"Ini mainannya buat Rafa pah?" bocah bermata sipit berusia 7'tahun itu menunjuk mainan baru yang disodorkan sang papah padanya.
"Iya sayang, itu buat Rafa. Papah sengaja belikan mainan itu hanya buat Rafa. Buat jagoan kesayangan papah.." om Roy mengelus rambut hitam Rafael putra kesayangannya. Ie mencium puncak kepala Rafael dan mengecupnya lembut.
"Waahh ini keren paah.. Ini mobil-mobilan terbaru yang buatan luar negri itu.
Wihh papah hebaat.. Papah bisa dapat mainan ini dari mana pah?" Rafael memandang antusias kotak berisi mainan mobil-mobilan terbaru yang dibelikan sang papah untuknya.
"Papah kan habis dari luar negri sayang. Jadi sengaja papah beliin khusus cuma buat Rafa, buat anak kesayangan papah..mmuuach." om Roy mengecup pipi Rafael gemas.
Bocah tampan itu langsung turun dan melepaskan pelukan sang papah kemudian berlari cepat menuju kamarnya.
Mungkin ia sudah tidak sabar ingin bermain dengan mainan barunya itu.
"Ya ampuun.. Beli mainan lagi pah?"
Tiba-tiba om Roy menoleh kaget mendapati sosok tante Faras sang istri yang datang menghampirinya.
Om Roy hanya mengangguk kecil dan tersenyum. Rasanya bahagia luar biasa bisa melihat tawa serta senyum yang terpancar dari wajah putra kesayangannya.
"Apapun akan papah lakukan mah untuk Rafael.
Dia anak papah satu-satunya. Anak kesayangan papah.
Dan papah sangat sayang sama dia.." jelas om Roy memandang Rafael yang sudah berlalu pergi dari hadapannya.
Tante Faras hanya menghela nafas. Ia sangat hafal sifat dan sikap suaminya ini. Ia pun tidak ingin memperpanjang dan mencari keributan lagi dengan suaminya. Meskipun tadi om Roy sempat bilang kalau Rafael adalah anak ia satu-satunya. Padahal kenyataannya om Roy memiliki satu putra lagi yang sama juga mengalir darah dan dagingnya.
"Yasudah, kita masuk dulu pah, mamah udah siapkan air hangat buat papah.." tante Faras meraih tas kerja om Roy dan mengajaknya masuk.
Om Roy mengangguk setuju. Kedua kakinya pun melangkah membuntuti tante Faras sang istri menuju kamarnya yang terletak dilantai atas.
"Kapan yah, papah mau beliin Bisma mainan juga?
Bisma kan ingin kaya kak Rafa.
Mainan kak Rafa banyak. Kak Rafa setiap hari dibeliin mainan sama papah, tapi Bisma enggak.."
Bocah tampan ini menatap lirih kenyataan pahit yang harus diterimanya setiap hari.
Bisma kecil yang baru berusia 5tahun itu pun masuk kembali kedalam kamarnya. Ia melangkah dengan kaki kecilnya tanpa menoleh lagi kebelakang. Mungkin ia tidak mau kalau sampai sang papah melihatnya dan mengetahui kalau dirinya tengah memperhatikan kedua orang tua serta kakak kandungnya itu.
Bisma menutup pintu kamarnya. Ia berlari cepat dan langsung naik keatas tempat tidurnya.
Ia menyembunyikan wajah tampannya itu dan menutupnya dengan bantal putih yang terdapat diatas tempat tidur.
"Hiks.. Papaah..hiks.. Paah.."
Suara isakan tangis terdengar parau dari mulut bocah tampan itu.
Suaranya yang serak menambah kemirisan akan apa yang selalu didapat dan dirasakannya setiap hari.
Bisma tidak berani membuka bantal yang menutupi wajahnya.
Meski ia masih sangat kecil, namun kalimat kasar yang sering sang papah lontarkan padanya membuat ia tahu akan apa yang harus dilakukannya.
Bisma kecil ini hanya bisa diam dan menangis.
Kalau pun Bisma meminta mainan yang serupa, pasti hanya cacian yang menyakitkan saja yang akan didapatnya.
"Hiks..hiks.. Pappaah.. Hiks.. Paah.." Bisma masih saja tersedu menangis. Tubuhnya pun ia baringkan diatas tempat tidur. Guling kecilnya ia peluk dan wajahnya kembali ia sembunyikan dibalik guling tersebut.
