sengaja lihat dia lagi ngobrol sama seorang perempuan. Duhh hati Bisma malah jadi deg-degan kek.."
Bisma memeluk satu lututnya yang ia tekuk. Wajahnya ia dongakan keatas. Matanya memandang satu bintang yang cahayanya cukup terang dan bersinar. Bisma meyakini kalau itu adalah bintang sang kakek yang sudah ada di surga sana.
"Om Reno. Nanti kalau ada waktu, Bisma pingin main ke rumahnya kek. Sekalian ketemu anak angkatnya.
Om Reno itu benar-benar manusia yang punya hati kaya malaikat.
Tapi sayangnya dia gak punya anak kandung. Om Reno terlalu setia sama istrinya. Sampe-sampe dia gak mau punya istri lagi setelah istrinya meninggal sama anak yang waktu itu lagi dikandung sama istrinya.
Om Reno lebih memilih mengadopsi anak orang lain buat dia rawat dan dia besarkan.
Bisma salut kek. Bener-bener salut dan pengen bisa kaya om Reno.." Bisma membatin masih dengan pandangan menatap kearah langit yang cukup terang bertabur bintang malam.
**
Pagi-pagi sekali Rafael sudah nampak rapi dan siap untuk berangkat ke kampus. Ia berjalan menuruni anak tangga dengan ransel hitam yang ia kaitkan di pundak kanannya.
Bibirnya sesekali bersiul ria. Tangan kanannya melempar-lempar sebuah kunci mobil yang baru saja dibelinya kemarin.
"Saatnya jemput Sheryl. Uhh pasti dia seneng banget aku jemput pake mobil baru.
Mobil yang waktu itu aja dia sampe suka banget. Apalagi mobil ini. Uhh jadi gak sabar.." ujar Rafael tak sabar.
Lelaki tampan berpostur tinggi putih itu mempercepat langkah kakinya. Ia sungguh tidak sabar melihat ekspresi Sheryl sang kekasih saat di jemputnya nanti.
"Kamu gak sarapan dulu Rafa..?" tegur tante Faras tiba-tiba.
Rafael menghentikan langkahnya. Ia memutar badan dan mendekat memandang sosok wanita paruh baya yang menjadi ibu kandungnya.
"Sarapan dulu, mamah takut nanti kamu sakit kalau gak sarapan.." tawar tante Faras lembut.
"Mm..mah, Rafa lagi buru-buru. Sarapannya dimobil aja deh ya? Muach! Dah mamaah.." Rafael meraih segelas susu coklat hangat yang memang sudah tante Faras buatkan untuknya. Ia lalu mengecup pipi tante Faras dan mengambil sehelai roti yang sudah juga tante Faras siapkan.
"T..tapi Rafa mamah.."
"Rafa usahain pulang cepet. Rafa janji akan tepatin ucapan Rafa buat anter mamah.
Mamah gak perlu khawatir. Rafa pasti anter mamah.." jelas Rafael memotong ucapan sang mamah seraya beranjak pergi.
Tante Faras tersenyum. Ia tidak melarang putranya lagi untuk pergi.
"Mamah tunggu Raf, jangan terlalu sore yah pulangnya.."
"Iya mah, Rafa usahain.."
Sosok Rafael pun sudah berlalu meninggalkan rumah. Ia menggunakan mobil sport merah barunya yang ia beli kemarin. Sedangkan tante Faras hanya tersenyum memandang kepergian putra kesayangannya.
"Akhirnya kamu mau juga mamah ajak pergi.
Mamah jadi gak sabar Raf buat sore nanti.." tante Faras membayangkan betapa bahagianya sore hari nanti.
"M..mah, B..Bisma pamit dulu yah? B..Bisma mauu.."
Tante Faras menoleh cepat saat mendengar suara yang sangat tidak asing ditelinganya.
Sosok yang selalu terasingkan itu berdiri disampingnya untuk ikut berpamitan juga.
"B..Bisma pamit mah, mm.." Bisma nampak gugup dan sedikit takut. Ia hendak meraih tangan kanan tante Faras untuk diciumnya.
Tante Faras tiba-tiba menjauhkan tangannya. Ia tidak membiarkan Bisma menyentuh apalagi mencium punggung tangannya.
"M..mah? B..Bisma cuma mau pamitan aja. Bisma gak akan minta apa-apa mah, B..Bisma cuma pingin cium punggung tangan mamah. B..Bismaa.." ucapan Bisma terhenti.
"Sarapan dulu yah?
Mamah udah siapin disana.
Rafael gak makan, masa kamu juga gak mau makan? Trus buat apa mamah buatin sarapan kalo gak ada yang makan?"
"DEGG!!"
Jantung Bisma serasa berhenti berdetak detik itu juga. Tubuhnya mematung tak bergerak. Kedua bola matanya berlinang dan hampir saja mengeluarkan bulir bening air mata.
"Papah kamu masih di luar kota. Dia belum pulang sejak kemarin.
Jadi apa salahnya kalau kamu temani mamah sarapan dulu?" ujar tante Faras memandang wajah Bisma yang tanpa terasa meneteskan air mata.
"B..Bisma mau mah. B..Bisma mau." Bisma mengusap pipinya yang basah. Mungkin ia terharu karna ini pertama kalinya tante Faras sang mamah mengajaknya sarapan bersama. Walau tanpa Rafael dan sang papah.
"Yaudah ayo duduk.." tante Faras mempersilahkan Bisma duduk di kursi kosong sebelahnya.
Bisma mengangguk kecil. Ia meski masih sangat ragu namun hatinya yakin kalau kali ini ia tidak sedang bermimpi dapat menikmati sarapan bersama sang mamah.
"Dimakan, jangan cuma dilihat.." ucapan tante Faras membuat Bisma sedikit kikuk dan gugup.
"I..iya mah." Bisma lagi-lagi hanya bisa menganggukan kepalanya pelan.
Tante Faras melemparkan senyuman manisnya. Ia pun mulai menikmati sarapan pagi yang telah disiapkannya.
"Maah.. Ini bener-bener pagi yang paling indah buat Bisma.
Bisma gak nyangka mah, ternyata Bisma bisa juga makan sarapan pagi dalam satu meja makan sama mamah.
Ini kaya mimpi mah, kaya mimpi yang suka datang kalau Bisma lagi tidur.
Mudah-mudahan aja ini awal yang baik buat Bisma.
Bisma sayang banget mah sama mamah, sama papah juga. Bisma sayang kalian.."
Bukannya langsung menyantap makanan dipiring makannya. Bisma justru malah memperhatikan tante Faras sang mamah. Bibirnya tersenyum melebar. Air mata bahagianya kembali keluar.
Baru kali ini Bisma merasakan kebahagiaan yang menurutnya sangat luar biasa, meski hanya sekedar sarapan dengan sang mamah saja.
"Rafael, mamah jadi gak sabar buat sore nanti Raf.
Teman-teman mamah pasti akan kaget lihat anak kesayangan mamah yang sangat ganteng ini." tante Faras membatin penuh senyuman membayangkan betapa Bahagianya sore hari nanti.
Rupanya dikepala tante Faras hanya memikirkan Rafael saja, padahal Bisma sendiri berada dihadapannya. Namun ia tidak menghiraukan dan tetap saja hanya teringatkan Rafael dan Rafael.
**
"Lo kenapa Hel?" Reza menegur sahabatnya yang tengah duduk menyendiri dibangku kayu dekat taman kampus.
"Apa sih? Gak usah ganggu gue deh!" Rakhel memalingkan wajahnya ketus.
Reza terkekeh. Ia lalu duduk disamping Rakhel dan menaruh tangan kanannya diatas pundak Rakhel.
"Gak usah rangkul-rangkul deh Ja! Gue lagi pengen sendiri!!" Rakhel melepaskan tangan Reza dan hendak beranjak pergi.
"Ngambek terus! Pasti cemburu lagi kan sama Sheryl?"
Rakhel langsung menghentikan langkahnya dan berbalik badan memandang Reza.
"Kenapa?
Kalau lo emang suka sama Rafael, kenapa gak bilang aja sih?
Dari pada lo jadinya makan hati terus, kan lo juga yang.."
"Isssh gak usah so tau deh lo!!
Ini urusan gue! BUKAN urusan lo!" ketus Rakhel menatap Reza kesal penuh emosi. Ia kemudian kembali membalikkan tubuhnya dan berlalu meninggalkan Reza.
"Haha lucu. Tapi gue yakin Hel, lo itu pasti suatu saat akan bisa sama Rafael.
Gue yakin Rafael itu tulang rusuk lo. Dia gak bisa tanpa lo.
Cuma aja sekarang matanya lagi ketutup sama tuh cewek matre. Jadi lo harus nunggu mata si Rafa kebuka dulu, biar dia bisa lihat lo yang selalu ada bua dia." Reza tersenyum lebar melihat tingkah cemburu Rakhel yang memang selalu mengundang tawa untuknya.
Tak lama Reza ikut beranjak pergi. Suasana kampus kini sudah cukup sepi, jadi tidak mungkin ia berlama-lama disana terus hanya seorang diri.
