Waktu kini sudah menunjukkan pukul enam sore. Ternyata sosok yang Bisma
tunggu belum juga menampakkan batang hidungnya. Hati Bisma semakin
dibuat gundah dan gelisah.
Ia menatap kearah luar jendela kamarnya. Menunggu kedatangan Dina dan Elfaris yang entah pergi kemana.
"Din, please kamu jangan nekat sayang..
Kamu gak boleh kayak gini. Aku gak mau kehilangan kamu, aku juga gak mau kehilangan Ais.
Ayo pulang.. Please ayo pulang.." wajah Bisma seketika berubah menjadi cemas dan khawatir.
Bisma mengeluarkan BB disaku celananya. Ia mencoba mengirimi Dina pesan singkat.
Bisma juga bahkan mencoba melakukan panggilan pada istri pertamanya itu.
Namun handphone Dina justru malah tidak aktif. BBM yang dikirimnya pun pending tidak terkirim.
"Ya Allah.. Kenapa jadi serumit ini?
Dina kenapa jadi kayak gini?
Aku faham hati kamu sakit karna ulah aku.
Aku faham aku belum bisa berbuat adil mungkin untuk kamu dan Franda.
Tapi gak dengan cara kayak gini Din..
Sama aja kamu semakin buat aku sulit.
Aku gak mau kehilangan kalian. Aku sayang sama kamu juga Ais Din.
Kita bisa bicarain ini baik-baik. Kita bisa bicarakan semuanya, sama Franda juga.
Ayo pulang Dina. Aku mohoon.. Pulang." Bisma memejamkan matanya
lirih. Air matanya tiba-tiba saja mengalir tanpa bisa ditahannya lagi.
Tubuh Bisma seketika menjadi lemas bagaikan tak bertenaga.
Posisinya saat ini benar-benar sangat sulit.
"Franda emang lagi hamil, dan itu anak kedua aku.
Tapi bukan berati aku hanya akan sayang sama dia dan harus lupain kamu.
Aku tetap gak akan pernah lupain kamu Din. Franda bilang kamu akan tetap jadi ibu untuk anak keduanya nanti.
Jangan sia-siakan kepercayaan Franda Dina. Aku mohon..
Aku gak sanggup kalau harus sakitin hati dia lagi. Franda itu terlalu baik.
Dia sampai mau merawat janin kedua dari benih aku didalam rahimnya.
Aku gak mungkin sakitin dia. Dan kamu juga gak bisa bersikap kayak gini.
Ayo Dina, aku mohon kamu pulang. Pulang sayang.. Kita bisa bicarakan
lagi semuanya baik-baik. Pulang Din.." Bisma bersender lemas pada
dinding kamarnya. Ia duduk menekuk kedua lututnya diatas lantai dengan
perasaan gundah yang bercampur aduk didalam hatinya.
**
"Kabar Nda baik Coh.
Iya nih, perut Nda udah isi lagi. Udah mau 2bulan. Bisma sih seneng
banget, tapi reaksi Ais biasa aja waktu tau mau dikasih adik. Dia kayak
yang gak mau gitu.." Franda rupanya tengah berbicara lewat handphonenya
bersama Rafael sang kakak.
"Semuanya baik. Gak ada yang gak baik. Pokoknya Nda disini baik-baik
aja. Cocoh gak perlu khawatir yah.." ujarnya kembali, masih asik
menempelkan BBnya ketelinga.
"Iya nanti biar Nda aja yang main kesana.
Iya nanti Ais juga diajak. Iya, yaudah. Bye, muach. Nda juga sayang
sama Cocoh.." Franda kemudian mengakhiri sambungan telponnya karna
dirasa sudah cukup lama berbicara dengan kakak satu-satunya itu.
Franda beranjak dari duduknya. Ia kembali membereskan kamar Elfaris
yang baru bisa dilakukannya lagi. Kondisinya saat ini memang sudah tidak
terlalu mual lagi, makanya Franda bisa beraktifitas normal lagi, meski
tidak melakukan hal yang berat dan terlalu capek karna Bisma tidak
mengizinkannya.
