Senin, 13 Juli 2015

Aku Mencintaimu (Cerpen Smashblast)

                Reza. Orang yang bertipikal pendiam dan cool ini seperti biasa mendengarkan lagu lewat iPod yang ia bawa. Sampai-sampai, ucapan sahabatnya diabaikan.


“Woy, Rezaaa!” teriak sahabat Reza di telinga Reza sambil melepaskan headset yang menempel di telinga Reza




“Apaan sih lo, Bisma?” sewot Reza.


“Gue lagi curhat, Ja. Dengerin kek. Disumpelin mulu tuh kuping. Hati-hati headsetnya tenggelem masuk ke kuping lo,” cerocos Bisma.


“Ah. Lo nyumpahin gue gitu amat sih,” Reza.


“Hehe.. Sorry, Ja. Eh, lo tahu gak?” tanya Bisma.


“Ngga,” balas Reza.


“Oh, ngga tahu. Yaudah deh,” Bisma.


“Ih, Bisma dongdong. Ngga jelas banget sih,” hardik Reza.


“Hehe.. Canda, Ja. Tahu ngga? Ada murid baru lho. Cantik pula,” cerita Bisma.


“Oh. Cewek?” tanya Reza dengan malas. Bisma menoyor kepala Reza.


“Aduh. Kok gue ditoyor?” pekik Reza.


“Ya di mana-mana cantik itu cewek lah, Ja. Ih, kumaha maneh,” ucap Bisma dengan logat Sundanya. Reza hanya manggut-maggut malas.


Aku mencintaimu...” lirih seseorang yang memerhatikan mereka dari jauh.


***


                Reza berjalan ke kelas setelah dari toilet. Dia berjalan sangat cuek sampai ia tak menyadari kalau ia menabrak perempuan yang berjalan berlawanan arah. Perempuan itu jatuh terduduk.


“Aduh.” Rintih perempuan itu. Reza menoleh ke belakang.


“Eh, sorry. Lo nggak apa-apa?” tanya Reza. Ia membantu perempuan itu berdiri.


“Ngga. Gue gak apa-apa. Thanks ya,” ucap perempuan itu.


“Lo kelas 2D ya?” tanya Reza. Perempuan itu mengerutkan dahinya.


“Bukan. Gue kelas 2A,” elak perempuan itu.


“Hah? Serius? Lo Kurnia kan?” tanya Reza.


“Kurnia? Siapa dia? Gue Yumi. Murid baru. Kalau lo siapa?” tanya Yumi, perempuan itu.


“Oh. Gue salah dong. Gue Reza. Jadi ini, murid baru yang diceritain temen gue. Cantik juga.” Reza. Yumi tersenyum malu.


“Gue pergi dulu ya. Sekali lagi, sorry.” Reza tersenyum dan berangsur pergi.


“Kok gue jadi deg-degan gini ya,” batin Reza.


***


“Heh, Reza! Gue cariin lo ke seluruh pelosok sekolah tapi tak kunjung ku temukan dikau, Reza...” ucap Bisma dengan penyakitnya yang sedang kambuh.


“Alay lo. Tadi gue kenalan sama murid baru yang lo bilang itu.” Reza.


“Hah? Serius lo? Ciusan? Ih, kok lo duluan sih yang kenalan sama murid baru itu? Kan secara gue playboy cap kelinci di sekolah ini. Masa gue gabisa menaklukan cewek sebelum lo sih? Ah, galau gue,” lirih Bisma dengan gaya alaynya.


“Lebay lo,” cibir Reza sambil menoyor kepala Bisma.


“Eh iya. Siapa nama murid baru itu? Rumahnya di mana? Nomor teleponnya berapa? Nama orangtuanya siapa? Nama ncing-nya siapa? Nama buyutnya siapa? Nama—” ucapan Bisma terhenti saat Reza membekap mulut Bisma.


“Gue gak mau ngasih cewek yang satu ini ke lo. Gue gak akan biarin lo mempermainkan dia,” ucap Reza. Lalu ia melepaskan tangannya dari mulut Bisma.