**
"Jadi kan ke mall sekarang?" Sheryl bergelayut manja merangkul tangan kiri Rafael yang tengah duduk menyetir.
"Jadi dong sayang. Ini kan kita lagi diperjalanan ke mall.." Rafael melemparkan senyuman manisnya.
"Nanti kita nonton juga yah? Ada film terbaru loh yang baru tayang hari ini. Aku pingin nontoon.." pinta Sheryl manja.
"Tentu. Jangankan nonton. Kamu mau apapun pasti aku turutin. Aku kan sayang kamu."
"Aahh Rafa so sweet.. Aku jadi makin sayang deh sama kamu." Sheryl semakin merekatkan posisi duduknya dan bersender manja dipundak kiri Rafael.
Padahal Rafael sendiri tengah menyetir didalam mobil.
"Kalo makin sayang. Kiss dong." Rafael menyodorkan pipi kirinya.
"MUACH!" tanpa ragu Sheryl langsung mengecup pipi kiri Rafael.
"Satu lagi." Rafael menunjuk pipi kanannya.
"Mmmuach!"
"Yang ini..?" Rafael kini memajukan bibirnya.
"Ihh kalo itu gak boleh!"
"Ahaha. Aku becanda sayaang..." Rafael mengacak poni Sheryl dengan tawa riangnya.
Entah kenapa Rafael bisa sampai begitu cintanya terhadap Sheryl, padahal kalau dibandingkan dengan Rakhel, sudah jelas sangat berbeda jauh. Karna lebih baik dan lebih cantik Rakhel. Hanya saja Rakhel terlihat cuek karna tidak pernah mau dandan.
Mobil sport terbaru berwarna merah cerah yang Rafael kendarai itu pun terus melaju mengitari jalanan ibukota.
Tujuannya kali ini adalah menuju salah satu mall yang terdapat di Jakarta, lalu menonton film terbaru di bioskop.
Sepertinya kali ini Rafael akan mengecewakan sang mamah lagi karna melupakan janjinya untuk pulang tidak terlalu sore.
**
"Hey, k..ko belum pulang?
Kampus kan udah mulai sepi. K..ko enggak.." ucapan Bisma terpotong.
"Gue boleh minta tolong?" tiba-tiba gadis cantik yang Bisma tegur ini menoleh seolah penuh harap.
"Minta tolong? Untuk...?" Bisma mengerutkan keningnya bingung.
"Anterin gue pulang.. Hehee." dengan sangat ragu, gadis cantik yang ternyata Rakhel ini berujar diiringi senyuman melebar.
"A..anterin?" Bisma memekik tidak percaya.
"Kenapa? Gak bisa yah?
Y..yaudah gak papa kalo gak bisa.
Tadinya gue sengaja nungguin lo karna emang lo kan udah tau rumah gue. Tapi kalau emang gak bisa y..yaudah gak papa. Gue bisa pulang sendiri.." Rakhel buru-buru beranjak hendak meninggalkan Bisma.
"Eh, e..enggak papa ko. Y..yaudah nanti akuu.."
"Gak papa kalau emang gak bisa.
Gue pulang sendiri aja. Maaf kalau gue udah ganggu." Rakhel hanya melemparkan senyuman kecilnya kemudian benar-benar pergi meninggalkan Bisma.
Bisma diam. Ia mematung memandang Rakhel seraya ikut melemparkan senyumannya.
"Kenapa gue diem?
Kenapa gue gak kejar Rakhel?
Aahh Bismaaa.. Padahal kan ini kesempatan langka, tapi....? Hufh.."
Bisma menghentakkan kakinya kesal. Nafasnya ia buang berat karena telah membiarkan rakhel pergi berlalu begitu saja.
Bersambung....
Nah loh? Mbisnya ngelewatin kesempatan langka. Nyesel kan akhirnya?':p
Rafaelnya lagi diporotin lagi ama Sheryl. Siap-siap aja jebol.
Hummbb next part bakalan cukup seru nihh.
Ada adegan yang lumayan nyenenginnn..
Hayoo ada yang bisa nebak adegan apa....?
Koment dulu ahh..
Gak koment GAK KECE':p
Senyuman Bisma #part5
***
Pagi ini terlihat cukup cerah. Sama halnya dengan wajah Rafael yang sangat-sangat cerah penuh keceriaan.
Lelaki tampan yang menjadi anak emas kedua orang tuanya itu nampak tengah mengenakan jam tangan hitam yang dilingkarkan dipergelangan kirinya.
Wajah Rafael sangat berbeda hari ini, bibirnya tersenyum bahkan sesekali ia bersiul riang bersenandung lagu favoritnya.
"Duuhh gasabar pengen ketemu Rakhel, pengen cerita semuanya sama dia. Pasti dia bakalan kaget dengan apa yang gue alami kemarin.. Aahh rasanya bener-bener gak sabar.
Hel, im coming..." Rafael bergumam diiringi senyuman. Entah apa isi kepalanya, namun dirinya pasti selalu saja menceritakan tentang kisahnya bersama Sheryl pada Rakhel. Tidak sedikit pun Rafael tahu kalau Rakhel sudah muak mendengar semua curhatannya yang hanya membicarakan Sheryl dan Sheryl.
Lelaki tampan bermata sipit itu pun keluar dari kamarnya. Tak lupa ia membawa ransel hitamnya juga kunci mobil yang akan digunakannya untuk kekampus nanti.
"Ko Rafael gak ke kamar ini lagi?
Padahal gue berharap banget dia kesini lagi nyuruh buat jemput Rakhel kaya kemarin.
Tapi kayaknya kesempatan emas itu emang cuma terjadi sekali. Hufh.. Hel, Rakhel.." Bisma membuang nafas lemas. Ia memandang sosok kakak kandungnya itu dari balik pintu kamarnya. Wajahnya terlihat bersedih karna tidak bisa merasakan dekat dengan Rakhel lagi seperti hari kemarin.
Memang kamar Bisma dan Rafael sendiri terletak cukup jauh.
Kamar Rafael berada dilantai dua, sedangkan Bisma hanya dilantai bawah tepatnya didekat area dapur. Kamar yang tidak terlalu besar dan terletak dipojokan. Nampak sekali kalau kehadiran Bisma memang sangat-sangat tidak diinginkan dikeluarganya.
**
"Pagi mah, pah.." sapa Rafael seraya duduk di salah satu kursi meja makan.
"Pagi sayang.. Sarapan dulu yah? Mamah udah siapin roti selai coklat kesukaan kamu." tante Faras menyodorkan sehelai roti yang sudah disiapkannya.
"Makasih mah.." Rafael menyunggingkan senyuman manisnya.
"Kalau beginikan lebih enak Raf, papah senang kalau lihat kamu ikut sarapan bareng. Jadinya kebahagiaan papah berasa lengkap.." ujar om Roy memandang kagum sosok putra kesayangannya.
"Iya pah, udah lama juga kita baru bisa sarapan bareng lagi. Biasanya Rafa suka buru-buru terus.." tambah tante Faras setuju.
Rafael hanya membalas dengan senyuman kecil akan ucapan kedua orang tuanya. Sikapnya pagi ini sangat berbeda, ia begitu manis sekali, sangat beda dengan Rafael yang biasanya.
"Oh iya pah, nanti Rafa pengen ganti mobil lagi dong paah.. Mobilnya yang kemarin rusak, mesinnya tuh jelek pah, masa baru dipake beberapa kali aja udah mogok? Pasti mesinnya murahan.makanya Rafa males pake lagi.
Beliin yang terbaru ya pah.. Rafa pingin yang baru lagi.." pinta Rafael tiba-tiba. Ia berucap begitu manjanya pada om Roy dengan memasang wajah semanis mungkin seperti anak kecil yang menginginkan mainan baru.
"Mobil yang kemarin kan belum ada satu bulan Raf, masa udah rusak? Kamu yang benar aja..?" tante Faras memandang Rafael ragu.
"Tapi mobilnya emang beneran rusak mah, makanya Rafa males pake. Kalo Rafa tetep pake, nanti yang ada Rafa malah celaka lagi. Emangnya mamah mau yah Rafa celaka? Trus masuk rumah sakit, trus dimasukkin keruang UGD, trus nanti Rafaa.."
"Udah stop. Jangan diteruskan lagi. Kamu itu kalau bicara jangan suka ngawur Rafael.
Nanti kamu tinggal pilih saja mobil yang kamu mau. Lalu pembayarannya atas nama papah. Nanti kirim ke kantor papah, biar papah yang urus.." jelas om Roy melerai. Sebuah senyuman lebar pun mengembang dibibir Rafael.
"Yeeesss.. Papah tuh emang papah terbaik buat Rafa. Thanks paaah... Thanks.. Rafa sayang papah. Muach-muah! Rafa sayang banget sama papah.." Rafael dengan wajah bahagianya langsung berhambur memeluk tubuh om Roy. Ia bahkan sampai mengecup kedua pipi papah kandungnya itu karna bahagia keinginannya bisa dikabulkan sang papah.