"Hufh, kamarnya berantakan banget.
Kakak kamu ini percis kayak ayahnya.
Suka banget bikin kamarnya berantakan.
Baju kotor, handuk, sama mainan. Semuanya ada dilantai.
Elfaris.. Kamu itu emang hobby yah berantakin kamar." Franda menggelengkan kepala melihat isi kamar jagoan kecilnya.
Ia kemudian merapikan semua itu. Menaruh semua mainan Elfaris pada
tempat yang semestinya. Baju kotor serta handuk Elfaris pun ia
singkirkan dan disimpan pada keranjang khusus baju-baju kotor.
Bantal serta guling yang jatuh diatas lantai Franda ambil dan taruh kembali diatas kasur.
Kegemaran Elfaris memang sama seperti anak kecil lain pada umumnya, yaitu membuat kamarnya sendiri berantakan.
Franda duduk ditepi tempat tidur Elfaris. Ia meraih bingkai photo
jagoan kecilnya yang dipajang diatas meja disamping tempat tidur
Elfaris. Bibir Franda seketika tersenyum saat melihat wajah lucu nan
tampan putra kesayangannya.
"Ternyata bayi yang bunda rawat selama 4tahun ini udah besar yah?
Udah ganteng, udah sangat mirip sama ayah Bisma." ujarnya tersenyum kagum.
"Bunda gak tahu kalau nanti bunda sampai kehilangan Ais. Mungkin bunda bisa gila nak..
Lebih baik bunda kehilangan segalanya dari pada harus kehilangan Ais.
Kamu itu nyawa bunda. Bunda mungkin masih bisa hidup tanpa ayah
kamu, tapi kalau tanpa kamu, bunda tidak akan pernah bisa hidup, karna
kamu nyawa bunda.." Franda menaruh kembali bingkai photo yang
dipegangnya itu. Entah kenapa tiba-tiba ia jadi merindukan sosok
Elfaris.
"Dina sebenernya bawa Ais kemana yah?
Kenapa belum juga pulang?
Katanya tadi cuma jalan-jalan aja.
Padahal aku kangen banget sama Ais. Tadi pagi cuma ketemu sebentar sama dia.." hati Franda mulai merasa gelisah.
Tak lama Franda pun segera keluar dari kamar Elfaris menuju kamarnya.
Kehamilan keduanya ini memang membuatnya gampang capek dan masih
terasa pusing dan mual. Jadi mungkin dengan beristirahat sejenak
tubuhnya bisa sedikit terasa sehat, sambil menunggu kepulangan Elfaris
dan Dina.
**
"Buun.. Ais ngantuk."
"Yaudah Ais sambil bobo aja. Nanti kalau udah sampai bunda bangunin."
"Tapi Ais mau sabil peluk mobil-mobilannya ya bun. Bial gak jatuh."
"Iya sayang. Peluk aja, kepalanya senderin kesini, biar gak sakit.
Naah.. Udah bobo yah?" Dina menaruh bantal angry birds berwarna merah
dibelakang kepala Elfaris. Bocah tampan itu hanya menurut saja dan
mengangguk setuju.
Dina tersenyum. Ia kembali fokus terhadap kemudi mobil yang tengah
dikendarainya. Kedua mata Elfaris sendiri sudah terpejam. Sepertinya
bocah tampan itu memang sudah sangat lelah dan mengantuk.
"Lucu banget sih?
Mukanya sama percis kayak Bisma.
Tapi kayak aku juga.
Matanya perpaduan mata Bisma dan Franda.
Lucu, benar-benar lucu. Beruntung banget bunda bisa milikin kamu sayang.." ujarnya tak henti memandang kagum wajah Elfaris.
Dina terus melajukan mobilnya. Sesekali tangan kirinya menyentuh dan
mengelus puncak kepala Elfaris. Ia sangat menyayangi Elfaris. Terbukti
dengan kasih sayang dan perlakuannya yang begitu berlebih pada Elfaris.