“Wih. Kenapa? Lo suka sama dia? Ehm.. Ehm.. Muhammad Reza Anugrah kini telah jatuh cinta pada pandangan pertama pada murid baru di sekolah. Ehem.. ehem. Cie.. Reza.” Bisma menggoda Reza.


“Eng.. enggak. Ah ngaco lo. Udah ah. Gue mau pergi.” Reza meninggalkan Bisma.


“Eh, Reza. Gue tahu lo suka sama murid baru itu. Mula lo merah kayak kepiting rebus. Ahay, sahabat gue jatuh cinta. Woy Reza. Tungguin gue.” Bisma segera menyusul Reza.


***


                Pulang sekolah, Reza berjalan menuju parkiran untuk mengambil motornya. Setelah mengambil motornya, ia melihat Yumi berdiri di samping gerbang sekolah. Reza menghampiri Yumi.


“Hey, lagi ngapain? Kok gak pulang?” tanya Reza dengan lembut.


“Eh, Reza. Gue lagi nungguin supir gue nih.” Yumi.


“Oh, gue antar pulang yuk. Kalau supir lo gak jemput gimana?” tawar Reza.


“Hmm.. Boleh deh.” Yumi menerima ajakan Reza. Ia segera naik ke motor Reza.


“Sorry ya. Lo harus panas-panasan naik motor,” ucap Reza sambil mengendarai motornya.


“Gak apa-apa. Gue bukan cewek materialistis yang tergila-gila sama cowok bermobil,” ucap Yumi. Reza tersenyum.


“Dari pertigaan itu, rumah gue belok kanan.” Yumi.


“Oke, bos.” Reza. Yumi tersenyum.


“Stop, Za.” Ucap Yumi di depan rumah berwarna cokelat.


“Thanks ya, Za. Udah mau nganterin gue.” Yumi.


“Sama-sama. Sekarang lo masuk, cuci tangan, cuci kaki, makan, minum susu, terus tidur,” canda Reza.


“Emang gue anak kecil,” gerutu Yumi. Reza tertawa kecil.


“Gue pulang dulu ya,” pamit Reza.


“Ngga mampir dulu, Za?” tanya Yumi.


“Gak usah. Kapan-kapan aja,” tolak Reza.


“Yaudah. Gue masuk dulu ya.” Yumi. Reza mengangguk.


***


Keesokan harinya di sekolah.


“Woi, Reza.” teriak Bisma yang berlari menghampiri Reza.


“Kenapa?” tanya Reza dengan ekspresi datar.


“Kemarin lo pulang sama anak baru itu ya? Namanya siapa ya? Miyu Miyu gitu lah namanya.” Bisma.


“Yumi namanya. Iya, emang kenapa?” tanya Reza.


“Wah, gila lo. Mendahulukan gue, si Bisma playboy cap kelinci.” Bisma membanggakan dirinya sendiri.


“Kelinci? Gigi lo kayak kelinci,” cibir Reza.


“Enak aja,” dumel Bisma.


“Gue bakal tembak dia hari ini,” ucap Reza dengan mantap. Bisma terkejut.


“What? Lo gila? Gak terlalu cepat?” pekik Bisma.


“Iya sih. Tapi gue ngga bisa menahan perasaan ini,” jelas Reza.


“Oke. Gue dukung lo. Gue akan sebarin ke se-antero sekolah, Muhammad Reza Anugrah kini sudah pacaran setelah sekian lama menjones selama 16 tahun.” Bisma. Reza menoyor kepala Bisma.


“Berisik lo. Belum tentu gue diterima.” Reza. Bisma hanya menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal.


“Eh, udah ya. Gue mau ke kantin dulu. Cacing-cacing di perut gue pada demo minta makan nih. Bye.” Bisma segera meninggalkan Reza.


“Cacing? Pantas dia gak bisa gemuk,” gumam Reza. Tiba-tiba ia melihat Yumi.


“Yumi!” panggil Reza. Yumi menoleh.


“Eh, Reza.” Yumi segera menghampiri Reza.