"Iya-iya. Selama papah mampu. Apapun pasti akan papah kasih, asalkan itu buat kamu senang Raf, jangankan mobil, nyawa papah pun rela papah berikan buat anak kesayangan papah ini.." om Roy menepuk punggung Rafael dan mengusapnya bangga.
Rafael kembali duduk dikursi makannya. Ia menjadi lebih bersemangat karna om Roy memang sangat menyayanginya melebihi apapun.
"Papah biar Rafa suapin ya?
Nih pah.. Kalau waktu kecil kan Rafa yang sering papah suapin, naah sekarang biar Rafa yang suapin papah.. Ayo pah a?" tiba-tiba Rafael menyodorkan sepotong roti kearah mulut om Roy. Lelaki tampan ini memang sangat pandai mengambil hati kedua orang tuanya terutama sang papah. Jadi tidak heran kalau om Roy selalu merasa Rafael putra kesayangannya itu sangat baik dan membanggakan dalam hal apapun.
Om Roy membuka mulutnya. Bibirnya tersenyum melihat sikap putra kesayangannya ini.
"Anakku. Darah dagingku, kamu memang selalu bisa membuat papah senang Raf, beruntung sekali papah bisa memiliki anak seperti kamu.
Kamu memang anak kebanggaan papah. Anak kesayangan papah, dan darah daging papah satu-satunya. Hanya kamu Raf, Rafael.." om Roy membatin kagum memandang wajah tampan Rafael. Cinta serta kasih sayangnya sudah dibutakan hanya untuk Rafael. Padahal Rafael sendiri bsrsikap manis hanya disaat ada maunya saja. Ia tidak terlihat tulus menyayanginya, berbeda dengan Bisma putranya yang tidak pernah ia anggap. Kasih sayang Bisma justru sangat tulus tanpa embel apapun.
"Ya Allah.. Aku gak kuat lihat semua ini..
Kenapa harus terlihat terus?
Pah, Bisma juga disini sayang sama papah.. Bisma juga pingin pah suapin papah kaya Rafael. Walaupun papah gak pernah suapin Bisma. Tapi Bisma sayang banget paah sama papah.. Bisma sayang papaah..." Bisma memejamkan kedua kelopak matanya. Rasanya begitu sakit dan sesak harus sering melihat kasih sayang yang Rafael dapatkan dari kedua orang tuanya. Bisma tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya bisa diam dan menyadari akan kehadirannya yang memang tidak pernah diinginkan oleh kedua orang tuanya.
Bisma masuk kembali kedalam kamarnya. Letak kamar yang tidak terlalu jauh dari ruang makan membuatnya dapat melihat dengan jelas kebersamaan penuh cinta antara kedua orang tuanya juga Rafael sang kakak.
***
"Tumben ngejemput? Emang pacarnya kemana?" Rakhel menatap kecut sosok Rafael yang sudah berdiri didepan pintu rumahnya.
"Jiaah ngambek. Sejak kapan yah seorang Rakhel Adinda ngambek? Atau jangan-jangan dia cemburu lagi karna sahabatnya yang ganteng ini sibuk pacaran terus..?" goda Rafael menahan senyum menatap Rakhel.
"Apaan sih?! Kehabisan obat ya lo?
Udah deh kalo mau jemput-jemput aja. Gak usah pake acara kepedean segala! Muka pas-pasan juga!" Rakhel mendorong tubuh Rafael dengan ketusnya. Terlihat sekali kalau ia berusaha menyembunyikan perasaanya. Padahal yang Rafael ucapkan barusan memang benar, kalau dirinya cemburu terhadap Rafael dan Sheryl.
"Gitu aja marah. Mending pagi ini kita gak usah ngampus aja deh yuk? Ntar gue ajakin jalan-jalan deh.. Sekalian kita refreshing. Biar gak bete gitu. Gimana Hel?" tawar Rafael tiba-tiba.
"Bolos maksudnya?" tebak Rakhel menatap Rafael bingung.
"Huum. Kita bolos. Ntar gue tlaktir lo apapun deh. Lo boleh beli apapun. Sekalian anter gue ke sorum mobil. Gue mau beli mobil baru.." Rafael menganggukan kepalanya. Ia kemudian merangkul pundak Rakhel dengan senyuman manis yang ditunjukkannya.
"Beli mobil? Bukannya mobil yang waktu itu masih baru? Kenapa harus beli mobil lagi? Lo mau buka sorum mobil, atau emang lo udah gak waras Raf?" Rakhel menatap Rafael tidak percaya.
"Haha lo tuh lucu ya Hel, masa gue pengen beli mobil lagi tapi malah dibilang gak waras? Ya ampuun.. Gini nih kalo lo kelamaan ngejomblo, jadinya otaknya mulai koslett." Rafael malah tertawa terbahak melihat ekspresi Rakhel yang lucu. Hidung Rakhel sampai ditariknya begitu gemas.
"Isssh!! Apa hubungannya sih sama jomblo? Lagian gue gak ngerasa rugi tuh gak punya pacar. Single itu PILIHAN tau gak!!" protes Rakhel sewot.
"Single emang pilihan, tapi JOMBLO itu takdir.. Hahaha"
"Isshhh Rafaeel!! Ngeselin banget sih lo?!"
"Haha udah ah, gak usah ngomel-ngomel terus. Mending kita ke mall. Ntar gue beliin lo gaun mewah deh, yang harganya puaaaling mahal!"
"Gak! Gue gak mau! Emang lo fkir gue Sheryl!"
"Ohh.. Oke deh, yaudah nanti lo gue beliin bola basket yang paling mahal deh. Yang paling bagus dan yang puaaaaling-pualing keren. Gimana?"
"Issshh gue mau kalo itu!"
"Hahaa.. Dasar tomboy!! Giliran ditawarin bola basket aja mau? Huh dasar Rakhel jelek!!" Rafael terkekeh melihat sifat lucu sahabatnya ini. Ia menarik puncak kepala Rakhel dan mengacak rambut Rakhel sekilas. Tampak sekali kalau dua insan ini memang sangat-sangat bersahabat baik.
Rakhel terdiam. Ia sebenarnya tidak butuh bola basket yang berharga mahal atau pun mewah. Baginya bisa bersama Rafael tanpa membahas Sheryl saja itu sudah kebahagiaan terbesar untuknya.
"Raf, lo tau gak sih? Gue tuh seneng banget kalo udah sama-sama bareng lo. Ngelihat lo senyum sampe ketawa puas kaya gini, rasanya tuh seneeeng banget.
Gue gak tau Raf kenapa rasa suka ini terus tumbuh buat lo. Mungkin bukan cuma rasa suka aja, tapi rasa sayang dan cinta.
Gue gak mau terus-terusan jadi sahabat lo. Gue pengen jadi pacar lo Raf. Kapan sih lo bisa peka dan rasain semua isi hati gue ini.." Rakhel mambatin menatap lengan kiri Rafael yang secara refleks merangkul pinggangnya. Tak lama ia menoleh dan memandang wajah tampan Rafael yang dipenuhi senyuman kebahagiaan.
***
Bisma terlihat tengah duduk diruangan tunggu sebuah rumah sakit. Setelah kegiatan di kampusnya selesai. Bisma memang tidak langsung pulang melainkan mampir dulu ketempat om Reno untuk meminta obat penghilang rasa sakit seperti biasanya.
Om Reno memang sudah sangat akrab dengan Bisma. Selain seorang dokter. Om Reno juga masih memiliki ikatan kekeluargaan dengan Bisma. Jadi tak heran, jika Bisma selalu meminta bantuan kepada on Reno jika menyangkut soal kesehatannya.
"Permisi, dokter Reno sudah selesai menangani pasiennya. Anda dipersilahkan menuju ruangan dokter Reno sekarang. Dokter Reno menunggu disana.." ujar seorang suster muda tiba-tiba.
"I..iya sus. M..makasih. Saya segera kesana sekarang.." balas Bisma sersya beranjak dari duduknya.
"Iya, kalau begitu saya permisi.." Suster muda itu kemudian berlalu meninggalkan Bisma.
Bisma hanya menjawab dengan anggukan ringan. Ia tersenyum saat memandang ruangan om Reno yang akan segera ditemuinya.
"Mudah-mudahan aja om Reno gak nanya macem-macem. Mudah-mudahan juga gak dimarahin karna baru kesini lagi sekarang.
Hufhh.. Jangan marahin Bisma om, Bisma takut soalnya sama om.." Bisma mengatur nafasnya sebelum masuk keruangan om Reno. Bibirnya tersenyum membayangkan bagaimana ekspresi om Reno didalam nanti padanya.
**
"Jadi cowok yang tadi itu namanya Bisma? Memangnya dia sakit apa om?" gadis berwajah cantik ini bertanya bingung mengingat sosok Bisma yang sempat dilihatnya tadi.
"Kamu kenapa? Tumben merhatiin pasien om? Jangan-jangan kamu naksir lagi.." dokter yang sering disapa om Reno oleh Bisma ini berujar menggoda.
"Isshh om Reno apa sih? Nabil kan cuma tanya aja om. Ko malah dibilang suka? Om anehh!" gadis cantik yang diketahui bernama Nabilah itu mengerucutkan bibirnya lucu.