**
"Waahh anak kesayangan papah lagi makan ternyata.
Makannya yang bener dong sayang. Masa makannya sambil mainan mobil-mobilan sih, hem?" om Roy mendekati putra kesayangannya yang tengah disuapi oleh tante Faras sang istri.
"Tapi Rafa lagi main mobil-mobilannya pah, trus mobilnya juga lagi melaju. Jadi gabisa berenti dulu.." ujar Rafael berucap dengan manja nan polosnya.
Tante Faras pun kembali menyodorkan sesendok makanan kesukaan putranya itu saat mulut Rafael terbuka.
Tubuh bocah tampan itu sangat terlihat sehat dan selalu ceria karna mendapatkan kasih sayang yang penuh dari kedua orang tuanya.
"Sini mah, biar sama papah aja Rafa disuapinnya." tiba-tiba om Roy mengulurkan tangannya mengambil alih piring berisi nasi dan ayam goreng mentega kesukaan Rafael.
"Gak papa pah, biar sama mamah aja." tante Faras berusaha menolak lembut.
"Sudah, biar sama papah. Kapan lagi papah bisa suapi Rafael mah? Kan mumpung papah lagi ada dirumah."
Tante Faras menghela nafasnya mendengar penuturan suaminya.
"Y..yaudah, kalau itu mau papah. Mamah mau siapin buat makan malam nanti.
Rafa kalau udah makan sore, dia pasti gak mau makan lagi.
Mamah pamit ya pah.." tante Faras beranjak.
"Iya mah." om Roy mengangguk setuju.
Lelaki bertubuh kekar itu menarik tubuh Rafael lalu menaruh diatas pangkuannya.
"Aaahh papaaah.." Rafael merengek manja.
"Haha, sudah Rafa diam. Papah tuh kangen pingin pangku Rafa. Jadi papah suapinnya sambil dipangku, okeh?"
"Tapi kan Rafa lagi main pah, trus mobil-mobilannya nanti gabisa dijalanin.."
"Kan nanti bisa main lagi kalau makannya sudah selesai, hem?" om Roy mengecup gemas pipi cuaby Rafael.
Terlihat kalau ia sangat menyayangi dan benar-benar meng-istimewakan Rafael jagoan kecilnya.
Rafael yang anaknya sedikit bandel pun melepaskan rangkulan tangan sang papah. Ia turun dari pangkuan om Roy lalu berlari mengejar mobil-mobilannya yang melaju setelah ia jalankan.
"Rafaa..!! Rafa mau kemana?"
"Rafa mau mainn."
"Tapi kan makannya belum selesai sayang?"
"Rafa udah kenyang pah.."
"Hufh.." om Roy hanya menghela nafasnya. Ia tidak mau memaksa Rafa. Jika Rafael sudah bilang kenyang atau tidak mau, ya berati memang ia sudah tidak mau meneruskan makannya lagi.
"Anak kesayanganku. Anak kebangganku.
Kamu emang benar-benar anak kesayangan papah Rafa.
Papah bangga sama kamu nak.." om Roy membatin dengan seuntai senyuman yang melebar dari bibirnya.
Tingkah Rafael selalu ia kagumi. Meski Rafael nakal sekalipun, om Roy tidak pernah berani memarahinya dan selalu membelanya.
Maka tak heran kalau sifat Rafael sangat manja terhadap kedua orang tuanya.
"P..pappaah..."
Tiba-tiba om Roy menoleh kaget mendapati sosok Bisma kecil putra keduanya. Bocah tampan itu berdiri disamping tembok yang tak jauh darinya. Ia sedikit menyembunyikan tubuhnya karna takut kehadirannya diketahui oleh sang papah.
"Errrghh!! Anak itu lagi.
Kenapa dia ada disini sih?
Bikin mood saya hancur saja!" om Roy membatin kesal.
Ia menatap Bisma penuh kebencian, kakinya pun segera melangkah menyusul Rafael tanpa mau mempedulikan Bisma yang sebenarnya sangat sekali berharap kasih sayang darinya.
"Hiks..papaah.." Bisma memejamkan matanya lirih. Dua sungai kecil keluar dari sudut mata indahnya.
Mata yang bening itu kembali berair dan mengeluarkan bulir bening air mata.
