Setelah tiba dirumah mewah yang dihuninya bersama sang kakek, Bisma
langsung mendapat teguran dan bentakan keras dari kek Handoko. Ia bahkan
dicaci dan dimaki habis-habisan oleh lelaki yang tubuhnya sudah tidak
kekar lagi itu.
"Sebenarnya apa mau kamu Bisma?
Kakek tidak menyangka kalau kamu bisa melakukan hal sehina itu.
Kamu satu-satunya cucu kakek, kamu juga satu-satunya harapan kakek,
kebanggaan kakek dan pewaris tunggal harta kekayaan kakek. Tapi apa Bis?
Kamu justru membuat kakek kecewa dengan ulah bejat kamu itu. Kakek
benar-benar kecewa Bisma, KECEWA!!"emosi kek Handoko meluap-luap
diiringi desahan nafasnya yang sedikit tersenggal menahan sesak akibat
ulah cucu kandungnya sendiri.
"hallah, kakek itu terlalu bodoh! Masa hanya karna ucapan perempuan
gak bener itu aja kakek langsung pecaya dan marahin Bisma habis-habisan
kayak gini.
Kakek tuh belum kenal sama dia. Bisma yang udah kenal kek. Jadi
Bisma tau siapa perempuan licik itu sebenarnya.."ujar Bisma membela diri
tanpa merasa bersalah sedikit pun. Ia justru malah mengarang cerita
yang tidak-tidak tentang Melody didepan kek Handoko.
"ma..maksud kamu apa?"kek Handoko memandang Bisma bingung. Satu senyuman licik pun tersungging dari bibir tipis Bisma.
"kakek tahu? Bisma itu dari kecil sudah diajarkan untuk menghargai seorang perempuan.
Almarhum mamah, Adila bahkan almarhum papah juga mengajarkan yang
demikian termasuk kakek sendiri. Jadi gak mungkin kek kalau Bisma sampai
berani menodai seorang perempuan apalagi membuatnya hamil dan tidak mau
bertanggung jawab. Itu sangat tidak mungkin kek, TIDAK MUNGKIN!!"jelas
Bisma memasang wajah serius dan meyakinkan dihadapan kek Handoko yang
justru semakin dibuat bingung itu.
"mamah Bisma perempuan kek, Adila juga perempuan, bahkan nenek
sendiri juga seorang perempuan. Jadi Bisma tekankan sekali lagi kalau
Bisma TIDAK MUNGKIN bisa melakukan hal sebejat itu. Bisma masih bisa
berfikir jernih kek, kakek jangan mudah percaya dengan ucapan orang
lain. Bisma ini CUCU kakek, CUCU KANDUNG kakek, jadi kakek harus bisa
menyimpulkan sendiri ucapan siapa yang harus kakek percaya."lanjutnya
kini tersenyum licik penuh kemenangan. Bisma menepuk dada kek Handoko
kemudian beranjak pergi tanpa mendengarkan kalimat apa yang akan kek
Handoko keluarkan dari mulutnya.
"Ya Tuhan.. Bisma benar, dia cucuku, darah dagingku. Didalam
tubuhnya mengalir darahku juga, jadi tidak seharusnya aku tidak
mempercayai ucapannya dan lebih mempercayai Melody yang sama sekali
tidak aku kenal kepribadiannya.
Maafkan kakek Bisma, mungkin kakek harus bisa membuang semua hal
negatif dari fikiran kakek tentang kamu karna kakek yakin kamu itu anak
yang baik, bahkan sangat baik.."batin kek Handoko memandang lirih tubuh
Bisma yang sudah berlalu meninggalkannya.
Sementara itu..
Langkah pria tampan bertubuh tinggi tegap ini terhenti saat
mendapati sepupu perempuannya masih saja berdiri memandangi jendela
kamarnya dari dalam.
"mikirin apa lagi Mel?
Kan kakak sudah bilang, jangan memikirkan hal-hal yang terlalu
berat, nanti kamu bisa sakit. Kamu harus ingat kondisi kesehatan kamu
juga kandungan kamu, jangan egois dan jangan terlalu memikirkan lelaki
brengs*k itu terus menerus"ujar Morgan seraya berjalan perlahan
mendekati Melody.
Melody sendiri hanya diam. Ia menoleh sekilas tanpa berani bersuara,
air mata yang mengalir bebas dipipi putihnya pun ia biarkan begitu
saja. Sungguh terlihat sangat pasrah sekali perempuan cantik ini.