“Ada apa?” tanya Yumi.


“Habis dari mana?” tanya Reza balik.


“Gue baru aja dari perpustakaan,” jawab Yumi.


“Oh. Eh, ke kantin yuk. Gue traktir deh,” ajak Reza.


“Wih. Ada acara apa nih lo traktir gue?” tanya Yumi.


“Gak ada apa-apa sih. Yuk.” Reza menarik tangan Yumi dan membawanya ke kantin.


***


Reza dan Yumi duduk di tempat yang tak jauh dari tempat Bisma makan. Mereka berdua memesan minuman es serut. Reza mengambil es dengan sendok dan berniat untuk menyuapi Yumi.


“Yumi,” panggil Reza. Yumi menoleh. Reza menyuapi Yumi, tetapi Reza tidak menyuapi ke mulut Yumi melainkan ke hidung Yumi.


“Hahahaha...” Reza tertawa melihat muka masam Yumi.


“Ih, Reza jail banget,” gerutu Yumi sambil membersihkan hidungnya.


“Eh, eh. No.. no! Sebentar.” Reza mengambil sapu tangan di saku seragamnya dan membersihkan hidung Yumi. Yumi tersenyum melihat Reza dengan dekat. Reza membalas senyuman Yumi.


“Thanks ya, Za.” Yumi. Reza tersenyum dan mengangguk.


“Sama-sama. Kan gue yang salah.” Reza.


“Ohya, Yumi.” Reza meraih tangan Yumi dan menggenggamnya.


“Yumi, kamu mau ngga jadi pengisi hari-hariku dengan cinta untuk selamanya? Will you be mine?” Got it! Reza menembak Yumi. Yumi terpekik kaget.


“Ngg.. gue... gue... gue mau, Za.” jawab Yumi. Reza tersenyum dan merangkul Yumi. Dari jauh, Bisma memperhatikan mereka berdua.


“Aduh. Mereka udah jadian. Reza kejam banget ninggalin gue di sini. Tanpa cewek. Masa playboy cap kelinci ini ngga punya cewe.” ucap Bisma sambil menggigit mangkuk bakso yang dipesannya.


***


             Sudah 1 bulan Reza menjalani masa pacarannya dengan Yumi. Ia dan Yumi tak pernah bertengkar. Tak pernah satu hari pun ia lalui tanpa Yumi. Teman-teman Reza dan Yumi sangat iri pada mereka. Hari ini Reza berjalan melewati koridor sekolah dengan Yumi, seperti biasa Reza mengantar Yumi sampai ke kelas.


“Ceileh, penganten baru. Berduaan mulu, rapet mulu. Ati-ati melendung,” cerocos Bisma yang berdiri di depan kelas Yumi. Reza menoyor kepala Bisma.


“Lo ngomong seenak jidat,” dumel Reza.


“Emang jidat enak ya, Za?” tanya Bisma polos. Yumi tertawa kecil.


“Udah ya, Za. Aku masuk kelas dulu, hari ini piket.” Yumi.


“Oh iya iya. Kita juga mau balik. Daripada gue lama-lama cemburu ngeliat lo berdua. Bisa-bisa gue mati berdiri.” Bisma. Reza menoyor kepala Bisma lagi.


“Apaan sih, Za? Lo noyor kepala gue terus. Lo ngefans sama kepala gue?” sewot Bisma.


“Yaudah ya, honey. Aku ke kelas dulu. Love you,” pamit Reza.


“Iya. Love you too,” balas Yumi. Reza dan Bisma kembali ke kelas mereka. Saat mereka berjalan, mereka dihampiri oleh seorang perempuan.


“Hai, Za.” sapa perempuan itu. Reza hanya diam.


“Hai, neng Callista nu geulis,” balas Bisma karena Reza hanya terdiam. Callista menyukai Reza.


“Apaan sih, Bis? Gue kan sapa Reza. Bukan lo.” Callista. Bisma hanya memanyunkan bibirnya.


“Ohya, Za. Ajarin gue fisika dong. Gue ngga ngerti nih,” ucap Callista sambil menyodorkan buku paket fisika ke Reza.