Bisma segera menghapus air matanya. Ia tidak mau terlihat lemah dan cengeng. Badannya yang lebih kecil dan kurus dari Rafael membuatnya begitu terlihat kalau ia memang sangat berbeda dari Rafael.
Bahkan pola makannya saja tidak ada yang mempedulikan baik om Roy maupun tante Faras.
Bisma membalikkan badannya. Ia menatap meja makan yang terdapat makanan yang masih tersisa dan tidak sempat Rafael santap semua.
"Perut Bisma sakit..
Tapi Bisma gak mau makan makanan sisa kak Rafa. Papah pasti nanti marah.
Mamah belum tawarin Bisma makan.
Dari tadi mamah sibuk terus urusin kak Rafa.
Bisma lapar maah.. Perut Bisma sakit.." terdengar suara serak bocah tampan ini. Ia memegangi perutnya yang kurus seperti tak terurus. Dirinya memang tidak terlalu diperhatikan. Bahkan tante Faras sang mamah saja memperhatikannya secara diam-diam karna takut ketahuan om Roy suaminya.
Bisma kembali melangkah. Ia masuk kedalam kamarnya yang terletak dilantai bawah itu. Tidak ada yang bisa dijadikan pelindung serta tempatnya mengadu.
Nasibnya benar-benar miris dan menyakitkan.
Anak sekecil itu harus terasingkan dari rumahnya sendiri dan seolah kehadirannya tidak pernah dianggap disana.
Dan seperti itulah hari-hari Bisma kecil. Hingga ia berusia dewasa sekalipun nasib mirisnya tetap ia terima.
Terlebih semenjak sang kakek yang menjadi tempat berlindung serta tempat ia bercerita suka duka selama ini telah tiada saat usianya tepat 17tahun.
Hidup Bisma benar-benar hancur seolah tidak ada harapan untuk bahagia lagi.
**
"Mah, kunci mobil Rafa mana mah?" terdengar suara teriakan Rafael yang panik mencari kunci mobil sport merah kesayangannya.
"Kan ada dikamar kamu Fa, coba cari lagi deh yang bener. Pasti ada disana sayang.." tante Faras menyahuti setengah berteriak dari arah lantai bawah.
"Gak ada maah.. Itu ada juga yang mobil Rafa yang biru.. Mamah kesini deh, bantuin Rafaa.."
Tante Faras menghela nafasnya. Ia menghentikan aktifitasnya yang tengah menyiapkan menu untuk sarapan pagi. Kakinya pun segera melangkah untuk menemui putra pertamanya yang sudah berusia 23tahun namun masih saja bersikap manja padanya.
"Udah dewasa, tapi masih aja gak bisa sendiri.
Huf, kamu ini Raf..Raf.." tante Faras menggelengkan kepalanya akan sikap putranya ini.
"Mah, Bisma pamit dulu.. Bisma mauu.."
"Haduh, kamu kalau mau berangkat berangkat aja. Mamah lagi sibuk. Kamu gak denger kalau Rafael manggil mamah terus dari tadi?"
Barusaja Bisma hendak berpamitan dan meraih tangan kanan tante Faras untuk diciumnya, tangan Bisma langsung ditepis dan dibentak.
Padahal niatnya sangat baik dan hanya ingin berpamitan untuk berangkat kuliah.
Tante Faras berlalu meninggalkannya begitu saja. Bisma hanya menghela nafasnya. Mematung menatap akan sikap sang mamah yang sama sekali tidak pernah berubah sejak dulu.
"Bisma berangkat mah, asalamu'alaikum.." ujarnya pelan kemudian segera berlalu keluar dari rumahnya untuk segera berangkat ke kampus.
Langkahnya sangat gontai tanpa semangat. Badan Bisma sangat berbeda dengan Rafael. Ia lebih kurus dan kecil, sedangkan Rafael sendiri bertubuh cukup berisi dan terawat.
**
Terlihat sebuah mobil sport berwarna putih berhenti tepat dihalaman kampus dimana Bisma berkuliah disana.
Ia menatap miris sosok Rafael dengan gagah dan kerennya keluar dari mobil mewah tersebut.
Sosok lelaki berparas tampan bermata sipit itu langsung disambut hangat oleh gadis cantik berambut pirang yang menjadi kekasihnya.