**
"Loh, kamu mau kemana Bis? Ko buru-buru gitu? Ini kan udah malam.."
Tiba-tiba Bisma menoleh kaget mendengar suara Franda yang menegurnya.
Franda menghela nafasnya. Kedua kakinya melangkah menghampiri Bisma yang hendak membuka pintu utama rumahnya.
"A..aku mau keluar sebentar Nda.
A..aku mauu.."
"Besok lagi aja, ini udah malem. Gak baik kalau nyetir mobil malam-malam. Nanti kamu bisa kenapa-napa."
"T..tapi Nda?"
"Udah, masuk aja yuk?
Istirahat. Kasian Dina, dia pasti udah nungguin kamu."
"HAH? M..maksud kamu? D..Dina?
Memangnya dia udah pulang?" kedua bola mata Bisma seolah melocat kaget dari tempatnya.
"Loh, ko kamu kaget gitu sih?
Emangnya kamu gak tau?" Franda memandang Bisma bingung.
"Hufh.. Emang kamu tadi dari mana aja sih? Masa istri sama anaknya
sendiri udah pulang tapi gak tau. Hem?" bidik Franda menarik nafasnya.
"A..akuu. Aku tadi dikamar belakang. Ditempat biasanya aku k..kalau lagi.."
"Fran, Ais bangun.
Dia nyariin kamu. Aku udah coba tenangin, tapi dia malah nangis.
Tolongin dong!" tiba-tiba Dina datang menuruni anak tangga menghampiri
Franda dan Bisma.
"Nangis? Bukannya tadi udah tidur ya Din?" fikir Franda bingung.
"Aku gak tau, kayaknya dia mimpi buruk. Yaudah yuk? Kasian tuh nangis terus. Susah dibujuk. Aku bingung harus berbuat apa."
"Hem.. Yaudah. Iya aku kesana sekarang.."
Franda akhirnya menyusul Dina menuju lantai atas kamar Elfaris.
Begitu pun dengan Dina yang kembali menaiki anak tangga rumahnya tanpa
sedikit pun menghiraukan Bisma yang dibuat bingung akan semua ini.
"Ini sebenarnya ada apa?
Ko Dina tiba-tiba udah ada dirumah?
Trus Franda? Ais?
Ko.. Ko aku jadi kayak orang bingung gini?
Kenapa aku bisa gak tahu kedatangan Dina dan Ais?
Kapan coba mereka datangnya?"
Bisma mematung bingung dengan sejuta pertanyaan yang berkecamuk
dikepalanya. Ia benar-benar dibuat tidak mengerti dengan kejadian
singkat ini.
"Apa tadi aku ketiduran dikamar belakang?
Trus Dina? Dia pulang? Dan bersama Elfaris?
Berati..."
"Astaga. Alhamdulillah. Berati Dina masih dengerin ucapan aku yang
semalam. Ya Allah.. Makasih sayang. Kamu gak nekat. Kamu.. Kamu.. Aahh
Dina.."
Tanpa menunggu lama dan berfikir lagi. Bisma kemudisn segera berlari
menyusul kedua istrinya dilantai atas tepatnya dikamar Elfaris.
"Bisma bodoh! Kenapa bisa sih lo berfikiran negatif sama istri sendiri. Berapa lama lo kenal Dina Bis?
Aarrghh Bismaaa..
Dina itu gak mungkin melakukan hal senekat itu. Gak mungkin, iya aku
sangat yakin gak mungkin.." Bisma mempercepat langkahnya. Perasaannya
antara haru dan bahagia. Tidak percaya serta kagum. Ia masih tidak
menyangka kalau dugaanya ternyata tidak benar. Dan Dina tetap membawa
Elfaris pulang, tidak membawanya pergi apalagi mengambilnya. Mungkin
Bisma yang terlalu takut akan kehilangan Elfaris juga Dina.
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Nggak Komentar, Nggak Kece :p