Om Reno sampai terkekeh menahan tawa melihat ekspresi lucu anak dari adiknya itu.
"Nabilah.. Dia calon Dokter, kayaknya dia bisa jagain Bisma.
Gadis seperti Nabilah yang Bisma butuhkan.
Om yakin kalian berjodoh.. Semoga nanti kamu memang jodoh Bisma. Om khawatir Bisma mendapatkan pendamping yang tidak bisa menjaganya nanti. Apalagi menerima kekurangannya.
Anak baik itu harus mendapatkan yang baik juga. Seperti kamu Nabilah.." om Reno membatin memandang wajah cantik Nabilah yang menurutnya sangat cocok untuk Bisma.
"Om Reno ko ngelihatin aku sampe kayak gitu? Jangan-jangan om Reno lagi baca pikiran aku lagi? Waaah bisa ketauan kalau aku suka sama cowok yang namanya Bisma tadi. Habis aku kebayang mukanya terus. Mukanya itu beda, seperti ada cahaya yang keluar dari mukanya itu. Apalagi pas dia senyum. Waktu serasa berhenti detik itu juga.
Apa mungkin ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama..?" Nabila membatin memikirkan perasaannya yang terus tertuju pada Bisma. Ia sampai tersenyum sendiri seperti yang kehilangan akal sehat saat mengingat wajah tampan serta senyuman manis Bisma.
Bersambung.....
Ciyeeeeehhh bakalan ada cinta segi empat ini sih namanya..
Wah waaahh...
Ayo ahh koment dulu.
Jangan minta part miris terus. Kalo tiba2 miris mulu. Nta gaseru. Jadi ikutin prinsip akuh ajah..
Inget jan lupa koment!!
Senyuman Bisma #part4
No edit apalagi Copas!!
***
Motor ninja merah yang Bisma kendarai kini sudah tiba didepan rumah Rakhel. Lelaki tampan bertubuh tidak terlalu besar itu membuka helm hitamnya. Bibirnya seketika melebar saat mendapati Rakhel sudah berdiri didepan pagar rumahnya.
"Duhh, ko gue jadi deg-degan gini sih? Rakhel ngelihatin terus kesini lagi. Jangan-jangan dia marah karna gue kelamaan, atau mungkin Rakheel..."
Belum sempat Bisma meneruskan kalimatnya. Tiba-tiba Rakhel sudah berjalan kearahnya dan berdiri disampingnya.
"Kamu adiknya Rafael?" tanya Rakhel menunjuk Bisma.
"I..iya a..aku a..akuu.."
"Manis juga. Aku Rakhel, salam kenal yah.." tiba-tiba Rakhel tersenyum seraya mengulurkan tangannya.
Tubuh Bisma semakin dibuat kaku saja mendapati sikap Rakhel yang tidak diduganya bisa seramah dan sebaik ini. Tangan kanan Bisma coba diulurkan meski bergetar karna gugup.
"B..Bi..Bisma." ujarnya tersenyum lebar menjabat tangan halus Rakhel.
"Kayaknya kita pernah ketemu deh. K..kamu satu kampus juga kan sama Rafa?" Rakhel membidik dan mengingat-ingat wajah Bisma yang menurutnya tidak asing.
"Engh, a..aku. Mending kita berangkat sekarang ja deh yuk? N..nanti takut telat.." Bisma menarik kembali tangannya dan berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Yaudah. Ayok..?" Rakhel mengangguk kecil diiringi senyuman manisnya. Ia kemudian naik keatas motor Bisma dan duduk tepat dibelakang Bisma.
"DEGG!!"
Jantung Bisma seakan berhenti berdetak saat kedua tangan Rakhel melingkar diatas perutnya. Rakhel berpegangan karna takut jatuh, dan ia refleks memeluk Bisma dari belakang.
"K..ko gue jadi makin gugup gini sih?.. K..kenapa Rakhel langsung meluk? P..padahal kan gue gak nyuruh dia b..buat meluk a..atau.."
"Bis, kamu kenapa? Ko malah diem sih? Kamu sakit?" ujar Rakhel membuyarkan lamunan Bisma.
"Engh, i..iya. S..sorry. I..ini juga udah mau jalan. S..sebentar yah, a..aku starterin dulu mesinnya." Bisma berucap sangat gugup. Dahinya sampai berkeringat dingin karna kegugupan yang luar biasa menerpa hatinya.
Rakhel tersenyum tanpa banyak bicara lagi. Kedua tangannya terus melingkar diperut Bisma.
Saat motor Bisma melaju, kepala Rakhel ia senderkan dipunggung Bisma. Terlihat sekali kedua insan ini seperti sepasang kekasih.
"Tubuh Bisma kecil banget. Beda jauh kalo dibanding Rafael. Trus dari wajah mereka juga beda, apalagi sifatnya. Bisma kayaknya lebih sopan dan lembut. Tapi tetep aja Rafael yang gue suka.
Hufh Raf Raf.. Kapan sih lo bisa peka. Capek tau gak gue jadi obat nyamuk lo terus.." Rakhel membatin dengan mata yang ia pejamkan. Tanpa disadari kedua tangannya semakin erat memeluk Bisma dari belakang.
"Rasanya nyaman banget. Baru kali ini gue ngerasain pelukan seorang cewek. Apalagi ini pelukan Rakhel.." Bisma membatin dengan senyuman melebar dibibir tipisnya.
"Kek, Bisma seneng banget kek.. Baru kali ini Bisma bisa seseneng ini.. Bisma sampe terharu kek.. Apa Rakhel bisa rasain yah gimana perasaan Bisma sama dia?
Bisma suka sama Rakhel kek.." tiba-tiba bulir bening air mata tak terasa keluar dari sudut mata Bisma. Air mata bahagia itu keluar seiring kebahagiaan yang Bisma rasakan saat ini.
**
"Jadi kan jeng nanti ajak anaknya kesini. Kita juga kan pingin kenal sama anak jeng Faras yang ganteng itu. Sekalian saya mau kenalin sama putri saya jeng. Siapa tau nanti cocok.." ujar seorang ibu paruh baya saat tengah berkumpul bersama tante Faras dan teman-teman lainnya.
"Iya jeng, sekalian saya juga pingin tau. Uhh pasti ganteng banget ya jeng. Pak Roynya aja ganteng, terus jeng Farasnya cantik. Jadi anaknya pasti gak akan kalah ganteng kaya orang tuanya.." tambah ibu paruh baya yang lain.
"Iya. Sekalian nanti saya kenalin sama Nabilah jeng, kebetulan besok lusa dia pulang. Katanya sih mau liburan disini.. Siapa tau aja cocok jeng.." tiba-tiba seorang wanita paruh baya berwajah cantik natural datang dengan membawakan minuman untuk ketiga tamunya.
Tante Faras hanya tersenyum saja melihat keantusiasan ketiga teman arisannya yang penasaran akan wajah putra kesayangannya.
"Bagaimana jeng? Jeng Faras ko diem terus dari tadi? Besok lusa kan kita ketemu lagi nih jeng. Nanti anaknya dibawa yah.. Saya pingin lihat jeng.."
"I..iya jeng Asri, jeng Ratna dan jeng Arin.. Nanti saya usahakan. Anak saya itu suka sibuk terus.. Jadi jarang ada waktu. Maklum anak kuliahan jeng. Jadi yaa.. Tugas-tugasnya banyak.." jelas tante Faras mencoba memberikan alasan yang cukup masuk akal agar ketiga sahabatnya tidak curiga. Karna ia tahu sendiri kalau Rafael pasti tidak akan pernah mau diajaknya pergi apalagi ketempat arisan.
"Ohh yasudah jeng. Kita semua maklumin. Tapi minggu depan semoga bisa yah jeng.. Soalnya saya gak sabar banget pengen lihat. Kan siapa tau nanti cocok buat anak saya jeng.. Iya kan jeng Ratna? Jeng Arin?"
Tante Faras lagi-lagi hanya bisa tersenyum. Ia sebenarnya sangat bangga bisa memiliki anak setampan Rafael. Sudah bisa ia bayangkan pasti anaknya itu akan jadi rebutan ketiga sahabat arisannya itu untuk dikenalkan pada anak-anak mereka.
"Mudah-mudahan minggu depan Rafael mau aku ajak kesini. Kalau aku ajak Bisma kan tidak mungkin. Bisa diledek habis-habisan aku kalau mereka tau aku punya anak bertubuh kurus seperti Bisma." batin tante Faras penuh harap.
Perbincangan hangat lain pun terus mereka bicarakan. Mulai dari keseharian, tentang kelebihan anak-anaknya, juga tentang keluarganya masing-masing. Obrolan ibu-ibu rumah tangga ini seolah tidak ada habisnya.
**
Rafael kini baru saja tiba dirumahnya. Setelah selesai dari kegiatan kampusnya tadi ia memang tidak langsung pulang, melainkan menemani Sheryl dulu untuk membeli sepatu serta tas terbaru yang Sheryl inginkan.