“Ngga ah. Males,” tolak Reza mentah-mentah.


“Reza. Ngga boleh gitu sama cewek cantik. Mau kan lo bantuin Callista?” bujuk Bisma.


“Kenapa ngga lo aja yang bantuin dia?” Reza.


“Hehe.. Gue kan bego di fisika. Gue kan sering nyontek ke lo.” Bisma. Reza berdecak sebal.


“Yaudah, ayo.” Reza menarik tangan Callista ke suatu tempat untuk belajar, diikuti oleh Bisma.


*


“Thanks ya, Za. Udah mau ngajarin gue fisika,” Callista.


“Iya, sama-sama. Semoga lo cepat pinter ya. Biar gue ngga usah ngajarin lo lagi. Ayo, Bis.” Reza segera meninggalkan Callista. Bisma hanya menyusul Reza tanpa berbicara apapun.


“Seperti biasa, cuek dan dingin. Ngeselin! Tapi ganteng. Andai lo jadi milik gue, Za.” gumam Callista sambil menatap punggung Reza yang semakin menjauh.


***


                Istirahat sekolah, Reza berjalan ke kelas Yumi. Matanya menyapu ke seluruh ruangan kelas.


“Kok ngga ada?” batin Reza


“Vi, Yumi mana?” tanya Reza pada Vivi, teman sebangku Yumi


“Gue gak tahu. Tadi pas bel, dia langsung keluar duluan.” jelas Vivi.


“Yaudah. Thanks ya,” Reza. Vivi mengangguk.


“Gue harus cari Yumi,” batin Reza. Saat Reza melangkah, ia dipanggil oleh seseorang.


“Reza,” panggil orang itu, bernama Mara.


“Iya, Mar. Ada apa?” tanya Reza.


“Lo dipanggil sama guru BK, katanya ada tugas.” Mara. Reza terlihat berpikir sejenak.


“Yaudah. Thanks ya,” ujar Reza. Mara mengangguk dan pergi.


“Pulang sekolah pasti gue ketemu Yumi,” batin Reza.


***


                Bel pulang sekolah berdering, Reza berlari ke kelas Yumi untuk pulang bersama. Satu persatu murid kelas Yumi berhambur keluar. Dan yang terakhir adalah...


“Vi, Yumi mana?” tanya Reza.


“Gue ngga tahu. Tadi dia ngga ikut pelajaran terakhir. Udah ya, gue buru-buru. Ada les.” Vivi meninggalkan Reza sendirian.


“Aneh...” gumam Reza. Ia langsung menuju parkiran sekolah untuk mengambil motornya.


                Reza tak langsung pulang ke rumahnya. Ia menstaterkan motornya dan langsung ke rumah Yumi. Reza menekan tombol bel rumah Yumi. Tak lama, seorang paruh baya berdaster cokelat keluar.


“Den Reza,” sapa Bik Inah, pembantu rumah Yumi.


“Bik, Yumi ada?” tanya Reza.


“Non Yumi belum pulang. Emang non Yumi ngga pulang bareng den Reza?” tanya Bik Inah.


“Ngga, Bik. Yaudah kalau Yumi sudah pulang, suruh telepon Reza ya, Bik.” pinta Reza, ia segera pamit.


“Iya, den. Nanti bibik sampaikan. Hati-hati ya, den.” Bik Inah.


***


                Keesokan harinya, Reza masih tak mendapat kabar tentang Yumi. Reza berangkat sekolah dengan muka kusut. Ia sangat tak bersemangat. Sampai di sekolah, Reza diledek oleh Bisma.


“Woy, bos. Lo kenapa? Muka lo berlipat gitu. Ada 1, 2, 3, ... Wih 100 lipatan di muka lo. Ahahaha.” Bisma tertawa.


“Ck. Berisik lo. Yumi ngga ada kabar.” Reza.


“Ngga ada kabar? Kok bisa? Dia hilang ditelan bumi ya? Di bumi bagian mana?” celetuk Bisma.


“Lo ngajak gue bercanda mulu,” sewot Reza.