"tidur Mel, kakak tidak mau kalau nanti kamu sampai sakit hanya
karna memikirkan si baj*ngan yang tidak bertanggung jawab itu. Jangan
siksa diri kamu sendiri, tidur dan kita tuntaskan semuanya besok, kalau
memang kek Handoko bisa membantu dan mempercayai kamu, besok kakak akan
antar kamu kesana untuk meminta kejelasan atas ini semua.
Sekarang tidur, jaga kondisi dan kandungan kamu.."ujar Morgan dengan
ekspresi dingin tidak seperti biasanya. Mungkin ia masih kesal karna
kejadian kemarin saat mengetahu semua maksud Bisma dengan membawa masuk
Melody kedalam masalahnya dengan penyebab kematian Adila. Ia juga
sebenarnya sudah sangat muak dengan Bisma. Hanya saja Melody tetap
bersikukuh kalau Bisma tidak seperti apa yang Morgan bayangkan.
"Mel gak tahu apa lagi yang harus Mel lakukan kak. Tapi harapan terbesar Mel kini ada di kek Handoko dan kakak.
Jangan terus berfikir buruk tentang Bisma kak, Mel yakin Bisma tidak
bermaksud lari dari tanggung jawab, dia itu baik kak, Mel bisa rasakan
kebaikan dan ketulusannya. Mel juga yakin Bisma itu sayang sama Mel,
termasuk juga sama bayi ini..
Jangan benci Bisma, Mel sangat mencintai dia kak.."Melody memandang
lirih dengan gelengan pelan dan kedua bola mata berkaca menatap sepupu
yang sangat menyayanginya ini.
"kamu itu sudah dibutakan dengan cinta Mel.
Kakak kenal Bisma lebih dari kamu mengenalnya. Dia itu bisa
menyakiti siapapun termasuk perempuan yang disayanginya sekalipun,
apalagi jika fikiran dan hatinya sudah dipenuhi amarah tanpa kejelasan
dan kesalah fahaman seperti sekarang. Itu sangat sulit. Kita tidak bisa
menebaknya dengan mudah seperti membalikkan telapak tangan. Sulit Mel,
sangat sulit.."batin Morgan. Ia meletakkan kedua telapak tangannya
dikedua pipi Melody. Air mata Melody pun ia hapus dengan lembutnya.
"tidur yah? Berdoa dan minta yang terbaik pada Tuhan untuk masalah ini.
Semoga besok bisa menjadi hari seperti yang kita harapkan. Kakak
sayang kamu Mel.."ujar Morgan memandang teduh wajah cantik Melody lalu
mengecup keningnya sekilas.
"amin. makasih kak, Mel juga sayang kakak.."batin Melody memejamkan
kelopak matanya hingga bulit bening air mata kembali menetes.
Morgan kemudian berlalu keluar dari kamar Melody. Ia menutup pintu
kamar Melody dari luar dan membiarkan sepupu tercintanya ini agar
beristirahat.
**
Rafael tampak begitu panik, sedari tadi Dokter yang menangani Abiela
belum juga keluar dari ruangan dimana Abie tengah ditangani, apalagi
tadi kondisi Abie yang sudah stabil kembali kritis, ini benar-benar
membuat lelaki bermata sipit ini khawatir dan cemas.
"sepertinya adik anda mengalami depresi dan trauma yang cukup berat.
Kami menemukan beberapa luka ditubuhnya, luka memar dan seperti
cengkraman keras pada pergelangan tangan dan bagian tubuh yang lain. Ia
seperti korban kekerasan, emm maaf 'seksual'. Apa mungkin adik anda
telah melakukan suatu hubungan dengan paksaan? Atau ia terlalu
dibebaskan dalam pergaulan, hingga.."
"ENGGAK!! Enggak Dokter! Itu GAK MUNGKIN!
Adik saya ini gadis baik-baik. Dia tidak pernah saya bebaskan
apalagi bergaul dengan laki-laki tidak jelas diluaran sana. Jadi Dokter
jangan menduga hal-hal aneh terhadap adik saya!"
"m..maksud saya bukan seperti itu. Mungkin adik anda ini adalah
korban. Bisa saja itu terjadi hingga pasient menjadi depresi berat dan
mau mengakhiri hidupnya sendiri. Saya tidak menuduh, saya hanya sedikit
menyimpulkan dengan bukti-bukti yang ada.."