Rafael terlalu sayang kepada Sheryl, hingga hampir setiap hari Sheryl selalu mendapatkan barang-barang baru nan mahal darinya.
"Hufhh... Seneng banget rasanya kalo udah bikin Sheryl seneng..." Rafael menghempaskan tubuh lelahnya diatas tempat tidur.
Lelaki tampan bermata sipit ini tersenyum. Ia mengingat kejadian romantis saat bersama sang kekasih tadi.
"Aku seneng banget Raf, kamu tuh emang pacar aku yang paling baiiik banget. Baik pokoknya. Muach! Makasih yah.." Sheryl mengecup pipi kiri Rafael seraya meloncat senang.
"Ko cuma sebelah? Yang ininya enggak?" Rafael tersenyum jahil menunjuk pipi kanannya.
"Issh ko nawar sih? Kan barusan udah akuu.."
"Ohh yaudah, kalo gitu biar aku deh yang..." Rafael menghentikan ucapannya. Ia menatap wajah Sheryl yang sangat dekat dengannya. Kedua bola mata mereka bertemu pada satu titik yang sama.
Sheryl hanya bisa diam saat Rafael mulai mendekatkan wajahnya. Ia sudah bisa menebak kalau Rafael pasti hendak mendaratkan kecupan diwajahnya.
"Muach! Aku sayang kamu Sher, apapun yang kamu mau aku pasti kan coba kasih, kalau kamu seneng, aku pasti akan lebih seneng. Jadi apapun itu pasti akan aku lakuin untuk kebahagiaan kamu." ujarnya lembut seraya mendaratkan satu kecupan dibibir Sheryl.
"Aku juga sayang kamu Raf, sangat sayang kamu.." Sheryl berhambur memeluk tubuh Rafael dan mendekapnya erat.
Kejadian saat dimall tadi terus saja terekam dimemori ingatan Rafael. Ia bahkan tanpa sadar sampai memelul guling disampingnya mengingat pelukan mesra Sheryl tadi.
"Kamu udah buat aku gila Sher, aku gak bisa hidup tanpa kamu. Aku cinta sama kamu, aku cinta banget Sher..." Rafael semakin erat mendekap gulingnya. Guling berbalut kain bercorak coklat bergambar tedy bear itu dikecupnya, diciuminya layaknya wajah Sheryl yang sangat membuatnya tergila-gila.
**
Berbeda dengan Rafael, Bisma kini justru tengah duduk didepan meja belajarnya. Ia tengah menuangkan apa yang dirasakannya kedalam kertas putih yang nanti pasti dilipatnya membentuk perahu kertas.
Diruangan kamar Bisma memang cukup terdapat banyak perahu kertas, Bisma sangat menyukai perahu, jadi tak heran kertas-kertas yang terdapat tulisan isi hatinya selalu Bisma lipat-lipat membentuk perahu.
"Hari ini hari yang sangat-sangat menyenangkan.
Aku bisa dekat dengan dia.
Bahkan aku bisa merasakan dipeluk oleh dia.
Tuhan..
Aku ingin sekali menarik kata-kataku yang sempat berucap Engkau tidak adil.
Engkau sungguh adil Ya Rob..
Maafkan aku jika aku sering mengeluh.
Aku sangat menyukai Rakhel,
Semoga dia bisa mendengar isi hatiku ini.
Aku mengaguminya Ya Robb..."
Bisma terus menuliskan apa yang dirasakannya. Semuanya Bisma tuangkan diatas kertas putih itu.
Tak lama kertasnya ia sobek dan dilipatnya hingga membentuk sebuah perahu kertas.
"Ini perahu pertama yang berisi kebahagiaan aku hari ini.
Kek, andai kakek masih ada, Bisma pasti gak akan cerita sama kertas kaya gini.
Bisma pasti akan cerita sama kakek.
Kek, Bisma rindu kakek.
Kakek apakabar disana..?" Bisma membatin lirih menatap perahu kertas yang dipegangnya. Ia teringat akan sosok kakeknya yang sangat-sangat ia sayangi meski kini telah tiada.
Bisma beranjak dari duduknya. Ia menaruh perahu kertasnya itu diatas lemari bajunya. Entah apa maksud dari semua ini. Namun Bisma sangat menyukainya dan perahu-perahu itu bagaikan saksi bisu akan semua yang pernah Bisma rasakan baik itu sedih maupun senang.
"Tidur aja deh, udah cukup malem juga. Kalo sampe papah tau Bisma belum tidur, yang ada pintu kamar papah tendang. Papah kan diam-diam juga suka merhatiin.." Bisma tersenyum mendekati tempat tidurnya. Jendela kaca kamarnya yang masih terbuka ia tutup.
Meski selalu diacuhkan dan tidak pernah dianggap keberadaannya. Namun om Roy memang sering memperhatikan Bisma.
Bisma tahu kalau papahnya itu sayang terhadap dia. Namun Bisma juga tahu kalau om Roy tidak akan mungkin mau mengaku dan berbicara pada orang lain kalau ia mempedulikan Bisma anak keduanya.
"Untung hari ini penyakit Bisma gak kambuh kek, tadi agak sedikit sesek aja sih soalnya gugup bisa dipeluk Rakhel.
Tapi besok Bisma akan temui om Reno ko. Kakek tenang aja.. Bisma pasti baik-baik aja.." Bisma menarik selimut tebalnya. Ia seolah tengah berbicara dengan kakeknya karna sedari tadi hanya kakekny saja yang ia sebut terus menerus.
"Selamat malam mah, pah.. Rafael, kakek dan Rakhel.. Bisma menyayangi kalian.." Bisma memejamkan kedua kelopak matanya. Lampu kamarnya ia matikan hingga keadaan kamarnya menjadi gelap gulita.
"Selamat malam juga Bis. Mamah juga sayang kamu..
Maafin mamah ya sayang...
Mamah belum bisa kasih apa-apa buat kamu.
Seharusnya kamu gak perlu hadir ditengah keluarga ini.
Seharusnya kamu gak perlu lahir kedunia ini.
Mamah gak tega lihat kamu kaya gini terus.
Maafin mamah Bisma, maafin mamah..."
Tanpa disadari ternyata sosok tante Faras memperhatikan Bisma sejak tadi. Ia berdiri diambang pintu kamar Bisma yang sedikit terbuka. Tante Faras menangis. Rupanya ia masih memiliki hati nurani melihat keadaan darah dagingnya yang selalu terasingkan.
Tante Faras kemudian segera.beranjak dan pergi. Ia tidak mau kalau sampai om Roy suaminya tahu kalau dia memperhatikan Bisma.
Bersambung...
Huhu ko aku nangis sih?
Perasaan gak ada adegan nyesek deh.. Tapi napa air mata keluar?*lap'ingus*
Aahh pokoknya mbisnya kasiann.. Ntar bakalan lebih menderita lagi.
Tapi ada satu cewek lagi lohh disini. Namanya "Nabilah"
dia bakalan sayang banget sama mbis.
Yuk ahh dikoment..
Jangan pelit koment yaahh biar akunya semangaaat..':)
Gak koment Gak kece':P
Senyuman Bisma #part3
No edit apalagi Copas!!!
***
Sore menjelang...
Semenjak pulang dari kampusnya, Rafael memang terlihat asik sendiri didalam kamarnya.
Hampir satu jam lebih ia berbicara dengan Sheryl kekasih hatinya lewat sambungan telfon.
Lelaki sipit berlesung pipi itu nampaknya memang sangat mencintai Sheryl, terbukti dengan kalimat-kalimat yang ia ucapkan selalu penuh perasaan.
"Nanti malam jadi kan ajak aku nonton?" suara Sheryl rupanya masih terdengar disana.
"Jadi dong pastinya. Nanti aku pasti jemput kamu.." Rafael menjawab dengan mantap. Ia membaringkan tubuh kekarnya diatas tempat tidur tanpa melepaskan headset yang terpasang dikedua telinganya.
Bibir Sheryl tersenyum lebar. Wajahnya nampak sangat senang dan ceria. Dikepalanya sudah penuh memikirkan benda mahal apalagi yang akan dimintanya pada Rafael nanti.
"Oh iya, nanti kamu mau aku beliin apa Sher?" tanya Rafael tiba-tiba.
Senyuman Sheryl nampak semakin melebar saja. Ternyata kebaikan Rafael memang melebihi apapun. Tanpa ia minta, Rafael sudah menawari terlebih dahulu. Jadi sangat mudah untuk Sheryl memanfaatkannya.
"Hey, ko diem sih? Atau nanti aku beliinnya abis kita nonton aja. Gimana?" Rafael kembali berujar.
"Ngh, yaudah terserah kamu aja. Aku percaya ko kalau kamu pasti selalu bisa buat aku seneng.." yakin Sheryl.
Rafael tersenyum. Rupanya mendengar Sheryl senang saja dia sangat bahagia sekali. Entah hal bodoh apalagi nanti yang akan dilakukannya untuk kekasih tercintanya itu. Yang pasti cinta buta Rafael sudah menutup segala keburukan Sheryl yang selalu memanfaatkannya.