“Kan biar lo ketawa.” Bisma.


“Emang gue bayi?” gerutu Reza.


“Ohya, Za. Gue mau kasih tahu lo. Kemarin Callista meninggal di toilet perempuan. Katanya sih dibunuh,” jelas Bisma.


“Hah? Serius lo?” Reza terlihat begitu terkejut. Siapa yang menyangka kalau kemarin Callista merengek-rengek meminta diajari fisika oleh Reza, ternyata sudah tiada di hari itu juga?


“Gue serius lah. Coba lo ke toilet. Ramai di sana. Lo sih, di kelas terus, gimana bisa tahu?” Bisma. Reza terlihat memikirkan sesuatu.


“Tuhan, jangan sampai Yumi dibunuh. Aku mencintainya,” batin Reza cemas.


***


                Keesokan harinya, Reza terlihat senang. Yumi kembali masuk sekolah setelah dua hari ia tak ada kabar.


“Reza,” sapa Yumi.


“Yumi,” balas Reza. Ia mendekap tubuh Yumi.


“Kamu kemana aja sih, honey? 2 hari tanpa kabar.” tanya Reza dengan lembut.


“Maaf, Za. Kemarin aku izin ke rumah saudara. Yumi. Reza menaikkan alisnya.


“Kok ngga bilang sama aku?” tanya Reza penuh curiga.


“Ng.. Waktu aku ke rumah saudara aku, aku lupa bawa charger. Hehe..” Yumi meringis. Reza mengacak poni Yumi.


“Dasar. Pacarku pelupa,” canda Reza. Yumi memanyunkan bibirnya.


“Kok manyun sih? Yumi bebek,” ledek Reza sambil menjulurkan lidah dan segera berlari.


“Ih, Reza jahat.” dumel Yumi sambil menyusul Reza. Kemudian mereka larut dalam candaan pagi itu.


***


                Semakin hari, Reza semakin curiga dengan Yumi. Anehnya, perempuan yang diajak ngobrol oleh Reza, selalu meninggal pada hari itu juga. Dan Yumi menghilang saat itu juga. Pihak sekolah kewalahan mencari tahu siapa pelakunya. Karena ia menghilang tanpa jejak. Reza memikirkan sesuatu untuk membuktikan ini semua. Istirahat nanti, ia akan mengajak ngobrol Femi di taman. Reza memilih Femi karena ia ikut ekstrakurikuler Karate, jadi Femi bisa menjaga diri saat si pembunuh menyerang. Reza juga sudah menceritakan rencananya pada Femi. Femi sangat setuju dan percaya diri karena ia sangat senang memecahkan misteri.


                Jam istirahat tiba. Reza memanggil Femi di kelasnya dan mengajaknya ke taman sekolah. Sambil mengobrol dengan Femi, Reza menoleh kanan-kiri untuk melihat ada yang mencurigakan atau tidak.


“Fem, kayaknya Yumi ngga lihat kita deh,” terang Reza.


“Huss. Udah gue bilang, jangan menuduh orang sembarangan. Apalagi menuduh pacar lo sendiri,” nasihan si gadis tomboy ini.


“Iya sih. Eh, rencana kedua kita sampai sini aja. Di rencana ketiga, gue harap lo hati-hati. Nanti, gue akan pantau lo terus kok.” Reza.


“Tenang aja sih, Za. Ngga usah khawatir. Masa cewek tomboy kayak gue kalah sama pembunuh. Percuma dong gue masuk karate.” Femi.


“Haha. Iya deh. Gue percaya sama lo. Udah ya. Gue ke kelas dulu. Bye,” pamit Reza.


***


                Pulang sekolah, rencana ketiga dilaksanakan. Reza berlari ke tempat persembunyian yang terletak di depan kelas Femi. Satu persatu murid-murid di kelas Femi keluar. Femi keluar terakhir. Tiba-tiba ada yang menarik Femi dengan paksa. Dan yang menarik Femi adalah...


