Disaat semua orang tua berbahagia karena kelahiran buah hati mereka, namun berbeda dengan apa yang dialami oleh Array Tandeas. Ia harus menelan pahitnya kenyataan saat sang dokter menyatakan istri tercintanya meninggal usai persalinan. Bagaikan tersambar petir di siang bolong.. dadanya terasa sesak, air mata Array tak terbendung lagi, Ia berlari sekuat tenaga menuju ruangan dimana wanita tercintanya kini terbaring kaku tak bernyawa.
"Tidak, sayang kamu jangan bercanda, k..kamu nggak mungkin pergi secepat ini kan? Kamu, kamu nggak mungkin tega biarin aku sendiri? Kamu cuma bercanda kan sayang.." Array memeluk tubuh Fara sang istri, ia memegang pergelangan tangan Fara, berharap jika denyut nadinya masih bisa ia rasakan. Array juga mendekatkan jemarinya didekat hidung Fara, berharap kalau nafasnya masih bisa ia rasakan, namun dadanya benar-benar terasa sesak, air matanya tak terbendung lagi. Array menangis sejadi-jadinya. Ia menyalahkan dirinya sendiri karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya sebagai seorang dokter dirumah sakit.
"Tidak.. tidak mungkin.. sayang.." tubuh Array bernar-benar lemas. Ia memeluk tubuh kaku sang istri, memeluknya begitu erat.
"Sayang, bangun.. aku nggak bisa kamu tinggalkan begini.. sayang, apa yang harus aku lakukan tanpa kamu.. sayang, aku mohon bangun.. sayang hiks.." Array menangis sejadi-jadinya.
"Apa yang harus aku lakukan agar kamu bangun?.. sayang, aku mohon.. aku mohon.. beri aku kesempatan.. aku mohon.. aku nggak bisa tanpa kamu sayang.. aku mohon.. bangun... hiks" Array terus terisak memeluk erat tubuh Fara. Wajah cantik Fara yang selalu ia kagumi ia kecupi berulang-ulang. Array benar-benar tidak bisa menerima semua kenyataan menyakitkan ini. Ia benar-benar hancur kehilangan sang istri tercinta.
Fara meninggal karena pendarahan yang terlalu banyak saat persalinan, ia juga sempat mengalami serangan jantung saat operasi persalinan berlangsung hingga akhirnya nyawanya pun tidak terselamatkan. Namun beruntung sang bayi berhasil dikeluarkan dengan selamat tidak kurang suatu apapun.
Inilah yang disebut perjuangan seorang ibu. Mereka rela bertaruh nyawa demi melahirkan buah hati tercintanya ke dunia, tanpa mempedulikan jika nyawanya sendiri menjadi taruhannya. Ia tetap rela dan bahagia saat mendengar tangisan pertama dari sang buah hati.
**
Singkat cerita..
Setelah prosesi pemakaman selesai, kedua orang tua Array dan kolega yang hadir bergegas pulang.
Array berhenti sejenak untuk berpamitan pada sang istri yang kini sudah terbaring tenang ditempat peristirahatan terakhirnya.
"Sayang, aku pulang ya.. aku janji akan merawat anak kita dengan baik.. aku juga pasti akan sering datang menemui kamu.. aku sangat mencintai kamu sayang.. aku pasti akan sangat merindukan kamu.." Array menyentuh batu nisan yang bertuliskan nama sang istri, air matanya lagi-lagi mengalir tanpa bisa ia tahan. Ia membiarkannya sejenak lalu menarik nafasnya dalam-dalam agar bisa melepaskan kepergian sang istri dengan ikhlas.
Ar-Juan Tandeas adik kandung Array yang ternyata masih berdiri dibelakang Array pun ikut berusaha tegar didepan sang kakak.
"Kak Fara pasti sudah bahagia di surga sana kak.. dia orang yang sangat baik.. Tuhan pasti sudah menyiapkan surga untuknya.." ujar Ar-Juan mencoba menegarkan hati kakaknya. Array hanya mengangguk kecil. Ia kemudian mengajak Ar-Juan agar bergegas pergi karena tetesan air hujan mulai berjatuhan membasahi bumi.
Setelah semuanya pergi.. hujan pun turun semakin deras.. seolah langit ikut menangis akan kepergian seorang ibu yang rela mempertaruhkan nyawa untuk kelahiran buah hatinya.
(Surga balasan untuknya..)
**
5 tahun berlalu..
Bayi merah yang tidak mengenal kasih sayang sang ibu itu kini telah menjadi seorang anak yang sangat tampan, lucu dan cerdas. Ia diberi nama oleh sang papa dengan nama lengkap ARFA ELFANO TANDEAS.
ARFA sendiri adalah singkatan dari ARRAY-FARA. Anak yang sangat aktif, baik hati dan ceria. Arfa adalah cahaya kebahagiaan bagi Array. Ia rela melakukan apapun untuk bisa membahagiakan putra kesayangannya.
"Papa..! Ada telfon dari om Juan.." Arfa berteriak seraya menggenggam ponsel milik Array sang papa.
"Coba Arfa angkat, mungkin om Juan memang sengaja ingin bicara sama Arfa.." jelas Array berbicara dari dalam kamar mandi. Ya array baru saja pulang dan hendak mandi.
Jemari kecil Arfa pun menggeser layar ponsel papanya dan terdengarlah suara yang memang sangat Arfa nantikan.
"Om Juaan..!!" Arfa berteriak senang.
"Arfa.. kenapa lama sekali jawab telfon dari om? Memangnya Arfa lagi apa, hem?" Suara Juan terdengar begitu lembut, suara khas yang memang sangat Arfa sukai.
"Om kenapa baru telfon? Arfa kan kangen sama om Juan.." Arfa berbicara dengan antusiasnya. Ia tidak mempedulikan pertanyaan dari Juan.
Ar-Juan yang sudah hafal betul dengan kelucuan keponakan satu-satunya ini pun begitu gemas. Rasanya Ia ingin sekali terbang langsung dari LA untuk bisa menemui keponakan kesayangannya ini.
"Om kapan pulang? Arfa nggak ada yang ajakin main lagi.." raut wajah Arfa seketika berubah menjadi sedih.
"Om disini baru juga beberapa bulan, pulangnya masih lama Faa.." jelas Juan terkekeh. Pasalnya ia mengambil kuliah jurusan bisnis di LA sesuai dengan keinginannya.
"Lama-lama?" Arfa bertanya polos.
"Iya masih lama, nanti om pulang kalau Arfa sudah besar.." jelas Juan lagi.
Seketika raut wajah Arfa menjadi sedih.
"Jangaan... jangan lama-lama omm.." bibir mungil Arfa mengerucut. Kedua matanya berkedip-kedip memerah menahan tangis.
Maklum saja, selama sang papa sibuk bekerja dirumah sakit. Yang menemani sehari-hari Arfa selain bibi pengasuh adalah Juan. Bahkan mungkin kedekatan Arfa dan Juan melebihi dengan Array sang papa.
Ditengah kesibukan sekolah, Juan selalu menyempatkan diri untuk bermain dengan Arfa. Juan sangat menyukai permainan basket, Arfa sering ia ajak ke lapangan untuk menyaksikan permainannya, Arfa menjadi team sorak pendukung setia Juan. Saat Juan bermain basket, Arfa akan berteriak penuh semangat dan bertepuk tangan menyoraki Juan bermain.
Bersambung..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Nggak Komentar, Nggak Kece :p