"Mobilnya bagus.. Ini mobil baru lagi?" gadis itu bertanya antusias seraya merangkul lengan Rafael.
"Ini mobil lama. Tadinya aku mau pake yang merah, tapi kuncinya gak ketemu. Jadinya aku pake yang ini." ujar Rafael menjelaskan.
Gadis berambut pirang yang diketahui bernama Sheryl itu tidak mempedulikan ucapan Rafael. Ia masih saja terpelongo takjub akan mobil mewah yang baru dilihatnya dibawa oleh Rafael.
"Kamu kenapa sih Sher?
Kamu gak suka yah sama mobilnya?" Rafael bertanya bingung.
"A..aku..aku justru suka banget sama mobil ini Raf..
Warnanya sama kaya warna kesukaan aku, warna putih.." Sheryl berucap tanpa mengalihkan pandangannya.
Sekilas bibir Rafael pun melebar mendengar ucapan kekasih tercintanya itu.
Ia berjalan mendekat dan berdiri disamping Sheryl.
"Kalau kamu suka sama mobilnya. Yaudah buat kamu aja.
Ini kuncinya." Rafael berujar lembut diiringi senyum. Kunci mobil mewahnya itu ia sodorkan didepan Sheryl begitu saja.
"What? K..kamu serius Raf?
K..kamu gak becanda?" Sheryl melotot kaget tidak percaya.
"Enggak. Aku gak becanda. Ini mobilnya aku kasih buat kamu.
Buat pacar aku." jelas Rafael meyakinkan.
Sontak Sheryl pun meloncat kaget penuh kegirangan. Ia sampai memeluk tubuh Rafael dan mencium pipi lelaki bermata sipit itu.
"Aaaaa makasih Rafaaa... Makasiiih..
Kamu tuh emang pacar aku yang paaaaling baik dan penuh pengertian. Makasih sayaang, muuach-muach."
"Hihi.. I..iya sama-sama Sher.
Kalau kamu senang aku juga pasti ikut senang.
Dan apapun yang kamu mau, aku pasti akan turutin.." Rafael tersenyum malu mendapat kecupan serta pelukan dari Sheryl. Ia sampai tidak percaya kalau pipinya barusan dikecup oleh Sheryl sang kekasih.
"Humbb kemaren beliin perhiasan yang harganya wow. Dan sekarang mobil mewahnya dikasihin gitu aja.
Besok Rafael bakalan kasih apalagi buat cewek genit itu?
Issh.. Nyebelin banget!!" sosok gadis cantik berambut hitam lurus ini menggerutu sebal. Ia membalikkan tubuhnya dan menerobos dua lelaki seumuran dengannya dan berlalu begitu saja.
"Wadduh! Kenapa tuh cewek?" lelaki bertubuh tidak terlalu besar bersuara ng'bass ini memandangnya bingung.
"Yaelah.. Itu sih namanya jealous Ja, cemburu tuh cemburuu.." celetuk lelaki disebelahnya yang diketahui bernama Ilham.
"Hahaha ciyee Rakhel cemburu ciyee.. Haha.." lelaki bersuara ng'bass yang ternyata Reza itu tertawa terbahak melihat ekspresi wajah sahabatnya.
"Issshh DIEM gak lo semua?!" Rakhel menatap Reza dan Ilham geram.
Alhasil dua lelaki muda itu pun hanya cekikikan menahan tawa akan ekspresi Rakhel yang lucu.
"BRUKK!!"
Tiba-tiba Rakhel tidak sengaja menabrak seseorang yang berjalan didepannya.
"Aduh!"
"Upsss s..sorry. G..gue gak sengaja. G..guee.."
"Gak papa, g..gue juga ko yang salah." Rakhel buru-buru bangun saat cowok yang ternyata Bisma itu tidak sengaja bertabrakan dengannya.
"T..tapi beneran gak papa?" Bisma bertanya cemas.
Rakhel menggeleng diiringi senyuman manisnya.
Gadis cantik itu kemudian berlalu meninggalkan Bisma juga kedua sahabatnya begitu saja.
"Cantik. Cewek yang beda. Udah lama gue suka sama dia, tapi udah lama juga gue gak berani nyatain perasaan ini.." Bisma membatin kagum.
Dirinya kembali meneruskan langkahnya memasuki area kampus menuju kelasnya.
Bersambung....
@dheana92
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Nggak Komentar, Nggak Kece :p