“Yumi!” pekik Reza. Ternyata benar dugaan Reza. Yumi yang melakukannya. Yumi membekap mulut Femi dan membawa Femi ke suatu tempat. Reza berniat mengejar Yumi, tetapi ada yang menahannya.


“Bisma. Lo apa-apaan sih,” ucap Reza dengan kasar.


“Jangan, Za. Bahaya,” jelas Bisma.


“Lebih bahaya kalau gue ngga cegah Yumi sebelum dia berbuat yang aneh-aneh. Ayo, Bis. Ikut gue.” Reza menarik tangan Bisma ke tempat Yumi membawa Femi. Reza dan Bisma bersembunyi di tempat yang tak jauh dari Femi dan Yumi. Mereka melihat Yumi membawa gunting di tangan kanannya. Apakah gunting itu sebagai alat untuk membunuh?


“Gue cinta sama Reza. Ngga ada yang boleh miliki Reza selain gue,” ucap Yumi pada Femi. Tatapannya sangat sangar.


“Tapi lo salah paham, Yumi. Gue sama Reza ngga ada apa-apa,” jelas Femi. Yumi tersenyum sinis.


“Banyak cewek yang bilang itu ke gue. Tapi gue ngga percaya! Orang-orang selalu merebut orang yang gue sayang. Tapi, kali ini, gak akan gue biarin. Ucapkan selamat tinggal.” Yumi mengarahkan guntingnya ke perut Femi. Tapi, dengan cepat Femi menepis gunting itu dengan jurus karate-nya. Femi memukul bahu Yumi, dan dengan sekejap Yumi pingsan seketika. Reza dan Bisma segera keluar dari tempat persembunyian.


“Fem, lo ngga apa-apa?” tanya Reza.


“Gue ngga apa-apa. Sorry ya, Za. Gue mukul Yumi.” Femi.


“Iya, ngga apa-apa. Lebih baik daripada Yumi bunuh lo.” Reza.


“Yumi itu yandere,” jelas Femi. Reza dan Bisma mengerutkan dahinya.


“Apaan tuh?” tanya Bisma.


“Dere itu sifat. Yandere itu sekilas dia baik, tetapi dia mempunyai jiwa psikopat yang muncul dalam dirinya kapan saja. Contohnya ya, sekarang. Dia merasa kalau lo direbut sama cewek-cewek, dan Yumi ngga akan tinggal diam.” jelas Femi. Reza dan Bisma hanya manggut-manggut. Tiba-tiba mereka terkejut karena Yumi sudah terbangun.


“Reza..” lirih Yumi.


“Yumi, hentikan ini semua.” pinta Reza. Yumi menatap tajam.


“Tidak! Dia ingin merebutmu dari aku, Za.” ucap Yumi.


“Ngga, sayang. Kamu salah paham.” ucap Reza dengan lembut. Yumi mengambil guntingnya yang terjatuh.


“Aku akan bunuh cewek ini!” Yumi siap mengarahkan guntingnya ke Femi. Dan...


“AAAAAAARRGGHHHHH.....”


“Reza!” pekik Bisma. Ternyata gunting Yumi mengenai Reza saat Reza berusaha melindungi Femi. Yumi terdiam.


“Reza..” lirih Yumi. Ia menangis.


“Lo lihat kan. Reza lebih milih lo daripada gue. Brengsek lo!” Yumi mengarahkan guntingnya ke Femi. Femi ingin menghindar, tapi terlambat. Femi pun jatuh tergeletak dengan gunting yang menancap di perutnya. Bisma terdiam. Dua temannya sudah pergi. Bisma menatap sendu mayat temannya itu. Lalu, entah dari mana polisi datang dan langsung memborgol Yumi.


“Argh.. lepasin!” teriak Yumi.


“Pak, tolong teman saya, pak!” pinta Bisma pada polisi itu.


“Tenang. Pihak rumah sakit sedang dalam perjalanan.” Polisi segera membawa Yumi untuk dipenjarakan.


***


“Aku mencintaimu..”



TAMAT

=========================================================================

Karya = Alya Nur Aisyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Nggak Komentar, Nggak Kece :p