Ucapan-ucapan Dokter laki-laki itu kini kembali terngiang dan
berkecamuk difikiran Rafael. Entah apa maksud ucapan Dokter tersebut,
yang pasti kepalanya kini dipenuhi tanda tanya besar akan penyebab
kenapa Abiela bisa menjadi seperti ini.
"kalau memang Abie diperkosa, tapi siapa yang berani melakukan hal bejat itu?
Dokter tadi bilang kalau ditubuh Abie ditemukan beberapa luka, meski
sudah cukup lama, namun trauma yang menimpa Abie seolah membuat
permasalahan besar ini sedikit menemui titik terang.
Kalau sampai Abie benar-benar diperkosa, gue gak akan tinggal diam,
gue akan habisi lelaki brengs*k yang udah berani menodai adik
gue!!"batin Rafael mengepalkan tangan kanannya dengan sorotan mata yang
tajam penuh dendam.
"gue harus hubungi Rangga. Gue harus minta bantuan dia untuk mencari
tahu siapa yang udah berani membuat adik gue menderita sampai separah
ini, iya harus!!"lanjutnya kemudian buru-buru merogoh saku celananya
mencari handphone yang bisa ia gunakan untuk menghubungi Rangga dan
memintanya pertolongan.
**
Ilham sendiri kini sangat gusar dan gelisah. Kedua kelopak matanya
tidak bisa ia pejamkan dengan tenang. Entah apa yang terjadi dengan mata
Ilham, yang pasti ini membuat Ilham kesal karna keadaan yang sudah
cukup malam dan larut.
"aduhh, kenapa loe gak mau merem-merem sih? Gue ngantuk tau gak.
Tapi kalo elo nya melek terus, gimana gue bisa tidurr?"kesalnya beranjak
dan mengubah posisinya menjadi duduk. Wajahnya ia tatap dari pantulan
cermin didalam kamarnya.
"loe mau ngajakin gue ribut? Gak lucu tau gak! Gue udah ngantuk
banget, ayo dong meremm jangan melek terusss!!"ujarnya kembali ngedumel
sendiri. Ia sampai menutup kedua kelopak matanya paksa dengan telapak
tangannya sendiri(?).
"hosh-hosh.. Ko malah sesak sih?"tiba-tiba Ilham melepaskan bekapan
tangannya karna hidungnya yang tak sengaja ia tutup membuatnya kehabisan
nafas akan ulah konyolnya sendiri.
"hufh, sebenarnya gue ini kenapa sih?
Kenapa mata gue gak mau gue pejamin?
Kenapa fikiran gue juga gak bisa gue kendalikan?
Sebenarnya apa yang terjadi sama gue?"Ilham tampak berfikir akan perubahan fungsi anggota tubuhnya ini.
"Abie? Its.. Kenapa gue jadi keinget sama tuh anak sih? Lagi gawat
darurat gini juga sempet-sempetnya tuh anak nongol difikiran gue? Mana
udah tengah malem. Mau ngapain coba pake acara mampir kefikiran gue
segala? Gak ada kerjaan banget.."dumel Ilham semakin tidak jelas. Ia
menarik selimut tebalnya dan kembali berbaring berharap kali ini ia bisa
memejamkan matanya dengan tenang.
Satu detik
dua detik..
"ABIELAAA?"
Teriaknya tiba-tiba. Entah kenapa bayangan wajah Abie semakin jelas terbayang difikiran Ilham.
"Ya Allah... Kenapa sih sama gue?
Apa janga-jangan terjadi apa-apa lagi sama Abie?
Kemarin Rafael bilang Abie ngurung diri terus dikamar. Trus tadi sore gue telpon ke rumahnya tapi gak ada yang ngangkat.
Duhh ko gue jadi khawatir gini yah?
Gue emang suka sih sama Abie, tapi gue suka karna dia lawan gue saat
becandaan aja, gak lebih.."Ilham menggaruk kepalanya bingung.
"aargh! Yaudah gue kerumahnya aja deh. Perasaan gue beneran gak enak
banget nih. Gue gak mau kehilangan cewek langka kayak Abie. Entar siapa
yang bakalan nemenin gue berantem dan ribut lagi kalau tuh anak
kenapa-napa. Kan gak lucu kalo gue berantemnya nanti sendiri.."fikirrnya
kemudian beranjak keluar untuk segera menemui Abiela agar bisa tahu
bagaimana kondisi perempuan cantik yang tengah kritis itu.
Bersambung..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Nggak Komentar, Nggak Kece :p