"Yaudah sayang, aku mau mandi dulu yah? Kayaknya udah cukup sore juga. Nanti biar aku bisa cepet temuin kamu dan ajak kamu nonton. Aku mauu.."
"Iya yaudah sana mandi. Aku juga mau siap-siap dulu. Mau dandan yang cantik buat kamu. Pokoknya aku tunggu kamu disini secepatnya."
"Ahaha oke cantik... Miss you. Tunggu aku yah.. Emmuaach. Aku sayang banget sama kamu.."
"PIP!"
Sheryl langsung mematikan sambungan telfonnya tanpa membalas ucapan Rafael lagi.
"Hufh kebiasaan. Tapi gak papa deh, yang penting nanti malam bisa jalan sama Sheryl dan tentunya bisa berduaan sama dia." Rafael tersenyum lebar membayangkan romantisnya saat malam nanti.
Lelaki tampan bermata sipit itu bangkit. Ia melepas headset yang masih menempel dikedua telinganya. Kedua kakinya pun melangkah menuju kamar mandi agar bisa cepat membersihkan diri.
**
Berbeda dengan Rafael. Kondisi Bisma kini justru sangat mengkhawatirkan. Tubuhnya tergeletak dibawah tempat tidur. Nafasnya masih terasa sesak. Dadanya naik turun semakin lambat. Rupanya rasa sakit itu baru bisa Bisma atasi setelah cukup lama menyiksa dirinya.
"Hosh-hosh-hosh...
Ya Allah.. Kenapa bisa separah ini? Biasanya gak selama ini sakit dan sesaknya. Hosh-hosh.. Hosh.."
Bisma mengatur nafasnya yang tidak beraturan. Ia mencoba serileks mungkin agar dadanya tidak terus sesak dan sakit.
"Obat itu. Gue harus temuin om Reno lagi dirumah sakit buat minta obatnya. Hosh-hosh.." Bisma berujar yakin. Ia kemudian mencoba untuk bangun dsn berdiri.
"Bisma ternyata salah. Bisma gak kuat om tanpa obat itu, om Reno bener. Bisma gak akan kuat nahan sakit dan sesaknya.." Bisma membatin mengingat perkataan om Reno yang selalu diremehkannya.
Bisma duduk ditepian tempat tidurnya. Wajahnya terlihat pucat dan dibanjiri keringat dingin. Dadanya masih naik turun dengan tempo yang belum stabil.
Bisma diam. Ia memandang pilu akan apa yang selama ini dirasakannya.
"Coba aja pas Bisma lagi sakit tadi mamah atau papah masuk kamar Bisma dan lihat apa yang terjadi sama Bisma.
Mungkin Bisma bisa rasain perhatian mamah papah..
Bisma ikhlas deh mah pah kalau pun penyakit Bisma harus kumat terus, asal bisa dapat perhatian mamah papah aja.."
Bisma berucap ngasal. Bibirnya sekilas terukir senyuman. Rupanya keinginan agar dapat perhatian serta kasih sayang dari kedua orang tuanya masih sangat Bisma harapkan.
Bisma kemudian membaringkan tubuh lelahnya. Tubuh yang kurus dan tampak tonjolan tulangnya terlihat. Sangat berbeda jauh sekali jika dibandingkan dengan Rafael sang kakak. Rafael justru sangat sehat dan tubuhnya berisi.
"Si Bisma kenapa lagi?
Ko gue jadi sering banget lihat penyakit dia kumat?
Apa penyakitnya makin parah? Atau jangan-jangan diaa..." Rafael terlihat berdiri diluar pintu kamar Bisma. Ia rupanya tengah memperhatikan Bisma saat tidak sengaja melintas didepan kamarnya.
"Rafael..? Kamu ngapain disini?"
Tiba-tiba suara tante Faras sang mamah mengejutkan Rafael.
"M..mamah? Mamah ngapain disini?" dengan polosnya Rafael malah berbalik tanya.
"Loh, perasaan mamah duluan deh yang tanya kamu disini ngapain. Tapi kamu malaah.."
"Ah udah deh terserah mamah. Rafa mau ke kamar dulu. Bye!" Rafael berlalu dengan cueknya dan langsung meninggalkan tante Faras begitu saja.
"R..Rafa tunggu!! Raaf.."
Rafael sama sekali tidak menghiraukan teriakan tante Faras. Ia terus saja berjalan menuju kamarnya dengan handuk putih yang masih ia lilitkan dilehernya.
Tante Faras menghela nafasnya. Ia memandang sosok putra yang selalu dibanggakan oleh suaminya itu dengan tatapan lirih.
"Selalu aja kaya gini. Kapan sih kamu gak cuek sama mamah Raf?
Padahal tadinya mamah mau ajak kamu ketemu temen-temen mamah, mamah pingin kenalin kamu ke mereka. Tapi kayaknya kamu gak bakalan bisa lagi.." ujarnya terlihat sedih.
Tante Faras mengalihkan pandangannya. Ia menatap pintu kamar Bisma yang sedikit terbuka itu. Sosok darah dagingnya pun terlihat disana tengah berbaring memejamkan mata.
"Bisma memang anakku. Tapi sekalipun aku gak pernah kenalin dia sama teman, sahabat atau pun saudara. Jadi gak banyak yang tau kalau aku punya anak laki-laki lain selain Rafael." tante Faras membatin menatap Bisma yang sampai saat ini selalu dibedakan dengan Rafael.
Tante Faras kemudian berlalu. Ia meninggalkan Bisma tanpa mau mendekatinya atau pun masuk kedalam kamarnya. Padahal hati kecil tante Faras sendiri ingin sekali membelai serta memberikan kasih sayangnya untuk Bisma. Namun ia tidak mau menunjukkan semua itu. Selain takut om Roy akan marah. Tante Faras juga tidak ingin kalau Bisma tahu dirinya menyayangi Bisma seperti menyayangi Rafael.
**
Rakhel Adinda. Perempuan cantik ini nampak terlihat gelisah. Ia berdiri didepan balkon kamarnya. Wajahnya terlihat sedih. Entah kesedihan apa yang menimpanya. Mungkin suasana malam yang dingin gelap serta diiringi rintikan gerimis kecil ini mampu menyamai dengan apa yang dirasakannya.
"Dia mau jalan sama cewek super genitnya aja sampe nelfon dulu kesini. Lo tuh lama-lama ngeselin ya Raf! Gak tau apa kalau gue cemburu.
Isshh kenapa juga gue harus suka sama lo! Cuma makan hati doang tau gak." Rakhel ngedumel pun emosi. Gadis cantik itu tidak dapat lagi menyembunyikan perasaannya kalau ia sangat menyukai Rafael.
Rakhel menatap BB hitam yang masih digenggamnya. Terdapat satu bbm masuk dari Rafael yang memberitahunya kalau Rafael tengah membelikan sesuatu untuk Sheryl.
"Terus aja laporan sama gue!
Lagi makan berdua laporan, lagi nonton berdua laporan, lagi beli barang buat si cewek genit itu juga laporan. Lo tuh sebenernya polos atau terlalu bodoh sih jadi cowok?
Udah selalu dimanfaatin, gak pernah percaya, trus gak mau peka lagi. Padahal gue disini berharap banget sama lo tau gak. Tapi lo malah kaya gini. Sakit tau Raf, sakit... Hiks."
Rakhel berlari masuk kedalam kamarnya. Ia sudah tidak tahu harus bersikap apalagi agar perasaannya terhadap Rafael tidak terus tumbuh. Namun ia tidak bisa melakukannya. Semakin lama perasannya justru semakin bertambah besar untuk Rafael.
**
Esok paginya...
Bisma sangat kaget sekali saat mendapati pesan masuk dari Rafael. Ia bingung sekaligus gugup karna Rafael menyuruhnya menjemput Rakhel. Dan ini kali pertamanya Rafael menyuruh Bisma menjemput seorang gadis. Terlebih gadis itu adalah Rakhel gadis yang Bisma kagumi.
"Ini kaya mimpi. Tapi Rafael beneran nyuruh gue? Dia bahkan ngasil alamat rumah Rakhel ke gue. B..berati guee..."
Bibir Bisma seketika melebar. Bayangan indahnya melintas. Mungkin ini adalah awal yang baik untuk Bisma agar bisa lebih dekat dengan Rakhel.
Bisma memang mengetahui kalau Rakhel adalah sahabat Rafael, karna Rakhel sendiri sering Rafael ajak main kerumah. Namun Rakhel tidak tahu kalau Bisma adalah adik dari Rafael karena mereka belum pernah sekali pun mengobrol bareng kecuali tanpa disengaja dan itu pun hanya terjadi beberapa menit saja.
"Jemput sekarang aja deh. Kasian kalau nanti nunggunya kelamaan. Gadis cantik itu gak boleh dibiarin nunggu. Jadi....?" Bisma meraih ransel hitamnya. Namun tiba-tiba matanya terkejut mendapati kunci mobilnya yang berubah.
"Gue pinjem mobil lo. Ini juga mobil bekas gue yang gue kasih ke elo. Jadi kalau pun gue mau pake lagi. Itu hak gue.
Nanti lo ke kampus naik motor gue aja."
Bisma baru mengingat ucapan Rafael sebelum ia berangkat menjemput Sheryl tadi. Entah kenapa harus mobil Bisma. Padahal mobilnya sendiri masih ada dan bisa digunakan untuk berangkat ke kampus.
"Naik motor? Apa gue bisa? Motor Rafael kan cukup gede. Trus.. Gue juga gak biasa naik motor, bisa-bisa alergi gue kambuh. Anginnya pasti kerasa banget kalo naik motor. Duuhh gimana dong?" wajah Bisma seketika panik dan cemas.
"Gue pake jaket aja deh. Trus nanti jalanin motornya gak perlu kenceng. Yang penting bisa sampe kampus dan jemput Rakhel seperti yang disuruh Rafael.
Iya bener.. Gue pasti bisa ko. Hufhh.. Bismillah.." Bisma menarik nafasnya yakin. Ia meraih jaket jeansnya untuk ia kenakan saat mengendarai motor nanti.
"Rakhel.. Ini bakalan jadi pagi terindah buat aku.. Mudah-mudahan kamu bisa rasain kekaguman aku ke kamu ini.
Udah lama aku suka sama kamu Hel, semenjak kamu sahabatan sama Rafael dan kenal sama dia.." Bisma membatin penuh senyuman harap. Ia kemudian beranjak keluar dari kamarnya untuk segera berangkat menjemput Rakhel menuju kampusnya.
Bersambung...
Ciyeee yang mau jemput pujaan hati.. Hahah..
Duuh kayaknya Bisma seneng banget. Rafael ternyata biss juga bikin adiknya seneng. Walau secara gak disengaja. Tapi ini mimpi baik banget buat Bisma.
Ayo ah coment.. Jan pada pelit lohh.. Aku males sama orang pelit..
Gak koment, Gak KECE':p
Senyuman Bisma #part2
"Jadi mobilnya beneran lo kasih sama Sheryl?" Rakhel menatap Rafael tajam.
Rafael hanya mengangguk kecil dan tersenyum.
"Kenapa harus dikasih terus sih Raf?
Lo tuh jangan terlalu berlebihan sama dia.
Kalian tuh berstatus cuma baru pacaran, belum sampe merrid. Jadi gue harap sih lo jangan mau kalau..."
"Ussstt.. Rakhel sayaang.. Lo tuh gak perlu khawatir.
Pokoknya gue yakin, Sheryl itu bukan cuma jadi pacar gue aja. Dia pasti bakalan jadi istri gue nantinya.
Jadi Rakhel jangan terus-terusan berfikiran negatif. Ngerti?!" jelas Rafael menatap wajah Rakhel lekat. Suaranya begitu pelan dan lembut. Senyumnya bahkan terlihat begitu tulus dan selalu membuat Rakhel luluh karenanya.
"Hufh, yaudah terserahh..
Tapi jangan dikasihin terus barang-barang lo nya. Nanti lo pulang pake apa coba kalo mobilnya lo kasihin?" tanya Rakhel bingung.
"Itu sih gampang.. Gue masih bisa pake mobilnya Bisma."
"Hah? Siapa Bisma?" Rakhel menatap Rafael terkejut.
"Hehe ada deeh..
Udah gak perlu kepo. Gak penting ko.
Gue cabut dulu yah? Bye Rakhel sayang.." Rafael beranjak seraya mengacak pelan poni hitam Rakhel.
Rakhel hanya diam mematung akan sikap sahabat baiknya itu. Rafael selalu membuat Rakhel salah tingkah sendiri.
Sikapnya yang begitu lembut dan ramah membuatnya sampai menaruh hati pada Rafael.
Padahal Rakhel tau sendiri kalau type Rafael itu bukan seperti dirinya. Dan Rakhel juga tau kalau Rafael sudah memiliki pacar.
"Andai gue bisa milikin hati lo Raf. Pasti gue adalah satu-satunya perempuan yang bahagia didunia ini.." Rakhel membatin memandangi sosok Rafael yang mulai berlalu pergi meninggalkannya. Bibirnya sedikit terukir senyum saat membayangkan khayalannya.
**
Senyuman itu..
Wajah cantiknya yang lucu,
serta tawa kecilnya yang berbeda..
Andai bisa aku miliki dirimu..
andai bisa aku ungkapkan semua rasaku ini.
Aku ingin bersamamu,
bersama dirimu...
Bisma menulis setiap bait kata didalam hatinya diatas kertas. Kata demi kata itu terangkai indah hingga menjadi bait kecil puisi.
Tangannya dengan lihai menulis menumpahkan segala isi hatinya.
"Nahh, udah selesai.." ucapnya senang. Kertas putih itu kemudian ia robek dan dilipatnya menjadi dua bagian.
"Rakhel.. Rasanya mengagumi dari jauh aja udah bisa bikin aku sebahagia ini.
Aku gak pernah minta lebih Hel, bagi aku, cukup melihat dari jauh aja itu udah lebih dari cukup.
Aku emang gak bisa milikin kamu.
Dan aku yakin sampai kapan pun aku gak akan pernah bisa milikin kamu.."
Bisma beranjak dari duduknya. Ia berjalan mendekati danau kecil, yang terdapat dibelakang area kampusnya.
Tempat yang begitu sunyi dan tenang ini memang menjadi tempat favorit Bisma selama ini.
Bisma berjongkok ditepian danau. Selembar kertas putih tadi kini telah dirubahnya menjadi perahu kertas berukuran kecil. Ia lalu mengulurkan tangannya dan menaruh perahu kecil itu hingga mengambang diatas permukaan air.
"Mungkin orang kaya gue gak pantes buat ngerasain cinta.
Cukup untuk mengagumi aja gue udah seneng banget.
Rakhel Adinda.. Hufhh..." Bisma menghembuskan nafas panjangnya. Kedua matanya ia pejamkan sejenak. Sosok wajah cantik gadis pujaannya pun tiba-tiba muncul dari benaknya.
Sosok yang begitu cantik dimata Bisma dan sangat sempurna menurutnya.
Bisma kemudian beranjak. Ia kembali berjalan menjauhi danau yang terdapat beberapa perahu kertas kecil buatannya itu. Ternyata bukan hanya kali ini saja Bisma membuat perahu kertas dan menaruhnya diatas permukaan air danau. Bisma justru sudah melakukannya beberapa kali, hingga danau tersebut terdapat beberapa buah perahu kertas buatannya.
**
Tante Faras terlihat begitu cemas menunggu Rafael yang belum juga pulang sejak tadi. Ia sampai berkali-kali mencoba menghubungi Rafael meski telfonnya tidak Rafael hiraukan.
Wanita paruh baya ini begitu mencemaskan keadaan putra pertamanya. Berbeda halnya dengan Bisma.
Meski Bisma belum pulang sampai larut pun tidak pernah ada yang mempedulikannya.
"Astaga.. Akhirnya kamu pulang juga Raaf..
Ya ampuun.. Mamah sampai cemas mikirin kamu." tante Faras berlari cepat menghampiri Rafael yang baru saja datang.
"Duuhh.. Mamah Rafa capek. Rafa mau langsung istirahat aja. Rafa lemes maah.." Rafael menyingkirkan lengan sang mamah yang menyentuh wajahnya.
"Iya sayang, yaudah kamu istirahat dulu. Kamu masuk kamar yah?
Yang penting kamu udah pulang mamah udah seneng..
Nanti mamah antarin kue kesukaan kamu kekamar.
Ayo kita masuk, ayo Raf?.." tante Faras dengan begitu lembutnya mengajak Rafael masuk. Ia sama sekali tidak marah atau apapun jika Rafael mengacuhkannya bahkan sering tidak mendengarkan ucapannya. Karna dimata tante Faras, Rafael adalah sosok anak kebanggaannya yang begitu sempurna.
"Kapan yah Bisma bisa dikhawatirin sama mamah?
Kayaknya Bisma pingin banget mah bisa rasain itu.
Bisma sakit aja mamah sama papah gak pernah peduliin..
Tapi Bisma gak marah ko mah, bisa lihat mamah senyum aja, itu udah kebahagiaan besar buat Bisma.
Bisma tetep akan sayang mamah sama papah.." Bisma hanya bisa memandang lirih sosok tante Faras sang mamah juga Rafael kakaknya. Ia masih berdiri jauh dari pintu utama karna dirinya baru saja tiba dirumah mewahnya.
Bisma kemudian segera masuk tanpa berdiam diri lebih lama lagi. Hatinya memang benar-benar tegar dan kuat. Wajahnya yang tampan dan tidak pernah menunjukkan raut kebencian terhadap orang-orang terdekatnya.
**
Bisma menghempaskan tubuhnya diatas tempat tidur berukuran cukup untuk satu orang itu. Ia membuka kaca jendela kamarnya agar angin dari luar dapat masuk dan membuat ruangan kamarnya nyaman.
Memang tidak terpasang ac didalam kamarnya itu. Dan ukuran kamar Bisma sendiri sangat berbeda jauh dengan kamar Rafael.
"Hemmh.. Kakek bilang, hidup itu emang gak selamanya sesuai dengan keinginan.
Tapi Bisma selalu berusah tetap bersyukur ko kek..
Bagi Bisma hidup itu begitu indah, jadi gak boleh disia-siakan, apalagi sampai banyak berkeluh kesah. Bersyukur cara termudah untuk menikmati hidup.
Dan hidup Bisma terasa indah meski merasa terasingkan dirumah sendiri.." gumam Bisma pelan. Ia menutup kedua kelopak matanya, merasakan hembusan angin luar yang masuk dan terasa begitu sejuk menyentuh kulitnya.
"Rafa pingin beli mobil-mobilan baru, pokoknya Rafa mau mobil-mobilan yang baru paah.."
"Iya-iya. Nanti papah belikan. Tapi sekarang kan udah malam. Rafa bobo dulu yah?"
"Gak mau, Rafa maunya sekarang, pokoknya sekarang pah, Rafa mau sekarang.."
Om Roy dan tante Faras saling memandang. Mereka menarik nafas panjang akan keinginan putra kesayangannya itu.
Sementara Bisma kecil, hanya berdiri mematung melihat apa yang sang papah lakukan terhadap kakak kandungnya.
Bibir Bisma terukir senyum. Semua bayangan masa lalunya itu muncul satu persatu.
Bayangan dimana sang papah menggendong Rafael dan mengajaknya berbelanja mainan baru yang Rafael inginkan. Bahkan apapun keinginan Rafael pasti selalu dituruti. Dan om Roy tidak pernah menolaknya walau hanya satu kali pun. Itu tidak pernah terjadi.
"Yeee.. Makasih papaah!!
Rafa suka banget mainannya pah, ini kereeen..." suara Rafael kecil bersorak senang mendapati mainan barunya yang begitu banyak.
Om Roy tersenyum lebar. Hatinya merasa puas jika sudah melihat ekspresi Rafael bisa sesenang ini.
"Nanti papah akan buka toko mainan yang sangat besar. Dan itu khusus papah buat untuk Rafael.
Pokoknya apapun yang Rafa mau, pasti papah kasih.." jelas om Roy lembut.
"Yeee.. Makasih paah. Mmuach! Rafa sayang sama papah.." Rafael kecil meloncat senang. Ia mengecup pipi sang papah walau hanya sekilas.
Bisma kecil lagi-lagi hanya memandangnya pilu.
Mainan sang kakak begitu banyak memenuhi ruangan kamarnya. Bahkan disediakan ruangan khusus berisi semua mainan-mainan Rafael.
Sangat berbeda dengannya yang sama sekali tidak memiliki mainan satu pun.
"Papah baiknya cuma sama kak Rafa aja.
Papah salu kasih kak Rafa mainan. Mobil-mobilan, robot, helikopter. Trus sepeda juga.
Papah beneran baik.
Tapi kenapa papah gak pernah kasih Bisma mainan?
Bisma ulang tahun aja papah gak penah kasih hadiah..
Padahal Bisma pingin papah inget aja sama papah ucapin. Tapi papah gapenah lakuinn..
Bisma sayang papah pah..
Bisma sayang papah.." Bisma kecil membatin lirih melihat adegan yang membuat hatinya iri. Kedua mata beningnya berkaca. Ia kemudian perlahan menjauh dari pintu kamar kakaknya untuk segera pergi menjauh.
Kejadian demi kejadian hanya bisa Bisma jadikan kenangan.
Semuanya memang terasa pahit dan menyakitkan.
Namun dirinya tetap berusaha setegar dan sekuat mungkin menghadapi itu semua.
Ia sadar, dirinya memang tidak diinginkan dirumah ini, namun karna rasa sayangnya terhadap kedua orang tua, ia tetap bertahan dan tinggal dirumah mewah milik kedua orang tuanya.
"Andai Bismma ada diposisi Rafael.
Bisma pingin banget ngerasain makan disuapin papah..
Diperhatiin mamah, dan diperlakukan seistimewa Rafael.
Kapan yah, itu semua bisa Bisma rasain?"
Tiba-tiba Bisma mengakhiri lamunan panjangnya. Kini dirinya beralih menghayal berandai-andai membayangkan berada di posisi Rafael yang sangat jauh berbeda darinya.
"Maah.. Mudah-mudahan suatu saat Bisma bisa rasain yah kasih sayang dari mamah..
Sebenernya Bisma lagi sakit mah..
Bisma pengeen banget, sekali aja mamah tanyain keadaan Bisma.
Mamah tanyain kondisi Bisma.
Bisma takut mah.. Sakit Bisma cukup parah..
Bisma takut nanti Bisma nyusul kakek tapi Bisma belum bisa rasain kasih sayang mamah..
Bisma takut.."
Bulir bening air mata jatuh membasahi pipi Bisma. Lelaki berwajah tampan ini menangis. Rupanya ia memiliki sebuah rahasia lain dibalik sosoknya yang kuat dan tegar ini.
Sama sekali tidak disangka kalau Bisma tengah sakit. Padahal ia tidak pernah terlihat mengeluh atau apapun akan penyakitnya.
"Tuh maah.. Dada Bisma udah sakit lagi.
Kenapa yah, kalau Bisma nangis sakitnya suka kerasa?
Apa mungkin Bisma gak boleh nangis?
Oke, yaudah Bisma gak akan nangis mah..
Bisma gak mau dada ini sakit terus.
Jadi Bisma gak boleh nangis.." Bisma buru-buru mengusap air mata yang membasahi pipinya. Ia menarik nafasnya panjang agar dadanya tidak terasa sesak lagi.
Sejak kecil sebenarnya Bisma sering merasakan keanehan terhadap tubuhnya. Sering terasa sakit dibagian-bagian tertentu. Namun tidak pernah dirasa oleh lelaki tampan ini.
Akhirnya hingga ia dewasa pun rasa sakit itu tetap ada. Bisma bahkan sangat terkejut saat memeriksaan diri kedokter dan mendapati kabar buruk kalau jantung serta paru-parunya ternyata mengalami sedikit masalah serius.
"Aww.. Sshh.." tiba-tiba Bisma mencengkram kuat bagian dadanya. Ternyata rasa sakit itu mulai muncul lagi.
Tubuh kurus yang terbalut kaos dan jaket merah itu dicengkramnya sangat kuat.
Bisma memang sangat tidak menyukai rasa sakit ini, rasanya ia tidak mampu menahannya terlalu lama. Bahkan Bisma pernah pingsan karna tidak tahan akan rasa sakit tersebut.
"Aduuhh maah sakit bangeet..
Tolongin Bisma maaah..
Ini sakiitt.. Bisma gak kuaat.. Aarrgghh!!" Bisma terus merintih seraya mencengkram sprei diatas kasurnya. Posisinya ia berubah menjadi setengah duduk karna kalau berbaring, nafasnya justru menjadi sangat sesak.
Bisma buru-buru merogoh tas hitamnya. Ia mencari obat penghilang rasa sakitnya.
Wajahnya seketika berubah menjadi panik karna ia baru mengingat kalau ia belum membeli obatnya lagi.
"Aarrgghh!! Kenapa gue sampe lupa sih?
Eerrrggh!! Sakiitt..
Maaahh.." nafas Bisma semakin tersenggal. Dadanya naik turun dengan tempo cepat. Rupanya penyakit asmha Bisma kambuh lagi.
Dan seperti ini lah dia.
Bisma memiliki banyak sekali penyakit yang menimpa tubuhnya.
Mungkin karna saat dalam kandungan, tante Faras selalu berusaha membunuhnya agar kandungannya gugur. Bermacam obat keras pun ia minum agar bayi didalam kandungannya bisa mati dan keluar sebelum waktunya.
Om Roy bahkan sempat memberikan obat yang sangat berbahaya untuk ibu hamil dan tante Faras disuruh meminumnya.
Om Roy memang kejam. Ia terlihat seperti binatang yang begitu membenci janin kedua yang dikandung tante Faras.
Padahal janin itu sendiri tumbuh akibat dirinya.
Namun karna sifat egoisnya yang tetap tidak menginginkan bayi kedua. Ia sampai melupakan janin darah dagingnya itu.
Om Roy tidak ingin memiliki anak lain selain Rafael. Makanya ia berusaha mati-matian agar kandungan tante Faras bisa gugur dan membiarkan janin itu keluar sebelum waktunya.
Namun semua itu sia-sia. Bisma tetap lahir meski dalam keadaan dan kondisi yang cukup memprihatinkan.
Berat badannya tidak terlalu besar. Bahkan pertumbuhannya sendiri cukup terhambat. Badannya hingga saat ini pun jauh lebih kecil dibandingkan Rafael sang kakak.
Bersambung...
Hiks.. Mbisnya kasiann..
Gatega sebenernya. Tapi ini tuntutan cerita.
Maap ya mbis..*pelukmbis*
hummbb pokoknya nanti bakalan lebih kesiksa lagi mbisnya.
Jadi yaaa siap-siapin aja tisu yg banyak*hhee